You are on page 1of 22

REFERAT

CARDIOVASCULAR

Non STEMI
(Non ST Elevation Myocardial Infarction)

Penyusun :

Dian Wahyunita (09.06.0007)


Riyono Pinasthi (09.06.0008)
Putu Weda Widiaeni Sari (09.06.0050)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

MATARAM

2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan rahmat-Nya,
penyusun dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Non STEMI (Non ST Elevation
Myocardial Infarction)”. Referat ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan
dalam proses perkuliahan pada modul sistem cardiovascular.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dr. Maya Pramudita selaku pembimbing
referat dan semua pihak yang telah membantu, hingga tersusun referat ini

Penyusun menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan demi
menyempurnakan referat ini.

Semoga referat ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan
bagi kita semua.

Mataram, 29 September 2010

Penyusun
Daftar Isi

1. Kata Pengantar............................................................................................. i
2. Daftar Isi....................................................................................................... ii
3. Bab I Pendahuluan....................................................................................... 1
4. Bab II Pembahasan...................................................................................... 2
Non STEMI (Non ST Elevation Myocardial Infarction).............. 2
Definisi............................................................................................... 2
Insiden................................................................................................ 3
Etiologi............................................................................................... 4
Patofisiologi....................................................................................... 4
Signs and Symptoms.......................................................................... 7
Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 8
Diagnosis............................................................................................ 8
Manajemen......................................................................................... 9
Komplikasi......................................................................................... 11
Preventif............................................................................................. 12
5. Bab III Kesimpulan...................................................................................... 36
6. Daftar Pustaka.............................................................................................. 40
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam suatu kejadian iskemia lokal pada miokardium yang terjadi lebih dari 30-45
menit akan menyebabkan kerusakan sel yang bersifat irreversible yaitu nekrosis atau
kematian otot. Sehingga miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti
berkontraksi secara permanen. Infark miokardium dapat terjadi karena penurunan suplai
oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh
pembuluh darah yang diperberat oleh obstruksi koroner.

Otot jantung memerlukan kira-kira 1,3 mL oksigen per 100 gram jaringan otot per menit
untuk bertahan hidup. Akan tetapi segera setelah sumbatan koroner akut, aliran darah di
pembuluh darah koroner di luar sumbatan menjadi terhenti, kecuali sejumlah kecil aliran
kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot yang sama sekali tidak mendapat
aliran atau alirannya sangat sedikit sekali sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot
jantung, dikatakan mengalami infark. Seluruh proses ini dinamakan infark miokardium.

Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh
tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh
bagian dalam miokardium. Infark digambarkan sesuai dengan letaknya pada dinding
ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior mengenai dinding anterior ventrikel kiri.
daerah lain yang biasanya mengalami infark adalah bagian inferior, lateral, posterior, dan
septum. Infark luas yang melibatkan bagian besar ventrikel dinyatakan sesuai dengan lokasi
infark yaitu ; anteroseptal, anterolateral, inferolateral. Infark dinding posterior ventrikel
kanan juga ditemukan pada sekitar seperempat kasus infark dinding inferior kiri. Pada
keadaan ini harus dipikirkan adanya infark biventricular.

Jelaslah bahwa letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam sirkulasi
koroner. Misalnya, infark dinding anterio yang disebabkan oleh lesi pada ramus desendens
anterior arteria koronaria sinistra. Untuk menanggulangi komplikasi yang berkaitan dengan
infark miokardium, maka penting sekali untuk mengetahui letak infark dan anatomi koroner.
Misalnya infark dinding inferior biasanya disebabkan oleh lesi pada arteri koronaria kanan,
dan disertai berbagai derajat blok jantung. Hal ini memang dapat digambarkan sebelumnya
karena nodus AV mendapat suplai makanan dari pembuluh darah yang juga menyuplai
dinding inferior ventrikel kiri.

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama belangsungnya
poses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan mengalami
sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul
edema pada sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung
dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi
jaringan dan pembuangan serabut nekrotik. Selama fase ini, dinding nekrotik relative tipis.
Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa
menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progesif. Pada minggu
keenam, jaringan parut sudah tebentuk dengan jelas.

Infark miokardium jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan
kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang mengalami iskemia disekitanya akan
mengalami gangguan daya kontraksi. Secaa fungsional infark miokardium akan
menyebabkan perubahan perubahan seperti pada iskemia :
1. Daya kontraksi menurun
2. Gerakan dinding abnormal
3. Perubahan daya kembang dinding ventrikel
4. Pengurangan volume sekuncup
5. Pengurangan fraksi ejeksi
6. Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolic ventrikel dan,
7. Peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri

Sesudah infark miokardium akan terlihat spektrum disfungsi ventrikel kiri yang luas. Derajat
gangguan fungsional ini bergantung pada berbagai faktor :
1. Ukuran infark, infark yang melebihi 40% miokardium berkaitan dengan tingginya
insiden syok kardiogenik.
2. Lokasi infark, infark dinding anterior lebih besar kemungkinanya mengurangi fungsi
mekanik dibandingkan dengan kerusakan dinding inferior.
3. Fungsi miokardium yang tak terlibat, infark yang lama akan membahayakan fungsi
miokardium sisanya.
4. Sikulasi kolateral, sirkulasi kolateral baik melalui anastomosis arteri yang sudah ada
atau melalui saluran yang baru terbentuk, dapat berkembang sebagai respon terhadap
iskeima kronik dan hipoperfusi regional guna memprebaiki aliran darah yang menuju
ke miokadium yang terancam.
5. Mekanisme kompensasi dari kadiovaskular, mekanisme refleks kompensasi bekerja
untuk mepertahankan curah jantung dan perfusi perifer.

Meningkatnya frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi oleh refleks simpatis dapat
memperbaiki fungsi ventrikel. Penyempitan arteriola generalisata akan meningkatkan
resistensi perifer total sehingga meningkatnya tekanan arteri rata-rata. Penyempitan vena
akan mengurangi kapasitas vena sehingga meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan
pengisian ventrikel. Peningkatan pengisian ventrikel akan meningkatkan kekuatan kontraksi
dan volume ejeksi. Dengan menurunnya fungsi ventrikel akan diperlukan tekanan pengisian
diastolic yang lebih tinggi agar volume sekuncup dapat dipertahankan peningkatan tekanan
pengisian diastolic dan volume ventrikel akan meregangkan serabut miokardium dengan
demikian meningkatkan kekuatan kontraksi menurut hukum starling. Tekanan pengisian
sirkulasi dapat ditingkatkan lebih lanjut melalui retensi natrium dan air di ginjal. Akibatnya,
infark miokardium biasanya disertai pembesaran sementara ventrikel kiri akibat dilatasi
kompensasi oleh jantung. Bila perlu, dapat terjadi hipertrofi kompensasi jantung sebagai
usaha untuk meningkatkan kekuatan kontraksi dan pengosongan ventrikel.

Secara ringkas terjadi serangkaian respon reflek yang dapat mencegah memburuknya curah
jantung dan tekanan perfusi:
1. Peningkatan ferkuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi
2. vasokontriksi umum
3. Retensi natrium dan air
4. Dilatasi ventrikel
5. Hipertrofi ventrikel.
Tetapi semua respon kompensasi ini akhirnya dapat memperburuk keadaan miokardium
dengan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium.

Kondisi hemodinamik sesudah infark miokardium dipertahankan pada tingkat normal.


meningkatnya frekuensi denyut jantung biasanya tak berlangsung terus menerus kecuali jika
terjadi depresi miokardium hebat. Tekanan darah merupakan fungsi interaksi antar depresi
miokardium dan refleks otonom. Respon otonom tehadap infark miokardium tak selalu
meupakan poses bantuan simpatis terhadap sirkulasi yang terganggu. Nyeri atau
perangsangan ganglion parasimpatis miokardium (terutama pada dinding inferior)
menganggu respon hemodinamika. rangsangan parasimpatis (sebagian di MI inferior) akan
mengurangi frekuensi jantung dan tekanan darah, sebaliknya mempengaruhi curah jantung
dan perfusi perifer. Jenis respon ini disebut dengan respon vasovagal.

Infark miokardium biasanya berkaitan dengan trias diagnostic yang khas :


1. Keadaan fisik pasien
2. Perubahan EKG dan,
3. Peningkatan biomarker kimiawi
Perubahan tertentu pada hasil EKG yang menunjukkan infark miokardium akut
dikelompokkan menjadi infark miokardium akut dengan elevasi segmen ST dan infark
miokardium akut tanpa elevasi segmen ST

Referat ini akan khusus membahas infark miokardium akut tanpa elevasi segmen ST. Oleh
karena adanya kenaikan angka kunjungan RS pada beberapa tahun terakhir untuk pasien Non
STEMI sehingga menuntut kita untuk lebih banyak mengetahui tentang penyakit itu sendiri,
cara mendiagnosa, penanganannya, prognosa, komplikasi, dan pencegahan yang dapat kita
lakukan untuk kasus tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
 Non STEMI (Non ST Elevation Myocardial Infarction)

A. Definisi
Infark miokardium akut tanpa elevasi ST merupakan suatu kondisi kematian ( nekrosis ) jaringan
miokard (otot jantung) akibat dari penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan
oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang diperberat
oleh obstruksi koroner.

B. Insiden
Infark miokardium akut tanpa elevasi ST merupakan penyebab kematian utama bagi laki-laki dan
perempuan di USA. Diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita  infark miokard setiap
tahunnya dan lebih dari 600 orang meninggal akibat penyakit ini.
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang
paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD, diperkirakan 5,3 juta kunjungan /
tahun. Kira-kira 1/3 darinya disebabkan oleh UA/NSTEMI, dan merupakan penyebab tersering
kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan pasien UA/NSTEMI semakin
meningkat, sementara angka infark miokard dengan elevasi ST menurun.

C. Etiologi
Infark miokardium akut tanpa elevasi ST terjadi jika suplai oksigen yang  tidak sesuai
dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkab kematian sel-sel
jantung tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut
diantaranya:
1. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.

            Menurunya suplai oksigen disebabkan oleh tiga factor, antara lain:
a.       Faktor pembuluh darah
Berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel
jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah
diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis.
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat
penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal
antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress emosional atau
nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.
b.       Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh
tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor
pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan
gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun
isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitrlalis, maupun
trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiac out put (COP). Penurunan COP
yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan beberapa bagian tubuh tidak
tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.
c.       Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya
angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan
pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang
menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia,
dan polisitemia

2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh


Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi diantaranya
dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang
tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya
makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan
suplai oksigen tidak bertambah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan
memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-
lain. Hipertropi miokard  bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang
harus disuplai oksigen, sedangkan  asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang
tidak efektive.

D. Faktor Resiko
Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena
Infark miokardium akut tanpa elevasi ST, yaitu factor resiko yang bisa
dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa dimodifikasi.

a. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi


Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi
tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini
diantaranya:
 Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan
aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan
tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen
jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang
rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding
yang tidak merokok.
 Konsumsi alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga
moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi
adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi
semuanya masih controversial
Tidak semua literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis
alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas cardiovascular karena
aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
 Hipertensi sistemik.
Hipertens sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak
langsung akan meningkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan
memicu  hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after
load  yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
 Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah,
peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat
aktivitas yang rendah.
 Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit
jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
 Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2-
4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa.
Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas,
hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi
platelet dan peningkatan trombogenesis).

b. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi


Merupakan factor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu
diantaranya:
 Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun
(umumnnya setelah menopause)
 Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK)pada laki-laki dua kali lebih
besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogn
yang bersifat protective pada perempuan.
Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setare
dengan laki pada wanita setelah masa menopause
 Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK  sebelm usia 70 tahun
merupakan factor  resiko independent untuk terjadinya PJK.
Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan
ini.
Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset
penderita PJK pada keluarga dekat
 RAS
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih
tinggi dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah
terdapat pada RAS apro-karibia
 Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan
bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air,
merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.
 Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila
hormat, ambisius, dan gampang marah  sangat rentan untuk terkena PJK.
Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
 Kelas social
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki
terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (missal dokter,
pengacara dll).
Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk
mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja
professional/non-manual.

E. Patofisiologi
Infark miokardium akut tanpa elevasi ST terjadi ketika iskemia yang terjadi
berlangsung cukup lama  yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan
kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang terkena infark akan
berhenti berkontraksi selamanya.

Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner
(CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak  (plaque) yang telah terbentuk
dalam beberapa tahun di  dalam lumen arteri koronaria (arteri yang
mensuplay darah dan oksigen pada jantung)

Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada


permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat
aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.

Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai


bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan
merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot
jantung yang rusak itu akan mulai mati.
Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark
juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan
bahwa spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini.

Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi
obat-obatan tertentu; stress emosional; merokok;  dan paparan suhu dingin
yang ekstrim Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa
menimbulkan infark jika terlambat dalam penangananya.

 Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang
mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri
koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua
yaitu Desenden Anterior dan arteri sirkumpeks kiri. Arteri koronaria Desenden
Anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding ke arah afeks jantung.
Bagian ini menyuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian
besar apeks, dan ventrikel kiri anterior.

Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding
lateral kiri  dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri,
seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel posterior.

Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri pulmonal
kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian jantung yang
disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus AV, septum
interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan
diafragmatik ventrikel kiri.  

Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan
disebabkan gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark
inferior bisa disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan.

Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark bisa
dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada
seluruh lapisan miokardiom disebut infark transmural, sedangkan jika hanya
mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial.

Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang


nekrosis akan kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami
iskemi (disekeliling daerah infark). Secara fungsional infark miokardium
menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut:
 Daya kontraksi menurun
 Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol
keluar saat yang lain melakukan kontraksi)
 Perubahan daya kembang dinding ventrikel
 Penurunan volume sekuncup.
 Penurunan fraksi ejeksi

Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor


dibawah ini:

 Ukuran infark, jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok


kardiogenik
 Lokasi Infark, dinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung
lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior.
 Sirkulasi kolateral, berkembang sebagai respon terhadap iskemi
kronik dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang
menuju miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral,
maka gangguan yang terjadi minimal.
 Mekanisme kompensasi, bertujuan untuk mempertahankan curah
jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika
mekanisme kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik.

F. Signs and Symptoms


 SIGN :
a. Tampilan Umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis
berlebihan. Pasien juga tapak sesak. Demam derajat sedang (< 38 C) bisa
timbul setelah 12-24 jam pasca infark

b. Denyut Nadi dan Tekanan Darah


Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan
melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat.
Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau
blok jantung sebagai komplikasi dari infark.
Peningkatan TD moderat merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin
Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat dari 
aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok
kardiogenik.

c. Pemeriksaan jantung
Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi gesekan perikard
jarang terdengar hingga hari ke dua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6
minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler.
d. Pemeriksaan paru
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat
gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu
merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior.

 SYMPTOM :
a. Nyeri Dada
Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan  nyeri dada. Perbedaan
dengan nyeri pada angina adalah nyer pada AMI lebih panjang yaitu minimal
30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina
biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak.
Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat
dingin atau perasaan takut.
Mskipun AMI memiliki cirri nyeri yang khas yaitu menjalar ke lengan kiri,
bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang
terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita
DM berkaitan dengan neuropathy.

b. Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan
hipervenntilasi.
Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya 
disfungsi ventrikel kiri yang bermakna

c. Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya
lebih sering pada infark inferior akibat stimulasi diafragma

d. Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala
akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas)

G. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala, riwayat kesehatan
pribadi dan keluarga, serta hasil test diagnostic.

a. EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan
menmghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran
listrik diarahkan  menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan
iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.

Pada infark, miokard yang mati tidak  mengkonduksi listrik dan gagal untuk
repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis
terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik,
gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif
secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan
gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST
disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari
berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard,
gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.

b. Test Darah
Selama serangan iskemia, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga
protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah.
Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB  terdeteksi
setelah 6-8 jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi normal
setelah 24 jam berikutnya.
LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu
setelah 24 jam kemudian mencapai puncak  dalam 3-6 hari. Masih dapat
dideteksi sampai dengan 2 minggu.
Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan
klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T.
Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH
selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal.
Troponin T &  I merupakan protein merupakan tanda paling  spesifik cedera
otot jantung, terutama Troponin T (TnT)
Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard  dan masih tetap
tinggi  dalam serum selama 1-3 minggu.
Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama;
peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.

c. Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada
jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk
menemukan letak sumbatan pada arteri koroner.
Dokter memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menujua
jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian
dari angiografi koroner
Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter
pada aliran darah. Zat kontras itu  memingkinkan dokter dapat mempelajari
aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung
Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan  angioplasty, dpat
dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang
akan  ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga
arteri tetap terbuka.

H. Diagnosis
Infark miokardium biasanya berkaitan dengan trias diagnostic yang khas :
1. Keadaan fisik pasien
2. Perubahan EKG dan,
3. Peningkatan biomarker kimiawi
Angina pektoris tak stabil [ unstable angina = UA] dan Infark miokardium
akut tanpa elevasi ST [ Non STEMI ] diketahui merupakan suatu
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis
sehingga pada pinsipnya diagnosis Non STEMI dapat ditegakkan jika pasien
dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard
berupa peningkatan biomarker jantung.

I. Manajemen
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan
perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung
(memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan mencegah komplikasi
lebih lanjut.
Pasien Non STEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG
untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen yang harus
dipetimbangkan pada setiap pasien Non STEMI yaitu :
1. Terapi anti iskemia
2. Terapi anti platelet/ anti koagulan
3. Terapi invasive [ kateterisasi dini/ revaskularisasi]
4. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS

Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan Non
STEMI

 Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan


oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja
jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul.
 pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan
dapat terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan.
 Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung
sehingga mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut.
Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan kepada sel-
selnya untuk memulihkan diri.

 Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan dan


nutrisi yang diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak
diperbolehkan mendapatkan asupan nutrisi lewat mulut karena akan
meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa
membebani jantung.

 Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya


mendapatkan aspirin (antiplatelet)  untuk mencegah pembekuan darah.
Sedangkan bagi pasien yang elergi terhadap aspirin dapat diganti
dengan clopidogrel.
 Nitroglycerin dapat diberikan  untuk menurunkan beban kerja jantung
dan memperbaiki aliran darah yang melalui arteri koroner.
Nitrogliserin juga dapat membedakan apakah ia Infark atau Angina,
pada infark biasanya nyeri tidak hilang dengan pemberian nitrogliserin.
 Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat
mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada
pasien dengan riwayat gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka
digunakan petidin

Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan Non STEMI


diantaranya:

1. Trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah
pembuluh darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan
miokard lebih lanjut.
Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang
menyumbat arteri koroner. Waktu paling efektive pemberiannya adalah
1 jam stelah timbul gejal pertama dan tidak boleh lebih dari 12 am
pasca serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75
tahun Contohnya adalah streptokinase

2. Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan
untuk mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga
mencegah serangan jantung tambahan. Beta bloker juga bisa 
digunakan untuk memperbaiki aritmia.
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan
acebutol) dan non-cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol)
3. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera
pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat
kelemahan pada otot jantung. Misalnya captropil

4. Obat-obatan antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan
bekuan darah pada arteri. Missal: heparin dan enoksaparin.

5. Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet
untuk membentuk bekuan yang tidak diinginkan.

Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan


jantung., maka dpat dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain
a. Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri
koroner yang tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter
dengan balon pada ujungnya dimasukan melalui pembuluh darah
menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian balon dikembangkan
untuk mendorong plaq melawan dinding arteri. Melebarnya bagian
dalam arteri akan mengembalikan aliran darah.
Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri yang
tersumbat sehingga menjaganya tetap terbuka.  Beberapa stent
biasanya dilapisi obat-obatan yang mencegah terjadinya bendungan
ulang pada arteri.

b. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)


Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari
bagian tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan
pintas melewati arteri koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan
jalan baru untuk aliran darah yang menuju sel-sel otot jantung.
Setelah pasien kembali  ke rumah maka penanganan tidak berhenti,
terdapat beberapa hal  yang perlu diperhatikan:
 Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik berupa obat-
obatan maupun mengikuti program rehabilitasi.
 Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan
untuk menurunkan kemungkinan kekambuhan, misalnya antara
lain: menghindari merokok, menurunkan BB, merubah dit, dan
meningatkan aktivitas fisik.\
J. Komplikasi
- GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Infark miokardium menggangu fungsi miokardium karena menyebabkan menurunya
kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan mengubah daya
kembang rongga jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk
mengosongkan diri, maka besar volume sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel
meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri. Kenaikan
tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam
kapiler paru melebihi tekanan onkotik vascular maka terjadi proses transudasi kedalam ruang
interstisial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi terjadi edema paru akibat perembesan
jaringan aleveoli.
Penurunan volume sekuncup akan menimbulkan respon simpatik kompensatorik. Kecepatan
denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat untuk mempertahankan curah jantung.
Terjadi vasokonstriksi perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi aliran darah
dari organ-organ yang tidak vital seperti kulit demi mempertahankan perfusi organ-organ
vital. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung kanan sehingga akan
meningkatkan kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum starling. Pengurangan aliran darah ke
ginjal dan laju filtrasi glomerulus akan mengakibatkan pengaktifan sistem renin-angiotensin-
aldosteron dengan terjadinya retensi natrium dan air oleh ginjal. Hal ini akan lebih
meningkatkan aliran balik vena. Sehingga timbulah gagal jantung akibat kongesti pada vena
pulmonalis. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibatnya
tekanan vascular paru hingga membebani ventrikel kanan dan akhirnya menyebabkan
kongesti vena sistemik.

- DEFEK SEPTUM VENTRIKEL


Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding septum sehingga terjadi
defek septum ventrikel. Ruptur membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap
kontraksi ventrikel maka aliran terpecah menjadi dua yaitu melalui aorta dan defek septum
ventrikel. Tekanan jantung kiri jauh lebih besar dari jantung kanan sehingga darah dipirau
melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah bertekanan lebih tinggi kedaerah bertekanan
lebih rendah. Darah yang dapat dipindahkan kekanan jantung cukup besar jumlahnya,
sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang.

- RUPTUR JANTUNG
Meskipun jarang terjadi, rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark transmural selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukan parut. Dinding yang mengalami nekrotik yang tipis peah, sehingga terjadi
perdarahan massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic dan tidak dapat
berkembang. Kantong pericardium yang terisi darah menekan jantung menimbulkan
tamponade jantung. Keadaan ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
Biasanya kematian terjadi dalam beberapa menit kecuali apabila keadaan ini cepat diketahui
dan dipulihkan dengan perikardiosentesis transtoraks.
K. Preventif
Tatalaksana terhadap factor resiko antara lain mencapai berat badan yang optimal,
nasihat diet, menghentikan meokok, olahraga, pengontrolan hipertensi dan tatalaksana
intensif diabetes mellitus dan deteksi adanya diabetes yang tidak dikenali
sebelumnya.
Terdapat satu penelitian besar double-blind, placebocontrolled, the myocardial
ischaemia reduction with aggressive cholesterol lowering [MIRACL], yang
menunjukkan manfaat penggunaan statin secara dini.
BAB III
KESIMPULAN

Infark miokardium akut tanpa elevasi ST merupakan suatu kondisi kematian ( nekrosis ) jaringan
miokard (otot jantung) akibat dari penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan
oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang diperberat oleh
obstruksi koroner.
Infark miokardium jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan
kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang mengalami iskemia disekitanya akan
mengalami gangguan daya kontraksi. Secaa fungsional infark miokardium akan
menyebabkan perubahan perubahan seperti pada iskemia :
1. Daya kontraksi menurun
2. Gerakan dinding abnormal
3. Perubahan daya kembang dinding ventrikel
4. Pengurangan volume sekuncup
5. Pengurangan fraksi ejeksi
6. Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolic ventrikel dan,
7. Peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri
Infark miokardium biasanya berkaitan dengan trias diagnostic yang khas :
1. Keadaan fisik pasien
2. Perubahan EKG dan,
3. Peningkatan biomarker kimiawi
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling
sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD, diperkirakan 5,3 juta kunjungan / tahun. Kira-kira
1/3 darinya disebabkan oleh UA/NSTEMI, dan merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah
sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan pasien UA/NSTEMI semakin meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton & Hall, 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC, Jakarta
2. Price A, Wilson, 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6. EGC,
Jakarta
3. Robbins, L Stanley, 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. EGC, Jakarta
4. Sudoyo W, Aru, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 5. Interna Publishing,
Jakarta

You might also like