Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Epidemiologi
1
didapatkan dua kali lebih banyak pada wanita, dan dapat terjadi pada semua
ras/bangsa (Narzan, 2009). Keseriusan penyakit polisitemia vera ditegaskan
bahwa faktanya survival median pasien sesudah terdiagnosis tanpa diobati 1,5-3
tahun sedang yang dengan pengobatan lebih dari 10 tahun (Prenggono, 2009).
2
BAB II
POLISITEMIA VERA
A. Patofisiologi
3
darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah
meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan
menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh
peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat
terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri
retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak
normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan
pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan
resiko pirai dan batu ginjal. (Melfita Nilmar, 2004)
B. Patogenesis
Pasien tersebut datang dengan corak pletorik (merah bata) dan mata
merah meradang. Gejala-gejala nonspesifik, bervariasai dan sensasi “penuh di
kepala” sampai sakit kepala, pusing, kesulitan berkonsentrasi, pandangan kabur,
kelelahan, dan pruritus (gatal) setelah mandi. Peningkatan volume dan viskositas
4
darah (aliran darah lambat) bersama dengan peningkatan jumlah trombosit dan
fungsi trombosit abnormal mempermudah individu mengalami trombosis dan
perdarahan.trombosis merupakan penyakit utama morbiditas dan mortalitas.
Penyakit ini berkembang dalam waktu 10 sampai 15 tahun. Selama waktu ini,
limpa dan hati membesar, disebabkan oleh kongesti eritrosit. Sumsum tulang
menjadi fibrosis dan akhirnya menjadi nonproduktif karena “kehabisan tenaga”,
atau berubah menjadi leukimia mielogenik akut, baik sebagai akibat dari
pengobatan atau perjalanan penyakit (Shelton, 2000).
D. Diagnosis
2. Kriteria kategori B
5
B2 Granulositosis : netrofil > 10.000/ul
B3 Splenomegali yang didapatkan melalui pemeriksaan skening isotop /
ultrason
B4 Penurunan kadar eritropoitin dan peningkatan BFU-Es1
(Sedana & Wulansari, 2007)
6
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Eritrosit
Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera pada saat perjalanan
penyakit ini, peninggian massa eritrosit haruslah didemonstrasikan.
Hitung sel jumlah eritrosit dijumpai >6 juta/mL pada pria dan >5,5
juta/mL pada perempuan, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom,
normositik kecuali jika terdapat defisiensi besi. Poikilositosis dan
anisositosis menunjukan adanya transisi ke arah metaplasia mieloid di
akhir perjalanan penyakit (Widjanarko, 2009).
Sedangkan nilai normal dari eritrosit adalah pada pria dewasa : 13-
16 gram %, dan pada wanita dewasa : 12-14 gram % (BPOM, 2001).
b. Granulosit
Granulosit jumlahnya meningkat terjadi pada 2/3 kasus PV, berkisar
antara 12-25 ribu/mL tetapi dapat sampai 60ribu/mL. Pada dua pertiga
kasus ini juga terdapat basofilia (Wijanarko, 2009).
c. Trombosit
Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL,
bahkan dapat >1 juta/mL. Sering di dapatkan dengan morfologi trombosit
yang abnormal (Wijanarko, 2009). Nilai normal trombosit adalah
150.000-450.000/mL (BPOM, 2001).
d. B12 Serum
B12 Serum dapat meningkat hal ini dijumpai pada 35% kasus dan
dapat pula menurun hal ini dijumpai pada +30% kasus, dan kadar
UB12BC meningkat pada >75% kasus PV (Prenggono, 2009).
7
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali ada
kecurigaan terhadap penyakit mieloproliferatif lainnya seperti adanya sel blas
dalam hitung jenis leukosit. Sitologi sumsum tulang menunjukan peningkatan
selularitas normoblastik berupa hiperblasi trilinier dari seri eritrosit,
megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari histopatologi sumsum tulang
adanya bentuk morfologi megakariosit yang patologis/abnormal dan sedikit
fibrosis merupakan petanda patognomonik PV (Supandiman, 2009).
F. Rencana Terapi
1. Pengobatan
Pengobatan bertujuan untuk mempertahankan jumlah darah yang normal.
Hematokrit harus dipertahankan pada sekitar 0,45 dan jumlah trombosit
kurang dari 400 x 109 /l.
2. Venaseksi
Bentuk terapi ini sangat berguna khususnya bila diperlukan pengurangan
volume eritrosit dengan cepat, misalnya pada permulaan terapi (Hoffbrand,
2005).
3. Mielosupresi sitotoksik
Hidroksiurea harian sangat berguna dalam mengendalikan jumlah darah dan
mungkin perlu diteruskan selama bertahun – tahun (Hoffbrand, 2005).
4. Terapi fosfor-32
Pengobatan ini efektif, mudah dan relatif murah untuk pasien yang tidak
kooperatif atau dengan keadaan sosiekonomi yang tidak memungkinkan untuk
berobat secara teratur (Hoffbrand, 2005).
G. Prognosis
8
Prognosisnya baik meskipun tanpa tindakan operatif. Penyakit dapat
kambuh jika pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa
saat, yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi terhadap pengobatan.
H. Komplikasi
9
Fungsi organ limpa adalah membantu tubuh melawan infeksi dan menyaring
materi yang tidak dibutuhkan tubuh seperti sel darah yang sudah mati atau
rusak.
10
BAB III
METODE TERKINI
Kemotrapi Sitospatika.
Tujuan pengobatan kemotrapi Sitospatika adalah sitoreduksi. Saat ini lebih
dianjurkan menggunakan Hidroksiurea salah satu sitostastika golongan obat anti
metabolik, sedangkan penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan
atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik, mielosupresi yang serius.
Walaupun demikian FDA masih membenarkan clorambucil dan busulfan digunakan
pada PV (Prenggono,2009).
Indikasi penggunaan kemotrapi sitospatika :
1. Hanya untuk polisitemia Rugla primer (PV)
2. Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan lebih dari dua kali sebulan.
Trombositosis yang terbukti menimbulkan thrombosis, urtikaria berat yang dapat
diatasi dengan anti histamine, splenomegali symtomatik atau mengancam rupture
limpa.
3. Cara pemberian kemotrapi sitospatika :
Hydroksiurea (Hydrea 500mg/tablet)
a. Dosis yang bisa diberikan adalah 800-1200 mg//m2 /hari atau bisa juga
diberikan dalam waktu 2 hari sekali dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali,jika
telah mencapai target dapat pula dilanjutkan dengen pemberian intermitten
untuk pemeliharaan.
b. Chlorambucil (Leukeran 5 mg/tablet)
Dosis yang bisa diberikan adalah dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kgBB/hari
diberikan secara teratur 3-6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap
2-4 minggu.
c. Busulfan
Dosis yang bisa diberikan adalah 0,06 mg/kgBB/hari,dan jika te;ah mencapai
target yang diharapkan dapat dilanjutkan dengan pemberian intermitten untuk
11
pemeliharaan. Pasien yang menggunakan pengobatan dengan cara ini harus
diperiksa lebih sering (sekitar dua sampai tiga minggu sekali). Kebanyakan
klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit :
1. Pada Pria ≤ 47 % dan memberikanya lagi jika > 52%
2. Pada Wanita ≤42% dan memberikanya lagi jika > 49% (prenggono,2007).
Kelebihan metode kemoterapi sitostatika di bandingkan dengan flebotomi
yaitu pada kemoterapi sotostatika pengobatan bisa dilakukan dengan cara rawat jalan,
kalau flebotomi harus tetap tinggal di rumah sakit mengalami pengobatan. Dari segi
ekonomi metode kemotrapi sitostatika biaya kemoterapi sitostatika lebih murah
dibandingkan flebotomi.
12
BAB IV
RINGKASAN
13
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: FKUI
Supandiman, Iman., Fadjari, Heri. 2009. Anemia pada Penyakit Kronis (Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V)
Widjanarko, Abidin., Sudoyo, Aru W., Solonder, Hans.2009. Anemia Aplastik ( Buku
Ajar Penyakit Dalam, Edisi V). Jakarta: InternaPublishing
Wim de Jong, Spondilitis TBC, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta; EGC.
14