Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
1
MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN DI
KECAMATAN SENAYANG, KABUPATEN LINGGA
PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Romi Novriadi
Balai Budidaya Laut Batam
Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam
PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422
E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id
Abstrak
2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Pendahuluan
Indonesia memiliki panjang garis pantai 81,000 km, sehingga dengan kondisi
geografis ini menjadikan Indonesia sebagai negara maritim dengan garis pantai
terpanjang ke dua di dunia setelah Kanada. Dengan garis pantai sepanjang ini,
Indonesia baru bisa memproduksi Udang 350 ribu ton/tahun, dari yang seharusnya
mampu untuk menghasilkan 10 juta ton udang/tahun. Produksi perikanan kita juga
saat ini hanya mampu mencapai kira-kira 6,5 juta ton/tahun, walaupun begitu, hasil
ini telah menempatkan Indonesia sebagai negara produsen ikan ke 5 terbesar di
dunia.
Bila ditinjau dari sisi geografis, Provinsi Kepulauan Riau juga menyimpan
potensi yang cukup besar di sektor kelautan dan perikanan. Dengan luas wilayah
yang hampir 90 % adalah lautan dan memiliki ribuan pulau baik besar maupun kecil,
sangat mendukung untuk pengembangan produksi perikanan budidaya. Dan salah
satu daerah yang memiliki potensi untuk dijadikan sentra produksi perikanan
budidaya adalah Kecamatan Senayang-Kabupaten Lingga.
3
Pada prinsipnya manajemen kesehatan ikan adalah melalui maksimalisasi
kondisi dan ketahanan tubuh ikan, minimalisasi keberadaan patogen di dalam tubuh
dan lingkungan serta optimalisasi kualitas lingkungan. Jika ketiga faktor ini terpenuhi
maka serangan penyakit ikan dapat ditekan. Akan tetapi pada pelaksanaanya di
lapangan 3 (tiga) faktor tersebut di atas sulit dipenuhi, sehingga kejadian ikan sakit
bahkan mati tidak dapat dihindarkan. Keberadaan patogen pada tubuh ikan dan
lingkungan/perairan diperburuk oleh kualitas lingkungan yang tidak optimal karena
adanya pencemaran dan aplikasi teknologi yang tidak tepat seperti: padat tebar
yang tinggi dan kontruksi unit budidaya yang tidak sesuai teknologi anjuran.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit
Mikroorganisme
Patogen
Sifat kebal ataupun rentannya ikan terhadap suatu penyakit tergantung dari :
Umur atau ukuran ikan : Secara umum semakin besar ukuran biasanya ikan
semakin tahan terhadap serangan penyakit. Meskipun ada beberapa jenis
penyakit yang lebih sering ditemukan di stadia benih daripada di pembesaran
Spesies / jenis. masing masing spesies mempunyai ketahanan berbeda.
Satu jenis patogen sering dijumpai pada spesies tertentu atau spesies
tertentu bisa sangat rentan terhadap suatu jenis patogen.
Sistim kekebalan. Secara umum kekebalan tubuh ikan akan meningkat
seiring dengan pertambahan umur dan ukuran ikan. Sistim kekebalan tubuh
ikan dapat ditingkatkan melalui vaksinasi, pemberian imunostimulan, atau
vitamin
Nutrisi. Nutrisi yang cukup secara kuantitas maupun mengandung zat-zat
yang dibutuhkan oleh ikan akan meningkatkan daya tahan tubuh ikan .
5
Penyakit ikan merupakan kendala penting dan umum dialami dalam budidaya
ikan di laut. Penyakit ikan menyerang baik di perbenihan maupun di pembesaran.
Semakin luas dan semakin intensif usaha budidaya ikan semakin meningkat
intensitas serangan apalagi menggunakan pakan ikan rucah segar. Untuk ikan
kerapu, terutama di perbenihan ada beberapa jenis penyakit yang sering
menyerang. Penyebab penyakit dapat dibagi dua golongan yaitu non hayati yang
bersifat non infeksius dan hayati yang bersifat infeksius. Penyebab penyakit non
hayati terutama kualitas air yang rendah, pakan yang kurang tepat dan kelainan
genetik. Penyebab penyakit hayati umumnya tergolong parasit, jamur, protozoa,
bakteri dan virus. Tingkat kematian oleh serangan penyakit cukup tinggi. Dalam
keadaan wabah dapat mencapai 80-100 %. Usaha pengendalian telah dilakukan
dengan seleksi induk, perbaikan kualitas air dan pakan serta penggunaan obat-
obatan tetapi hasilnya masih belum memuaskan.
Hingga kini belum tersedia data yang pasti tentang kerugian ekonomi akibat
penyakit ikan, biasanya angka yang tercatat lebih didasarkan pada laporan parsial
yang sangat mungkin hanya merupakan puncak “gunung es” dari kondisi yang
sesungguhnya. Sebagai gambaran, akibat infeksi “luminescent vibriosis” pada
udang windu telah mengakibatkan kerugian puluhan milyar rupiah pada awal tahun
1990-an. Sejak tahun 1994 hingga kini, kerugian akibat White Spot Syndrome Virus
(WSSV) pada budidaya udang windu diperkirakan mencapai lebih dari 100 milyar
rupiah/tahun. Akibat kasus penyakit Koi Herpesvirus (KHV) selama periode 2002
hingga akhir 2006, secara kumulatif diperkirakan telah menimbulkan kerugian lebih
dari 150 milyar rupiah. Kerugian tidak langsung yang berkaitan dengan kasus
penyakit ikan relatif sulit dihitung nilainya, karena hal ini terkait dengan kredit macet,
pengangguran, inefisiensi penggunaan lahan budidaya, terhambatnya investasi
baru, dan industri saprokan (pakan, mesin-mesin perikanan, dll.) menjadi terganggu.
6
Monitoring dan Surveillance
Sampling yaitu istilah untuk pengambilan sample yaitu suatu kelompok kecil
dari suatu elemen atau unit kepentingan (unit of interest, misalnya populasi ikan
atau udang) yang dipilih dari suatu populasi. Sampling dalam surveillance sangat
ditentukan oleh tujuannya misalnya berdasarkan target khusus (spesies atau
penyakit tertentu) dan macam unit budidaya. Dengan demikian, pada pelaporannya
penyebutan strategi samplingnya perlu diungkapkan. Selanjutnya data yang
diperoleh harus dianalisa dengan metodologi yang tepat.
7
Idealnya pengambilan sampel dilakukan pada semua populasi tetapi hal
tersebut tentu tidak mungkin dilakukan. Oleh sebab itu, salah satu cara adalah
memperkirakan populasi ikan yang berisiko terinfeksi penyakit. Kejadian penyakit
yang berlangsung dalam suatu populasi dilakukan melalui serangkaian penelitian
mulai pengamatan di lapangan hingga pemeriksaan laboratorium. Hasil atau
gambaran yang diperoleh sangat tergantung pada sensitivitas dan spesifikasi
metoda yang digunakan dan nilai perkiraan yang dibuat. Untuk mendapat gambaran
tentang kejadian suatu penyakit pada suatu unit dapat dilakukan pengepulan atau
menjadikan satu semua sampel yang diperoleh (pooled) selanjutnya dianalisa.
8
Pada umumnya ada 2 kategori penentuan tingkat prevalensi, infeksi penyakit
yang penyebarannya cepat dengan dugaan prevalensi yang terinfeksi >5% dan
lambat dengan dugaan prevalensi yang 1-5%. Tetapi jika informasi yang ada tidak
memungkinkan untuk menentukan sifat penularan penyakit, maka prevalensinya
ditentukan 2%.
9
BAB III
METODA PENGAMATAN
Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
A. Bahan:
Kuisioner monitoring
Ethanol (p.a)
TCBS agar
TSA agar
Ammonia salycilate
Ammonia cyanurate
NitriVer
NitraVer
Ammonium visicolor test kit
Nitrit visicolor test kit
Glyserol
NaOH
HCl
Indikator phenolphtalein
H2SO4
Buffer pH 4,01
Buffer pH 7,0
Buffer pH 10,0
Larutan elektrolit
Formalin
B. Peralatan
Global Positioning System
Bathimetri
Hand Refraktometer
DO meter
pH meter
HACH DR 890 Kolorimeter
HANNA C203 Ion Specific meter
Inkubator
10
Kamera digital
Buret
Statif dan klem
Glassware
Dissecting set
Horizontal Water Sampler
Didalam melakukan sampling, baik air atau ikan, patokan yang digunakan oleh
Tim Monitoring Pemantauan Kesehatan Ikan dan Lingkungan adalah SNI dan
juknis yang direkomendasikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
1.1 Untuk penentuan tentang titik sampling, didasarkan pada prinsip tempat
pengambilan sampel dapat mewakili kualitas badan perairan.
1.2 Membuat persyaratan wadah contoh, diantaranya :
a) Menggunakan bahan gelas atau plastik Poli Etilen (PE) atau Poli
Propilen (PP) atau Teflon (Poli Tetra Fluoro Etilen, PTFE);
b) dapat ditutup dengan kuat dan rapat; tidak mudah pecah
c) bersih dan bebas kontaminan;
d) contoh/sampel tidak berinteraksi dengan wadah yang digunakan.
11
1.3 Persiapan Wadah Sampel
a) untuk menghindari kontaminasi contoh di lapangan, seluruh wadah
contoh harus benar-benar dibersihkan di laboratorium sebelum
dilakukan pengambilan contoh.
b) wadah yang disiapkan jumlahnya harus selalu dilebihkan dari yang
dibutuhkan, untuk jaminan mutu, pengendalian mutu dan cadangan.
c) Jenis wadah contoh dan tingkat pembersihan yang diperlukan
tergantung dari jenis contoh yang akan diambil.
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
13
Lokasi 2
14
B. Data Analisa Laboratorium
Lokasi 1
SPESIFIKASI
PARAMETER SATUAN HASIL UJI METODE
No
PARAMETERS UNIT TEST RESULT METHODE
SPESIFICATION
1 pH 7,95 SNI 06-6989.11-2004
o IKM/5.4.4/BBL-B
2 Salinitas /oo 32
(Refraktometrik)
3 Temperatur ºC 30,2 Elektrometri
4 Kedalaman m 3 Elektrometri
15
Lokasi 2
SPESIFIKASI
PARAMETER SATUAN HASIL UJI METODE
No
PARAMETERS UNIT TEST RESULT METHODE
SPESIFICATION
1 pH 8,03 SNI 06-6989.11-2004
o IKM/5.4.4/BBL-B
2 Salinitas /oo 32
(Refraktometrik)
3 Temperatur ºC 30,2 Elektrometri
4 Kedalaman m 3 Elektrometri
16
IV.2 Pembahasan
Lokasi
Monitoring
17
Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
Jumlah penduduk pada tahun 2001 di lima desa Kecamatan Senayang
sebanyak 3.454 iwa, dan di dua desa Kecamatan Lingga sebanyak 1.917 jiwa.
Kegiatan ekonomi Kabupaten Lingga ditopang oleh hasil perikanan yang
menyumbangkan 46%. Oleh karenanya sangat wajar, bila industri perkapalan
tradisional (pompong) cukup tumbuh dengan baik. Pengrajin telah
menggunakan peralatan semi modern dengan teknologi pembuatan secara
turun temurun. Beberapa etnis yang tinggal di daerah ini adalah suku Melayu,
Cina, Flores, Buton, Minang, dan Bugis. Etnis terbesar adalah Melayu, dengan
agama Islam yang kuat.
Potensi Perikanan
Potensi perikanan yang cukup tinggi dapat dilihat dari teridentifikasinya jenis
ikan ekonomis yang ditangkap nelayan seperti ikan tenggiri, sunu, kerapu,
selar, dan lain-lain. Kegiatan perikanan lainnya adalah budidaya, yang
dilakukan sebagai kegiatan sampingan nelayan bubu. Adapun kegiatan
budidayanya adalah karamba dan rumput laut.
Budidaya karamba lebih cenderung pada penangkaran hasil tangkap bubu
yang belum cukup ukuran. Jenis ikan yang menjadi primadona untuk
dibesarkan anata lain ikan sunu, ketarap, dan gelam.
Beberapa jenis ikan hias yang terdapat di Kepulauan Riau menjadi komoditas
ekspor yang cukup potensial untuk mendongkrak perekonomian
masyarakat. Caesio sp, Caranx sp, Ephinephelus sp, Amphiprion sp adalah
jenis-jenis ikan hias yang sangat populer di kalangan masyarakat nelayan,
akan tetapi bagi mereka Caesio sp lebih favorit untuk diekspor.
Iklim
Senayang dan Lingga dipengaruhi oleh empat musim lokal, yaitu musim utara,
selatan, timur dan barat. Musim utara paling berpengaruh baik terhadap
lingkungan maupun dampaknya kepada kehidupan manusia. Klimatologi pada
umumnya beriklim basah dengan curah hujan per tahun rata-rata sekitar 2.214
mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 110. Temperatur terendah 220C dan
tertinggi 320C dengan kelembaban udara 85%.
Kondisi Perairan
Perairan di sekitar wilayah Senayang dan Lingga umumnya mempunyai
kedalaman yang relative dangkal yaitu sekitar 40 m dengan dasar lumpur
berpasir dan berkarang. Salinitas perairan daerah ini antara 28%-35%.
Kecepatan arus dan perbedaan pasang surut tidak sebesar di Selat Malaka.
Perairan daerah ini dipengaruhi oleh massa air yang datang dari Laut Cina
Selatan dan Laut Jawa.
18
Kondisi Ekosistem Perairan
Spesies-spesies bakau yang paling dominan dijumpai adalah Rhizophora
apiculata, Sonneratia alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza,
Aegiceras corniculatum, dan Pempis acidula. Di dalam ekosistem hutan bakau
hidup berbagai fauna seperti kera, buaya, ular bakau, dan beragam burung. Di
kawasan perairan ditemukan keanekaragaman jenis karang yang cukup tinggi
terutama dari genus Acropora. Jenis karang yang ditemukan
adalah coral submassive, Acropora tabulate, Acropora branching, Acropora
digitata, dan coral mushroom.
Jenis ikan yang banyak ditemukan di perairan adalah tenggiri, cakalang, sunu,
kerapu, hiu, selar, dan lain-lain. Ikan hias menjadi favorit untuk diekspor adalah
ikan ekor kuning (Caesio sp) dan Kerapu sunu.
19
B. Pengelolaan Budidaya di Lokasi Monitoring
Unit budidaya milik Ibu Azizah merupakan unit budidaya tradisional dengan
jumlah KJT sebanyak 2 unit dengan ukuran masing-masing 3 x 3 m. Jenis
komoditas budidaya yang dikembangkan adalah Ikan Kerapu Sunu
sebanyak 600 ekor.
20
Berdasarkan hasil pengamatan secara mikrobiologis, bahwa ikan dengan
gejala klinis : (1) Luka di permukaan tubuh, (2) Gelembung renang
membengkak, (3) hati pucat, dan (4) terdapat kutu pada insang, telah
terinfeksi oleh bakteri Vibrio sp.
(1) (2)
Gambar, (1) Luka di permukaan tubuh dan (2) Hati ikan berwarna pucat
21
Manajemen Budidaya di Lokasi bu Azizah
Unit KJT Bu Azizah yang sudah beroperasi sejak 6 – 8 bulan yang lalu
belum menerapkan konsep CBIB dan Biosekuriti yang baik. Salah satu
indikatornya adalah frekuensi pergantian jaring yang dilakukan hanya 1
(satu) kali dalam waktu 6(enam) bulan pemeliharaan. Hal ini tentunya akan
memberikan waktu yang cukup banyak bagi pertumbuhan hama fouling di
sisi jaring dan media yang cukup baik untuk perkembangan parasit.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, ikan dengan gejala klinis luka di
tubuh, direndam dengan air tawar selama 10-15 menit. Metode ini
merupakan metode yang sangat mudah untuk mengetahui adanya infeksi
karena bila ada parasit akan segera berubah warna menjadi putih didalam
air tawar tersebut. Dari metode perendaman ini diduga bahwa ikan Kerapu
sunu yang dibudidayakan oleh Ibu Azizah terinfeksi oleh parasit jenis
Capsalid. Parasit jenis Capsalid ini meliputi beberapa spesies dan
mempunyai kesamaan morphologi yaitu berbentuk oval (lonjong) dan
gepeng dengan sepasang sucker bulat (anterior sucker) pada tepi bagian
depan dan sebuah haptor besar (opisthapthor) pada tepi bagian belakang.
Secara gejala klinis parasit Capsalid ini memperlihatkan gejala antara lain :
kehilangan nafsu makan, tingkah laku berenangnya lemah dan adanya
perlukaan karena infeksi sekunder bakteri. Secara spesifik terlihat adanya
mata putih keruh, yang menimbulkan kebutaan yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Sebaliknya jenis Capsalid yang lain tidak meyebabkan mata
putih keruh pada ikan yang teinfeksi
Manajemen Pakan
22
B.2 Unit Budidaya Bp. A Cuang
Unit budidaya milik Bp. A Cuang bisa dikategorikan sebagai unit budidaya
tradisional plus. Disebut plus karena unit budidaya yang ada juga digunakan
sebagai unit pengumpul dari hasil tangkapan masyarakat setempat.
Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa Bp. A Cuang memiliki 7
(tujuh) unit KJT dimana 2 (dua) diantaranya dipergunakan sebagai unit
penampungan hasil tangkapan alam dimana lama waktu pemeliharaan 3 –
5 hari sebelum dijual ke konsumen.
(1) (2)
Gambar. (1) unit KJT Bp. Acuang dan (2) proses penimbangan hasil
tangkapan alam masyarakat di KJT Bp. A Cuang.
23
Dari pengamatan secara mikrobiologis, diketahui bahwa ikan Kerapu Sunu
khusunya yang berasal dari kegiatan budidaya sudah terinfeksi oleh bakteri
Vibrio sp dan memiliki gejala infeksi parasit Capsalid seperti yang ada di
unit KJT milik Bu Azizah. Sementara dari pengamatan virus dengan
menggunakan metoda PCR (Polymerase Chain Reaction) hasil analisa
menunjukkan ikan negatif terserang virus VNN.
Gambar. (1) sampel ikan purposive, (2) pengambilan organ mata untuk
analisa VNN dan (3) isolasi di media agar.
24
Manajemen Budidaya
Manajemen Pakan
25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Pedoman Umum Monitoring dan Surveilance Hama dan Penyakit Ikan.
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Direktorat Kesehatan Ikan Dan Lingkungan
Cameron, A. 2002. Survey Toolbox for Aquatic Animal Diseases. A Practical Manual and
Software Package. ACIAR Monograph, No. 94, 375p.
Crosa, J.H., M.A. Walter, and S.A. Potter, 1983. The genetic of plasmid-mediated virulence
in the marine fish pathogen Vibrio anguillarum. Bacterial and viral diseases of fish.
Molecular studies. A Washington Sea Grant Pub. Univ. of Washington, Seattle.
Effendi, Hefni, 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Egusa, S. 1983. Disease problem on Japanese Yellow tail (Seriola quinquiradiata), culture :
A riview. In Stewrt, J.E. (ed) Diseases of comercially important Marine fish and
Shellfish. Conseil International pour l'Exploration de la Mer, Copenhagen p 10-18.
Evelyn, T.P.T., 1984. Immunization against pathogenic Vibrio. Symposium on fish
Vaccination. OIE, Paris 20-22 February 1984.
Ghufran, M. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Glamuzina, B., N. Glavic, B. Skaramuca, V. Kozul and P. Turtman, 2001. Early development
of the hybrid Epinephelus costal (male) x E. marginatus (female). Aquaculture 198
(1-2) 55-61
Irianto, agus, 2010, Sampling Untuk Monitoring dan Surveillance Penyakit Ikan, makalah
disampaikan pada pertemuan monitoring dan surveillance Hotel Salak Bogor, Jawa
Barat.
Johnny, F. dan D. Roza. 2002. Kejadian Penyakit pada Budidaya Ikan Kerapu dan Upaya
Pengendaliannya. Laporan Hasil Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya
Laut Gondol, Bali. 14 hal.
Johnny, F., dan Prisdiminggo. 2002. Studi Kasus Penyakit Fin Rot Pada Ikan Kerapu
Macan, Epinephelus Fuscoguttatus Di Karamba Jaring Apung Teluk Ekas, Desa
Batunampar, Lombok Timur, NTB. Laporan Hasil Penelitian Balai Besar Riset
Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali. 9 hal.
Kraxberger-Beatty, T., D.J. Mc. Garey, H.J. Grier and D.V. Lim. 1990. Vibrio harveyi an
Opportunistic Pathogen of Common Snook, Centropomus undecimalis (Bloch), Held
in Captivity. Journal Fish Diseases. 13:557-560.
Koesharyani, I. and Zafran. 1997. Studi Tentang Penyakit Bacterial Pada Ikan Kerapu.
Jur. Pen. Perikanan Indonesia. III(4):35-39.
Koesharyani, I., D. Roza, K. Mahardika, F. Johnny, Zafran and K. Yuasa. 2001. Marine Fish
and Crustaceans Diseases in Indonesia In Manual for Fish Diseases Diagnosis II (Ed.
by K. Sugama, K. Hatai and T. Nakai). 49 p. Gondol Research Station for Coastal
Fisheries, CRIFI and Japan International Cooperation Agency.
Muroga, K., Gilda Lio-Po, C. Pitogo and R. Imada. 1984. Vibrio sp. isolated from Milkfish
(Chanos chanos) With Opaque Eyes. Fish Pathology. 19(2):81-87.
Post, G. 1987. Texbook of Fish Health. T.F.H. Publications Inc. USA. 288 pp.
Taukhid, 2010, Dukungan Monitoring dan Pemetaan Sebaran Jasad Patogen Bagi Upaya
Pengendalian Penyakit Ikan, Makalah, Disampaikan di Hotel Salak pada pertemuan :
Penyusunan Pedoman Umum Monitoring dan Surveillance, Bogor.
27