You are on page 1of 4

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi fosil khususnya minyak bumi, merupakan sumber energi utama dan

sumber devisa negara. Kenyataan menunjukkan bahwa cadangan energi fosil yang

dimiliki Indonesia jumlahnya terbatas. Sementara itu, konsumsi energi terus

meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk

(Kepmen, 2004). Dengan demikian sumber daya alam yang dapat menghasilkan

energi selama ini semakin terkuras, karena sebagian besar sumber energi saat ini

berasal dari sumberdaya alam yang tidak terbarukan, misalnya minyak bumi, gas,

dan batubara. Berdasarkan hasil kajian energi yang dilakukan oleh Komite

Nasional-Word Council (2004) diprediksikan bahwa sumber minyak di Jawa,

Sumatra dan Kalimantan akan habis masing-masing pada tahun 2018, 2014 dan

2017 (Hermiati, 2005). Dengan demikian diperlukan bahan bakar alternatif untuk

mengatasi menipisnya persediaan bahan bakar yang tak terbarukan.

Bahan bakar nabati (bioenergi) merupakan alternatif utama untuk

mengatasi krisis bahan bakar berbasis minyak bumi. Salah satu jenis bioenergi

yang dapat dikembangkan adalah bioetanol. Bioetanol merupakan hasil proses

fermentasi glukosa dari bahan yang mengandung komponen pati atau selulosa.

Bioetanol dapat digunakan sebagai salah satu energi alternatif pensubtitusi

premium yang ramah lingkungan. Bioetanol dapat dibuat dari bahan-bahan

bergula atau bahan berpati seperti tebu, nira, sorgum, nira nipah, ubi kayu, ubi

jalar, sagu, ganyong dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut tersedia sangat melimpah

di Indonesia, sehingga sangat berpeluang untuk dikembangkan sebagai bahan

1
2

bakar alternatif. Biotenol sangat berpotensi dikembangkan di Indonesia karena

didukung oleh potensi lahan yang luas, sumber daya manusia (petani),

keanekaragaman hayati, sumber daya alam yang melimpah, memiliki kondisi

iklim dengan curah hujan yang cukup serta sinar matahari yang sepanjang tahun.

Menurut Martono dan Sasongko (2007) Indonesia memiliki 60 jenis tanaman

yang berpotensi menjadi bahan bakar alternatif diantaranya tebu, siwalan, aren,

ubi kayu, ubi jalar dan sagu yang bisa dijadikan bioetanol untuk dijadikan bahan

bakar alternatif pengganti premium. Salah satu sumber daya alam yang dapat

digunakan dan berpotensi sebagai bahan bakar alternatif untuk pembuatan

bioetanol adalah siwalan.

Nira siwalan sebagai produk pertanian merupakan substrat alternatif

untuk produksi etanol (Ambati dan Ayyanna, 2001). Adapun nira yang biasa

dideras dari berbagai jenis palma (Aenga pinnata, Borassus flabellifer, Cocos

nucifera and Nypa fruticans) kandungan total gulanya berkisar 10-20%. Apabila

dibudidayakan dengan baik, akan sangat potensial dimanfaatkan untuk pembuatan

ethanol, karena produktifitasnya bisa mencapai 20 ton gula per hektar per tahun

Pengolahannya untuk bahan baku bioethanol akan diperoleh 8,8 ton atau setara

11.000 liter Fuel Grade Ethanol per hektar per tahun (Dalibard, 1997).

Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme yang paling umum

digunakan dalam fermentasi alkohol dibandingkan dengan kapang atau bakteri. S.

cerevisiae mampu menghasilkan enzim invertase yang berfungsi merubah sukrosa

menjadi glukosa dan fruktosa. Apabila S. cerevisiae memiliki oksigen dalam

jumlah banyak, gula-gula tersebut diurai tahap demi tahap menjadi molekul yang

lebih kecil. Akan tetapi, jika oksigen dalam jumlah sedikit atau tidak ada maka
3

degradasi kimia tidak berjalan dengan sempurna sehingga gula diuraikan menjadi

etanol (Pretitis, 1990 dalam Restia, 2006).

Selama ini dalam fermentasi etanol perlu dilakukan proses purifikasi untuk

memisahkan sel dari medium fermentasinya. Hal ini memerlukan energi yang

tinggi sehingga mempengaruhi biaya produksi etanol tersebut, terutama pada

industri-industri penghasil etanol dalam jumlah besar. Oleh karena itu pada

penelitian ini digunakan flocculant S. cerevisiae yang memiliki kemampuan

untuk beraglomerasi sehingga memudahkan untuk memisahkan sel dari medium

fermentasinya tanpa melalui proses purifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh kondisi optimum fermentasi flocculant S. cerevisiae sehingga dapat

menghasilkan etanol yang tinggi dan menurunkan biaya produksi etanol.

Pada penelitian ini faktor kajian yang digunakan adalah konsentrasi

glukosa dan amonium sulfat. Pemilihan konsentrasi glukosa sebagai faktor kajian

berdasarkan atas pemikiran bahwa glukosa merupakan faktor penting yang akan

menentukan yield etanol yang dihasilkan. Glukosa sebagai sumber karbon utama

bagi flocculant S. cerevisiae dalam menghasilkan etanol sehingga proporsinya

harus dioptimalkan, dimana kadar gula yang baik berkisar antara 10% hingga 18%

(Gaur, 2006).

Sedangkan penggunaan amonium sulfat dalam penelitian ini berfungsi

sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan flocculant S. cerevisiae selama

fermentasi. Sumber nitrogen biasanya diperoleh dari gas amonia, garam amonium

atau nitrat. Garam amonium seperi amonium sulfat akan membuat kondisi asam

dan sebagai sumber nitrogen. ( Stanbury,1984 )


4

1.2 Tujuan Penelitian

Menentukan konsentrasi glukosa dan amonium sulfat yang optimum

dengan flocculant Saccharomyces cerevisiae (NRRL – Y 265) untuk produksi

etanol dari nira siwalan.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi dari nira

siwalan yang selama ini masih rendah dan menjadi alternatif bahan baku untuk

memproduksi etanol dengan menggunakan flocculant S. cerevisiae (NRRL – Y

265) sebagai bahan bakar yang lebih sehat bagi lingkungan serta dapat

mengefisiensikan biaya produksi etanol.

1.4 Hipotesis

Diduga dengan konsentrasi amonium sulfat dan konsentrasi glukosa yang

berbeda selama proses fermentasi nira siwalan menggunakan flocculant

Saccharomyces cerevisiae (NRRL – Y 265) akan berpengaruh terhadap yield

etanol yang dihasilkan.

You might also like