You are on page 1of 7

1.

Pembiayaan bagi hasil

Pembiayaan bagi hasil adalah esensi pembiayaan bank syari’ah apa lagi pembiayaan bagi hasil
merupakan implementasi dari prinsip keadilan, persamaan, dan transparansi dalam ekonomi syari’ah.
Bahkan dalam bank syari’ah sendiri sebenarnya lekat dengan sebutan bank bagi hasil

Skema pembiayaan bagi hasil yang populer di terapkan perbankan syari’ah di indonesia adalah
mudorobah dan musarakah. Pada sistem mudorobah bank syari’ah menjadi penyedia seluruh modal
( 100%), sementara debitor yang menjalankan proyek atau usuha.

Pada sistem musyarakah ( project pinancing participation ), bank syari’ah dan debitor saling
berpartisipasi atau shering modal. Sayangnya, meskipun pembiayaan bagi hasil merupakan pembiayaan
primer pada bank syariah, porsi pembiayaan ini masih kalah di bandingkan dengan pembiayaaan
berdasarkan skema jual-beli atau murabahah. Statistik perbankan syari’ah bank Indonesia mencatat
total pembiayaan perbankan syari’ah mencapai Rp.44,5 Triliun di mana porsi pembiayaan musyarakah
mencapai Rp.6,5 Triliun atau 14,6% dari total pembiayaan bank syari’ah.

Sedangkan pembiayaan mudharabah hanya sebesar Rp.10,1 Triliun atau 22,7%. Bandingkan dengan
pembiayaan mudharabah yang mencapai Rp.25,1 Triliun atau porsinya sebesar 56,4%.

2. Problemmatika
Alasan masih rendahnya pembiayaan bagi hasil adalah karena perbankan syari’ah masih memandang
pembiayaan jenis ini mengandung resiko dan ketidakpastian yang cukup tinggi resiko yang paling sering
di takuti bank syari’ah pada pembiayaan ini yaitu resiko pendapatan tidak pasti bahkan bisa tidak
memperoleh pendapatan sama sekali dan resiko kehilangan pokok pembiayaan apabila usaha debitor
rugi

Jika kerugian karena business risk, maka pembagian kerugian berdasarkan porsi modal masing-masing
pihak. Tapi pada skema modharabah, karena porsi modal bank syari’ah 100%, maka bank syari’ah yang
menanggung kerugian secara finansial. Sedangkan jika kerugian diakibatkan kesalahan atau pelanggaran
yang dilakukan debitor maka kerugian ditanggung oleh debitor. Tapi pada intinya, jika usaha atau proyek
mengalami kerugian berarti bank syari’ah mengalami juga, karena tidak ada hasil yang di bagikan.
Tingginya resiko tersebut membuat bank syari’ah mengalami aversion to effort artinya bank syari’ah
masih bersikap tidak mau repot atau melakukan hal-hal ekstra.misalnya mendampingi pengusaha
karena biaya monitoring yang tinggi dan eversions to risk yaitu bank syariah masih bersikap menghindar
dari resiko rinkage.
• Rinkage program
Sebagai lembaga keuangan yang berjalan diatas rel syari’ah mau tidak mau bank syari’ah harus
meningkatkan pembiayaan bagi hasil.nah.salah satu strategi yang harus dilakukan bank syari’ah untuk
meningkatkan pembiayaan bagi hasil adalah melakukan linkage program.Linkage program adalah
program pembiayaan yang bersifat kemitraan,jadi.bank syari’ah mengelurkan pembiayaan kesektor riil
secara tidak langsung.pembiayaan ini disalurkan lewat agen atau perusahaan mitra (istilahnya two steps
financing).perusahaan mitra yang menjadi partner bank syari’ah bisa berupa bank pembiayaan rakyat
syari’ah (BPRS).
Lembaga keuangan mikro syariah seperti koprasai jasa keuangan syari’ah atau(KJKS), unit jasa keuangan
syari’ah (UJKS) koperasi pesantren (Kopontren) dan baitul mal wat tamwil (BMT) bank syari’ah juga bisa
melakukan linkage program dengan lembaga non keuangan seperti prusahaan perkebunan inti plasme
atau perusahaan pranchise.
Penerapan linkage program menggunakan tiga program pembiayaan executing, channeling, dan joint
pinancing. Pada pola executing, bank syari’ah memberikan pembiayaan kepada perusahaan mitra
dimana kemudian perusahaan mitra meneruskan kepada nasabah sebagai and user,sehingga
perusahaan mitra tercatat sebagai debitor bank syari’ah sedangkan pembiayaan kepada and user
tercatat sebagai eksposur pembiayaan perusahaan mitra.
Sedangkan pada pola channeling bank syari’ah memberikan pembiayaan secara langsung kepada
nasabah sebagai and user melalui perusahaan mitra yang bertindak sebagai agen,pembiayaan kepada
and user adalah eksposur pembiayaan bank syari’ah .terakhir pola joint financing adalah pembiayaan
bersama dimana sumber dananya merupakan sharing antara bank syariah dengan perusahaan mitra.
Untuk skema yang digunakan,bank pola executing,bank syari’ah memberikan pembiayaan kapada
perusahaan mitra menggunakan skema bagi hasil,lalu perusahaan meneruskan kepada and user,berupa
pembiayan bagi hasil maupun non bagi hasil.
Pada pola channeling karena pembiayaan bank syari’ah mengalir langsung ke and user skema yang
digunakan kebanyakan murabahah.sedangkan pada pola joint financing bank syari’ah bisa menggunakan
pola musyarakah.
Resiko pembiayaan pada pola axecuting,resiko pembiayaan kepada and user berada dipihak perusahaan
mitra sedangkan bank syari’ah menanggung resiko kepada perusahaan mitra.Pada pola channelingresiko
pembiayaan ditanggung oleh bank syari’ah sedangkan perusahaan mitra tidak menanggung resiko
pembiayaan karena hanya sebagai agen,tetapi perusahaan mitra tentu menanggung resiko
reputasi.terakhir pada pola joint financing kedua belah pihak,bank syari’ah dan perusahaan mitra
menanggung resiko pembiayaan secara proporsional.
Jadi,meskipunbank syari’ah ikut menanggung resiko pembiayaan tetapi setidaknya resikonya lebih
ringan dari pada memberikan pembiayaan bagi hasil langsung kepada debitor.Mitigasi resiko juga lebih
baik karena perusahaan mitra juga melakukan monitor terhadap and user.sehingga pengawasan debitor
lebih intensif. apalagi perusahaan mitra seperti BPRS dan LKMS berperan sebagai society local institution
oleh karena itu bank syari’ah perlu meningkatkan linkage program untuk meningkatkan bagi
hasil.apalagi program tidak hanya untuk meningkatkan porsi pembiayaan bagi hasil tetapi juga akan juga
meningkatkan penetrasi dan diversifikasi pembiayaan bank syari’ah disektor UMKM dan consumer
financing.
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu memberikan fasilitas penyediaan dana untuk
memenuhi pihak-pihak yang merupakan defisit unit.menurut sifat penggunaannya pembiayaan dapat
dibagi menjadi :
a. pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam
arti luas,yaitu untuk meningkatkan usaha,baik usaha produksi,perdagangan,maupun investasi
b. pembiayaan konsumtif,yaitu pembiayaan yang digunakan untuk kebutuhan konsumsi,yang akan habis
untuk dipakai memenuhi kebutuhan.
Menurut keperluannya pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi :
1. pembiayaan modal kerja,yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan,peningkatan produksi,baik
secara kuantatif,yaitu jumlah hasil produksi,maupun secara kualitatif,yaitu peningkatan kualitas atau
mutu hasil produksi,untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
2. pembiayaan investasi,yaitu untuk memenuhi kebutuhen barang-barang modal (capital goods)serta
fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.

3. Pembiayaan modal kerja


Unsur-unsur modal kerja terdiri dari komponen-komponen alat likuid (cash),piutang dagang,yang
umumnya terdiri dari persediaan bahan baku.persediaan dalam proses dan persediaan barang jadi.oleh
karena itu,pembiayaan modal kerja merupakan salah satu dari kombinasi dari pembiayaan likuiiditas.
Sedangkan dalam bank konvensional dengan memberikan kredit modal kerja tersebut dengan cara
memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan yang
merupakan kombinasi dari komponen-komponen modal kerja tersebut,baik untuk keperluan produksi
maupun perdagangan untuk jangka waktu tertentu,dengan imbalan berupa bunga.
Bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut,bukan dengan
meminjamkan uang,melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah,dimana bank
bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal) sedangkan nasabah sebagai pengusaha
(mudharib),skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah.fasilitas ini dapat diberikan
untuk jangka waktu tertentu,sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati.
setelah jatuh tempo,nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum
dibagikan) yang menjdi bagian bank.
4. Pembiayaan likuiditas
Pembiayaan ini pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya
ketidaksesuaian antara cash inflow dan cash outflow pada perusahaan nasabah.fasilitas yang diberikan
oleh bank konvensional biasanya fasilitas cerukan atau yang biasa disebut rekening koran.atas
pemberian fasilitas ini bank memperoleh imbalan manfaat berupa bunga atas jumlah rata-rata
pemakaian dana yang disediakan dalam fasilitas tersebut.
Sedangkan dalam bank syariah menggunakan fasilitas semacam itu dalam bentuk Qardh timbal balik
atau yang disebut compensating balance.melalui fasilitas ini nasabah harus membuka rekening giro,dan
bank tidak memberikan bonus atas giro tersebut.bila nasabah mengalami mismatched nasabah dapat
menarik dana melebihi saldo yang tersedia sehingga menjadi negatif sampai maksimum jumlah yang
disepakati dalam akad.Atas fasilitas ini,bank tidak dibenarkan meminta imbalan apapun,kecuali sebatas
biaya administrasi pengelolaan fasilitas tersebut.

5. Pembiayaan piutang
Kebutuhan pembiayaan ini timbul pada perusahaan yang menjual barang dengan kredit,tetapi jumlah
jangka waktu melebihi kapasitas modal kerja yang dimiliki oleh bank konvensional.sedangkan dalam
bank syari’ah untuk khasus pembiayaan piutang dapat dilakukan dalam bentuk al qardh dimana bank
tidak boleh meminta imbalan,kecuali biaya administrasi.untuk khasus anjak piutang bank dapat
memberikan fasilitas pengambil alihan piutang yaitu yang disebut dengan hiwalah.tetapi untuk fasilitas
inipun bank tidak dibenarkan meminta imbalan kecuali biaya layanan atau biaya administrasi dan biaya
penagihan.dengan demikian bank syariah meminjamkan uang (qardh) sebesar piutang yang tertera
dalam dokumen piutang (wesel tagih atau promes)yang diserahkan kepada bank tanpa potongan.hal itu
adalah bila ternyata pada saat jatuh tempo hasil tagihan itu digunakan untuk melunasi hutang nasabah
kepada bank.tetapi bila ternyata piutang tersebut tidak ditagih,maka nasabah harus membayar kembali
hutangnya itu kepada bank.Selain itu,sebagian ulama memberikan jalan keluar berupa pembelian surat
hutang (bai’al dayn),tetapi sebagian ulama melarangnya.

6. Pembiayaan persediaan
Bank syari’ah mempunyai mekanisme sendiri untuk memenuhi persediaan tersebut,yaitu dengan
menggunakan prinsip jual-beli dalan dua tahap.tahap pertama bank mengadakan (membeli dari suplier
secara tunai) barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah.tahap kedua,bank nenjual kepada nasabah
pembeli dengan pembayaran tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang disepakati
bersama,antara bank dengan nasabah.ada beberapa skema jual-beli yang digunakan untuk memperoleh
kebutuhan tersebut yaitu :
1. bai’al murabahah
pembiayaan persediaan dalam usaha produksi terdiri dari biaya pengadaan bahan baku dan
penolong.melalui proses produksi,bahan baku tersebut akan menjadi barang setengah jadi,kemudian
menjadi barang jadi yang siap untuk dijual.bila barang jadi itu dijual dengan kredit,ia berubah menjadi
piutang,dan melalui proses collection akan berubah menjadi kas kembali.Pembiayaan ini juga dapat
diberikan kepada nasabah yang hanya membutuhkan dana untuk pengadaan bahan baku dan bahan
penolong.sementara itu,biaya proses produksi dan penjualan,seperti upah tenaga kerja,biaya
pengepakan,biaya diistribusi,serta biaya-biaya lainnya dapat ditutup dalam jangka waktu sesuai dengan
lamanya perputaran modal kerja tersebut,yaitu dari persediaan bahan baku,sampai terjualnya hasil
produksi,dan hasil penjualan diterima dalam bentuk tunai.
2. bai’al istishna
bila nasabah juga membutuhkan pembiayaan untuk proses produksi sampai menghasilkan barang
jadi,bank dapat memnerikan fasilitas bai’al istishna,melalui proses ini bank melakukan pemesanan
barang dengan harga yang disepakati kedua belah pihak (biasanya sebesar biaya produksi ditambah
keuntungan bagi produsen,tetapi lebih rendah dari harga jual)dan dengan pembayaran dimuka secara
bertahap,sesuai bengan tahap-tahap proses produksi.setiap selesai satu tahap bank meneliti spesifikasi
dan kualitas dalam proses kerja tersebut,kemudian untuk proses tahap berikutnya,sampai tahap akhir
dari proses produksi sehingga bahan berupa bahan jadi,dengan demikian kewajiban dan tanggung jawab
pengusaha adalah keberhasilan proses produksi tersebut sampai menghasilkan barang jadi sesuai
dengan kuantitas dan kualitas yang telah diperjanjikan.bila produksi gagal pengusaha berkewajiban
menggantinya dengan cara memproduksi lagi atau menbeli dari pihak lain.

3. bai’as salam
untuk produksi yang prosesnya tidak dapat diikuti,seperti produksi pertanian,bank dapat memberikan
fasilitas ini,melalui fasilitas ini bank melakukan pemesanan barang kepada nasabah dengan pembayaran
di muka secara sekaligus,dan nasabah berkewajibann mendeliver barang tersebut pada tanggal yang
telah disepakati dalam kontrak.pada waktu yang bersamaan bank dapat mencari pembeli atas produk
tersebut.kombinasi ini disebut salam paralel.bila produksi itu dilakukan secara terus menerus dan
perputaran modal kerja tersebut telah sedemikian secepatnya sehingga perusahaan membutuhkan
pembiayaan modal kerja secara evergreen,maka skema pembiayaan paling tepat adalah al mudharabah.
4.Pembiayaan mudharabah
Adalah pembiayaan dimana seluruh modal kerja yang dibutuhkan nasabah ditanggung oleh bank.
a. pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif
b. dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan proyek
(usaha) sedangkan nasabah bertindak sebagai mudharib (pengelola usaha)
c. jangka waktu usaha,tata cara pengembalian dana dan pembagian keuntungan berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak (LKS) atau pengusaha
d. mudharib boleh melakukan berbagai usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan
syari’ah,dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen usaha tapi LKS mempunyai hak untuk melakukan
pembinaan
Rukun dan syarat pembiayaan
a. shaibul maal
b. Ijab dan qabul
Ijab dan qabul mengadakan kontrak dengan beberapa hal
a. penawaran dan pengiriman harus secara eksplisit
b. penerimaan dan peenawaran dilakukan saat kontak
c. akad dituangkan secara tertulis.

5. Pembiayaan musyarakah
Pembiayaan musyarakah dan resikonya berdasarkan kasus-kasus yang terjadi pada bank pernyataan ijab
dan qabul harus dinyatakan oleh pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan
kontrak atau akad dengan memperhatikan hal-hal berikut ini :
a. penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak
b. penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
c. akad dituangkan secara tertulis atau dengan komunikasi
Rukun pembiayaan musyarakah
a. harus kompeten
b. setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan dan setiap mitra memperkerjakan sebagai wakil
c. setiap mitra mempunyai hak mengatur aset musyarakah
d. setiap mitra memberi wewenang untuk mengelola aset dan melakukan aktivitas dalam akad
musyarakah
e. seorang mitra tidak diijinkan untuk mengalirkan dana untuk kk atau menginvestasikan dana untuk
kepentingannya.

7. pembiayaan modal kerja untuk perdagangan


Dalam bank syariah mekanisme menggunakan skema al wakalah,al musyarakah,al mudharabah.ataupun
al murrabahah.dalam hal alwakalah bank syari’ah hanya memperoleh pendapatan berupa fee atas jasa
yang diberikannya.

8. Pembiayaan investasi
Pembiayaan investasi diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi,yaitu keperluan
penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi,perluasan usaha ataupun pendirian proyek baru.
Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah :
1. untuk mengadakan barang-barang modal
2. mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah
3. berjangka waktu menengah dan panjang

pada umumnya pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar dan pengendapannya cukup lama
.oleh karena itu,perlu disusun proyeksi arus kas yang mencakup semua komponen biaya dan
pendapatan sehingga akan dapat diketahui berapa dana yang tersedia setelah semua
terpenuhi.kemudian penyusunan jadwal amortisasi yang merupakan angsuran pembiayaan.
(pembayaran kembali)
untuk pembiayaan investasi bank syari’ah menggunakan skema musyarakah mutanaqishah.dalam hal ini
bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan,dan secara bertahap bank melepaskan
penyertaannya,dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali,baik dengan menggunakan surplus
cash flow yang tercipta maupun dengan menambah modal,baik yang berasal dari setoran pemegang
saham yang ada ataupun dengan mengundang pemegang saham yang baru.
Skema lain dapat digunakan bank syari’ah adalah al ijarah almuntahia bittamlik,yaitu menyewakan
barang modal dengan opsi diakhiri dengan pemilikan. sumber untuk pembayaran sewa ini adalah
amortisasi atas barang modal yang bersangkutan,surplus dan sumber-sumber lain yang dapat diperoleh
perusahaan.

9. Pembiayaan konsumtif
Bank syari’ah dapat menggunakan pembiayaan komersil untuk memenuhi barang konsumsi dengan
menggunakan skema :
1. al bai’ bitsaman ajil (salah satu bentuk murabahah)atau jual-beli dengan angsuran
2. al ijarah al muntahia bit tamlik atau sewa beli
3. al musyarakah mutanaqhishah,dimana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya
4. ar rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa

kebutuhan konsumsi tersebut diatas lazim untuk pemenuhan kebutuhan sekunder.sedangkan


kebutuhan primer tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil.seseorang yang belum mampu
memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau miskin oleh karenaitu ia wajib diberikan zakat atau
shadaqah,atau minimal diberikan pinjaman kebajikan yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian
pinjaman pokoknya saja,tanpa imbalan apapun.

10. Pengertian pembiayaan jangka panjang


Menurut dari pemaka ketahui pembiayaan jangka panjang adalah pembiayaan yang memiliki waktu
Yang cukup panjang dimana 1 tahun keatas, adapun pembiayaan yang memilikiwaktu kurang dari 1
tahun yaitu disebut pembiayaan jangka pendek.
Adpun contoh dari pembiayaan jangka panjang adalah pembuata jembatan layang yang memiliki waktu
lebih dari satu tahun, dan biasanya dalam pencairan atau pemberian dana pembiayaan jangka panjang
tidak sekligus melainkan perlahan – lahan atau mencicil

Fr. http://www.perbankanindo.blogspot.com/

You might also like