You are on page 1of 9

Ê  


    

Ê  Ê   


  

Otonomi Daerah di Indonesia dimulai dengan bergulirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun


1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatakan bahwa selambat-lambatnya otonomi daerah secara
efektif dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2001. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah
melalui penyediaan sumber-sumber pembiayaan, dikeluarkan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah mulai berlaku tanggal 19 Mei 1999.
Otonomi Daerah menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah menurut UU Nomor 25 Tahun 1999 adalah suatu sistem pembiayaan pemerintahan
dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah serta pemerataan antar-Daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan
memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan Daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian
kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan
keuangannya. Tahap ini merupakan fase pertama dari pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia.
Fase kedua Otonomi Daerah ditandai dengan adanya reformasi dalam kebijakan keuangan negara melalui
penetapan tiga peraturan di bidang keuangan negara. Ketiga peraturan tersebut adalah UU Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Telah lebih dari lima tahun reformasi sistem pemerintahan tersebut berjalan dengan berbagai kendala
yang mengiringinya serta pro dan kontra. Berbagai usaha pun dilakukan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan sistem tersebut. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan amandemen UU
Otonomi Daerah. Proses ini merupakan awal dari fase ketiga dalam proses Otonomi Daerah di Indonesia.
UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 masing- asing digantikan oleh UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Otonomi Daerah menurut UU Nomor 32
Tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; dan Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah menurut UU Nomor
33 Tahun 2004 adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan,

c
dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi,
kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan.

À 
  
Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan RI adalah:
a.‘ Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem Keuangan
Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
b.‘ Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan
memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
c.‘ Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang
menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas
Pembantuan.
d.‘ PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan
otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi.
e.‘ Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan
Daerah dan antar-Pemerintah Daerah.
f.‘ Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan
Pemerintahan Daerah.
g.‘ Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada Daerah untuk memperoleh pendapatan
selain pendapatan yang dimaksud sebelumnya.

   
     

Pada dasarnya Pendapatan Daerah (hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan) bersumber dari:
a.‘ Pendapatan Asli Daerah;
Adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
b.‘ Dana Perimbangan
Adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Jumlah Dana Perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN.

À
c.‘ Lain-lain Pendapatan.

Dana Perimbangan terdiri atas:


a.‘ Dana Bagi Hasil;
Adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan
angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Pajak a.l: PBB, BPHTB, PPh Pasal 21, 25, dan 29.
Sumber daya alam a.l. dari kehutanan; pertambangan umum; perikanan; pertambangan minyak bumi;
pertambangan gas bumi; dan pertambangan panas bumi.
Perhitungannya diatur dalam Pasal 12-21 dan 24.

Dana Bagi Hasil dapat mengatasi kesenjangan fiskal vertikal, namun menimbulkan kesenjangan
fiskal horisontal karena pendapatan diterima oleh Daerah yang menghasilkan pajak dan sumber daya
alam yang besar.

b.‘ Dana Alokasi Umum;


Adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi. DAU (i   
  memiliki karakter i

Dengan ketentuan:
1.‘ Jumlah keseluruhan DAU minimal 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto dalam APBN.
2.‘ DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar.
3.‘ Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah.
4.‘ Alokasi dasar sebagaimana dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah · ad
hoc
5.‘ Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi
layanan dasar umum.
6.‘ Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah,
Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks
Pembangunan Manusia · ad hoc
7.‘ Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal dari PAD dan Dana
Bagi Hasil · ad hoc
8.‘ Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan
kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.
9.‘ DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot
daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi.
10.‘ Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang
bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi.
11.‘ DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kabupaten/kota dihitung berdasarkan perkalian
bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah
kabupaten/kota.
12.‘ Bobot daerah kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah kabupaten/kota.
13.‘ Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima DAU sebesar alokasi dasar.
14.‘ Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi
dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah fiskal.
15.‘ Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar
dari alokasi dasar tidak menerima DAU.


16.‘ Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal diperoleh dari lembaga statistik
pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan.
17.‘ Pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU dengan memperhatikan pertimbangan
dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah.
18.‘ Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
19.‘ Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari
DAU Daerah yang bersangkutan.
20.‘ Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan.

DAU bertujuan untuk mengatasi masalah kesenjangan fiskal horisontal dan vertikal. DAU diharapkan
dapat menyeimbangkan kapasitas fiskal dari seluruh Daerah, untuk membiayai pelayanan publik.
Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004, formula dasar menghitung  iadalah:

Dimana:
ALE : average total local budget expenditure
IP is population index
IAr is surface area index
CPI is construction price index
IHDI is inverse of HDI
IGRDP is inverse of GRDP per capita
OSR is own source revenues
RsNat is revenue sharing from natural resources
RsT is revenue sharing from taxes, and Į is the coefficients which are distributed by using linear
1,2,«

regression.

Ô
Jumlah DAU kemudian dihitung berdasarkan dari nilai bobot untuk setiap Daerah. Sebuah Daerah akan
menerima DAU berdasarkan bobot daerah tersebut dikali dengan total bobot untuk seluruh daerah.
Sementara itu nilai bobot dari sebuah Daerah diperoleh dengan membagi celah fiskal dari daerah tersebut
dengan total celah fiskal di seluruh daerah. Persamaannya antara lain:

c.‘ Dana Alokasi Khusus.


Adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional. DAK berbentuk    
 

Hal-hal yang termasuk kebutuhan khusus yaitu:


1. kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan menggunakan formula alokasi umum dan/atau
2. kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional
3. kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh daerah penghasil.

Dengan ketentuan:
1.‘ Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN.
2.‘ DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan Daerah.
Yang dimaksud dengan Daerah tertentu adalah Daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan
setiap tahun untuk mendapatkan alokasi DAK. Dengan demikian, tidak semua Daerah
mendapatkan alokasi DAK.

[
3.‘ Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN.
4.‘ Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria
teknis.
5.‘ Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam
APBD.
Kriteria umum dihitung untuk melihat kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhan-
kebutuhan dalam rangka pembangunan Daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD
dikurangi dengan belanja pegawai.
6.‘ Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan
karakteristik Daerah.
Yang dimaksud dengan karakteristik Daerah antara lain adalah daerah pesisir dan kepulauan,
daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah yang termasuk rawan
banjir dan longsor, serta daerah yang termasuk daerah ketahanan pangan.
7.‘ Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis.
Kriteria teknis antara lain meliputi standar kualitas/kuantitas konstruksi, serta perkiraan manfaat
lokal dan nasional yang menjadi indikator dalam perhitungan teknis.
8.‘ Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh
persen) dari alokasi DAK. · 

ii

9.‘ Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD.
10.‘ Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping.
‰
 
i
 
11.‘ Yang dimaksud Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu adalah Daerah yang selisih antara
Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif.
12.‘ Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dalam Peraturan Pemerintah.

DAK ditujukan untuk mendorong pencapaian standar minimum dan kompensasi untuk manfaat/biaya
 terkait dengan investasi modal prioritas (Sidik 2004). Oleh karena itu, DAK terbatas terutama
untuk membiayai investasi modal fisik dan pendanaan jangka pendek untuk kebutuhan
operasional dan pemeliharaan. Persyaratan yang biasanya terdapat dalam DAK, mempersempit ruang
lingkup hak pemerintah daerah khususnya dalam penggunaan dana. Alokasi DAK biasanya berdasarkan
sistem 

  dimana pemerintah daerah dapat mengajukan program-program yang sejalan dengan
prioritas nasional.

x
  
a   

 
   
Isu-isu terkait 
i  
  di Indonesia a.l.:
a.‘ DAU · untuk mengatasi masalah kesenjangan horisontal diantara daerah terkait dengan perbedaan
kapasitas fiskal. Namun hingga saat ini, masih berupa pertanyaan apakah DAU telah mencapai
tujuannya.
b.‘ Perdebatan terkait dalam formula DAU, dimana Alokasi dasar dikalkulasi berdasarkan gaji Pegawai
Negeri Sipil daerah.
c.‘ Penghapusan   
Dimana dalam ketentuan ini jumlah DAU tahun ini yang diterima semua Daerah, minimal sama
dengan jumlah DAU yang diterima tahun lalu. Penerapan ketentuan ini menguntungkan bagi daerah
yang kaya, dimana ketentuan ini mengurangi peran utama DAU sebagai instrumen dari transfer
ekualisasi.
d.‘ Tidak disebutkannya tujuan/maksud dari DAK secara eksplisit bisa menimbulkan masalah, karena
masing-masing daerah akan mengklaim memiliki kebutuhan yang spesifik.
e.‘ Cenderung tidak pastinya (jumlah) sumber dana bagi DAK.
f.‘ Ketergantungan Pemerintah Kabupaten pada DAU

Î
Ô   a   

 
   
Hambatan terkait penerapan a
i  
  di Indonesia a.l.:
a.‘ Penyediaan/ketersediaan data.
Dimana untuk memperoleh data yang terbaru dan akurat membutuhkan biaya yang tinggi; dan
perlunya sistem informasi yang baik pada institusi pemerintahan.
b.‘ .Kurangnya kemampuan perencanaan program dan penyerapan anggaran.
c.‘ Relasi eksekutif-legislatif yang kurang baik, yang menyebabkan keterlambatan pengesahan APBD.

You might also like