Professional Documents
Culture Documents
Harga diri Jepang yang begitu tinggi yang membuat mereka tidak mau mengikuti
keinginan sekutu untuk menyerah tanpa syarat selain itu juga Jepang mengaggap bahwa
kaisar adalah titisan dewa sehingga mereka sangat tunduk dan mengikuti semua perintahnya
termasuk perintah untuk maju berperang pada awalnya. Hal ini membuat Truman berpikir
bahwa bom atom adalah cara paling efektif untuk menghentikan perang setelah ia melihat
1
Fadillah Agus, Pengantar Hukum Internasional dan Hukum Humaniter Internasional, (Jakarta : ELSAM, 2007),
50 - 52
bahwa diplomasi tidak berjalan dengan baik akibat respons dari Jepang yang kurang jelas. 2
Selain itu juga terkesan ada intensi untuk membalas dendam terhadap apa yang telah
dilakukan Jepang atas pangkalan militer Amerika di Pearl Harbour, Hawaii. "Having found
the bomb we have used it. We have used it against those who attacked us without warning at
Pearl Harbor, against those who have starved and beaten and executed American prisoners of
war, against those who have abandoned all pretense of obeying international laws of warfare"
(Public Papers of the President, 1945, pg. 212).
Dalam pelaksanaannya, penjatuhan bom atom atas Hiroshima oleh Amerika dapat
digolongkan sebagai pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional dalam perang.
Tindakan penjatuhan bom atom ini melanggar ketiga prinsip hukum humaniter yang tertera
sebelumnya, yakni prinsip proporsionalitas, perikemanusiaan, dan kesatriaan. Berdasarkan
beberapa pertimbangan, dapat dijelaskan sebuah analisa bahwa tindakan penjatuhan bom
atom merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional dari segi cara, alat,
maupun dampak yang ditimbulkannya.
Dari segi cara, penjatuhan bom atom ini dianggap sebagai suatu pelanggaran karena
cara yang digunakan Amerika dalam menjatuhkan bom atom di Hiroshima tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu telah memposisikan Jepang dalam keadaan tanpa persiapan
antisipasi atau perlawanan sama sekali dan tanpa ada kesempatan untuk berpikir dan
membuat pertimbangan untuk mengalah setelah tahu ada ancaman bom atom terhadap
Hiroshima. Hal ini merupakan suatu tindakan yang tidak dapat dijustifikasi pembenarannya
karena hal ini merupakan suatu tindakan radikal yang membuat perang berjalan tidak adil dan
timpang sehingga Amerika absolut memenangkan perang dan pada perkembangannya
2
Doug Long, “ Hiroshima : Was it Necessary ? “ , diakses dari http://www.doug-long.com/hirosh2.htm pada
tanggal 18 September 2010 pukul 17 : 20 WIB.
3
Frits Kalshoven & Liesbath Zegveld, Constrains on the Waging of War : An Intoduction to International
Humanitarian Law, (Geneva : ICRC, 2001), hal 12–14.
4
“ Perang, Hukum Humaniter, dan Perkembangan Internasional “ , diakses dari
http://www.propatria.or.id/download/Positions%20Paper/perang_hukum_humaniter_ep.pdf pada tanggal 21
September 2010 pukul 03:30 WIB.
menjadi negara adikuasa yang notabene ditakuti di dunia. Padahal, apabila Amerika
memberikan ultimatum pengeboman terhadap Hiroshima, paling tidak hal ini dapat menjadi
konsederasi rasional lain bagi Jepang untuk melakukan strategi militer lain yang setidaknya
dapat menghindari kerugian dari pengeboman tersebut.
Dari segi alat, bom atom merupakan sebuah senjata yang berkekuatan destruktif setara
dengan 20.000 ton TNT dan dianalisa dari sifat utamanya yang secara absolut merupakan
sebuah senjata pemusnah massal karena dapat digunakan dari jarak jauh yang secara
langsung akan menghancurkan musuh tanpa ada interaksi langsung antara kedua pihak yang
berperang. Dalam hal ini, Amerika tentu secara absolut memenangkan perang karena
kehancuran hanya akan berada di pihak Jepang sebagai sasaran, sedangkan pihak Amerika
tidak menderita kerugian sedikit pun karena bom dijatuhkan dari jarak jauh yang tidak
memungkinkan interaksi dan reaksi langsung dari pihak musuh yang dalam kasus ini adalah
Jepang. Hal ini merupakan keadaan yang timpang dan tidak adil serta tidak manusiawi karena
esensi dari sebuah perang adalah asas proporsionalitas. Penggunaan bom atom secara tidak
langsung mengatur perang dalam keadaan Amerika yang selangkah lebih maju untuk
memenangkan perang secara telak. Hal ini berbeda dengan penggunaan senjata konvensional
lainnya yang sering kali digunakan dalam perang sebelumnya, misal senapan api, senjata
tajam, granat, dan bom konvensional. Sebagai contoh, dalam penggunaannya,baik senapan
api maupun senjata tajam, kedua pihak bersengketa memiliki kesempatan 50 – 50 untuk
saling menyerang dan membalas sementara dalam penggunaan bom atom, kesempatan
menyerang dan membalas adalah 100 – 0. Penggunaan granat dan bom konvensional pun
sekalipun tidak memiliki interaksi secara langsung antar kedua pihak yang bersengketa, tetapi
setidaknya lingkup wilayah yang menjadi sasaran masih lebih terbatas sesuai dengan sasaran
yang diterapkan dan dapat meminimalisir jumlah penduduk sipil yang menjadi korban tidak
seharusnya. Selain itu, pada saat itu pengembangan teknologi nuklir Amerika jauh lebih pesat
dibandingkan Jepang maupun negara lain. Dalam pihak ini Jepang kalah jauh dari segi
finansial ekonomi dan teknologi untuk melakukan riset lebih lanjut dalam mengembangkan
senjata ini. Hal ini membuat Amerika menjadi satu – satunya negara yang memiliki bom
atom melalui proyek Manhattan yang dijalankannya.
Dari segi dampak yang dapat ditimbulkannya, ini menjadi sebuah pelanggaran berat
karena dampak yang ditimbulkan merupakan dampak yang menyeluruh terhadap semua
orang di daerah sasaran tanpa mengenal apakah orang tersebut kombatan yang merupakan
objek perang ataukah penduduk sipil yang seharusnya dilindungi dan tidak menjadi sasaran
perang. Dampak bom atom atas radiasinya juga dinilai berlebihan karena efeknya tidak
hilang sampai puluhan tahun dan diderita oleh keturunan selanjutnya (bayi dan anak – anak)
yang secara tidak langsung ikut menjadi korban perang karena ikut menderita cacat tubuh,
cacat mental, dan bahkan terkena penyakit genetik seperti kanker. Hal ini melanggar nilai
kemanusiaan karena membuat aktor yang tidak terlibat dalam perang harus menanggung
resiko perang yang begitu berat.