You are on page 1of 21

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengupasan Lapisan tanah penutup


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengupasan lapisan tanah penutup yaitu:
- karakteristik material
- keadaan topografi
- keadaan vegetasi
- keadaan iklim dan curah hujan
- alat mekanis yang digunakan
- operator
- effisiensi kerja
- metode kerja alat mekanis

3.1.1 Karakteristik material


Setiap macam tanah atau batuan pada dasarnya memiliki sifat-sifat fisik dan kimia
yang berbeda-beda. Pengupasan lapisan tanah penutup merupakan suatu pekerjaan
untuk membuat suatu lahan galian menjadi tersingkap. Beberapa jenis tanah dianggap
mudah untuk dikupas atau digusur dan diuat dalam kondisi aslinya.
Tanah atau batuan yang keras akan lebih sukar dikoyak (ripped), digali (dug) dan
dikupas (stripped). Hal ini tentu akan menurunkan produksi alat mekanis yang
digunakan. Nilai kekerasan tanah atau batuan biasanya diukur dengan alat “Ripper
Meter“ atau “ Seismic Test“ dan satuannya adalah meter per detik, yaitu sesuai dengan
satuan untuk kecepatan gelombang seismik pada batuan.
Material yang menjadi penutup suatu bahan galian dapat dibagi dalam beberapa
kategori, diantaranya adalah:
a. material lunak
yaitu material yang mudah digali. Ripabilitas atau kecepatan rambat getarnya
adalah 0-500 m/detik. Material lunak dibagi menjadi dua yaitu material yang
mengandung sedikit air (pasir, tanah biasa, campuran pasir dan tanah biasa
dan kerikil lepas), dan material yang mengandung banyak air (pasir
lempungan, lempung pasiran, Lumpur dan pasir yang mengandungair atau
quik sand).
b. material agak keras
yaitu material yang mempunyai nilai ripabilitas 500-800 m/detik. Misalnya
tanah biasa bercampur kerikil, pasir bercampur kerikil, pasir yang kasar dan
kerikil yang lepas.
c. material setengah keras
yaitu material yang mempunyai nilai ripabilitas 800-1250 m/detik. Misalnya
shale, clay stone, batuan beku yang melapuk berat sampai sedang dan batuan
yang banyak rekahannya.
d. material agak keras sampai dengan keras
yaitu material yang mempunyai nilai ripabilitas 1250-2750 m/detik. Misalnya
sand stone, line stone, slate, vulcanic tuff, breksi dan batuan beku yang
melapuk sedang.
e. material keras
yaitu material yang mempunyai nilai ripabilitas 3000-4000 m/detik. Misalnya
andesit, granit, batuan metamorpik ( slate dan kwarsit). Material seperti ini
harus dilakukan peledakan untuk penggaliannya.
f. material masif
yaitu batuan yang keras, kompak dan batuan beku yang berbutir halus.
Termasuk material yang harus diledakan untuk pembongkarannya. Apabila
terjadi over size, maka perlu ilakukan secondary blasting.

3.1.2 Keadaan topografi


Faktor topografi juga penting dalam hubungan dengan produksi alat mekanis yang
berhubungan erat dengan keadaan dan kondisi daerah setempat, misal hubungannya
dengan kemiringan daerah, dimana kemiringan yang besar akan berpengaruh pada
pola gerak alat. Kemiringan dan jarak harus diukur dengan teliti karena hal itu akan
mempengaruhi waktu penggalian, pemuatan, pengangkutan, material ( cycle time ).
Jadi dengan mengetahui keadaan topografi suatu daerah dapat membantu dalam
pemilihan alat yang tepat dalam kegiatan pengupasan tanah penutup.

3.1.3 Keadaan iklim dan curah hujan


Indonesia merupakan daerah dengan 2 musim yaitu musim hujan dan musim
kemarau. Pada musim hujan, tanah menjadi berlumpur sehingga alat – alat tidak
bekerja optimal, sebaliknya musim kemarau akan banyak debu yang mengakibatkan
pandangan operator menjadi terganggu.

3.1.4 Keadaan vegetasi


Keadaan vegetasi sangat mempengaruhi teknis pengupasan lapisan tanah penutup.
Untuk daerah penelitian dengan vegetasi yang cukup rapat yaitu dengan jarak antar
pohon 5 m, dengan diameter rata-rata 30 cm, dilakukan penebangan dengan Chain
saw untuk mempermudah dan mempercepat proses pembersihan lahan karena
keadaan vegetasi sangat berkaitan dengan cepat lambatnya pembersihan lahan.
Dengan adanya vegetasi tersebut, untuk melakukan pengupasan tanah penutup, harus
dilakukan setelah pembersihan lahan selesai. Kecuali lahan yang akan dikupas hanya
ditumbuhi semak-semak mungkin dapat dilakukan pembersihan lahan dan
pengupasan lapisan tanah penutup secara bersama-sama.

3.1.5 Alat mekanis yang digunakan.


Pemilihan dan penggunaan alat mekanis sangat penting, karena alat mekanis
merupakan alat yang digunakan dalam pengupasan konvensional, sehingga perlu
pemilihan alat untuk kegiatan pengupasan yang tepat dan cepat. Pemilihan alat
mekanis dapat menentukan cepat lambatnya kegiatan pengupasan lapisan tanah
penutup terselesaikan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai alat mekanis yang digunakan
dalam kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup yaitu:
a. Pengenalan dasar-dasar alat
Besarnya tenaga yang dapat dimanfaatkan dari alat-alat berat dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu:
1 pengaruh ketinggian (Altitude)
yang dimaksud dengan ketinggian adalah tempat kerja alat terhadap
permukaan air laut. Tenaga mesin yang digunakan akan berkurang 3% dari HP
yang tersedia untuk setiap penambahan 1000 feet diatas 3000 ft yang pertama
untuk four cycle engines dan untuk two cycle engines sebesar 1%untuk setiap
penambahan 1000 ft.
2. temperatur
apabila suhu udara naik, maka udara akan mengembang. Hal ini akan
mengurangi kandungan oksigen persatuan volume udara sehingga akan
mengurangi tenaga mesin. Tenaga mesin akan berkurang 1% untuk tiap suhu
udara naik 10 0 F diatas temperatur standar 85 0F. Dan tenaga mesin bertambah
1% untuk penurunan 10 0F dibawah temperatur standar85 0F.
3. koefisien traksi (Koaficient traction)
adalah kemampuan menarik dari suatu alat atau kemampuan mendorong
untuk mengerakkan alat itu sendiri. Tenaga yang terpakai sebenarnya dibatasi
oleh kemampuan menarik atau mendorong. Kemampuan tarik atau dorong
tergantung pada:
- berat kendaraan pada roda pengerak (drive wheel)
- koefisien gesek atau koefisien traksi. (CT)
CT adalah perbandingan antara RP sebelum selip dengan berat tontak kendaraan
pada drive wheel

Table 3.1
Koefisien Traksi

Keadaan material Tractor wheel Crawler tractor


Dry concrete 0.95 0.45
Dry macadam road 0.70 -
Wet macadam road 0.65 -
Dry unpaved plain road 0.60 0.90
Dry ground 0.55 0.90
Wet ground 0.45 0.85
Dry loose terrain 0.40 0.60
Loose gravel 0.36 0.35
Loose sand 0.27 0.30
Muddy ground 0.25 0.25
Packet snow 0.20 0.15
Ice 0.12 0.12

4. tahanan gelinding (Rolling Resistance)


adalah tahanan pada gerakan roda kendaraan diatas permukaan tanah sebaga
tenaga tarik (kg) yang diperlukan untuk mengerakkan setiap ton berat
kendaraan dengan muatannya diatas permukaan. Besarnya tahanan ini
tergantung pada permukaan tanah tempat alat bekerja.
5. pengaruh landai permukaan (Grade)
jika sebuah kendaraan melalui jalan yang menanjak maka tenaga traksi yang
diperlukan juga akan bertambah, demikia juga dengan jalan yang menurun.
Landai jalan dinyatakan dalam % yaitu perbandingan antara peruahan
ketinggian persatuan panjan jalan. Penambahan dan penguranan tenaga taksi
akibat adanya tanjakan atau turunan dapat dikatakan berbadign lurus dengan
% naik turunnya landai jalan tersebut.
6. tenaga roda (Rimpull)
adalah tenaga gerak yang dapat disediakan mesin kepada roda gerak suatu
kendaraan yang dinyatakan dalam kg/ lbs.
Rimpull = (375 x HPx Effisiensi mesin)/ kecepatan (mph)………….....(3.1)
Nilai effisiensi berkisar antara 80-85%.
7. tenaga tarik (Drawbar-pull)
adalah tenaga yang tersedia pada hook yang ada dibelakang traktor tersebut,
yang dinyatakan dalam kg/lbs.nilai ini biasanya sudah ada dalam spesifikasi
alat yang dikeluarkan oleh perusahaan.
8. kemampuan mendaki tanjakan (Gradability)
adalah landai maksimal yang dapat ditempuh oleh sebuah traktor atau
kendaraan yang dinyatakan dalam % landai. Untuk Crawler tractor,
kemampuan mendaki dihitung berdasarkan DBP yang masih setelah dari DBP
keseluruhan dikurangi dengan DBP yang dibutuhkan untuk menanggulangi
RR.
Beberapa sifat fisik material yang penting untuk diperhatikan dalam pengupasan
lapisan tanah penutup yang berhubungan langsung dengan peralatan mekanis yang
dipakai.
a. pengembangan dan penyusutan material (swell factor)
Adalah perubahan volume material apabila material tersebut diganggu dari
keadaan aslinya. Perubahan volume tersebut akan diikuti pula dengan perubahan
densiti material. Dari perubahan tersebut, pengukuran volume maupun density
material didasarkan atas keadaan asli, keadaan gembur dan keadaan padat.
Untuk menghitung suatu volume pekerjaan, perhitungan volume material
dibedakan atas
- volume keadaan asli atau Bank Cubic Meters (BCM)
- volume keadaan gembur atau Loose Cubic Meters (LCM)
- volume keadaan padat atau Compacted Cubic Meters (CCM)
b. berat material
berat adalah suatu sifat yang dimiliki oleh setiap material kemampuan suatu alat
berat untuk mendorong, mengangkut, menarik dan mengangkat dipengaruhi oleh
berat material tersebut. Setiap alat mempunyai kapasitas dan volume tertentu shingga
berat material juga dipengaruhi oleh density material tersebut.
c. bentuk material
bentuk material didasarkan pada ukuran butir material yang akan mempengaruhi
susunan butir material dalam suatu volume atau tempat. Material yang halus atau
seragam, kemungkinan isinya dapat sama dengan volume ruang yang ditempati.
Material yang berbutir kasar atau bongkah-bongkah, akan lebih kecil dari nilai
volume ruangan yang ditempati. Hal ini terjadi karena jenis material ini akan
membentuk rongga-rongga udara yang memakan sebagian dari ruangan tersebut.
Beberapa material yang mampu ditampung oleh suatu ruangan dapat dihitung
dengan cara mengkoreksi jenis bentuk material yang menempati ruangan tersebut
dengan suatu faktor koreksi.
d. kohesivitas material
kohesivitas material yaitu kemampuan saling mengikat antara butir-butir material
tersebut. Material yang kohesinitasnya tinggi akanmudah mengunung. Sedangkan
material yang kohesivitasnyaa rendah akan cenderung peres atau rata.
e. kekerasan material
material yang keras akan lebih sukar dikoyak, digali atau dikupas oleh alat berat.
Hal ini akan menurunkan produktivitas alat.nilai kekerasan tanah diukur dengan
ripper meter atau seismic test meter.
f. daya dukung tanah
adalah kemampuan tanah untuk mendukung alat diatasnya. Alat tersebut akan
memberikan ground pressure sedangkan perlawanan yang diberikan tanah adalah
daya dukung. Jika ground pressure alat lebih besar dari daya dukung maka alat
tersebut akan terbenam.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah:


a. iklim dan curah hujan
dalam memilih alat-alat berat, hal ini perlu diperhatikan karena untuk mengetahui
sampai batas mana landasan kerja itu bila terkena air hujan akan rusak atau tidak dan
untuk mengetahui kelagsungan kerja alat-alat nantinya. Curah hujan juga untuk
mengetahui berapa waktu yan tersedia yang sebenarnya mengingat adanya curah
hujan didaerah tersebut.
b. waktu penyelesaian
waktu penyeleaian pengupasan lapisan tanah penutup sangat dipengaruhi oleh
iklim dan curah hujan. Jumlah hari kerja efectif adalah jumlah atau total dari target
waktu yang tersedia dikurangi jumlah hari libur dan hari kerja yang hilang. Hari kerja
yang hilan adalah tidak beroperasinya alat karena hari hujan dan hambatan-hambatan
tertantu.
c. volume pekerjaan
adalah jumlah material yang harus dipindahkan dan ditimbun. Dengan mengetahui
data volume pekerjaan dan waktu pengerjaan dapat diketahui target volume
pekerjaan. Target pekerjaan adalah volume pekerjaan dibagi dengan waktu pekerjan.
d. persyaratan pekerjaan
mengingat daerah kerja dekat dengan pemukiman penduduk, maka perlu adanya
peralatan yang dilengkapi dengan persyaratan untuk kesehatan dan keselamatan kerja.
e. tenaga kerja lokal
dengan adanya tenaga kerja local maka dapt membantu taraf hidup masyarakat
sekitar dan memberikan keuntungan dalam hal social dan budaya.
f. jarak angkut
pemilihan alat-alat besar untuk transportasi sangat dipengaruhi oleh jarak angkut
dan kondisi jala yang akan dilalui.

3.1.6 Operator
Operator adalah manusia yang menjalankan alat dimana sulit ditentukan
effisiensinya karena perubahan dari hari kehari dan tergantung oleh kondisi operator
itu sendiri, cuaca, alat, suasana kerja.
Effisiensi pada operator alat mekanis dipengaruhi beberapa hal, seperti kemalasan
dan tingkat kesadaran. Secara umum effisiensi dipengaruhi oleh faktor hambatan yang
tidak bisa dihindari dan hambatan yang bisa dihindari.
Hambatan yang tidak bisa dihindari operator, seperti melumasi kendaraan,
mengganti bagian yang aus, ketidaksinkronan alat angkut dengan alat muat, dan
menunggu peledakan disuatu daerah yang akan dilakukan.
Sedangkan hambatan yang sering terjadi pada operator dan dapat dihindari:
 Awal gilir adalah jam mulai kerja lebih lama dari
jadwal yang ditentukan.
 Waktu istirahat adalah berhenti bekerja yang lebih lama dari waktu
yang ditentukan.
 Akhir gilir adalah waktu mulai berhenti kerja yang lebih cepat dari
jadwal yang telah ditentukan.
 Berhenti bekerja adalah waktu berhenti bekerja untuk sementara.
Waktu karena kerusakan mesin dari alat – alat mekanis.

3.1.7 Effisiensi kerja


Hal ini sangat penting dalam hubungannya dengan produksi alat mekanis. Karena
dalam keadaan normal akan didapatkan effesiensi kerja yang maksimum. Dari kondisi
dan keadaan di lapangan dapat diketahui penilaian mengenai effesiensi kerja sering
mengalami kesulitan. Karena sekali ada perubahan maka kondisi dan keadaan akan
berubah, sehingga akan mempengaruhi kondisi effesiensi kerja.

3.1.8 Metode kerja alat mekanis


Metode kerja peralatan mekanis disesuaikan dengan keadaan topografi dan
kondisi daerah kerja sehingga produksi akan maksimal. Selain itu, kesesuaian alat
juga sangat berpengaruh terhadap effisiensi pekerjaan untuk mencapai target
pengupasan lapisan tanah penutup. Dari metode kerja alat mekanis yang dipakai,
dapat membantu dalam menentukan jenis alat yang akan dipilih untuk operasi
pengupasan tanah penutup.
a. Back hoe
Dasar pemilihan alat gali muat adalah:
. adanya jaminan keselamatan kerja
maksudnya adalah jaminan keselamatan kerja dari alat, yaitu apakah alat
pemindahan tanah mekanis (PTM) tersebut membahayakan operatornya atau
tidak.
2. ongkos gali muat adalah seminimum mungkin
suatu perusahaan pembongkaran atau pemindahan tanah mekanis yang akan
memilih peralatan PTM apa yang akan dipakai terlebih dahulu harus
menghitung secara teorotis tentang produksi alat dan biaya pemilikan dan
biaya operasi.
3. singkronisasi dengan alat PTM lain
adanya singkronisai dengan alat-alat pTM lain harus dipertimbangkan, sebab
kelancaran pekerjaan PTM terdiri ari berbagai kegiatan kerja. Sebab setiap
kegiatan kerja yang berlainan. Dengan demikian, suatu alat akan mempunyai
ketergntungan terhadap alat yang lain. Singkronisasi dalam hal ini perlu
dipikirkan agar ketergantungan kegiatan kerja antara alat satu dengan alat
lainnya lancar, sehingga setiap peralatan kerja dapat bekerja dengan baik dan
tidak ada alat yang menunggu lama.
4. penyesuaian dengan kondisi kerja
maksud penyesuaian dengan kondisi kerja adalah agar dalam pemilihan alat
gali dan muat disesuaikan dengan dimana alat tersebut akan dipakai, alat
tersebut untuk menangani material berapa ton, fasilitas perbengkelan, jenis
material yang ditangani dan kemampuan operator.
Back Hoe melakukan penggalian dengan menempatkan dirinya diatas jenjang.
Setelah dipper terisi penuh, boom diangkat kemudian memutar kearah dump truck
yang siap dimuati dan dipper menumpahkan galiannya pada bak dump truck.
Dilihat dari jumlah penempatan posisi dump truck untuk dimuati terhadap posisi
Back Hoe, maka ada tiga metode pemuatan yaitu:
1. single back up yaitu truck memposisikan untuk dimuati pada satu tempat
2. double back up yaitu truck memposisikan diri untuk dimuati pada satu
tempat
3. triple back up yaitu truck memposisikan diri untuk dimuati pada tiga
tempat.

b. Dump Truck
Bila alat muat yang dipakai berupa Dozershovel maka sangat perlu untuk memilih
alat angkut dengan kapasitas yang seimbang dengan out put dari Dozershovel itu.
Apabila penyesuaian pemilihan kapasitas alat angkut dengan out put Dozershovel
tidak seimbang maka tidak akan mencapai kondisi keserasian alat berat yang dipakai,
ini akan mempengaruihi dalam penanganan material dari pengupasan lapisan tanah
penutup itu. Adapun fungsi utama dari Dump Truck pada kegiatan pengupasan lapisan
tanah penutup yaitu sebagai pengangkut material yang telah digali dan dimuat oleh
Dozershovel tadi ke tempat penimbunan material yang telah direncanakan
sebelumnya.
Ada tiga macam cara Dump Truck mengosongkan muatannya, yaitu :
- End dump or rear dump, mengosongkan muatan ke belakang
- Side dump, mengosongkan muatan ke samping
- Bottom dump, mengosongkan muatan ke arah bawah.
3.2 Pola Pengupasan
Adapun pola pengupasan lapisan tanah penutup yaitu:
a. Back filling digging method
Pada cara ini tanah penutup di buang ke tempat yang bahan galiannya sudah
digali. Peralatan yang banyak digunakan adalah Power Shovel. Bila yang digunakan
hanya satu buah peralatan mekanis, Power Shovel disebut Single Stripping Shovel dan
bila menggunakan lebih dari satu buah Power Shovel disebut Tandem Stripping
Shovel. Cara Back Filling Digging Method cocok untuk tanah penutup yang bersifat :
- tidak diselangi oleh berlapis-lapis endapan bijih ( hanya ada satu lapis).
- material atau batuannya lunak.
- letaknya mendatar ( horizontal ).
b. Benching system
Cara pengupasan lapisan tanah penutup dengan sistem jenjang (Benching) ini
yaitu pada waktu pengupasan lapisan tanah penutup juga sekaligus membuat jenjang.
Sistem ini cocok untuk :
- tanah penutup yang tebal.
- bahan galian andesit yang juga tebal.
c. Cara Konvensional
Cara ini menggunakan kombinasi alat-alat pemindahan tanah mekanis (alat gali,
alat muat, dan alat angkut), seperti kombinasi antara Back Hoe dan Dump Truck.
Bila material tanah penutup lunak bisa langsung dengan menggunakan alat gali
muat, sedangkan bila materialnya keras mungkin menggunakan Ripper atau pemboran
dan peledakan untuk pembongkaran tanah penutup, dan kemudian dimuat dengan alat
muat ke alat angkut, dan selanjutnya diangkut ke tempat pembuangan dengan alat
angkut.

3.3 Metode Pengupasan


Dalam pengupasan lapisan tanah penutup, terdapat dua pilihan yaitu pengupasan
lapisan tanah penutup sekaligus dan pengupasan lapisan tanah penutup bertahap atau
per blok.
a. Metode sekaligus.
Keuntungan: - setelah tanah penutup selesai dikupas, maka akan didapat bahan galian
terus-menerus.
- pengontrolan kegiatan penambangan lebih mudah
kerugian: - selama pengupasan lapisan tanah penutup, tambang tidak dapat
berproduksikarena ada tenggang waktu antara pengupasan tanah
penutup dengan pengambilan bahan galiannya.

b. Metode bertahap
Keuntungan:- dapat segera berproduksi sehingga biaya pengupsan tanah penutup
dapat ditutupi oleh hasil penjualan bahan galian yang telah diproduksi
sehinga tidak memerlukan investasi yang besar.
Kerugian: - pengontrolan terhadap operasi penambangan menjadi sulit.
Untuk mempermudah proses pengupasan lapisan tanah penutup, maka area atau
lahan yang akan dikupas terlebih dahulu dilakukan pembuatan blok-blok pengupasan.
Blok pengupasan ini akan mempermudah pengontrolon terhadap kinerja alat mekanis
yang digunakan. Blok pengupasan ini juga akan menentukan urutan atau tahapan
daerah yang akan dikerjakan terlebih dahulu. Mengingat daerah yang akan dilakukan
pengupasan adalah dengan tofografi yang bergelombang maka alat akan mulai bekerja
dari daerah yang berkontur tinggi menuju daerah yang lebih rendah.

3.4 Produksi Alat Mekanis


3.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Produksi Alat
Produksi alat dapat dilihat dari kemampuan alat tersebut dalam penggunaanya di
lapangan. Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi produksi alat mekanis yang
digunakan untuk mengupas lapisan tanah penutup adalah:
a. waktu edar
Waktu edar (cycle time) merupakan waktu yang diperlukan oleh alat untuk
menghasilkan daur kerja. Semakin kecil waktu edar suatu alat, maka produksinya
semakin tinggi.
 Waktu edar alat gali-muat (Ctm)
- waktu untuk menggali, t1
- waktu untuk berputar dengan muatan, t2
- waktu menumpahkan muatan kedalam bak alat angkut, t2
- waktu berputar tanpa muatan, t4
Ctm = (t1 + t2 + t3 + t4)…………………..…………………………………..(3.3)
 Waktu edar alat angkut (Cta)
- waktu untuk mengambil posisi siap untuk dimuati ,t1
- waktu diisi muatan , t2
- waktu mengangkut muatan ,t3
- waktu untuk mengambil posisi untuk menumpahkan ,t4
- waktu menumpahkan ,t5
- waktu kembali kosong, t6
Cta = (t1 +t2 + t3 + t4 + t5 + t6)………….………………………………….(3.4)

b. Kondisi Tempat Kerja


Tempat kerja tidak hanya harus memenuhi syarat bagi pencapaian sasaran
produksi tetapi juga harus aman bagi penempatan alat beserta mobilitas pekerja yang
berada disekitarnya. Tempat kerja yang luas akan memperkecil waktu edar alat karena
ada cukup tempat untuk berbagai kegiatan, seperti keleluasaan tempat untuk berputar,
mengambil posisi sebelum melakukan kegiatan sebelum pemuatan maupun untuk
tempat penimbunan sehingga kondisi tempat kerja menentukan pola pemuatan yang
akan diterapkan.

c. Faktor Efisiensi Kerja


Faktor efisiensi kerja merupakan penilaian terhadap pelaksanaan suatu
pekerjaan atau merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja
dengan waktu yang tersedia. Dalam perhitungannya digunakan pengertian persentase
waktu kerja efektif (%We). Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi kerja
adalah :
1. Waktu kerja penambangan (working time)
Waktu kerja penambangan adalah jumlah waktu kerja yang digunakan untuk
melakukan kegiatan penambangan, meliputi kegiatan penggalian, pemuatan dan
pengangkutan. Efisiensi kerja akan semakin besar apabila jumlah waktu kerja
yang disediakan digunakan secara optimal.
2. Kondisi tempat kerja (job layout)
Kondisi tempat kerja dalam hal ini adalah lokasi daerah penambangan dan kondisi
jalan angkut sangat berpengaruh pada efisiensi kerja peralatan mekanis dalam
kegiatan penambangan. Dengan kondisi tempat kerja yang baik maka alat mekanis
dapat bekerja dengan optimal, lain halnya dengan kondisi tempat kerja yang buruk
akan mengakibatkan alat tidak dapat bekerja secara optimal.
3. Kondisi cuaca (weather)
Turunnya hujan akan mempengaruhi terhadap volume produksi kegiatan
penambangan, terutama produksi alat muat dan alat angkut. Maka perlu
diperhatikan besar kecilnya curah hujan untuk dilakukan analisis pengaruh hujan
terhadap waktu kerja maupun volume produksi yang dihasilkan.
4. Gangguan alat
Gangguan alat adalah segala hal yang mengakibatkan alat tidak berfungsi
sebagaimanamestinya pada suatu kegiatan penambangan. Dalam hal ini gangguan
dapat berupa : rusaknya alat pada suatu kegiatan produksi.
5. Faktor manusia (human element)
Faktor manusia sangat mempengaruhi efisiensi kerja penambangan, dalam hal ini
adalah kedisiplinan dalam kegiatan pekerjaan. Dengan bekerja pada waktu yang
telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal
yang diharapkan efisiensi akan semakin meningkat. Sebaliknya dengan pekerja
yang tidak disiplin maka efisiensi sangat berkurang sehingga sasaran produksi
tidak tercapai.
Jadi untuk menghitung Effisiensi kerja dapat dihitung dengan membagi waktu
kerja efektif dengan waktu kerja yang tersedia dikalikan 100%.
waktu kerja efektif
Efisiensi Kerja = waktu kerja tersedia x100 % ...................................(3.5)

d. Kondisi Jalan Tambang


Salah satu sasaran yang penting dalam kelangsungan operasi penambangan
terutama dalam pergerakan alat–alat mekanis berupa alat muat dan alat angkut adalah
kondisi jalan tambang yang digunakan. Jalan tambang yang dimaksud disini adalah
jalan angkut yang menghubungkan antara lokasi penggalian dengan dengan lokasi
penimbunan. Melihat dari fungsi jalan tambang sebagai jalan angkut utama, maka
kondisi jalan tambang perlu diperhatikan untuk kelancaran kegiatan pengangkutan.

e. Faktor Pengisian Alat Muat


Faktor pengisian alat muat merupakan perbandingan antara voloume nyata
dengan volume spesifikasi alat, yang dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi faktor
pengisian maka semakin tinggi volume nyata dari alat tersebut dan berhubungan
dengan jumlah pengisian terhadap alat angkut. Adapun faktor yang mempengaruhi
faktor pengisian suatu alat adalah kandungan air, ukuran material, kelengketan
material, keterampilan operator.
Faktor pengisian dapat ditentukan dengan rumus :
vn
Fim = x100 % ………………………………..………………….….(3.6)
vt
dengan :
Fim = fill factor (faktor pengisian mangkuk), %
vn = volume mangkuk nyata, m3
vt = volume teoritis berdasarkan spesifikasi alat, m3

3.4.2 Perhitungan Produksi Alat


a. Perhitungan produksi Back Hoe
- Kapasitas Bucket (q), M3
- Cycle time (Ct), detik
60 menit
- Jumlah trip tiap jam = Cycle time = (x) trip…………………………..…

(3.7)
- Produksi secara teoritis (PT) = kapasitas bucket x jumlah trip per jam……(3.8)
- Faktor koreksi (FK) :
 Faktor pengisian bucket
 Effesiensi kerja
 Operator
- Produksi nyata (PN) = PT x FK ……….…………………………....(3.9)
= ….. BCM / jam

b. Perhitungan produksi alat angkut


- Kapasitas bak (q), M3
- Cycle time (Ct), menit
60 menit
- Jumlah trip tiap jam = Cycle time = (x) trip………………….…………

(3.10)
- Produksi secara teoritis (PT) = kapasitas bak x jumlah trip per jam…..….(3.11)
- Faktor koreksi (FK) :
 Operator
 Effesiensi kerja
 Tatalaksana dan kondisi pekerjaan
- Produksi nyata (PN) = PT x FK ………………………...…………….(3.12)
= ….. BCM / jam

e. Estimasi jumlah alat yang diperlukan


Untuk mengetahui jumlah alat yang diperlukan, maka perlu diketahui
terlebihdahulu:
- waktu penyelesaian pekerjaan. Biasanya dinyatakan dalam jam kerja
- volume pekerjaan, biasanya dinyatakan dalam m3, ton dan ha.
- taksiran kapasitas produksi alat yang digunakan , dinyatakan dalam m3/jam,
ton/jam, atau m2/jam.
Dari hal diatas, dapat ditentukan jumlah alat yang digunakan
N = (VP:WP)/KP atau N = TPV/KP…………………...…………………..(3.13)
Keterangan:
VP : volume pekerjaan
WP : waktu penyelesaian pekerjaan. Harus dikoreksi dengan memasukan
data curah hujan/iklim dan kondisi lapangan lainnya agar diperleh jam
kerja efectif
TVP : target volume pekerjaan. Dicari dengan TVP = VP:WP…….….(3.14)
KP : kapasitas produksi alat

3.5 Lokasi Penimbunan


3.5.1 Volume lapisan tanah penutup
Volume lapisan tanah penutup yang akan dikupas dan dipindahkan harus
diketahui agar dapat ditentukan lama waktu pengupasan dan juga luas daerah
penimbunan yang harus disediakan. Untuk mengetahuinya, dapat dilakukan dengan
pengamatan dan pengukuran pada daerah yang akan dikupas. Perhitungan volume
tanah yang akan dikupas dan volume tempat penimbunan menggunakan rumus yang
sama yaitu rumus dua penampang. Daerah pengupasan dan penimbunan dibagi dalam
beberapa blok pengukuran berbentuk balok agar didapat hasil yang akurat. Setelah
tiap blok diketahui ukurannya maka volume dari tiap blok dihitung dengan rumus dua
penampang tersebut :
L1 + L 2
V = x d………………………………………
2
(3.15)
Dimana,
V = Volume tiap blok ( m )
L1 = Luas Penampang 1 ( m )
L2 = Luas Penampang 2 ( m )
d = jalan tegak lurus antara L1 dan L2 ( m )

3.5.2 Lokasi Penimbunan Tanah Penutup


Penentuan lokasi tempat penimbunan lapisan tanah penutup harus
memperhitungkan faktor – faktor :
a. Topografi lokasi penimbunan.
Ditinjau dari segi topografi maka perlu diperhatikan :
 Lokasi penimbunan dapat berupa lekukan curam / landai
berupa lereng atau tanah datar.
 Penyebaran bahan galian, apakah dilokasi penimbunan
terdapat cadangan bahan galian dalam jumlah besar / tidak.
 Keadaan asli tanah permukaan dan vegetasi yang tumbuh
dilokasi penimbunan.
b. Jarak tempat pengupasan ke tempat penimbunan.
Jarak lokasi pengupasan ke lokasi penimbunan berpengaruh pada biaya
operasional, karena semakin jauh jaraknya maka konsumsi bahan bakarnya semakin
banyak.
c. Lokasi tempat penimbunan jangan sampai mengganggu kegiatan
penambangan.
Apabila lokasi penimbunan berada disekitar area kegiatan penambangan
dikhawatirkan tanah – tanah yang sudah dikupas dapat mengotori bahan galian yang
akan diangkut. Begitu pula bila lokasi penimbunan berada diatas cadangan bahan
galian yang akan ditambang maka tanah timbunan harus dikupas lagi, sehingga akan
menimbulkan ketidakefisienan dalam kerja.
d. Penanganan selanjutnya dari lokasi penimbunan.
Area tempat penimbunan harus diberi perawatan agar kondisinya selalu terjaga,
dalam artian tidak menimbulkan bahaya longsoran ataupun amblesan. Hal negative itu
dapat dihindari dengan cara :
1. Penanaman pepohonan / semak – semak merambat sehingga air hujan tidak
langsung mengenai tanah timbunan atau pada saat kemarau tanah timbunan
tersebut sedikit menimbulkan debu.
2. Pembuatan parit – parit sebagai jalan air sehingga aliran air dapat diarahkan
pada kolam pengendapan dan juga menghilangkan genangan air.
3. Pembuatan jenjang untuk memperkecil bahaya longsor.

3.5.3 Macam metode penimbunan


Macam-macam metode penimbunan
a. penimbunan bertingkat/bersusun (heaped dump)
adalah penimbunan yang dilakukan pada daerah yang reltif datar dan luas. Bentuk
penimbunan menyebar secara mendatar dan dapat dibat dalam satu tingkatan atau
beberapa tingkat.
b. penimbunan mengisi lembah (valey fill)
adalah penimbunan yang dilakukan dengan mengisi timbunan kedalam lembah
baik secara penuh maupun sebagian tergantung volume material yang akan ditimbun.

c. penimbunan dari atas kebawah (heaped of follow fill)


metode ini hampir sama dengan metode pengisian lembah. Perbedaannya adalah
terletak pada ketinggian lereng lembah yanng berbeda antara satu dengan yang
lainnya.
d. penimbunan memotong lembah (cross valey fill)
adalah penimbunan yang arahnya memotong lembah sehingga bagian atas
timbunan dapat mendatar.
e. penimbunan pada sisi bukit (side hill fill)
penimbunan yang hampir sama dengan penimbunan yang memotong bukit.
Perbedaannya adalah penimbunan tidak memotong dasar lembah dan penimbunan
tidak dilakukan sepanjang sisi bukit sampai ketinggian lereng bukit.

3.5.4 Jenis Timbunan


a. Valley fill/crest dumps
- Dapat diterapkan di daerah yang mempunyai topografi curam. Timbunan
dibangun pada lereng.
- Elevasi puncak (dump crest) ditetapkan pada awal pembuatan timbunan. Truk
membawa muatannya ke elevasi ini dan membuang muatannya ke lembah di
bawahnya. Elevasi crest ini dipertahankan sepanjang umur tambang.
- Membangun suatu timbunan ke arah atas (dalam beberapa lift) pada daerah
yang topografinya curam biayanya mahal. Timbunan akan mulai pada kaki (toe)
dari lokasi akhir timbunan yang berarti pengangkutan truk yang panjang pada
awal proyek.
b. Terraced dump/timbunan yang dibangun ke atas (dalam lift)
- Dapat diterapkan jika topografi tidak begitu curam pada lokasi timbunan.
- Timbunan dibangun dari bawah ke atas. Tiap lift biasanya 20–40 meter
tingginya.
- Ada untung rugi dari segi ekonomi antara jarak horizontal untuk perluasan lift
terhadap waktu memulai suatu lift baru.
- Lift–lift berikutnya terletak lebih ke belakang sehingga sudut lereng keseluruhan
(overall slope angle) mendekati yang dibutuhkan untuk reklamasi.

3.5.5 Parameter Rancangan Timbunan


a. Angle of repose: batuan kering ROM (Run of Mine) umumnya mempunyai angle
of repose antara 34-37 derajat. Sudut ini dipengaruhi tinggi timbunan, ketidak
teraturan bongkah batuan, kecepatan dumping. Pengukuran dapat dibuat pada
sudut lereng yang ada di daerah tersebut.
b. Faktor pengembangan (swell factor ): pada batuan keras, faktor pengembangan
pada umumnya antara 30-45%. Satu meter kubik insitu akan mengembang
menjadi 1,3–1,45 meter kubik material lepas. Pengukuran bobot isi loose dapat
dilakukan. Material dapat dipadatkan sekitar 5-15%. Material yang dibuang
dengan truk akan menjadi lebih kompak daripada material yang dibuang oleh ban
berjalan (belt conveyor stackes).
c. Tinggi lift (jarak setback): hanya berlaku untuk timbunan yang dibangun ke atas
(dengan lift), tinggi lift umumnya 15–40 meter. Rancangan jarak setback
sedemikian rupa sehingga sudut kemiringan keseluruhan rata–rata (average
overall slope angle) adalah 2H : 1V (27 derajat) sampai 2,5H : 1V (22 derajat)
untuk memudahkan reklamasi.
d. Jarak dari pit limit: jarak minimum adalah ruangan yang cukup untuk suatu jalan
antara pit limit dan kaki timbunan (dump toe). Kestabilan pit akibat dump harus
diperhitungkan. Jarak yang sama atau lebih besar dari kedalaman pit akan
mengurangi resiko yang berhubungan dengan kestabilan lereng pit.
e. Menurut Bohnet dan Kunze (Waterman dalam Perencanaan dan Perancangan
Tambang, 2004) merekomendasikan sedikit tanjakan ke arah dump crest dengan
pertimbangan penirisan dan keamanan. Limpasan air hujan dirancang menjauhi
crest. Truk harus menggunakan tenaga mesin untuk menuju crest dan bukan
meluncur bebas juga akan mengurangi resiko kendaraan yang diparkir meluncur
jatuh dari puncak waste dump (crest).

3.5.5. Perhitungan Volume Timbunan


a. Penampang horizontal
(i) ukur luas daerah pada kaki (toe) dan puncak (crest) dari setiap lift. Rata-rata
adalah luas lift.
(ii) tinggi lift memberikan dimensi ke-tiga dan volume untuk lift.
(iii) jumlahkan volume untuk tiap lift untuk memperoleh volume total dump.

b. Penampang vertikal
(i) buat beberapa penampang melintang dengan jarak yang sama melalui
timbunan.
(ii) ukur luas tiap penampang.
(iii) luas ini dianggap sama hingga separuh jalan ke penampang berikutnya pada
kedua sisi untuk memperoleh dimensi ke-tiga dan volume untuk setiap
penampang.
(iv) jumlahkan volume tiap–tiap penampang untuk memperoleh volume
total timbunan.
c. Rancangan timbunan adalah dengan cara coba-coba (trial and error).
(i) gambar rancangan timbunan secara coba-coba dan hitung volumenya. Bandingkan
dengan volume timbunan yang diperlukan.
(ii) sesuaikan rancangan dan ukur kembali sampai volume yang diinginkan
dicapai, umumnya 2–3 kali dicoba sudah cukup.
3.5.6 Cara Penimbunan
Timbunan akan dibawa ke lokasi penimbunan yang sudah ditentukan dan akan
ditangani oleh alat bantu untuk pemadatan dan penempatannya. Pada kegiatan ini
memanfaatkan bulldozer sebagai alat bantu. Bulldozer akan menggusur dan
menimbun waste dan material stockpile yang telah dibuang oleh alat angkut. Untuk
pelaksanaannya alat ini bekerja dengan beberapa cara sesuai kondisi yang ada, yaitu :
a. Down hill dozing
Dalam metode ini bulldozer selalu mendorong ke bawah, jadi mengambil
keuntungan dari bantuan gravitasi untuk menambah tenaga dan kecepatan.

Gambar 3.1
Down Hill Dozing
b. High wall or float dozing
Bulldozer menggali beberapa kali kemudian mengumpulkan galian menjadi satu
dan mendorong dengan hati-hati pada lereng yang curam. Sebelum seluruh tanah
habis meluncur ke lereng, bulldozer harus direm, agar tidak terjungkir.

Gambar 3.2
Float Dozing
c. Trench or sloat dozing
Bulldozer yang menggusur melalui satu jalan yang sama akan menyebabkan
terbentuk semacam dinding pada kiri kanan bilah yang disebut spillages, sehingga
pada pendorongan tanah berikutnya tidak ada tanah yang keluar dari samping
bilah.

Gambar 3.3
Trench Dozing

You might also like