You are on page 1of 5

Tugas Review Film Hiroshima ( DHIP ’45 Kelas A )

Oleh : Monica Agnes Sylvia / 1006764164

Sumber: Alexander, Tracey. 1995. Hiroshima. Telescene Communications Inc.


Canada, 185 mins

Hiroshima : Pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional dan


Peranannya dalam Dinamika Hubungan Internasional

Film “ Hiroshima “ diawali oleh kematian F.D.Roosevelt yang kemudian membuat


Harry Truman menggantikan posisinya sebagai presiden Amerika Serikat saat itu.
Penyerangan pangkalan militer AS di Pearl Harbour oleh Jepang mengawali konflik saling
serang antar Amerika dan Jepang di Pasifik yang menelan begitu banyak korban jiwa serta
berdampak buruk di bidang politik, sosial, militer dan ekonomi bagi keduanya. Situasi tidak
kondusif yang semakin pelik tersebut membuat Amerika ingin mengakhiri perang karena
kerugian yang semakin besar. Tercetuslah pemikiran menggunakan senjata baru yang
kekuatannya sangat destruktif, yakni bom atom untuk mengakhiri perang tersebut. Bom atom
dipilih atas dasar pertimbangan kekuatannya yang setara dengan kekuatan 20.000 ton TNT.
Dalam proses perencanaan pelaksanaannya, terdapat 4 opsi untuk mengakhiri perang Pasifik
ini terkait dengan penggunaan bom atom tersebut, yakni ancaman ultimatum, demonstrasi
pengeboman, pengeboman target militer, atau sasaran campuran dengan atau tanpa
peringatan terlebih dahulu. Terdapat beberapa pertimbangan target kota yang akan dijatuhi
bom atom. Jepang tidak memilih Kyoto sebagai sasaran sebab Kyoto adalah pusat
kebudayaan dan keagamaan, padahal Kyoto termasuk salah satu pusat militer dan
persenjataan Jepang yang strategis. Terdapat perbedaan pandangan antara militer yang ingin
menggunakan bom atom tersebut dan ahli sains yang tidak ingin menggunakannya atas
pertimbangan efek kekuata yang begitu besar dan dapat berdampak pada kehancuran besar.
Jepang mencoba menghubungi Rusia untuk bekerja sama menghadapi Amerika. Namun,
pihak Rusia seakan mengelak untuk bertemu dengan berbagai alasan. Sebelum menjatuhkan
bom atom di atas kota Hiroshima, Amerika meminta Jepang menyerah tanpa syarat melalui
perjanjian postdam, namun respon dari Jepang tidak jelas yang kemudian membuat Amerika
menjatuhkan bom atom Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Pada saat yang sama, para petinggi
Jepang sedang berunding dan terjadi perdebatan antara pemerintah dan militer. Pihak Junta
mengajukan empat syarat mengalah, yakni kaisar tetap pada posisinya, Jepang melucuti
dirinya sendiri, pengadilan militer bagi penjahat perang diadakan di Jepang, dan tidak ada
penjajahan atas Jepang. Namun, untuk menghindari kerugian yang lebih besar, Kaisar Jepang
memutuskan menyerah tanpa syarat dan sekaligus mengakhiri perang. Awalnya hal ini
ditentang oleh pihak militer, tetapi pada akhirnya Jepang tetap menyerah tanpa syarat dan
Perang Pasifik pun berakhir.

Dalam hukum humaniter terdapat prinsip yang mengatur pelaksanaan perang,


diantaranya adalah prinsip kepentingan militer, prinsip kemanusiaan, dan prinsip kesatriaan. 1
Prinsip kepentingan militer memperbolehkan pihak yang bersengketa menggunakan
kekerasan dalam perang untuk menaklukkan lawan dalam perang , meskipun begitu, dalam
penyerangan militer terdapat prinsip – prinsip dasar, yakni prinsip proporsionalitas untuk
membatasi kerusakan oleh sebab operasi militer dengan persyaratan bahwa akibat dan
metode operasi tersebut harus proporsional atau sepadan dengan keuntungan militer yang
diharapkan, dan prinsip pembatasan yang berdasarkan orang (limitation ‘ratione personae’ ,
tempat (limitation ratione loci), dan keadaan (limitation ratione conditionis). Prinsip
pembatasan berdasarkan orang mengatur tentang klasifikasi antara kombatan dan penduduk
sipil. Dalam perang, hanya kombatan yang boleh dijadikan sasaran perang. Penduduk sipil
dilindungi dari serangan, ancaman, dan kerugian. Prinsip pembatasan berdasarkan tempat
membatasi penyerangan terhadap objek militer atau tempat yang memberikan keuntungan
militer secara efektif, misal: pusat kekuatan militer. Dalam prinsip ini, tempat vital yang
merupakan pusat agama, budaya, dan pendidikan tidak boleh menjadi sasaran serangan
militer. Prinsip pembedaan berdasarkan keadaan melarang penggunaan alat dan cara
berperang yang menyebabkan luka yang berlebihan dan tidak perlu. Berdasarkan prinsip
perikemanusiaan, pihak yang bersengketa harus memperhatikan nilai kemanusiaan dengan
cara melarang penggunaan kekerasan yang menimbulkan efek penderitaan yang berlebihan.
Prinsip kesatriaan berarti dalam perang, kejujuran harus diutamakan dan penggunaan alat –
alat perang yang tidak terhormat, serta cara yang bersifat khianat dilarang.

Harga diri Jepang yang begitu tinggi yang membuat mereka tidak mau mengikuti
keinginan sekutu untuk menyerah tanpa syarat selain itu juga Jepang mengaggap bahwa
kaisar adalah titisan dewa sehingga mereka sangat tunduk dan mengikuti semua perintahnya
termasuk perintah untuk maju berperang pada awalnya. Hal ini membuat Truman berpikir
bahwa bom atom adalah cara paling efektif untuk menghentikan perang setelah ia melihat

1
Fadillah Agus, Pengantar Hukum Internasional dan Hukum Humaniter Internasional, (Jakarta : ELSAM, 2007),
50 - 52
bahwa diplomasi tidak berjalan dengan baik akibat respons dari Jepang yang kurang jelas. 2
Selain itu juga terkesan ada intensi untuk membalas dendam terhadap apa yang telah
dilakukan Jepang atas pangkalan militer Amerika di Pearl Harbour, Hawaii. "Having found
the bomb we have used it. We have used it against those who attacked us without warning at
Pearl Harbor, against those who have starved and beaten and executed American prisoners of
war, against those who have abandoned all pretense of obeying international laws of warfare"
(Public Papers of the President, 1945, pg. 212).

Prinsip utama hukum humanitarian internasional adalah alasan perang dijustifikasi


sebagai “last choice with the right intention” serta pembatasan penggunaan kekuatan
bersenjata dalam peperangan atas prinsip proporsionalitas dan diskriminasi.3 Prinsip
diskriminasi diantaranya adalah larangan serangan terhadap sipil, serta prioritas untuk
menyerang dengan melakukan minimalisasi korban, semua senjata yang tidak bisa
membedakan militer dan sipil saat dipakai harus dilarang penggunaannya.4

Dalam pelaksanaannya, penjatuhan bom atom atas Hiroshima oleh Amerika dapat
digolongkan sebagai pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional dalam perang.
Tindakan penjatuhan bom atom ini melanggar ketiga prinsip hukum humaniter yang tertera
sebelumnya, yakni prinsip proporsionalitas, perikemanusiaan, dan kesatriaan. Berdasarkan
beberapa pertimbangan, dapat dijelaskan sebuah analisa bahwa tindakan penjatuhan bom
atom merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional dari segi cara, alat,
maupun dampak yang ditimbulkannya.

Dari segi cara, penjatuhan bom atom ini dianggap sebagai suatu pelanggaran karena
cara yang digunakan Amerika dalam menjatuhkan bom atom di Hiroshima tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu telah memposisikan Jepang dalam keadaan tanpa persiapan
antisipasi atau perlawanan sama sekali dan tanpa ada kesempatan untuk berpikir dan
membuat pertimbangan untuk mengalah setelah tahu ada ancaman bom atom terhadap
Hiroshima. Hal ini merupakan suatu tindakan yang tidak dapat dijustifikasi pembenarannya
karena hal ini merupakan suatu tindakan radikal yang membuat perang berjalan tidak adil dan
timpang sehingga Amerika absolut memenangkan perang dan pada perkembangannya
2
Doug Long, “ Hiroshima : Was it Necessary ? “ , diakses dari http://www.doug-long.com/hirosh2.htm pada
tanggal 18 September 2010 pukul 17 : 20 WIB.
3
Frits Kalshoven & Liesbath Zegveld, Constrains on the Waging of War : An Intoduction to International
Humanitarian Law, (Geneva : ICRC, 2001), hal 12–14.
4
“ Perang, Hukum Humaniter, dan Perkembangan Internasional “ , diakses dari
http://www.propatria.or.id/download/Positions%20Paper/perang_hukum_humaniter_ep.pdf pada tanggal 21
September 2010 pukul 03:30 WIB.
menjadi negara adikuasa yang notabene ditakuti di dunia. Padahal, apabila Amerika
memberikan ultimatum pengeboman terhadap Hiroshima, paling tidak hal ini dapat menjadi
konsederasi rasional lain bagi Jepang untuk melakukan strategi militer lain yang setidaknya
dapat menghindari kerugian dari pengeboman tersebut.

Dari segi alat, bom atom merupakan sebuah senjata yang berkekuatan destruktif setara
dengan 20.000 ton TNT dan dianalisa dari sifat utamanya yang secara absolut merupakan
sebuah senjata pemusnah massal karena dapat digunakan dari jarak jauh yang secara
langsung akan menghancurkan musuh tanpa ada interaksi langsung antara kedua pihak yang
berperang. Dalam hal ini, Amerika tentu secara absolut memenangkan perang karena
kehancuran hanya akan berada di pihak Jepang sebagai sasaran, sedangkan pihak Amerika
tidak menderita kerugian sedikit pun karena bom dijatuhkan dari jarak jauh yang tidak
memungkinkan interaksi dan reaksi langsung dari pihak musuh yang dalam kasus ini adalah
Jepang. Hal ini merupakan keadaan yang timpang dan tidak adil serta tidak manusiawi karena
esensi dari sebuah perang adalah asas proporsionalitas. Penggunaan bom atom secara tidak
langsung mengatur perang dalam keadaan Amerika yang selangkah lebih maju untuk
memenangkan perang secara telak. Hal ini berbeda dengan penggunaan senjata konvensional
lainnya yang sering kali digunakan dalam perang sebelumnya, misal senapan api, senjata
tajam, granat, dan bom konvensional. Sebagai contoh, dalam penggunaannya,baik senapan
api maupun senjata tajam, kedua pihak bersengketa memiliki kesempatan 50 – 50 untuk
saling menyerang dan membalas sementara dalam penggunaan bom atom, kesempatan
menyerang dan membalas adalah 100 – 0. Penggunaan granat dan bom konvensional pun
sekalipun tidak memiliki interaksi secara langsung antar kedua pihak yang bersengketa, tetapi
setidaknya lingkup wilayah yang menjadi sasaran masih lebih terbatas sesuai dengan sasaran
yang diterapkan dan dapat meminimalisir jumlah penduduk sipil yang menjadi korban tidak
seharusnya. Selain itu, pada saat itu pengembangan teknologi nuklir Amerika jauh lebih pesat
dibandingkan Jepang maupun negara lain. Dalam pihak ini Jepang kalah jauh dari segi
finansial ekonomi dan teknologi untuk melakukan riset lebih lanjut dalam mengembangkan
senjata ini. Hal ini membuat Amerika menjadi satu – satunya negara yang memiliki bom
atom melalui proyek Manhattan yang dijalankannya.

Dari segi dampak yang dapat ditimbulkannya, ini menjadi sebuah pelanggaran berat
karena dampak yang ditimbulkan merupakan dampak yang menyeluruh terhadap semua
orang di daerah sasaran tanpa mengenal apakah orang tersebut kombatan yang merupakan
objek perang ataukah penduduk sipil yang seharusnya dilindungi dan tidak menjadi sasaran
perang. Dampak bom atom atas radiasinya juga dinilai berlebihan karena efeknya tidak
hilang sampai puluhan tahun dan diderita oleh keturunan selanjutnya (bayi dan anak – anak)
yang secara tidak langsung ikut menjadi korban perang karena ikut menderita cacat tubuh,
cacat mental, dan bahkan terkena penyakit genetik seperti kanker. Hal ini melanggar nilai
kemanusiaan karena membuat aktor yang tidak terlibat dalam perang harus menanggung
resiko perang yang begitu berat.

Berbagai pelanggaran tersebut tentunya tidak dapat dijustifikasi sekalipun


dengan alasan Amerika demi menghentikan perang yang telah berlarut – larut, membuat
kerugian besar, serta estimasi bahwa korban perang akan lebih banyak dan kerugian lebih
besar apabila perang tidak dihentikan dengan cara menjatuhkan bom atom dan alasan untuk
mengatasi ancaman Jepang terhadap perdamaian dunia. Bagaimanapun, tetap harus ada batas
yang mengatur pelaksanaan perang, yakni nilai kemanusiaan dan keadilan yang harus
dijunjung tinggi sekalipun dalam pelaksanaan perang.

Dalam perkembangannya, penjatuhan bom atom di atas kota Hiroshima telah


membuat dinamika dalam sejarah hubungan internasional. Sebelum penggunaan bom atom
ini, perang hanya bisa menggunakan senjata – senjata konvensional semacam senapan api,
granat, dan bom konvensional dan dalam pelaksanaannya perang bersifat lebih adil dengan
intensitas menyerang yang sama antar pihak yang bersengketa. Namun setelah proyek
Manhattan berjalan dan bom atom dijatuhkan di Hiroshima, hal ini membawa dampak pada
pengembangan yang lebih lanjut akan tenaga nuklir sebagai senjata dan bukan hanya sumber
energi di berbagai negara selain Amerika, seperti Rusia, Cina, dan Korea Utara. Kejadian
pengeboman Hiroshima telah menunjukkan betapa bahaya apabila suatu negara memiliki
senjata nuklir maka dalam perkembangannya, muncullah sebuah badan atom internasional
IAEA ( International Atomic Energy Agency ) yang berfungsi untuk mengatur dan
mengawasi penggunaan nuklir di negara – negara tersebut, yakni diperbolehkan hanya untuk
tujuan perdamaian dan tidak untuk perang. Jadi dapat disimpulkan bahwa penjatuhan bom
atom atas Hiroshima merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional
dan kehadirannya telah turut berperan dalam menentukan runtutan peristiwa selanjutnya
yakni pengembangan nuklir di negara – negara tertentu dan upaya menjaga keamanan dunia
dari senjata nuklir lewat badan atom internasional IAEA.

You might also like