You are on page 1of 27

MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN

DAN LINGKUNGAN DI KECAMATAN SENAYANG


KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DISUSUN OLEH :

ROMI NOVRIADI, S.Pd,kim


SITTA APRIANING, S.Pi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM
2011

1
MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN DI
KECAMATAN SENAYANG, KABUPATEN LINGGA
PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Romi Novriadi
Balai Budidaya Laut Batam
Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam
PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422
E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id

Abstrak

Kecamatan Senayang merupakan salah satu derah yang masuk kedalam


wilayah administratif Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki potensi kelautan dan
perikanan cukup besar. Jenis komoditas budidaya utama yang dikembangkan
diantaranya adalah Kerapu sunu (Plectropomus leopardus), Kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus) dan Kakap merah (Lutjanus spp). Potensi ini juga
didukung oleh Permintaan pasar terhadap ikan kerapu yang memiliki
kecenderungan terus meningkat, baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor.
Dalam hal upaya pengembangan sektor perikanan budidaya sering kali
terkendala oleh serangan penyakit ikan dan penurunan mutu lingkungan. Untuk
mengetahui jenis mikrorganisme patogen yang menyerang ikan budidaya dan
kondisi keragaan kualitas perairan maka Laboratorium Kesehatan Ikan dan
Lingkungan Balai Budidaya Laut Batam telah melakukan pengamatan baik di
lapangan maupun di laboratorium melalui satu paket kegiatan monitoring penyakit
ikan dan lingkungan.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa Ikan budidaya di Kecamatan
Senayang telah terinfeksi oleh parasit Capsalid dan bakteri Vibrio sp, sementara
pengamatan virus VNN menunjukkan hasil negatif. Dan untuk analisa kualitas
lingkungan perairan, secara umum parameter yang diamati cukup optimal dalam
mendukung produksi budidaya perikanan, kecuali parameter NH3 yang memiliki
konsentrasi 0,03 mg/l.

Kata kunci : Monitoring, penyakit ikan, lingkungan, Senayang

2
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Pendahuluan

Indonesia memiliki panjang garis pantai 81,000 km, sehingga dengan kondisi
geografis ini menjadikan Indonesia sebagai negara maritim dengan garis pantai
terpanjang ke dua di dunia setelah Kanada. Dengan garis pantai sepanjang ini,
Indonesia baru bisa memproduksi Udang 350 ribu ton/tahun, dari yang seharusnya
mampu untuk menghasilkan 10 juta ton udang/tahun. Produksi perikanan kita juga
saat ini hanya mampu mencapai kira-kira 6,5 juta ton/tahun, walaupun begitu, hasil
ini telah menempatkan Indonesia sebagai negara produsen ikan ke 5 terbesar di
dunia.

Apabila dikelola dengan baik dan benar, seharusnya Indonesia bisa


memproduksi ikan sebanyak 9,5 ton/tahun. Begitu banyak potensi yang dapat
dikembangkan diantaranya adalah potensi budidya perikanan laut, air payau, dan air
tawar. Hamparan terumbu karang Indonesia mencapai luasan 85 ribu km2, dengan
potensi produknya dapat mencapai 46,73 ton/tahun namun baru termanfaatkan
sekitar 1 juta ton/tahun. Padahal konsumsi ikan laut dunia makin tinggi dari waktu ke
waktu.

Nilai komoditas perikanan dan kelautan sesungguhnya amat besar, karena


pengelolaan sektor kelautan dan perikanan yang saat ini belum optimal, maka
sektor ini hanya mampu memberikan sumbangan bagi PDB sebesar 2,51% (Tahun
2006) dengan nilai ekspor mencapai US$ 2,1 milyar (meningkat 9,1% dibandingkan
dengan tahun 2005). Jumlah tenaga kerja di sektor perikanan sebanyak 6,1 juta
orang. Untuk Industri pengembangan pengolahan hasil perikanan, tenaga kerja
yang terserap pada tahun 2006 mencapai 310 ribu orang (total 600 ribu orang bila
juga memperhitungkan tenaga kerja yang terserap pada kegiatan pemasaran ikan
seperti : Transportasi, distribusi, penanganan, grosiran, eceran, dll)

Bila ditinjau dari sisi geografis, Provinsi Kepulauan Riau juga menyimpan
potensi yang cukup besar di sektor kelautan dan perikanan. Dengan luas wilayah
yang hampir 90 % adalah lautan dan memiliki ribuan pulau baik besar maupun kecil,
sangat mendukung untuk pengembangan produksi perikanan budidaya. Dan salah
satu daerah yang memiliki potensi untuk dijadikan sentra produksi perikanan
budidaya adalah Kecamatan Senayang-Kabupaten Lingga.

Namun dalam hal pengembangan perikanan budidaya sering kali terkendala


oleh serangan penyakit ikan dan penurunan mutu lingkungan. Untuk pencapaian
target produksi maka 2 (dua) faktor ini perlu mendapat perhatian serius
sebagaimana faktor-faktor lainnya seperti ketersediaan in put produksi, teknologi
dan modal usaha. Walaupun secara teknis teknologi produksi telah dikuasai akan
tetapi jika tidak diikuti dengan manajemen kesehatan ikan dan lingkungan yang baik,
maka keberhasilan usaha tidak dapat dijamin.

3
Pada prinsipnya manajemen kesehatan ikan adalah melalui maksimalisasi
kondisi dan ketahanan tubuh ikan, minimalisasi keberadaan patogen di dalam tubuh
dan lingkungan serta optimalisasi kualitas lingkungan. Jika ketiga faktor ini terpenuhi
maka serangan penyakit ikan dapat ditekan. Akan tetapi pada pelaksanaanya di
lapangan 3 (tiga) faktor tersebut di atas sulit dipenuhi, sehingga kejadian ikan sakit
bahkan mati tidak dapat dihindarkan. Keberadaan patogen pada tubuh ikan dan
lingkungan/perairan diperburuk oleh kualitas lingkungan yang tidak optimal karena
adanya pencemaran dan aplikasi teknologi yang tidak tepat seperti: padat tebar
yang tinggi dan kontruksi unit budidaya yang tidak sesuai teknologi anjuran.

Oleh karena itu, untuk mendukung optimalisasi produksi perikanan budidaya


khususnya di Kecamatan Senayang dengan melakukan pengamatan secara intensif
terhadap serangan penyakit ikan dan penurunan mutu lingkungan, Maka tim
Laboratorium Kesling Balai Budidaya Laut Batam melakukan kegiatan monitoring
hama dan penyakit ikan di Kecamatan Senayang untuk mendapatkan data tentang
sebaran penyakit ikan dan kondisi keragaan lingkungan budidaya perikanan.

I.2 Tujuan Kegiatan

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka tujuan kegiatan


pemantauan ini adalah:
1. Mengetahui sebaran jenis penyakit ikan di Kecamatan Senayang-Kabupaten
Lingga
2. Mengetahui kondisi keragaan kualitas lingkungan di Kecamatan Senayang-
Kabupaten Lingga dalam upaya mendukung produksi perikanan budidaya
berkelanjutan.
3. Mengetahui pola manajemen pemeliharaan budidaya dan penanganan
penyakit ikan pada daerah budidaya khususnya di unit pembudidayaan ikan
Kecamatan Senayang-Kabupaten Lingga

1.3 Manfaat Kegiatan

1. Dari segi pengembangan ilmu pengetahuan hasil penelitian ini diharapkan


dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan bidang pengelolaan
manajemen budidaya.
2. Bagi masyarakat, hasil pengamatan ini diharapkan dapat dijadikan rujukan
dalam inventarisir dan penentuan lokasi budidaya khususnya di Kecamatan
Senayang-Kabupaten Lingga
3. Bagi pengambil kebijakan, hasil pengamatan ini dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam mengembangkan dan mewujudkan kemajuan
budidaya ikan di Kecamatan Senayang-Kabupaten Lingga

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Mikroorganisme Patogen atau bibit penyakit yang menyerang ikan secara


alami terdapat dan hidup selaras di lingkungan perairan. Dalam kegiatan budidaya
munculnya penyakit akibat adanya interaksi antara ikan dengan mikroorganisme
patogen (bibit penyakit) dan lingkungannya dalam kondisi yang memungkinkan.
Apabila keseimbangantiga komponen ini bisa dipertahankan maka permasalahan
penyakit tidak akan muncul. Tetapi apabila salah satu atau lebih komponen diatas
keseimbangannya terganggu, maka ikan budidaya rentan terserang penyakit.
Gabungan interaksi ini secara umum diistilahkan hubungan inang-mikroorganisme
patogen-lingkungan yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Inang / Ikan Lingkungan

Penyakit

Mikroorganisme
Patogen

Gambar 1. Hubungan inang-mikroorganisme patogen-lingkungan

Perubahan dalam kesetimbangan ketiga faktor ini seperti menurunnya


kualitas air bisa menyebabkan ikan stres, menurun daya tahan tubuhnya,
mikroorganiseme patogen meningkat sehingga menyerang ikan budidaya.

Sifat kebal ataupun rentannya ikan terhadap suatu penyakit tergantung dari :
 Umur atau ukuran ikan : Secara umum semakin besar ukuran biasanya ikan
semakin tahan terhadap serangan penyakit. Meskipun ada beberapa jenis
penyakit yang lebih sering ditemukan di stadia benih daripada di pembesaran
 Spesies / jenis. masing masing spesies mempunyai ketahanan berbeda.
Satu jenis patogen sering dijumpai pada spesies tertentu atau spesies
tertentu bisa sangat rentan terhadap suatu jenis patogen.
 Sistim kekebalan. Secara umum kekebalan tubuh ikan akan meningkat
seiring dengan pertambahan umur dan ukuran ikan. Sistim kekebalan tubuh
ikan dapat ditingkatkan melalui vaksinasi, pemberian imunostimulan, atau
vitamin
 Nutrisi. Nutrisi yang cukup secara kuantitas maupun mengandung zat-zat
yang dibutuhkan oleh ikan akan meningkatkan daya tahan tubuh ikan .

5
Penyakit ikan merupakan kendala penting dan umum dialami dalam budidaya
ikan di laut. Penyakit ikan menyerang baik di perbenihan maupun di pembesaran.
Semakin luas dan semakin intensif usaha budidaya ikan semakin meningkat
intensitas serangan apalagi menggunakan pakan ikan rucah segar. Untuk ikan
kerapu, terutama di perbenihan ada beberapa jenis penyakit yang sering
menyerang. Penyebab penyakit dapat dibagi dua golongan yaitu non hayati yang
bersifat non infeksius dan hayati yang bersifat infeksius. Penyebab penyakit non
hayati terutama kualitas air yang rendah, pakan yang kurang tepat dan kelainan
genetik. Penyebab penyakit hayati umumnya tergolong parasit, jamur, protozoa,
bakteri dan virus. Tingkat kematian oleh serangan penyakit cukup tinggi. Dalam
keadaan wabah dapat mencapai 80-100 %. Usaha pengendalian telah dilakukan
dengan seleksi induk, perbaikan kualitas air dan pakan serta penggunaan obat-
obatan tetapi hasilnya masih belum memuaskan.

Hingga kini belum tersedia data yang pasti tentang kerugian ekonomi akibat
penyakit ikan, biasanya angka yang tercatat lebih didasarkan pada laporan parsial
yang sangat mungkin hanya merupakan puncak “gunung es” dari kondisi yang
sesungguhnya. Sebagai gambaran, akibat infeksi “luminescent vibriosis” pada
udang windu telah mengakibatkan kerugian puluhan milyar rupiah pada awal tahun
1990-an. Sejak tahun 1994 hingga kini, kerugian akibat White Spot Syndrome Virus
(WSSV) pada budidaya udang windu diperkirakan mencapai lebih dari 100 milyar
rupiah/tahun. Akibat kasus penyakit Koi Herpesvirus (KHV) selama periode 2002
hingga akhir 2006, secara kumulatif diperkirakan telah menimbulkan kerugian lebih
dari 150 milyar rupiah. Kerugian tidak langsung yang berkaitan dengan kasus
penyakit ikan relatif sulit dihitung nilainya, karena hal ini terkait dengan kredit macet,
pengangguran, inefisiensi penggunaan lahan budidaya, terhambatnya investasi
baru, dan industri saprokan (pakan, mesin-mesin perikanan, dll.) menjadi terganggu.

Upaya pengendalian penyakit pada perikanan budidaya dapat dilakukan


secara teknis dan non-teknis. Pendekatan secara teknis umumnya dilakukan melalui
aktivitas pencegahan (desinfeksi, biosecurity, vaksinasi, imunopropilaksis, dll.), dan
aktivitas pengobatan dengan menggunakan bahan kimia dan/atau antibiotik.
Sedangkan pendekatan non-teknis umumnya dilakukan melalui regulasi yang terkait
langsung dengan strategi pengelolaan kesehatan ikan, antara lain melalui
pembatasan penyebaran patogen target (zonasi), pelestarian lingkungan, serta
penggunaan komoditas dan/atau populasi yang lebih tahan terhadap infeksi jenis
patogen tertentu. Untuk dapat melakukan upaya pengendalian penyakit ikan secara
dini dan terencana, program monitoring jasad patogen potensial merupakan salah
satu perangkat (tools) yang aplikatif, realistis dan relatif murah. Monitoring &
pemetaan sebaran (geographical distribution) jasad patogen pada ikan merupakan
salah satu kegiatan yang outputnya dapat digunakan dalam upaya pengendalian
penyakit ikan, baik pada level usaha, kawasan/sentra budidaya, administratif
pemerintahan (antar daerah), dalam suatu negara, ataupun perdagangan produk
perikanan antar negara. Aktivitas monitoring penyakit ikan memerlukan adanya
pedoman dan sistem yang aplikatif dan integrative; dukungan sumber daya
manusia, sarana, prasarana dan dana yang memadai. (Taukhid, 2010)

6
Monitoring dan Surveillance

Monitoring dan surveillance penyakit ikan merupakan salah satu komponen


utama dalam manajemen kesehatan ikan. Monitoring penyakit ikan yaitu suatu
aktivitas atau serangkaian kegiatan terus menerus yang ditujukan untuk memantau
perubahan-perubahan yang terjadi pada prevalensi kejadian penyakit dan
perubahan lingkungan. Dalam monitoring, observasi atau pengamatan yang kritis,
pencatatan parameter biologis dan non-biologis, pencatatan dan penyimpanan data,
analisa data dan komunikasi merupakan komponen aktivitas di dalamnya. Dengan
demikian monitoring sebetulnya merupakan suatu rangkaian aktivitas proaktif
pemangku kepentingan manajemen kesehatan ikan.

Surveillance kesehatan ikan didefinisikan secara bebas sebagai tindakan


investigasi pada suatu populasi tertentu atau wilayah tertentu untuk mendeteksi
kejadian penyakit. Kegiatan tersebut ditujukan untuk pengendalian wabah penyakit.
Dalam melakukan surveillance, pengumpulan, analisa dan diseminasi informasi
tentang kesehatan ikan dalam suatu lingkup tertentu dilakukan secara sistimatis,
tindakan yang dilakukan memungkinkan dilakukannya test laboratorium.

Surveillance dapat dilakukan secara pasif dan aktif. Surveillance pasif


mendasarkan kegiatan dari pengumpulan informasi, menganalisanya dan
mendesiminasikan informasi tersebut. Adapun surveillance aktif dilakukan melalui
pengumpulan data penyakit secara aktif dengan mengikuti suatu rancangan yang
terstruktur dan terencana, dan terutama ditujukan untuk kepentingan khusus
misalnya dilakukan terhadap target penyakit atau keadaan tertentu.

Pada dasarnya surveillance ditujukan untuk menunjukkan bahwa dalam suatu


area atau wilayah tidak ditemukan penyakit, mengidentifikasi kejadian-kejadian yang
ditentukan dalam artikel 1.1.3 dari Aquatic Code yang dikeluarkan OIE dan atau
organisasi semacam, dan memastikan kejadian atau distribusi penyakit-penyakit
endemik, prevalensinya dan insiden yang terjadi. Surveillance yang baik akan
menguntungkan bagi kepentingan budidaya, perdagangan nasional dan
internasional (sertifikasi) serta pelaporan dan verifikasi terhadap kesehatan ikan
yang dituntut oleh komunitas internasional seperti pelaporan dan verifikasi melalui
NACA dan OIE.

Sampling untuk Monitoring dan Surveillance

Sampling yaitu istilah untuk pengambilan sample yaitu suatu kelompok kecil
dari suatu elemen atau unit kepentingan (unit of interest, misalnya populasi ikan
atau udang) yang dipilih dari suatu populasi. Sampling dalam surveillance sangat
ditentukan oleh tujuannya misalnya berdasarkan target khusus (spesies atau
penyakit tertentu) dan macam unit budidaya. Dengan demikian, pada pelaporannya
penyebutan strategi samplingnya perlu diungkapkan. Selanjutnya data yang
diperoleh harus dianalisa dengan metodologi yang tepat.

7
Idealnya pengambilan sampel dilakukan pada semua populasi tetapi hal
tersebut tentu tidak mungkin dilakukan. Oleh sebab itu, salah satu cara adalah
memperkirakan populasi ikan yang berisiko terinfeksi penyakit. Kejadian penyakit
yang berlangsung dalam suatu populasi dilakukan melalui serangkaian penelitian
mulai pengamatan di lapangan hingga pemeriksaan laboratorium. Hasil atau
gambaran yang diperoleh sangat tergantung pada sensitivitas dan spesifikasi
metoda yang digunakan dan nilai perkiraan yang dibuat. Untuk mendapat gambaran
tentang kejadian suatu penyakit pada suatu unit dapat dilakukan pengepulan atau
menjadikan satu semua sampel yang diperoleh (pooled) selanjutnya dianalisa.

Maksud dari pengambilan sampel dari suatu populasi yaitu menentukan


serangkaian unit populasi yang dapat mewakili objek yang diteliti seperti ada-
tidaknya penyakit tertentu dalam suatu populasi. Dalam banyak hal, metoda
sampling yang digunakan dapat bervariasi menurut kondisi tertentu seperti area
budidaya, sistim budidaya atau jenis penyakit. Sesungguhnya dalam pengambilan
sampel (sampling) ada 2 teknik yaitu probability sampling (random sampling) dan
non probability sampling

Non probability sampling dalam metode ini, probabilitas anggota populasi


hewan yang dipilih tidak diketahui dan ada kecenderungan kelompok tertentu
mendapat perhatian lebih dari kelompok lainnya. Contoh metode ini yaitu:
1. metode Convenience sampling yang mendasari pemilihan sampel atas
alasan kemudahan mendapatkan
2. metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel ditujukan untuk
kepentingan tertentu
Adapun metoda sampling yang lebih menjamin akurasi dan mencegah bias
yaitu metoda random sampling. Random sampling dapat mengurangi kemungkinan
inferensi (asumsi bahwa status seluruh populasi sama dengan sampel yang diamati)
yang mungkin saja tidak tepat, dan mencegah terjadinya bias.

.Dalam pengambilan sampel, jumlah sampel yang diambil harus “cukup”


sesuai dengan tujuan surveillance yaitu mengetahui prevalensi penyakit, estimasi
insiden penyakit dan untuk deteksi penyakit atau menentukan status freedom from
disease.

Ukuran sampel Monitoring dan Surveillance

Jumlah unit suatu populasi yang diambil sampelnya harus diperhitungkan


menggunakan teknik statistika yang valid, sehingga setidaknya harus
mempertimbangkan:
1. sensitivitas dan spesifisitas metoda atau sistim diagnostik atau pengujian
penyakit yang digunakan
2. prevalensi
3. tingkat kepercayaan terhadap hasil yang diperoleh

8
Pada umumnya ada 2 kategori penentuan tingkat prevalensi, infeksi penyakit
yang penyebarannya cepat dengan dugaan prevalensi yang terinfeksi >5% dan
lambat dengan dugaan prevalensi yang 1-5%. Tetapi jika informasi yang ada tidak
memungkinkan untuk menentukan sifat penularan penyakit, maka prevalensinya
ditentukan 2%.

Untuk kepentingan surveillance yang mendiskripsikan pola penyakit yaitu


perkiraan prevalensi dan insiden terjadinya penyakit, maka besaran sampel dan
interval pengambilan sampel sangat menentukan ketepatan perkiraan. Data yang
diperoleh selanjutnya dianalisa statistik. Pada hakekatnya semakin besar sample
yang digunakan, data yang diperoleh semakin valid karena mampu menggambarkan
kondisi yang ada secara lebih baik.
( Agus Irianto, 2010, Sampling Untuk Monitoring dan Surveillance Penyakit Ikan)

9
BAB III
METODA PENGAMATAN

III.1 Waktu Pelaksanaan

Kegiatan pemantauan Kesehatan Ikan dan Lingkungan di Kecamatan


Senayang – Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau ini dilaksanakan pada
hari tanggal 12 - 14 April 2011 di dua titik monitoring yakni, di unit budidaya
Keramba Jaring Tancap Ibu Azizah (Senayang Merdeka) dan Unit budidaya
Keramba Jaring Tancap Bp. A Cuang (Gudang Ikan Senayang)

III.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
A. Bahan:
 Kuisioner monitoring
 Ethanol (p.a)
 TCBS agar
 TSA agar
 Ammonia salycilate
 Ammonia cyanurate
 NitriVer
 NitraVer
 Ammonium visicolor test kit
 Nitrit visicolor test kit
 Glyserol
 NaOH
 HCl
 Indikator phenolphtalein
 H2SO4
 Buffer pH 4,01
 Buffer pH 7,0
 Buffer pH 10,0
 Larutan elektrolit
 Formalin

B. Peralatan
 Global Positioning System
 Bathimetri
 Hand Refraktometer
 DO meter
 pH meter
 HACH DR 890 Kolorimeter
 HANNA C203 Ion Specific meter
 Inkubator

10
 Kamera digital
 Buret
 Statif dan klem
 Glassware
 Dissecting set
 Horizontal Water Sampler

III.3 Metode Pengamatan

Pengamatan pada kegiatan pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan di


lokasi monitoring Kecamatan Senayang-Kabupaten Lingga dilakukan dengan
menggunakan beberapa tahapan, yakni :
1. Metoda Survey, pada tahapan ini metoda survey yang dilakukan adalah
metoda Report generation. Dimana responden langsung menjawab
pertanyaan yang diberikan. Jenis pertanyaan yang diajukan mencakup
tentang : manajemen budidaya ikan, manajemen kesehatan ikan dan
lingkungan.
2. Analisa di lapangan, pada tahapan analisa ini dilakukan untuk pengamatan
parameter –parameter yang mengharuskan analisa dilakukan secara
langsung. Pada tahapan ini mencakup kepada parameter : Visual (Warna,
bau dan rasa), pH (derajat keasaman), oksigen terlarut, Temperatur, dan
isolasi organ target untuk analisa bakteri dengan menggunakan agar TSA
dan TCBS, dikarenakan ikan memiliki borok dan pembengkakan pada
permukaan tubuh
3. Analisa di Laboratorium, pada tahapan ini analisa mencakup parameter-
parameter yang telah di preparasi sebelumnya. Diantaranya adalah : unsur
Nitrogen : Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), Ammonium (NH4), Ammonia (NH3),
Posfat (PO4), alkalinitas, dan uji lanjutan bakteri

Didalam melakukan sampling, baik air atau ikan, patokan yang digunakan oleh
Tim Monitoring Pemantauan Kesehatan Ikan dan Lingkungan adalah SNI dan
juknis yang direkomendasikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Untuk sampling air digunakan SNI 6989.57:2008, dimana kegiatan yang


dilakukan meliputi :

1.1 Untuk penentuan tentang titik sampling, didasarkan pada prinsip tempat
pengambilan sampel dapat mewakili kualitas badan perairan.
1.2 Membuat persyaratan wadah contoh, diantaranya :
a) Menggunakan bahan gelas atau plastik Poli Etilen (PE) atau Poli
Propilen (PP) atau Teflon (Poli Tetra Fluoro Etilen, PTFE);
b) dapat ditutup dengan kuat dan rapat; tidak mudah pecah
c) bersih dan bebas kontaminan;
d) contoh/sampel tidak berinteraksi dengan wadah yang digunakan.

11
1.3 Persiapan Wadah Sampel
a) untuk menghindari kontaminasi contoh di lapangan, seluruh wadah
contoh harus benar-benar dibersihkan di laboratorium sebelum
dilakukan pengambilan contoh.
b) wadah yang disiapkan jumlahnya harus selalu dilebihkan dari yang
dibutuhkan, untuk jaminan mutu, pengendalian mutu dan cadangan.
c) Jenis wadah contoh dan tingkat pembersihan yang diperlukan
tergantung dari jenis contoh yang akan diambil.

1.4 Cara pengambilan contoh dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:


a) Disiapkan alat pengambil contoh yang sesuai dengan keadaan sumber
airnya;
b) Dibilas alat pengambil contoh dengan air yang akan diambil, sebanyak 3
(tiga) kali;
c) Diambil contoh sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan
dalam penampung sementara, kemudian homogenkan;
d) Dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai peruntukan analisis;
e) Dilakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan dan daya
hantar listrik, pH dan oksigen terlarut yang dapat berubah dengan cepat
dan tidak dapat diawetkan;
f) Hasil pengujian parameter lapangan dicatat dalam buku catatan khusus;
g) Pengambilan contoh untuk parameter pengujian di laboratorium
dilakukan pengawetan

Sementara untuk pengamatan hama dan penyakit ikan, pengambilan


sampel metoda sampling yang digunakan dapat bervariasi menurut kondisi
tertentu seperti area budidaya, sistim budidaya atau jenis penyakit.
Sesungguhnya dalam pengambilan sampel (sampling) ada 2 teknik yaitu
probability sampling (random sampling) dan non probability sampling .

Non probability sampling dalam metode ini, probabilitas anggota


populasi hewan yang dipilih tidak diketahui dan ada kecenderungan
kelompok tertentu mendapat perhatian lebih dari kelompok lainnya. Contoh
metode ini yaitu:
1. metode Convenience sampling yang mendasari pemilihan sampel atas
alasan kemudahan mendapatkan
2. metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel ditujukan untuk
kepentingan tertentu

Adapun metoda sampling yang lebih menjamin akurasi dan mencegah


bias yaitu metoda random sampling. Random sampling dapat mengurangi
kemungkinan inferensi (asumsi bahwa status seluruh populasi sama
dengan sampel yang diamati) yang mungkin saja tidak tepat, dan
mencegah terjadinya bias.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

A. Data Survey Monitoring


Untuk pengambilan data dilakukan dengan metode survey Report generation
dengan materi pertanyyan disesuaikan dengan Form Kuisioner Laboratorium
Penguji Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Budidaya Laut batam.
Lokasi 1

Nama Pemilik Ibu Azizah


Alamat Desa Senayang, RT 03 / RW 03
Kecamatan Senayang- Kabupaten Lingga
Provinsi Kepulauan Riau
Jenis Budidaya Keramba jaring Tancap (KJT)
Luas budidaya 2 hole dengan ukuran @ 3 x 3 meter
Tingkat Teknologi Tradisional
Lokasi Budidaya Pemukiman
Sertifikasi Usaha budidaya Negatif
Pakan Rucah
Harga Rp. 3000 / kg
Sumber air Perairan Umum
Komoditas Kerapu Sunu ( jumlah : 600 ekor )
Padat tebar 300 ekor/jaring
Asal Benih Tangkapan alam
Ukuran tebar benih Variatif
50 gr – 200 gr
Biosekuriti Pagar (Negatif)
Penghalang burung (Negatif)
Bahan desinfektan (Negatif)
Tandon (Negatif)
IPAL (Negatif)
Kematian Ikan 10% dari total produksi
Masa serangan Siklus tahunan Januari – Maret, ditandai
dengan banyaknya kutu pada insang ikan
Perubahan Iklim Angin kencang dan arus kuat pada musim
utara membuat perairan menjadi keruh.
Upaya pencegahan yang Perendaman air tawar
dilakukan
Pengggunaan obat dan Negatif
feed suplement
Sistem penjualan Melalui pengumpul
Nilai ekonomis Kerapu Sunu Rp. 180.000/kg

13
Lokasi 2

Nama Pemilik Bp. A Cuang


Alamat Gudang Ikan RT 2/RW 1
Kecamatan Senayang- Kabupaten Lingga
Provinsi Kepulauan Riau
Jenis Budidaya Keramba jaring Tancap (KJT)
Luas budidaya 7 hole dengan ukuran @ 3 x 3 meter
Tingkat Teknologi Tradisional plus
Lokasi Budidaya Pemukiman
Sertifikasi Usaha budidaya Negatif
Pakan Rucah
Harga Rp. 3000 / kg
Sumber air Perairan Umum
Komoditas Kerapu Sunu ( jumlah : 1200 ekor )
Kakap merah (jumlah 300 ekor)
Kerapu hitam (jumlah 600 ekor)
Kakap putih (300 ekor)
Padat tebar 300 ekor/jaring
Asal Benih Tangkapan alam
Ukuran tebar benih Variatif
50 gr – 200 gr
Biosekuriti Pagar (Negatif)
Penghalang burung (Negatif)
Bahan desinfektan (Negatif)
Tandon (Negatif)
IPAL (Negatif)
Kematian Ikan 20% dari total produksi
Masa serangan Siklus tahunan Januari – Maret, ditandai
dengan banyaknya kutu pada insang ikan
Perubahan Iklim Angin kencang dan arus kuat pada musim
utara membuat perairan menjadi keruh.
Upaya pencegahan yang 1. Perendaman air tawar
dilakukan 2. Perendaman dengan Acriflavine,
bekerjasama dengan SMKN1 Senayang
Pengggunaan obat dan Acriflavine
feed suplement
Sistem penjualan Melalui pengumpul
Nilai ekonomis Kerapu Sunu Rp. 180.000/kg
Jenis bntuan yang Tidak ada
diperoleh

14
B. Data Analisa Laboratorium

Lokasi 1

Unit budidaya milik Ibu Azizah

Data analisa Kualitas Perairan

SPESIFIKASI
PARAMETER SATUAN HASIL UJI METODE
No
PARAMETERS UNIT TEST RESULT METHODE
SPESIFICATION
1 pH 7,95 SNI 06-6989.11-2004
o IKM/5.4.4/BBL-B
2 Salinitas /oo 32
(Refraktometrik)
3 Temperatur ºC 30,2 Elektrometri

4 Kedalaman m 3 Elektrometri

5 Oksigen terlarut 6,52 Elektrometri

6 Nitrat (NO3) 0 Kolorimetrik

7 Nitrit (NO2) 0 Kolorimetrik


mg/L
8 Amoniak (NH3) 0,03 Kolorimetrik

9 Posfat (PO4) SA Kolorimetrik

10 Alkalinitas >200 Titrimetri

Data Hasil Analisa Mikrobiologis

KODE SAMPEL PARAMETER HASIL UJI SPESIFIKASI METODE


No
SAMPLE CODE PARAMETERS TEST RESULT METHODE SPESIFICATION
Isolasi dan Identifikasi
Bakteri Vibrio sp
1 Kerapu Sunu Konvensional
Virus Negatif IKM/5.4.1/BBL-B (PCR)

15
Lokasi 2

Unit Budidaya Milik bp. A Cuang

Data analisa Kualitas Perairan

SPESIFIKASI
PARAMETER SATUAN HASIL UJI METODE
No
PARAMETERS UNIT TEST RESULT METHODE
SPESIFICATION
1 pH 8,03 SNI 06-6989.11-2004
o IKM/5.4.4/BBL-B
2 Salinitas /oo 32
(Refraktometrik)
3 Temperatur ºC 30,2 Elektrometri

4 Kedalaman m 3 Elektrometri

5 Oksigen terlarut 7,12 Elektrometri

6 Nitrat (NO3) 0 Kolorimetrik

7 Nitrit (NO2) 0 Kolorimetrik


mg/L
8 Amoniak (NH3) 0,02 Kolorimetrik

9 Posfat (PO4) SA Kolorimetrik

10 Alkalinitas >200 Titrimetri

Data Hasil Analisa Mikrobiologis

KODE SAMPEL PARAMETER HASIL UJI SPESIFIKASI METODE


No
SAMPLE CODE PARAMETERS TEST RESULT METHODE SPESIFICATION
Isolasi dan Identifikasi
Bakteri Vibrio sp
1 Kerapu Sunu Konvensional
Virus Negatif IKM/5.4.1/BBL-B (PCR)

16
IV.2 Pembahasan

A. Gambaran Umum Lokasi Monitoring

Lokasi
Monitoring

Gambar. Lokasi Monitoring Kecamatan Senayang

Geografis Kecamatan Senayang

Secara geografis, KKLD Senayang dan Lingga berada diantara 103041’03,37” -


105017’04,15” LU dan 0030’07,21” - 3052’28,41” BT. sementara secara
administratif, kabupaten ini berbatasan dengan Kecamatan Galang, Kota
Batam dan Laut Cina Selatan di sebelah utara, sebelah timur dengan Laut
Cina Selatan, sebelah selatan dengan Laut Bangka dan Selat Berhala, dan
sebelah barat dengan Laut Indragiri.

17
Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
Jumlah penduduk pada tahun 2001 di lima desa Kecamatan Senayang
sebanyak 3.454 iwa, dan di dua desa Kecamatan Lingga sebanyak 1.917 jiwa.
Kegiatan ekonomi Kabupaten Lingga ditopang oleh hasil perikanan yang
menyumbangkan 46%. Oleh karenanya sangat wajar, bila industri perkapalan
tradisional (pompong) cukup tumbuh dengan baik. Pengrajin telah
menggunakan peralatan semi modern dengan teknologi pembuatan secara
turun temurun. Beberapa etnis yang tinggal di daerah ini adalah suku Melayu,
Cina, Flores, Buton, Minang, dan Bugis. Etnis terbesar adalah Melayu, dengan
agama Islam yang kuat.

Potensi Perikanan
Potensi perikanan yang cukup tinggi dapat dilihat dari teridentifikasinya jenis
ikan ekonomis yang ditangkap nelayan seperti ikan tenggiri, sunu, kerapu,
selar, dan lain-lain. Kegiatan perikanan lainnya adalah budidaya, yang
dilakukan sebagai kegiatan sampingan nelayan bubu. Adapun kegiatan
budidayanya adalah karamba dan rumput laut.
Budidaya karamba lebih cenderung pada penangkaran hasil tangkap bubu
yang belum cukup ukuran. Jenis ikan yang menjadi primadona untuk
dibesarkan anata lain ikan sunu, ketarap, dan gelam.
Beberapa jenis ikan hias yang terdapat di Kepulauan Riau menjadi komoditas
ekspor yang cukup potensial untuk mendongkrak perekonomian
masyarakat. Caesio sp, Caranx sp, Ephinephelus sp, Amphiprion sp adalah
jenis-jenis ikan hias yang sangat populer di kalangan masyarakat nelayan,
akan tetapi bagi mereka Caesio sp lebih favorit untuk diekspor.

Iklim
Senayang dan Lingga dipengaruhi oleh empat musim lokal, yaitu musim utara,
selatan, timur dan barat. Musim utara paling berpengaruh baik terhadap
lingkungan maupun dampaknya kepada kehidupan manusia. Klimatologi pada
umumnya beriklim basah dengan curah hujan per tahun rata-rata sekitar 2.214
mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 110. Temperatur terendah 220C dan
tertinggi 320C dengan kelembaban udara 85%.

Kondisi Perairan
Perairan di sekitar wilayah Senayang dan Lingga umumnya mempunyai
kedalaman yang relative dangkal yaitu sekitar 40 m dengan dasar lumpur
berpasir dan berkarang. Salinitas perairan daerah ini antara 28%-35%.
Kecepatan arus dan perbedaan pasang surut tidak sebesar di Selat Malaka.
Perairan daerah ini dipengaruhi oleh massa air yang datang dari Laut Cina
Selatan dan Laut Jawa.

18
Kondisi Ekosistem Perairan
Spesies-spesies bakau yang paling dominan dijumpai adalah Rhizophora
apiculata, Sonneratia alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza,
Aegiceras corniculatum, dan Pempis acidula. Di dalam ekosistem hutan bakau
hidup berbagai fauna seperti kera, buaya, ular bakau, dan beragam burung. Di
kawasan perairan ditemukan keanekaragaman jenis karang yang cukup tinggi
terutama dari genus Acropora. Jenis karang yang ditemukan
adalah coral submassive, Acropora tabulate, Acropora branching, Acropora
digitata, dan coral mushroom.

Jenis ikan yang banyak ditemukan di perairan adalah tenggiri, cakalang, sunu,
kerapu, hiu, selar, dan lain-lain. Ikan hias menjadi favorit untuk diekspor adalah
ikan ekor kuning (Caesio sp) dan Kerapu sunu.

Kondisi budidaya Ikan laut di Senayang

Usaha budidaya ikan umumnya menjadi


pilihan masyarakat di Kecamatan
Senayang. Hal ini juga didorong dengan
adanya kecenderungan penurunan hasil
tangkapan di wilayah perairan Kecamatan
Senayang. Menurut pak Amhar, selaku
camat Senayang mengatakan bahwa
hampir 90% masyarakat di Kecamatan
Senayang menggantungkan hidupnya dari
hasil budidaya dan penangkapan ikan laut.
Usaha budidaya ikan laut memberikan
Kerapu Sunu-Primadona budidaya keuntungan yang cukup besar bagi
masyarakat. Komoditas yang umum
dibudidayakan oleh masyarakat Senayang
adalah ikan Kerapu Sunu, sementara
untuk jenis ikan lain seperti Kerapu macan,
Kerapu hitam, Kakap putih dan kakap
merah hanya menjadi pelengkap dalam
usaha budidaya yang mereka jalankan.

Teknologi budidaya yang dikembangkan


oleh masyarakat senayang umumnya
adalah Keramba Jaring Tancap (KJT/Pen
cages) dan berlokasi di wilayah
pemukiman penduduk.
Keramba jaring Tancap

19
B. Pengelolaan Budidaya di Lokasi Monitoring

B.1 Lokasi 1 (Ibu Azizah)

Unit budidaya milik Ibu Azizah merupakan unit budidaya tradisional dengan
jumlah KJT sebanyak 2 unit dengan ukuran masing-masing 3 x 3 m. Jenis
komoditas budidaya yang dikembangkan adalah Ikan Kerapu Sunu
sebanyak 600 ekor.

(1) (2) (3)

Gambar . (1) unit KJT miliki Bu Azizah, (2) Pekerja/pengelola KJT Bu


Azizah, (3) Kerapu Sunu, jenis ikan yang dibudidayakan oleh Bu azizah.

Dari data hasil pemantauan di lingkungan budidaya, diketahui bahwa untuk


parameter pH, salinitas, NO2, NO3, PO4, DO, salinitas, suhu dan alkalinitas
masih optimal dalam mendukung produksi perikanan, namun untuk NH3
dengan konsentrasi 0,03 mg/l, hal ini berarti sedikit diatas Baku Mutu
Lingkungan yang mempersyaratkan konsentrasi NH3 dibawah 0,02 mg/l
untuk biota laut. Sumber unsur N ini dapat berasal dari :
 Sisa pemberian pakan yang tidak dikonsumsi
 Feces ikan
 Akumulasi kematian zooplankton dan phytoplankton selama masa
pemeliharaan.
Untuk parameter Nitrogen, selain memiliki peranan yang sangat penting
dalam siklus nutrien yang terdapat dalam perairan, kandungan nitrogen
yang sangat jenuh juga akan membahayakan ikan, karena dapat
menyebabkan gas bubble disease atau emboli yang terjadi akibat adanya
tekanan total gas. Dalam beberapa hal, gelembung gas juga mengandung
nitrogen. Ini disebabkan oleh permeabilitas jaringan badan lebih tinggi bagi
molekul yang lebih kecil daripada molekul yang lebih besar, seperti molekul
oksigen. Adanya unsur N dalam hal ini NH3 dalam jumlah yang melebihi
Baku Mutu juga dapat menyebabkan penyakit Sufokasi, yang berarti
adanya penyumbatan transport oksigen di tubuh ikan akibat dari pengikatan
molekul NH3 oleh Haemoglobin (Hb) ikan

20
Berdasarkan hasil pengamatan secara mikrobiologis, bahwa ikan dengan
gejala klinis : (1) Luka di permukaan tubuh, (2) Gelembung renang
membengkak, (3) hati pucat, dan (4) terdapat kutu pada insang, telah
terinfeksi oleh bakteri Vibrio sp.

(1) (2)
Gambar, (1) Luka di permukaan tubuh dan (2) Hati ikan berwarna pucat

Bakteri vibrio diketahui sebagai bakteri oportunistik dan merupakan bakteri


yang sangat ganas dan berbahaya pada budidaya ikan kerapu karena
dapat bertindak sebagai patogen primer dan sekunder. Sebagai patogen
primer bakteri masuk tubuh ikan melalui kontak langsung, sedangkan
sebagai patogen sekunder bakteri menginfeksi ikan yang telah terserang
penyakit lain, misalnya oleh parasit (Post, 1987).
Ikan kerapu di alam merupakan ikan karang dengan habitat asli di daerah
terumbu karang di laut dalam yang jernih dan bersih. Berkembangnya
bakteri vibrio di suatu perairan merupakan indikator perairan yang kurang
menguntungkan bagi ikan dengan kandungan nutrien yang tinggi (Andrews
et al., 1988).
Penyakit yang disebabkan oleh vibrio juga merupakan masalah yang sangat
serius dan umum menyerang ikan-ikan budidaya laut dan payau.
Penularannya dapat melalui air atau kontak langsung antar ikan dan
menyebar sangat cepat pada ikan-ikan yang dipelihara dengan kepadatan
tinggi. Bakteri vibrio yang menginfeksi ikan kerapu stadia juvenil selain
lemah, berwarna kusam kehitaman, dan produksi lendir berlebihan. Pada
tingkat parah, sirip punggung dan sirip ekor gripis dengan permukaan kulit
menghitam seperti terbakar (Schubert, 1987). Bila dikaitkan dengan kondisi
lingkungan di tempat Bu Azizah, infeksi Vibrio sp ini sangat mungkin terjadi.

21
Manajemen Budidaya di Lokasi bu Azizah

Unit KJT Bu Azizah yang sudah beroperasi sejak 6 – 8 bulan yang lalu
belum menerapkan konsep CBIB dan Biosekuriti yang baik. Salah satu
indikatornya adalah frekuensi pergantian jaring yang dilakukan hanya 1
(satu) kali dalam waktu 6(enam) bulan pemeliharaan. Hal ini tentunya akan
memberikan waktu yang cukup banyak bagi pertumbuhan hama fouling di
sisi jaring dan media yang cukup baik untuk perkembangan parasit.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, ikan dengan gejala klinis luka di
tubuh, direndam dengan air tawar selama 10-15 menit. Metode ini
merupakan metode yang sangat mudah untuk mengetahui adanya infeksi
karena bila ada parasit akan segera berubah warna menjadi putih didalam
air tawar tersebut. Dari metode perendaman ini diduga bahwa ikan Kerapu
sunu yang dibudidayakan oleh Ibu Azizah terinfeksi oleh parasit jenis
Capsalid. Parasit jenis Capsalid ini meliputi beberapa spesies dan
mempunyai kesamaan morphologi yaitu berbentuk oval (lonjong) dan
gepeng dengan sepasang sucker bulat (anterior sucker) pada tepi bagian
depan dan sebuah haptor besar (opisthapthor) pada tepi bagian belakang.
Secara gejala klinis parasit Capsalid ini memperlihatkan gejala antara lain :
kehilangan nafsu makan, tingkah laku berenangnya lemah dan adanya
perlukaan karena infeksi sekunder bakteri. Secara spesifik terlihat adanya
mata putih keruh, yang menimbulkan kebutaan yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Sebaliknya jenis Capsalid yang lain tidak meyebabkan mata
putih keruh pada ikan yang teinfeksi

Upaya pengendalian terhadap infeksi parasit ini, dianjurkan merendam


dalam air tawar selama 10-15 menit atau dalam H2O2 150 ppm selama 30
menit (Zafran et al., 1997; Zafran et al., 1998; Koesharyani et al., 2001).

Manajemen Pakan

Unit KJT Bu Azizah melakukan manajemen pengelolaan pakan dengan


menggunakan ikan rucah yang diberikan 3 kali sehari secara ad libitum.
Dengan konsentrasi NH3 0,03 mg/l padahal operasional KJT baru berjalan
selama ± 8 bulan, berarti akumulasi sisa buangan pakan, feces ikan dan
pakan yang tidak dikonsumsi sudah ada di lingkungan perairan KJT. Upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan tindakan pembersihan
sedimen tanah KJT dan ketika arus cukup kuat, operasional budidaya
dihentikan, dan jaring diangkat agar dapat memudahkan arus air laut
“membersihkan” limbah organik yang terakumulasi di dasar KJT. Tindakan
ini juga dapat dibarengi dengan pembersihan jaring agar infeksi primer oleh
parasit dapat dicegah.

22
B.2 Unit Budidaya Bp. A Cuang

Unit budidaya milik Bp. A Cuang bisa dikategorikan sebagai unit budidaya
tradisional plus. Disebut plus karena unit budidaya yang ada juga digunakan
sebagai unit pengumpul dari hasil tangkapan masyarakat setempat.
Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa Bp. A Cuang memiliki 7
(tujuh) unit KJT dimana 2 (dua) diantaranya dipergunakan sebagai unit
penampungan hasil tangkapan alam dimana lama waktu pemeliharaan 3 –
5 hari sebelum dijual ke konsumen.

(1) (2)
Gambar. (1) unit KJT Bp. Acuang dan (2) proses penimbangan hasil
tangkapan alam masyarakat di KJT Bp. A Cuang.

Dari hasil analisa kualitas perairan


diketahui bahwa seluruh parameter
yang dianalisa baik yang dilakukan
secara In situ (langsung) di lapangan
yakni pH, salinitas, suhu dan
oksigen terlarut maupun untuk
parameter yang dianalisa di
laboratorium yakni Alkalinitas, NO2,
NO3, NH3 dan PO4 seluruhnya
berada dalam kondisi Optimal dalam
Gambar. Analisa Kualitas Air di mendukung proses produksi
Lapangan perikanan.

Berdasarkan pengamatan secara visual, lingkungan perairan Senayang


cukup baik, hal ini juga didukung program rehabilitasi terumbu karang yang
dilakukan oleh tim Coremap di lingkungan perairan senayang. Namun yang
perlu diwaspadai adalah dengan adanya prinsip Pollution Don’t Knows
Boundaries, maka adanya pertambangan bauksit yang baru beroperasi di
wilayah lingga dan prinsip bahwa polusi tidak mengenal batas wilayah,
tindakan preventif serta pengamatan secara intensif terhadap kondisi
lingkungan perairan terutama untuk parameter kekeruhan dan limbah
pertambangan harus dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak.

23
Dari pengamatan secara mikrobiologis, diketahui bahwa ikan Kerapu Sunu
khusunya yang berasal dari kegiatan budidaya sudah terinfeksi oleh bakteri
Vibrio sp dan memiliki gejala infeksi parasit Capsalid seperti yang ada di
unit KJT milik Bu Azizah. Sementara dari pengamatan virus dengan
menggunakan metoda PCR (Polymerase Chain Reaction) hasil analisa
menunjukkan ikan negatif terserang virus VNN.

(1) (2) (3)

Gambar. (1) sampel ikan purposive, (2) pengambilan organ mata untuk
analisa VNN dan (3) isolasi di media agar.

Tindakan pengobatan yang telah dilakukan oleh Bp. A Cuang adalah


dengan melakukan perendaman ikan dengan menggunakan Acriflavine.
Obat ini diperoleh dari SMKN 1 Senayang. Bila ditinjau dari infeksi
mikrrorganisme yang ada dikaitkan dengan fungsi Acriflavine yang hanya
bertindak sebagai antiseptik, maka pengunaan obat ini dirasa kurang tepat.
Hal ini juga dibuktikan oleh masyarakat dimana dengan melakukan
perendaman disertai penambahan Acriflavine ini tidak menunjukkan
perbaikan yang berarti. Ditambah lagi bila ditinjau dari konsep CBIB,
Acriflavine disarankan untuk tidak digunakan dalam proses pengobatan
ikan.

Dengan melakukan sistem budidaya yang berdampingan antara ikan


budidaya dengan ikan hasil tangkapan alam, dampak yang dapat
ditimbulkan adalah ikan dapat saling berperan sebagai Suspect penyebaran
penyakit. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
pemisahan jarak antara komoditas ikan budidaya dengan ikan hasil
tangkapan dan untuk budidaya, perendaman dengan dalam air tawar
selama 10-15 menit atau dalam H2O2 150 ppm selama 30 menit dapat
dilakukan bila ikan terindikasi terserang parasit yang dapat diamati pada
perubahan susunan dan warna insang atau mulai timbul gejala klinis seperti
kehilangan nafsu makan, tingkah laku berenangnya lemah dan adanya
perlukaan karena infeksi sekunder bakteri.

24
Manajemen Budidaya

Penerapan manajemen budidaya di unit KJT Bp. A Cuang belum dilakukan


dengan baik. Hal ini didasari fakta bahwa Tidak adanya pencatatan rutin
yang menunjukkan data frekuensi pergantian jaring, padat tebar, tindakan
kebersihan dan tindakan pencegahan terhadap binatang dan hama yang
menyebabkan kontaminasi. Pengelolaan air, penggunaan benih yang
bersertifikat serta penggunaan obat yang telah terdaftar di Kementerian
Kelautan dan Perikanan.

Untuk tindakan biosekuriti, sudah selayaknya unit KJT Bp. A Cuang


dilengkapi dengan bahan desinfektan baik untuk alat kerja maupun
pengunjung karena lokasi budidaya terintegrasi dengan unit penjualan.
Adanya penyebaran penyakit yang menginfeksi ikan Bp. A Cuang juga tidak
terlepas dari minimnya pergantian jaring dan tidak adanya tindakan
biosekuriti sehingga ikan yang dipelihara rentan terkena penyakit.

Untuk penggunaan benih, diharapkan untuk masa yang akan datang


menggunakan benih yang bersertifikat bebas penyakit dari panti benih yang
juga telah bersertifikat. Bila terus mengandalkan benih tangkapan alam,
ketersediaan benih ikan dikhawatirkan akan terus menurun karena
terhambatnya proses reproduksi karena jumlah induk ikan yang tersedia di
alam juga semakin sedikit.

Manajemen Pakan

Manajemen pakan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pakan


rucah dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari secara adlibitum. Susahnya
memperoleh pelet dan murahnya harga rucah menjadikan pakan jenis
rucah tetap digunakan oleh para pembudidaya ikan di Kecamatan
Senayang. Harga pakan rucah di wilayah ini adalah Rp. 3000 – 5000/kg.

25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Unit budidaya di Kecamatan Senayang umumnya adalah unit budidaya


Tradisional dengan metode Keramba Jaring Tancap (KJT).
2. Lokasi budidaya di Kecamatan Senayang umumnya berada di wilayah
pemukiman penduduk.
3. Masyarakat Kecamatan Senayang belum menerapkan persyaratan yang
diatur dalam konsep cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).
4. Secara umum kondisi lingkungan cukup optimal untuk mendukung produksi
perikanan budidaya di Kecamatan Senayang, hanya saja di unit KJT Ibu
Azizah, konsentrasi NH3 sudah mencapai 0,03 mg/l.
5. Bakteri Vibrio sp dan Parasit Capsalid sudah menginfeksi ikan budidaya di
Kecamatan Senayang

V.2 Saran

Perlu dilakukan tindakan monitoring dan surveillance di wilayah Kecamatan


Senayang secara rutin mengingat kondisi geografis yang sangat mendukung
untuk optimalisasi produksi perikanan budidaya

26
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Pedoman Umum Monitoring dan Surveilance Hama dan Penyakit Ikan.
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Direktorat Kesehatan Ikan Dan Lingkungan
Cameron, A. 2002. Survey Toolbox for Aquatic Animal Diseases. A Practical Manual and
Software Package. ACIAR Monograph, No. 94, 375p.
Crosa, J.H., M.A. Walter, and S.A. Potter, 1983. The genetic of plasmid-mediated virulence
in the marine fish pathogen Vibrio anguillarum. Bacterial and viral diseases of fish.
Molecular studies. A Washington Sea Grant Pub. Univ. of Washington, Seattle.
Effendi, Hefni, 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Egusa, S. 1983. Disease problem on Japanese Yellow tail (Seriola quinquiradiata), culture :
A riview. In Stewrt, J.E. (ed) Diseases of comercially important Marine fish and
Shellfish. Conseil International pour l'Exploration de la Mer, Copenhagen p 10-18.
Evelyn, T.P.T., 1984. Immunization against pathogenic Vibrio. Symposium on fish
Vaccination. OIE, Paris 20-22 February 1984.
Ghufran, M. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Glamuzina, B., N. Glavic, B. Skaramuca, V. Kozul and P. Turtman, 2001. Early development
of the hybrid Epinephelus costal (male) x E. marginatus (female). Aquaculture 198
(1-2) 55-61
Irianto, agus, 2010, Sampling Untuk Monitoring dan Surveillance Penyakit Ikan, makalah
disampaikan pada pertemuan monitoring dan surveillance Hotel Salak Bogor, Jawa
Barat.
Johnny, F. dan D. Roza. 2002. Kejadian Penyakit pada Budidaya Ikan Kerapu dan Upaya
Pengendaliannya. Laporan Hasil Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya
Laut Gondol, Bali. 14 hal.
Johnny, F., dan Prisdiminggo. 2002. Studi Kasus Penyakit Fin Rot Pada Ikan Kerapu
Macan, Epinephelus Fuscoguttatus Di Karamba Jaring Apung Teluk Ekas, Desa
Batunampar, Lombok Timur, NTB. Laporan Hasil Penelitian Balai Besar Riset
Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali. 9 hal.
Kraxberger-Beatty, T., D.J. Mc. Garey, H.J. Grier and D.V. Lim. 1990. Vibrio harveyi an
Opportunistic Pathogen of Common Snook, Centropomus undecimalis (Bloch), Held
in Captivity. Journal Fish Diseases. 13:557-560.
Koesharyani, I. and Zafran. 1997. Studi Tentang Penyakit Bacterial Pada Ikan Kerapu.
Jur. Pen. Perikanan Indonesia. III(4):35-39.
Koesharyani, I., D. Roza, K. Mahardika, F. Johnny, Zafran and K. Yuasa. 2001. Marine Fish
and Crustaceans Diseases in Indonesia In Manual for Fish Diseases Diagnosis II (Ed.
by K. Sugama, K. Hatai and T. Nakai). 49 p. Gondol Research Station for Coastal
Fisheries, CRIFI and Japan International Cooperation Agency.
Muroga, K., Gilda Lio-Po, C. Pitogo and R. Imada. 1984. Vibrio sp. isolated from Milkfish
(Chanos chanos) With Opaque Eyes. Fish Pathology. 19(2):81-87.
Post, G. 1987. Texbook of Fish Health. T.F.H. Publications Inc. USA. 288 pp.
Taukhid, 2010, Dukungan Monitoring dan Pemetaan Sebaran Jasad Patogen Bagi Upaya
Pengendalian Penyakit Ikan, Makalah, Disampaikan di Hotel Salak pada pertemuan :
Penyusunan Pedoman Umum Monitoring dan Surveillance, Bogor.

27

You might also like