You are on page 1of 26

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

CACAT MENTAL (GANGGUAN JIWA)

Diajukan Untuk Memenuhi Satu Syarat Kenaikan Pangkat Golongan


Jabatan Fungsional Pegawai

Disusun oleh:

……………………………………….
NIP. ……………………………

PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS


DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS IMBANAGARA
2021
A. Gangguan Jiwa
1. Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh
terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan
panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi
penderita (dan keluarganya) (Stuart & Sundeen, 1998).
Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur,
ras, agama, maupun status sosial-ekonomi. Gangguan jiwa bukan
disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di masyarakat banyak beredar
kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang
percaya bahwa gangguan jiwadisebabkan oleh gangguan roh jahat, ada
yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman
atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita
dan keluarganya karena pengidap gangguan jiwa tidak mendapat
pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005).
2. Penyebab Gangguan Jiwa
Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa
terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya di badan
(somatogenik), lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik),
(Maramis1994). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi
beberapa penyebab sekaligus dariberbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan
badan ataupun jiwa.
3. Macam-Macam Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala psikologik
dari unsur psikis (Maramis, 1994). Macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim,
1998): Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan
skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan
neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan
dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan
perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis,
gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.
a. Skizofrenia.
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan
menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia
merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana
sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang
penyebab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994). Dalam
kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga
pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini bertahap
akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan.
Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak
diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ”cacat”
(Ingram et al.,1995).
b. Depresi
Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri
(Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk
gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan
kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak
berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997).Depresi adalah
suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan.Dapat
berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah
yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis
terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam
perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri,
pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah,
harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi
menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul
sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang
dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang
akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda
depresi (Rawlins et al., 1993). I
c. Kecemasan
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah
dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk
mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu
keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari
ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993).Penyebabnya maupun
sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali.Intensitas kecemasan
dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat.Menurut
Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam
empat tingkatan yang meliputi, kecemasn ringan, sedang, berat dan
kecemasan panik.
d. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala gangguan kepribadian
(psikopatia) dan nerosa berbentuk hampir sama pada orang dengan
intelegensi tinggi atau rendah. Jadi dapat dikatakan bahwa gangguan
kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagaian besar tidak
tergantung pada satu dengan yang lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi
gangguan kepribadian: paranoid, afektif atau siklotemik, skizoid,
axplosif, anankastik atau obsesif-konpulsif, histerik, astenik, antisosial,
pasif agresif, dan kepribadian inadequate. (Maslim,1998).
e. Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa psikotik atau non-psikotik yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994).
Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit
badaniah yang terutama mengenai otak atau diluar otak. Bila bagian otak
yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental
sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya. Bila
hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka
lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit
yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik
lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit
tertentu daripada pembagian akut dan menahun.
f. Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologi yang diikuti gangguan fungsi
badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang
memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan
fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif.
Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan
neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu,
maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
g. Retardasi Mental
Merupakan terhenti atau tidak lengkapnya perkembangan jiwa
terutama ditandai oleh terjadinya gangguan keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara
menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial
(Maslim,1998).
h. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja.
Anak dengan gangguan perilaku ini ditunjukkan dengan perilaku
yang tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma masyarakat
(Maramis, 1994). Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan
masalah dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin
berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya
kedua faktor ini saling mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk
anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari
orang tua kepada anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma kepala,
ensepalitis, neoplasma dapat mengakibat-kan perubahan kepribadian.
Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku pada anak. Maka
dengan demikian gangguan perilaku dapat dicegah.
4. Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa
Pencegahan kekambuhan adalah dengan mencegah terjadinya
peristiwa timbulnya kembali gejala yang sebelumnya sudah memperoleh
kemajuan (Stiart, 2001). Pada gangguan jiwa kronis diperkirakan
mengalami kekambuhan 50% pada tahun I, dan 79% pada tahun ke-II
(Yosep, 2006). Kekambuhan biasa terjadi karena adanya kejadian buruk
sebelum mereka kambuh (Wiramis harja, 2007). Empat faktor penyebab
kekambuhan dan yang memerlukan perawatan, menurut Sullinger (1988)
adalah sebagai berikut :
1. Klien: ketidakteraturan mengkonsumsi obat mempunyai kecenderungan
untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25%-50%
klien yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur.
2. Dokter (pemberi resep): pengguanaan obat yang teratur dapat
mengurangi kambuh, namun penggunaan obat neuroleptic yang lama
dapat menimbulkan efek samping Tardive Diskinesia yang dapat
mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol.
3. Penanggung jawab klien: Setelah klien pulang, maka perawat
puskesmas tetap bertanggung jawab atas program adaptasi klien di
rumah.
4. Keluarga: Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika keluarga
dengan ekspresi emosi tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah,
banyak menekan dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari
keluarga ekspresi emosi tinggi dan 17% dari keluarga ekspresi emosi
keluarga rendah. Selain itu, klien juga mudah dipengaruhi oleh stress
menyenangkan (naik pangkat, menikah) maupun yang menyedihkan
(kematian/kecelakaan). Dengan terapi keluarga, klien dan keluarga
dapat mengatasi dan mengurangi stress. Cara terapi bisanya:
mengumpulkan anggota keluarga dan memberi kesempatan
menyampaikan perasaan. Memberi kesempatan menambah ilmu dan
wawasan kepada klien ganguan jiwa, memfasilitasi untuk menemukan
situasi dan pengalaman baru.
Setelah klien kembali ke keluarga, sebaiknya klien melakukan
perawatan lanjutan pada puskesmas di wilayahnya yang mempunyai
program kesehatan jiwa. Perawat komunitas yang menangani klien dapat
menganggap rumah klien sebagai “ruangan perawatan”. Perawat, klien dan
keluarga bekerjasama untuk membantu proses adaptasi klien di dalam
keluarga dan masyarakat. Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga
tentang jadwal kunjungan dan after care di puskesmas.
Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan
merupakan “perawat utama” bagi klien. Keluarga berperan dalam
menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah. Keberhasilan
perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang
kemudian mengakibatkan klien harus dirawat kembali (kambuh). Peran
serta keluarga meningkatkan kemampuan keluarga merawat klien di rumah
sehingga kemungkinan dapat dicegah.
Pentingnya peran keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat
dipandang dari berbagai segi. Pertama, keluarga merupakan tempat dimana
individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga
merupakan “institusi” pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan
mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku (Clement dan
Buchanan, 1982). Individu menguji coba perilakunya di dalam keluarga,
dan umpan balik keluarga mempengaruhi individu dalam mengadopsi
perilaku tertentu. Semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan
di masyarakat. Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka
gangguan yang terjadi pada salah satu anggota merupakan dapat
mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya disfungsi keluarga merupakan
salah satu penyebab gangguan pada anggota

B. Dukungan Sosial Keluarga


1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007), dukungan adalah suatu upaya
yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk
memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan
untuk mempromosikan perubahan perilaku ada 3, yaitu : (1) dukungan
material adalah menyediakan fasilitas latihan, (2) dukungan informasi
adalah untuk memberiakan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam
melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan emosional atau semangat
adalah member pujian atas keberhasilan proses latihan.
Menurut Friedman (1998), dukungan sosial keluarga adalah sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota
keluarga memenadang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
2. Jenis Dukungan Sosial Keluarga
Kaplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga
memiliki 4 jenis dukungan, yaitu :
a. Dukungan Emosional
Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan.Bentuk dukungan ini
membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperlukan dan
dicintai oleh sumber dukungan sosial, sehingga dapat menghadapi
masalah dengan lebih baik.
b. Dukungan Penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)
positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan
atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang
lain, contohnya dengan membandingkannya dengan orang lain yang lebih
buruk keadaannya.
c. Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang
memberi pinjaman uang kepada orang itu.Bentuk dukungan ini dapat
mengurangi beban individu karena individu dapat langsung memecahkan
masalahnya yang berhubungan dengan materi.
d. Dukungan Informatif
Dukungan informatif mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk,
saran-saran atau umpan balik. Jenis informasi seperti ini dapat menolong
individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.
3. Sumber Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2 sumber
dukungan sosial keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan sosial
keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam
kehidupan secara spontan dengan orang yang berada di sekitarnya.
Dukungan sosial keluarga ini bersifat formal sedangkan dukungan sosial
keluarga artifisial adalah dukungan yang dirancang dalam kebutuhan primer
seseorang misalnya dukungan keluarga akibat bencana alam melalui
berbagai sumbangan sehingga sumber dukungan sosial keluarga natural
mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan sosial
keluarga artifisial.
4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Dukungan sosial keluarga
Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial keluarga
atau tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)
Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia
tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin
orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang
terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya
membutuhkan bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya
mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat
orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta
pertolongan.
b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)
Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang
lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang
lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau
kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa
orang lain membutuhkan dukungan darinya.
5. Indikator Dukungan Sosial Keluarga
Indikator rendahnya dukungan sosial keluarga diantaranya:
a. Keluarga belum dapat memantau penderita gangguan jiwa dalam
pemberian obat sesuai dengan anjuran petugas kesehatan.
b. Keluarga belum bisa menjaga kebersihan diri penderita gangguan jiwa.
c. Keluarga belum bisa memenuhi kebutuhan KDM penderita di sebabkan
adanya kegiatan lain.
d. Keluarga masih melakukan pengasingan pada penderita gangguan jiwa.
e. Keluarga masih merasa malu dengan adanya penderita gangguan jiwa di
rumahnya karena dianggap aib keluarga.
f. Keluarga juga tidak mempunyai kreativitas dalam cara pemberian obat
pada penderita gangguan jiwa.
g. Keluarga tidak dapat berkomunikasi baik dengan penderita gangguan
jiwa.
h. Keluarga belum mampu memberikan informasi dan motivasi pada
penderita gangguan jiwa.
i. Keluarga masih beranggapan bahwa penderita gangguan jiwa tidak dapat
di sembuhkan lagi.
6. Fungsi Keluarga Dalam Memberikan Dukungan
Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga
memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:
a. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan diseminator (penyebar) informasi
tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi
yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari
dukungan ini adalah menekan munculnya suatu stressor karena informasi
yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada
individu. Aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk
dan pemberian informasi.
b. Dukungan penilaian
Keluarga sebagai bimbingan umpan balik, yaitu dengan
membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan
validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,
penghargaan, perhatian
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit,
diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum,
istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari
dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk
afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

C. Konsep Dasar Community Mental Healthy Nursing


1. Pengertian
Keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan
keperawatan yang komprehensif , holistik, dan paripurna yang berfokus
pada masyarakat yang sehat jiwa , rentan terhadap stress (resiko gangguan
jiwa) dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan (gangguan
jiwa).
Pelayanan keperawatan holistik adalah pelayanan menyeluruh pada
semua aspek kehidupan manusia yaitu aspek bio-psiko-sosio-cultural dan
spiritual.
1. Aspek (bio-fisik)
Dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik seperti kehilangan orang tubuh
yag dialami anggota masyarakat akibat bencana yang memerlukan
pelayanan dala rangka adaptasi mereka terhadap kondisi fisiknya.
Demikian pula dengan penyakit fisik lain baik yang akut,kronis maupun
terminal yang memberi dampak pada kesehatan jiwa.
2. Aspek psikologis
Dikaitkan dengan berbagai masalah psikologis yang dialami masyarakat
seperti ketakutan, trauma, kecemasan maupun kondisi lebih berat yang
memerlukakan pelayanan agar mereka dapat beradaptasi dengan situasi
tersebut.
3. Aspek social
Dikaitkan dengan kehilangan suami/istri/anak, keluarga dekat, pekerjaan,
tempat tinggal, dan harta benda yang memerlukan pelayanan dari berbagai
sektor terkait agar mampu mempertahankan kehidupan sosial yg
memuaskan.
4. Aspek cultural
Dikaitkan dengan tolong menolong yang dapat digunakan sebagai sistem
pendukung sosial dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ditemukan.
5. Aspek spiritual
Dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan yang kuat yang dapat diperdayakan
sebagai potensi masyarakat dalam mengatasi berbagai konflik dan masalah
kesehatan yang terjadi.
2. Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa
Prinsip-prinsip keperawatan kesehatan jiwa adalah sebagai berikut :
a. Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik
antara perawat dengan klien).
b. Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan
jiwa).
c. Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan
adaptasi dalam keperawatan jiwa).
d. Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan
biologis dalam keperawatan jiwa).
e. Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan
psikologis dalam keperawatan jiwa).
f. Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan
sosial budaya dalam keperawatan jiwa).
g. Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan
lingkungan dalam keperawatan jiwa).
h. Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal
etika dalam keperawatan jiwa).
i. Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan
proses keperawatan: dengan standar- standar perawatan).
j. Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance
Standards (aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan
standar-standar professional).
3. Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
Keperawatan kesehatan jiwa adalah proses interpersonal yang
berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang
mendukung pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan
diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup
menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya. Dalam
mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting
untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami
beberapa konsep dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa.
Center for Mental Health Services secara resmi mengakui
keperawatan kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin
kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu
psikososial, biofisik,, teori kepribadian, dan perilaku manusia untuk
mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik
keperawatan.
a. Pengkajian yg mempertimbangkan budaya
b. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan
c. Berperan serta dalam pengelolaan kasus
d. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh
penyakit mental - penyuluhan dan konseling
e. Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang
mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan
f. Memberikan pedoman pelayanan kesehatan
4. Kompetensi perawat kesehatan jiwa komunitas (competent of caring)
a. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.
b. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga.
c. Peran serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji,
negosiasi, koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga.
d. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok,
untuk menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental,
termasuk pelayanan terkait, teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.
e. Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh
penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling.
f. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah
psikologis dan penyakit jiwa dengan masalah fisik.
g. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan
kebutuhan klien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.
5. Pelayanan Keperawatan Jiwa Komunitas
Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan
keperawatan jiwa yang diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik,
dengan kondisi masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat – sakit
yang memerlukan pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer,
sekunder, dan tersier. Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang
komprehensif mencakup 3 tingkat pencegahan yaitu pencegaha primer ,
sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan
kesehatan dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan
adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan
meningkatkan kesehtan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat
yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu
anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Aktivitas pada pencegahan primer
adalah program pendidikan kesehatan , program stimulasi perkembangan,
program sosialisasi kesehatan jiwa , manajemen stress, persiapan menjadi
orang tua.
2. Pencegahan Sekunder
Fokus pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan
penanganan dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan
pelayanan adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target
pelayanan adalah anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan
tanda-tanda masalah dan gangguan jiwa.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus
pada peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan
pada pasien gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mengurangi
kecacatan atau ketidak-mampuan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan
yaitu anggota masyarakat mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan.
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS JIWA MASYARAKAT

A. Pengkajian Keperawatan
a) Data Inti (Core)
1. Riwayat :
a. Usia penderita:
Anak : 15 – 20 tahun
Orang tua : 32 tahun
b. Jenis ganguan jiwa yang pernah diderita: gangguan konsep diri: harga diri
rendah, memandang dirinya tidak sebaik teman-temannya di sekolah.
c. Riwayat trauma : takut yang berlebihan
d. Konflik : penganiayaan
2. Demografi
a. Vital statistik:
Desa Imbanagara terletak di Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis. Desa
Imbanagara berbatasan langsung dengan 4 Desa:
Sebelah utara : Desa Cisadap
Sebelah Selatan : Desa Panyingkiran dan sungai Cireong
Sebelah Timur : Desa Sindangrasa dan Desa Panyingkiran
Sebelah Barat : Desa Imbanagara Raya.
Desa Imbanagara terdapat 5 Dusun:
1. Dusun Warung Wetan, terdiri dari : 4 RW dan 8 RT
2. Dusun Sukamanah, terdiri dari : 4 RW dan 8 RT
3. Dusun Ciwahangan, terdiri dari : 6 RW dan 12 RT
4. Dusun Lebaklipung, terdiri dari : 4 RW dan 9 RT
5. Dusun Karangtengah, terdiri dari : 2 RW dan 5 RT
b. Agama         : Islam
c. Budaya        : Sunda
3. Data Delapan subsistem
a. Lingkungan fisik
Kualitas udara di Desa Imbanagara cukup bersih tidak ada polusi udara,
karena Desa tersebut masih banyak terdapat pohon-pohon rindang.  Di Desa
Imbanagara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari memakai air sumur jadi
selama pohon-pohon itu masih mampu menampung air, ketersediaan air
bersih akan terpenuhi.
b. Keamanan & transportasi
Petugas keamanan di Desa Imbanagara sistemnya digilir. Jadi setiap malam
ronda yang terpusat di pos kamling kemudian keliling Desa, untuk
pembagian jadwalnya diatur oleh penanggung jawab keamanan di Desa
tersebut. Setiap malam ada 2 orang yang bertugas.
Sarana tranportasi yang biasa digunakan adalah menggunakan motor
sebagai alat transportasinya. Tidak jarang orang bepergian ke kota harus
jalan kaki dahulu keluar Desa, setelah itu naik angkot atau kendaraan umum
lainnya. Untuk keamanan transportasi sendiri masih terjaga, selain karena
ada jadwal pos kamling setiap malam, warga Desa Imbanagara orangnya
lebih bangga dengan barang-barangnya sendiri. Jadi untuk situasi keamanan
lingkungan masih terjaga. Tidak ada pencurian, perampokan, perkosaan
apalagi perkelahian antar warga. Desa Imbanagara walaupun sebagian besar
tingkat penghasilan warganya tergolong menengah kebawah, namun mereka
bangga dengan hasil yang halal, untuk pencurian atau perampokan jarang
terjadi.
Keamanan di jalan bisa dipastikan kurang terpenuhi, selain karena jalannya
apabila hujan licin, dan apabila musim kemarau berdebu. Jadi untuk
keamanan di jalan kurang terjaga, masih ada yang terjatuh gara-gara selip
ataupun senggolan karena sempitnya gang masuk di Desa tersebut. 
c. Petugas di jalan raya
Petugas dijalan raya di dekat Desa Imbanagara sudah bekerja seoptimal
mungkin. Kecelakaan juga jarang terjadi, karena polisi yang bertugas di lalu
lintas mewajibkan setiap pengendara sepeda motor memakai helm, dan
untuk pengendara mobil wajib memakai sabuk pengaman. Jadi walaupun di
jalan raya ramai dengan kendaraan, kecelakaan bisa di minimalisir.
Antara Desa Imbanagara dengan Desa sebelah dihubungkan dengan
jembatan penyeberangan. Jembatan tersebut terbuat dari bahan bangunan.
Jadi untuk keamanan sudah terpenuhi. Tidak ikut hanyut terbawa sungai,
kalaupun itu hujan deras.
d. Politik & pemerintahan
Pemerintah daerah (Pemda) setempat kurang tanggap dengan kejadian
gangguan jiwa di masyarakat. Pemda masih fokus dengan masalah-masalah
yang sifatnya medis, misalnya demam berdarah, diare, kusta, terkait
program imunisasi lengkap. Gangguan jiwa masyarakat belum mendapatkan
perhatian khusus. Skrining warga dengan gangguan jiwa juga belum pernah
dilakukan. Aturan pemda tentang jiwa di masyarakat sudah ada, tetapi
dalam prakteknya keluarga pasien yang berinisiatif membawanya berobat ke
pelayanan pengobatan terkait. Perlindungan warga dari pasien jiwa juga
kurang optimal. Stigma negatif untuk orang dengan gangguan jiwa masih
melekat dalam kehidupan warga Desa Imbanagara.
Situasi politik di Desa Imbanagara juga kurang terlihat. Pemerintah
setempat lebih tertarik membiayai pemenuhan sarana dan prasarana di Desa
Imbanagara, bukan tertarik di kesehatannya, lebih-lebih tertarik dengan
kesehatan jiwa masyarakat. Jadi pengaruhnya dengan jiwa masyarakat tidak
terdeteksi lebih dini. Banyak orang stress dengan semakin meningkatnya
kebutuhan, tetapi tingkat penghasilan minimal. Yang seperti itu kurang
mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat.
e. Pelayanan umum dan kesehatan
Akses pelayanan kesehatan jiwa terhadap masyarakat kurang terjangkau.
Ada puskesmas pembantu di Desa Imbanagara itupun melayani penyakit
yang umum dimasyarakat seperti flu, batuk, dan panas. Puskesmas di
Kecamatan harus menempuh jarak 10 km untuk mengakses pelayanan
kesehatan tersebut. Kalau mau ke RS harus menempuh jarak ±20 km.
Jenis pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan adalah belum begitu
berpengaruh dengan masih tingginya tingkat stress warga di Desa
Imbanagara. Pelayanan yang biasanya dilakukan adalah memberikan
penyuluhan sederhana terkait stress dan dampaknya jangka panjang.
Dampak pelayanan kesehatan bagi kesehatan jiwa masyarakat bisa
diminimalisir untuk kejadian gannguan jiwa, apalagi yang sampai
mengamuk ataupun merusak prasarana Desa. Jadi deteksi dini jiwa
msyarakat perlu dioptimalkan lagi oleh petugas pelayanan kesehatan
terutama kita sebagai perawat. Tidak menungga ada kasus, tetapi kita harus
peka dengan kejadian walaupun itu baru stress masyarakat.
Jenis pelayanan umum untuk masyarakat adalah kesehatan ibu dan anak,
KB, imunisasi, pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang sakit umum,
seperti flu, batuk, panas. Untuk penyakit serius akan di rujuk di RS terdekat.
f. Komunikasi
Komunikasi yang digunakan diwilayah tersebut adalah musyawarah yang
dilakukan antar warga dan pejabat Desa, serta setiap informasi yang ada
sering dilakukan melalui masjid yang ada. Media komunikasi yang ada di
masyarakat Patimuan cukup di mengerti oleh warga, namun terhadap
kesehatan jiwa belum begitu berdampak karena masih sedikit media yang
menjelaskan mengenai kesehatan jiwa.
g. Ekonomi
Kondisi ekonomi yang sedang sulit disebagian keluarga di Desa
Imbanagara, maka kesejahteraan masyarakatnya terbilang masih rendah.
Karena kesejahteraaan ekonomi yang rendah, maka ada sebagian keluarga
yang mengalami sedikit gangguan jiwa seperti seringnya marah-marah pada
anak sehingga anak mengalami gangguan konsep diri. Peluang penghasilan
tambahan masyarakat di Desa Imbanagara ke banyakan warganya adalah
petani, namun karena musim yang sedang mendukung ada juga sebagian
warga menggunakan kendaraan sepeda motornya untuk mengojeg, dan ada
ibu-ibu yang berdagang di depan rumahnya.
Kepadatan kerja masyarakat dan dampak terhadap kesehatan jiwa
masyarakat. Karena kebanyakan warga hanya petani, pada saat musim tidak
mendukung untuk bertani maka sebagian warga beralih ke pekerjaan yang
sama seperti mengojeg, sehingga menyebabkan saingan dan juga
pendapatan yang kurang maka para orang tua sering marah pada anaknya
sebagai pelampiasan kekesalannya terhaap kondisi ekonomi.
h. Rekreasi
Sarana rekreasi yang sering digunakan oleh warga yang ada di Desa
Imbanagara adalah bermain bersama di lapangan bola setiap sore, dan sering
berkumpul mengobrol di lingkungan rumah. Warga yang ada di Desa
Imbanagara biasanya melakukan rekreasi di lapangan pada sore hari dan
berkumpul di lingkungan rumah pada saat malam sehabis magrib.
Dampak rekreasi terhdap kesehatan jiwa masyarakat rekreasi yang ada
cukup memberikan dampak positif pada warga, karena semakin terjalinnya
kebersamaan dan rasa peduli antar warga dan sering berdiskusi untuk
mengatasi masalah ekonomi yang sulit sehinga kondisi emosional sebagian
warga yang sering marah dapat di kurangi dengan saling berdiskusi pada
saat berkumpul di lingkungan rumah.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Harga diri rendah situasional pada remaja di Desa Imbanagara
berhubungan dengan Gangguan gambaran diri yang dimanifestasikan 
dengan Akibat dimarahi dan diperlakukan kasar oleh orang tua.
2. Koping komunitas tidak efektif berhubungan dengan ketidakcukupan
sumber daya masyarakat(rekreasi,dukungan sosial)
C. Intervensi
Diagnosis Intervensi
1. Harga diri rendah situasional 1. Promosi Harga Diri
pada remaja di Desa Observasi
Imbanagara berhubungan i. Identifikasi budaya, agama,
dengan Gangguan gambaran ras, jenis kelamin, dan usia
diri yang dimanifestasikan  terhadap harga diri
dengan Akibat dimarahi dan ii. Monitor verbalisasi yang
diperlakukan kasar oleh orang merendahkan diri
tua ditandai dengan: Terapeutik
a. Gejala dan tanda mayor i. Memotivasi trlibat dalam
Subektif verbalisassi positif untuk diri
i. Menilai diri negatif sendiri
ii. Merasa malu/bersalah ii. Diskusikan persepsi negatif
iii. Melebih-lebihkan diri
penilaian negatif tentang iii. Diskusikan bersama keluarga
diri sendiri untuk menetapkan harapan
iv. Menolak penlaian datasan yang jelas
ppositif tentang diri iv. Berikan umoan balik poitif
sendiri atas peningkatan mencapai
Objektif tujuan
i. Berbicara pelan dan lirih v. Fasilitasi lingkungan dan
ii. Menolak berinteraksi aktivitas yang meningkatkan
dengan orang lain harga diri
iii. Berjalan menunduk Edukasi
iv. Postur tubuh menunduk i. Jelaskan kepada keluarga
b. Gejala dan tanda minor pentingnya dukungan dalam
Subjektif perkembangan konsep positif
i. Sulit berkonsentrasi diri pasien
Objektif ii. Anjurkan mengidentifikasi
i. Kontak mata kurang kekuatan yang dimiliki
ii. Lesu dan tidak bergairah iii. Latih meningkatkan
iii. Pasif keercayaan pada kemampuan
iv. Tidak mampu membuat dalam menangani situasi
keputusan 2. Promosi koping
Observasi
i. Identifikasi kegiatan jangka
panjang dan jangka pendek
ii. Identifikasi sumber daya yang
tersedia untuk memahami
tujuan
iii. Identifikasi metode
penyelesaian masalah
iv. Identifiasi kebutuhan dan
keingnan terhadapa dukungan
sosial
Terapeutik
i. Motivasi untuk menentukan
harapan yang realistis
ii. Motivasi dalam kegiatan
sosial
iii. Motivasi mengidentifikasi
sistem pendukung yang
tersedia
iv. Kurangi rangsangan
lingkungan yang mengancam
v. Fasilitasi dalam memperoleh
informasi yang dibutuhkan
Edukasi
i. Anjurkan keluarga terlibat
ii. Anjurkan membuat ujuan
yang lebih spesifik
iii. Latih keterampilan sosial,
sesuai kebutuhan
iv. Latih mengembangkan
penilaian yang objektif
v. Anjurkan tekhnik relaksasi
2. Koping komunitas tidak 1. Edukasi kesehatan
efektif berhubungan dengan Observasi
ketidakcukupan sumber daya i. Identifikasi kesiapan dan
masyarakat(rekreasi, kemampuan menerima
dukungan sosial) informasi
a. Gejala dan tanda mayor Terapeutik
Subektif i. Sediakan materi dan
i. Mengungkapkan pendidikan kesehatan
ketidakberdayaan ii. Jadwalkan pendidikan
komunitas keehatan sesuai kesepakatan
Objektif iii. Berikan kesempatan bertanya
i. Komunitas tidak Edukasi
memenuhi harapan i. Jelaskan faktor resiko yang
anggotanya dapat mempengaruhi kesehatan
ii. Konflik masyarakkat 2. Manajemen lingkungan komunitas
meningkat Observasi
iii. Insiden masalah i. Identifikasi faktor resiko
masyarakat kesehatan yang diketahui
tinggi(pengangguran, Terapeutik
kemiskinan, penyakit i. Libatkan partiipasi masyarakat
mental) dalam memelihara keamanan
b. Gejala dan tanda minor lingkungan
Subjektif Edukasi
i. Mengungkapkan i. Promosikan kebjakan
kerentanan komunitas pemerintah untuk mengurangi
Objektif resiko penyakit
i. Partisipasi masyarakat ii. Berikan pendidikan kesehatan
kurang untuk mengurangi resiko
ii. Tingkat penyakit penyakit
masyarakat meningkat iii. Informasikan layanan
iii. Stres meningkat kesehatan ke individu,
keluarga, kelompok beresiko
dan masyarakat
Kolaborasi
i. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain dalam program
kesehatan komunitas

D. Jurnal Terkait
1. Judul: Pendidikan Kesehatan Jiwa Bagi Kader Kesehatan
Hasil: Pendidikan kesehatan jiwa merupakan upaya langsung untuk
meningkatkan pengetahuan kader. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan kader tentang pendidikan kesehatan jiwa di
Kecamatan Cikatomas Tasikmalaya. Penelitian ini merupakan penelitian
quasi eksperimental pre-post test. Populasinya adalah seluruh kader
kesehatan yang berada di Kecamatan Cikatomas Tasikmalaya sebanyak
32 kader. Pemilihan sampel menggunakan sampling jenuh, yang dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Lokasi penelitian di Kecamatan Cikatomas Tasikmalaya. Data
dikumpulkan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup
dan telah dilakukan uji validitas-reliabilitas. Data dianalisis
menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengetahuan kader meningkat, sebelum diberi pendidikan kesehatan jiwa
menunjukan rerata nilai sebesar 29,34 dan setelahnya menjadi 35,20
dengan selisih 5,86. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan
jiwa efektif dalam meningkatkan pengetahuan kader kesehatan
Kecamatan Cikatomas Tasikmalaya. Peningkatan tersebut berkaitan
dengan latar belakang pendidikan responden dan lamanya responden
menjadi kader kesehatan.(Hernawaty, Arifin, & Rafiyah, 2018)
2. Judul: Pengaruh Terapi Psikoedukasi Keluarga Terhadap Harga Diri
Rendah dan Beban Keluarga Dengan Anak Retradasi Mental
Hasil: Terdapat perbedaan beban keluarga dengan anak retardasi mental
antara sebelum dan sesudah terapi psikoedukasi keluarga. Terdapat
perbedaan harga diri rendah keluarga dengan anak retardasi mental
antara sebelum dan sesudah terapi psikoedukasi keluarga. Terapi
psikoedukasi keluarga berpengaruh terhadap harga diri rendah dan beban
keluarga dengan anak retardasi mental.
Dari hasil penelitian dapat disarankan adanya pengemabangan
kurikulum dan kegiatan di sekolah yang lebih melibatkan keluarga serta
adanya program khusus yang lebih sering menangani keluarga dengan
anak retardasi mental. Mengembangkan penelitian tentang pengaruh
terapi psikoedukasi keluarga terhadap beban dan harga diri rendah
keluarga dengan menganalisa lebih jauh pengaruh dari faktor budaya dan
agama.(Wulandari et al., 2016)
3. Judul: Pengaruh Terapi Relaksasi Autogenik Terhadap Depresi Pada
Lanjut Usia Di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay
Bandung
Hasil: Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
terapi relaksasi autogenik terhadap depresi pada lansia di Balai
Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dengan nilai p
Value 0,0001 (α 0,05). Dari hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa
setelah menyelesaikan seluruh proses terapi, para responden mengatakan
merasa lebih nyaman dengan diri mereka sendiri dan lingkungan
mereka. Sementara responden lainnya mengatakan bahwa mereka mulai
ikut berperan dan turut serta dalam aktivitas di panti. Disarankan untuk
perawat yang bekerja di panti jompo untuk mengembangkan dan
menerapkan terapi nonfarmakologi untuk mengurangi dan mencegah
depresi pada lansia.(Bandung & Kunci, 2015)
4. Judul: Efektifitas Latihan Kepercayaan diri dalam meningkatkan Harga
Diri Remaja Putus Sekolah
Hasil: Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas latihan
kepercayaan diri dalam meningkatkan harga diri remaja putus sekolah.
Penelitian menggunakan desain quasi experimental with control group
yang melibatkan 34 responden kelompok intervensi dan 29 responden
kelompok kontrol berusia 12-18 tahun yang putus sekolah di jenjang
pendidikan SD dan SMP. Kelompok intervensi diberikan latihan
kepercayaan diri sementara kelompok kontrol diberikan stimulasi
perkembangan psikososial remaja. Untuk mengetahui keefektifan terapi,
dilakukan penilaian terhadap harga diri sebelum dan setelah intervensi
menggunakan self-esteem questionnaire dengan nilai reliabilitas 0,76.
Data hasil penelitian diolah menggunakan analisis bivariat uji beda dua
mean dependen guna mengetahui perbedaan mean harga diri remaja
sebelum dan setelah intervensi. Analisis statistik menunjukkan adanya
perbedaan signifikan harga diri remaja setelah latihan kepercayaan diri
(p value= 0,000) dibandingkan remaja setelah pemberian stimulasi
perkembangan psikososial. Penelitian ini membuktikan bahwa latihan
kepercayaan diri efektif dalam meningkatkan harga diri remaja. Terapi
ini dapat dijadikan salah satu intervensi untuk mengatasi masalah harga
diri rendah pada(Ilmu et al., 2019)
5. Judul: Pengaruh Pendidikan Kesehatan Jiwa Keluarga Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa di
Desa Makamhaji Kcamatan Kartasura kabupaten Sukoharjo
Hasil: Penelitian ini merupakan penelitian pra eksperimental dengan one
group pre test and post test design. Sampel penelitian adalah 30 keluarga
pasien gangguan jiwa di Desa Makamhaji Kecamatan Kartasura
Kabupaten Sukoharjo dengan teknik proporsional random sampling.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dianalisis
menggunakan uji wilcoxon rank test dan paired sample t-test.
Kesimpulan penelitian adalah (1) terdapat perbedaan yang signifikan pre
test dan post test pengetahuan dan sikap tentang pencegahan
kekambuhan gangguan jiwa setelah mendapatkan pendidikan kesehatan
pada keluarga pasien gangguan jiwa di Desa Makamhaji Kecamatan
Kartasura Sukoharjo, dimana pengetahuan dan sikap keluarga meningkat
dan (2) terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan
dan sikap tentang pencegahan kekambuhan gangguan jiwa di Desa
Makamhaji Kecamatan Kartasura Sukoharjo.(Kusumaningtyas,
Kesehatan, & Surakarta, 2017)
DAFTAR PUSTAKA
Bandung, C., & Kunci, K. (2015). Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap
depresi pada lanjut usia di balai perlindungan sosial tresna werdha ciparay
bandung. 10(2), 56–68.
Hernawaty, T., Arifin, H. S., & Rafiyah, I. (2018). Pendidikan Kesehatan Jiwa
Bagi Kader Kesehatan. 5(1), 49–54.
Ilmu, T., Kesehatan, I., Wardani, I. Y., Utami, T. W., Sopha, R. F., Keperawatan,
F. I., … Barat, J. (2019). THE EFFECTIVENESS OF SELF-CONFIDENCE
PRACTICE TO INCREASE SELF- ESTEEM IN SCHOOL DROPOUT
ADOLESCENCES. 11(1).
Kusumaningtyas, R., Kesehatan, F. I., & Surakarta, U. M. (2017). Disusun Oleh :
Wulandari, R. A., Soeharto, S., Program, M., Magister, S., Fakultas, K.,
Universitas, K., … Brawijaya, U. (2016).

You might also like