You are on page 1of 29

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Keberhasilan pengembangan SDM sangat tergantung kepada bagaimana suatu bangsa mengelola pendidikannya. Begitu juga dengan bangsa Indonesia, semenjak awal founding fathers1 bangsa ini sudah menanamkan semangat, tekad dan political will2 untuk memperjuangkan keadilan bagi seluruh warga negara, termasuk di dalamnya untuk memperoleh hak pendidikan yang layak. Cita-cita luhur ini kemudian dituangkan ke dalam rumusan mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadi salah satu dasar negara pada sila ke lima Pancasila, berupa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perumusan yang demikian ini tampaknya mencerminkan keyakinan para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) (the founding fathers) bahwa melalui

pendidikanlah bangsa Indonesia akan dapat menjadi bangsa yang cerdas, berkualitas, memiliki daya saing, dan sejahtera. Bangsa yang cerdas diyakini akan menghasilkan bangsa yang mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa yg cerdas sangat ditentukan oleh sistem pendidikannya, sehingga selalu memprioritaskan pendidikan sebagai sendi utama dalam mewujudkan pengembangan bangsa. Pada dasarnya, Indonesia merupakan Negara yang hendak menuju Rule of Law, di mana seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan. Perlu usaha maksimal bagi seluruh Pemerintah untuk menuju Rule of Law. Salah satu unsur Rule of Law menurut Prof. Satjipto Raharjo adalah terjaminnya hak-hak

Tidak hanya Soekarno Hatta, tetapi juga Ki Hajar Dewantara, Dr Soetomo, Dr Wahidin dan lainnya. Dikutip dari http://umum.kompasiana.com/2009/07/03/founding-fathers-dan-keturunannya/ diakses pada tanggal 3 Maret 2011 pkl.13.00 wib. 2 Kemauan politik

asasi manusia oleh undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan3. Selain itu, salah satu syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokratis sesuai dengan Rule of Law adalah terjaminnya pendidikan bagi warga Negara4. Berdasarkan konsep Rule of Law, pendidikan menjadi suatu hal yang sangat penting. Di satu sisi, pendidikan merupakan Hak Asasi Manusia yang wajib terpenuhi, dan di sisi lain pendidikan merupakan syarat dasar terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi. Dalam hal ini, pendidikan sendiri bukan menjadi formalitas belaka, yang hanya sekedar wadah untuk memenuhi target-target yang hanya menguntungkan pihak tertentu, melainkan pendidikan merupakan sesuatu yang sangat esensial dalam penegakkan Hak Asasi Manusia sebagai konsekuensi dari suatu Negara Hukum. Hal inilah yang merupakan das sollen5 (apa yang dicita-citakan) bagi Negara Indonesia. Perlu disadari, bahwa jika kita hanya terus berkutat pada sesuatu yang normatif dan apa yang seharusnya, maka kita hanya akan menjadi Negara yang terus bermimpi. Oleh karena itu, kita perlu untuk melihat das sein6, sehingga kita dapat berpikir realistis. Dalam kenyataannya, saat ini pendidikan menjadi barang mewah dan sulit dijangkau oleh mereka yang berkantong tipis7. Banyak anak-anak yang tidak sekolah, dan banyak pula anak-anak yang sudah bersekolah harus putus sekolah, bahkan ada yang bunuh diri8 dikarenakan tidak memiliki biaya untuk menempuh pendidikan. Menjadi sesuatu hal yang sangat menyedihkan, di satu sisi banyak Warga Negara Indonesia yang menuntut ilmu sampai ke luar negeri, tetapi di sisi lainnya banyak sekali anak-anak yang putus sekolah dan terpaksa bekerja. Padahal, pendidikan merupakan modal awal suatu bangsa untuk menjadi bangsa yang berkualitas. Terutama saat ini sudah mulai memasuki era

globalisasi, di mana globalisasi merupakan suatu kondisi yang tidak terelakkan oleh semua bangsa di dunia, dan bahkan oleh setiap umat manusia di bumi ini. Globalisasi

Satjipto Rahardjo, Karolus Kopong Medan, Frans J. Rengka ,Sisi-sisi lain dari Hukum Indonesia, 2003, Pratinjau, hlm.258. 4 A.V. Dicey. Law and Ihe Constitution, 1952. 5 Das Sollen berarti "norma moral" atau "yang seharusnya dilakukan". Dikutip dari Mirifica e-news http://www.mirifica.net, diakses pada tanggal 4 Maret 2011 pkl.03.30 wib. 6 Das Sein berarti "kenyataan", "keadaan factual".Ibid. 7 http://www.oocities.org/ekonomiindonesia/pendmahal.html, diakses pada tanggal 4 Maret 2011 pkl. 03.45 wib. 8 Contoh: KUPANG. AKN, siswi kelas 3 SMK bunuh diri karena 2 kali tidak lulus ujian; WONOGIRI. JR, siswa kelas 3 SMP gantung diri karena tidak mampu membayar uang ujian. Dikutip dari http://infoindonesia.wordpress.com/2010/11/16/anak-sd-bunuh-diri-karena-tak-mampu-bayar-spp/ diakses pada tanggal 4 Maret 2011, pkl.19.30 wib.

tidak bisa dianggap sepele dan ditangani sambil lalu belaka. Mau tidak mau, siap maupun tidak siap, Indonesia terimbas, bahkan terseret oleh arus deras globalisasi. Pendidikan merupakan instrumen yang amat penting bagi setiap bangsa untuk meningkatkan daya saingnya dalam percaturan politik, ekonomi, hukum, budaya dan pertahanan pada tata kehidupan masyarakat dunia global. Perubahan yang terjadi secara global menyebabkan perubahan gaya hidup.9 Maka dalam era globalisasi, pendidikan menjadi jawaban yang tepat, karena Warga Negara Indonesia bukan lagi bersaing dengan sesama Warga Negara Indonesia, melainkan dengan seluruh warga negara di dunia, sehingga dibutuhkan pendidikan yang berkualitas untuk dapat menciptakan Sumber Daya Manusia yang mampu bersaing. Selain UUD 1945 dan hukum nasional, dunia internasional pun menaruh perhatian terhadap pendidikan untuk semua, sebagai buktinya adalah Indonesia bersama dengan negara-negara lain telah menerima dan menandatangani Deklarasi Pendidikan untuk Semua yang dihasilkan oleh konferensi dunia yang diselenggarakan oleh UNESCO, bertajuk Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua di Jomtien, Thailand 1990. Jadi, pendidikan untuk semua bukanlah merupakan slogan yang berhenti menjadi wacana saja, tetapi harus mulai direalisasikan, mengingat begitu pentingnya pendidikan dalam menghadapi tantangan globalisasi, sehingga apa yang dicita-citakan dapat tercapai, yakni Indonesia cerdas, berkualitas, memiliki daya saing, dan sejahtera. Pendidikan untuk semua dan semua untuk pendidikan. I.2. Perumusan Masalah Dalam karya ilmiah ini dibahas berbagai permasalahan yang beragam dan sangat luas, terutama permasalahan pendidikan yang merupakan permasalahan mendasar di Indonesia. Akan tetapi, dalam tulisan ini Penulis akan membatasi dan memfokuskan dengan mengidentifikasi beberapa masalah utamanya, yakni: 1. Bagaimanakah keterkaitan antara pendidikan dengan perwujudan Rule of Law di Indonesia? 2. Seberapa pentingkah pendidikan untuk semua dalam mewujudkan Indonesia cerdas, berkualitas, memiliki daya saing, dan sejahtera?

Menurut Suyanto dan Abbas (2001), dikutip dalam http://portal2.lpmpkalsel.org.

3. Bagaimana peran aktif warga negara dalam merealisasikan pendidikan untuk semua, sehingga Indonesia mampu mengahadapi tantangan era globalisasi? I.3. Gagasan yang Ingin disampaikan Dalam karya ilmiah ini, Penulis akan memberikan beberapa gagasan untuk memberikan solusi kreatif terhadap permasalahan yang tertera pada identifikasi masalah, yaitu: 1. Pendidikan untuk semua sebagai perwujudan dari Rule of Law. 2. Pendidikan untuk semua merupakan hal yang sangat penting dalam mewujudkan Indonesia cerdas, berkualitas, memiliki daya saing, dan sejahtera. 3. Peran warga negara untuk pro aktif dalam merealisasikan pendidikan untuk semua, sehingga Indonesia mampu mengahadapi tantangan era globalisasi adalah suatu keharusan. I.4. Tujuan dan Manfaat Adapun penulisan karya ilmiah ini memiliki beberapa tujuan dan manfaat secara teoritis maupun praktis, yaitu: 1.4.1. Tujuan 1. Menemukan solusi serta cara yang tepat dalam merealisasikan pendidikan untuk semua sebagai perwujudan Rule of Law menuju Indonesia cerdas, berkualitas, memiliki daya saing, dan sejahtera. 2. Memberikan saran dan rekomendasi bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan era globalisasi dengan merealisasikan pendidikan untuk semua. 1.4.2. Manfaat a. Secara teoritis Diharapkan dapat memberikan masukan teoritis yang bermanfaat dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang pentingnya pendidikan untuk semua sebagai sebagai perwujudan Rule of Law menuju Indonesia cerdas, berkualitas, memiliki daya saing, dan sejahtera.

b. Secara praktis Diharapkan dapat memberi masukan yang berguna dan bermanfaat bagi kaum praktisi, mahasiswa dan perkembangan masyarakat Indonesia mengenai pentingnya pendidikan untuk semua, sehingga dapat memberikan keadilan terhadap Warga Negara Indonesia.

BAB II TELAAH PUSTAKA

II.1. Landasan Teori dan Konsep II.1.1. Definisi dan Pemahaman Konsep II.1.1.1. Definisi Pendidikan Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Ketentuan Umum Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas10: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Ki Hajar Dewantara11: Pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. H. Horne12: Pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.

10 11

Disahkan pada tanggal 8 Juni 2003 Dikutip dari http://www.scribd.com/doc/7592955/Definisi-Pendidikan diakses pada tanggal 4 Maret 2011 pkl. 10.16 wib. 12 Ibid.

II.1.1.2. Definisi Rule of Law Fiedman (1959)13: Merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom. A.V. Dicey14: Rule of Law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke 19, seiring degan negara konstitusi dan demokrasi. Rule of Law adalah konsep tentang common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of Law adalah rule by the law bukan rule by the man. II.1.1.3. Keterkaitan antara Pendidikan dengan Perwujudan Rule of Law Dalam hal ini penulis akan menuliskan keterkaitan antara pendidikan dengan perwujudan Rule of Law. Unsur-unsur Rule of Law terdiri dari15: - Supremasi aturan-aturan hukum; - Kedudukan yang sama didalam menghadapi hukum; - Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang serta keputusankeputusan pengadilan. Beberapa syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut Rule of Law adalah:16 1. Adanya perlindungan konstitusional; 2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak; 3. Pemilihan umum yang bebas; 4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat; 5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi 6. Pendidikan.
13 14

Dikutip dari buku yang ditulis Srijanti, A. Rahman, Etika Berwarga Negara Hlm.91 http://blog.unand.ac.id/indahjuwitasari/2011/01/14/rule-of-law/ diakses pada tanggal 4 Maret 2011 pkl.10.50 wib. 15 Ibid. 16 http://blog.unand.ac.id/indahjuwitasari/2011/01/14/rule-of-law/

Dilihat dari beberapa penjelasan di atas, penulis melihat ada keterkaitan yang cukup erat antara penegakkan Rule of Law dengan pemenuhan pendidikan untuk semua. Bahkan pendidikan merupakan salah satu syarat untuk terselenggaranya demokrasi, sebagai wujud Negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Pendidikan untuk semua merupakan Hak Asasi Manusia dan merupakan suatu sarana yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan hakhak lain.17 Hak atas pendidikan adalah luar biasa dalam arti bahwa hak tersebut dapat dianalisis melalui berbagai pemangku hak tersebut-anak, guru, orang tua, Negara. Anak memiliki hak untuk memperoleh pendidikan, guru memiliki hak atas kebebasan akademis untuk memastikan bahwa pendidikan yang layak disediakan, orang tua memiliki hak untuk memastikan bahwa pendidikan yang diterima oleh anak mereka sesuai dengan kepercayaan mereka, dan Negara memiliki beberapa hak untuk menentukan standar dan norma pendidikan untuk memastikan pelaksanaan yang layak dari kewajibannya dalam pendidikan. Hak atas pendidikan juga meliputi kewajiban untuk menghadiri sekolah dan mendapatkan pendidikan yang ditawarkan, walaupun hal ini masih

dipertentangkan, orang tua juga memiliki kewajiban untuk memastikan anakanak mereka dididik. Guru mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa pendidikan sesuai dengan standar nasional dan internasional. Dan akhirnya Negara jelas mempunyai kewajiban untuk memastikan tersedianya dana, gedung dan barang yang dibutuhkan untuk memastikan pendidikan yang layak. Dari sisi hukum, hukum berfungsi sebagai suatu norma yang berfungsi sebagai pelindung dari hak dan kewajiban setiap warga negara, berarti hukum juga merupakan suatu instrumen untuk melindungi hak dan kewajiban dalam pendidikan, berarti penegakkan hukum yang baik dapat melindungi pendidikan. Dengan demikian, dapat terlihat jelas bahwa pendidikan untuk semua terkait erat dengan penegakkan Rule of Law di Indonesia, sebab pendidikan merupakan salah satu Hak Asasi Manusia dasar yang harus terpenuhi, untuk memenuhi hak-hak yang lainnya.
17

Komite mengenai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Komentar Umum 13, dok. PBB E/C.12/1999/10.

II.1.1.4. Landasan Filosofis Pendidikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan landasan filosofis serta berbagai prinsip dasar dalam

pembangunan pendidikan. Berdasarkan landasan filosofis tersebut, sistem pendidikan nasional menempatkan peserta didik sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya dengan tugas memimpin kehidupan yang berharkat dan bermartabat serta menjadi manusia yang bermoral, berbudi luhur, dan berakhlak mulia. Pendidikan merupakan upaya memberdayakan peserta didik untuk berkembang menjadi manusia Indonesia seutuhnya, yaitu yang menjunjung tinggi dan memegang dengan teguh norma dan nilai sebagai berikut: a norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari, baik sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, makhluk individu, maupun makhluk sosial; b norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam rangka memelihara keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusia yang memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan d nilai-nilai keadilan sosial untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang merata dan bermutu bagi seluruh bangsa serta menjamin penghapusan segala bentuk diskriminasi dan bias gender serta terlaksananya pendidikan untuk semua dalam rangka mewujudkan masyarakat berkeadilan sosial. II.1.2. Sejarah Pendidikan Indonesia

Secara garis besar, sejarah pendidikan di Indonesia terbagi atas sistem pendidikan masa pra kemerdekaan, masa kemerdekaan, dan masa pemerintahan Republik Indonesia. 1. Sistem pendidikan pra kemerdekaan a. Masa Pemerintahan Belanda Pada masa ini, pendidikan terbagi menjadi dua, yaitu: pendidikan rendah, pendidikan menengah, pendidikan kejuruan, dan pendidikan tinggi. Tujuan 9

pendidikan pada masa penjajahan Belanda lebih dititikberatkan kepada memenuhi kebutuhan pemerintah Belanda, yaitu tersedianya tenaga kerja murah untuk hegemoni penjajah dan untuk menyebarluaskan kebudayaan Barat. Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut18: (1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan. b. Masa Pemerintahan Jepang Pada masa pendudukan Jepang, sistem pendidikan di Indonesia banyak mengalami perubahan. Beberapa sekolah diintegrasikan karena dihapuskannya sistem pendiikan berdasarkan bangsa maupun berdasarkan strata sosial tertentu. Bahasa pengantar di semua sekolah menggunakan Bahasa Indonesia. Tujuan pendidikan lebih ditekankan kepada dihasilkannya tenaga buruh kasar secara gratis (cuma-cuma) dan prajurit-prajurit untuk keperluan peperangan Jepang. 2. Sistem Pendidikan Masa Kemerdekaan Pada masa kemerdekaan, tujuan pendidikan adalah untuk mendidik menjadi warga negara yang sejati, bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara dan masyarakat. a. Periode 1945 - 1950

Pendidikan rendah (SR) selama enam tahun; Pendidikan menengah umum terdiri atas Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) lamanya masing-masing tiga tahun;

Pendidikan Kejuruan, misalnya: Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP), Sekolah Guru Kepandaian Puteri (SGKP), Sekolah Guru Pendidikan Jasmani (SGPD);

18

http://peziarah.wordpress.com/2007/02/05/pendidikan-di-zaman-penjajahan-belanda/ diakses pada tanggal 13 Maret 2011 pkl.23.15 wib.

10

Perguruan Tinggi terdiri atas Universitas, Konservatori/Karawitan, Kursus B1, dan ASRI.

b. Periode 1950 - 1975 Pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar. Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD); Pendidikan Menengah Umum. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA); Pendidikan Kejuruan, misalnya: KPKPKB, SMEA, SPIK; Pendidikan Tinggi. Universitas, Institut Teknologi, Institut Pertanian, Institut Keguruan, Sekolah Tinggi, dan Akademi. c. Periode 1978 - sekarang Pendidikan pra sekolah (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); Pendidikan dasar; Sekolah Menengah umum, SMP (SLTP), dan SMA (SLTA/SMU); Pendidikan Menengah Kejuruan. Tingkat Pertama; ST.SKKP. Tingkat Atas terdiri atas; Sekolah Menengah Kejuruan (SMK); Pendidikan Tinggi. Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, Diploma, dan Politeknik. II.1.3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merupakan perwujudan dari tekad melakukan reformasi pendidikan yang sekian lama tidak mampu lagi menjawab tuntutan perkembangan masyarakat, bangsa di era global. Reformasi pendidikan merupakan sebuah langkah strategis sebagai respons sekaligus penguatan terhadap reformasi politik yang ditempuh pemerintah Indonesia yaitu perubahan sistem pemerintahan dari sistem sentralistik menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi kepada daerah.19

19

http://bersamatoba.com/tobasa/serba-serbi/lahirnya-undang-undang-nomor-20-tahun-2003-html diakses pada tanggal 4 Maret 2011 pkl.14.50 wib.

11

Dalam Konsiderans20: Disebutkan salah satu pertimbangan dibentuknya Undang-Undang Sisdiknas adalah bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN dalam Pasal 4 21: Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Hak dan Kewajiban Warga Negara Pasal 522: Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Dilihat dari beberapa pasal dan konsiderans Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Penulis menangkap bahwa Undang-Undang ini sebagai das sollen memiliki semangat untuk memberikan pendidikan untuk semua masyarakat Indonesia tanpa membeda-bedakan latar belakang, jenis kelamin, taraf kehidupan, dan lainnya, bahkan keadaan fisik dan mental seseorang yang berkebutuhan khusus sesuai dengan prinsip non diskriminasi. II.1.4. Deklarasi Pendidikan Untuk Semua (Declaration for All)

Pendidikan Untuk Semua adalah gerakan global yang dipimpin oleh UNESCO, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan belajar semua anak-anak, remaja dan orang dewasa pada tahun 2015. UNESCO telah diamanatkan untuk memimpin gerakan dan mengkoordinasikan upaya-upaya internasional untuk mencapai Pendidikan untuk semua.Pemerintah, badan pembangunan, masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah dan media tetapi beberapa mitra kerja demi meraih tujuan ini. Tujuan PUS juga berkontribusi terhadap upaya global dari delapan
20 21

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ibid. 22 Ibid.

12

Millennium Development Goals (MDGs), terutama MDG 2 pada pendidikan dasar universal dan MDG 3 tentang kesetaraan gender dalam pendidikan, pada tahun 2015. 23 Gerakan ini diluncurkan pada tahun 1990 pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua di Jomtien, Thailand. Di sana, perwakilan dari masyarakat internasional (155 negara, serta perwakilan dari sekitar 150 organisasi) setuju untuk "universalisasi pendidikan dasar dan massal mengurangi buta aksara pada akhir dekade ". Indonesia termasuk salah satu Negara yang meratifikasi Deklarasi ini. Dari konferensi ini, Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua diadopsi, yang menekankan bahwa pendidikan merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan negara-negara didorong untuk memperkuat upaya mereka untuk meningkatkan pendidikan dalam rangka untuk memastikan bahwa kebutuhan belajar dasar untuk semua dipenuhi. Kerangka Aksi untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Dasar didirikan enam gol untuk tahun 200024:

Tujuan 1: Universal akses untuk belajar; Tujuan 2: Fokus pada ekuitas; Tujuan 3: Penekanan pada hasil belajar; Tujuan 4: Perluasan sarana dan ruang lingkup pendidikan dasar; Tujuan 5: Meningkatkan lingkungan untuk belajar; Tujuan 6: Memperkuat kemitraan pada tahun 2000;

II.1.5. Das Sollen Apa yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia tercantum di dalam alinea ke empat Pembukaan Undang Dasar 1945. Salah satu cita-cita luhur para founding fathers Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, sebagai subjek hukum Internasional, Indonesia juga haruslah melihat cita-cita dunia. Berikut ini akan dipaparkan cita-cita dunia dan bangsa Indonesia terhadap pendidikan, yang tercantum dalam: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
23

Dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/Education_For_All diakses pada tanggal 4 Maret 2011 pkl. 12.20 wib. 24 http://www.unesco.org/en/efa/the-efa-movement diakses pada tanggal 4 Maret 2011 pkl. 12.20 wib.

13

Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (KIHESB) Deklarasi Pendidikan untuk Semua Undang-Undang Dasar Negara Repunlik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Seluruh instrumen di atas mencita-citakan pendidikan untuk semua tanpa terkecuali dalam mewujudkan dunia yang cerdas, begitu pun Indonesia yang bercita-cita mewujudkan pendidikan untuk semua. II.1.6. Das Sein Dilihat dari kenyataannya, bahwa das sein tidak selalu selaras dengan das sollen. Meskipun di banyak negara terjadi peningkatan dalam pencapaian target pendidikan untuk semua atau education for all (EFA), secara global pencapaian EFA terlihat suram. Hal ini disebabkan lambannya kemajuan anak putus sekolah untuk bisa kembali bersekolah, yang antara lain akibat masih merebaknya konflik bersenjata di banyak negara di dunia. Pada 2008 misalnya, tercatat sebanyak 67 juta anak di dunia putus sekolah. Sebanyak 28 juta anak usia sekolah dasar atau sekitar 42 persen putus sekolah karena di negaranya terjadi konflik bersenjata.25 Hal ini sejalan dengan kenyataan di Indonesia, masih banyak anak-anak Indonesia yang tidak mendapatkan haknya dalam pendidikan. Perwujudan pendidikan untuk semua yang dicita-citakan, hanya sebagai sebuah wacana yang masih jauh dari realisasi. Seperti misalnya, tahun 2008 kebiasaan membaca anak-anak Indonesia berada pada peringkat paling rendah (skor 51,7). Skor ini di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), dan Singapura (74,0).26 Rendahnya minat baca di kalangan siswa, secara langsung atau tidak langsung berpengaruhi terhadap kualitas sumber daya manusia dan pendidikan, karena membaca secara signifikan dapat melahirkan kecakapan, cenderung memiliki intelegensi, penguasaan bahasa, dan keterampilan berkomunikasi27. Selain fakta di atas, dalam karya ilmiah ini akan dilampirkan data

25

Direktur Jenderal UNESCO Irina Bokova dalam peluncuran EFA Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis; Armed Conflict and Education yang digelar di New York, Amerika Serikat, Selasa (2/3/2011) waktu Indonesia. 26 Menurut data yang dikeluarkan Bank Dunia, dikutip dari http://enewsletterdisdik.wordpress.com diakses pada tanggal 12 Maret 2011 pkl.05.30 wib. 27 Cullinan & Bagert 1996.

14

statistik tentang pendidikan di Indonesia yang didapatkan dari berbagai sumber terpercaya. II.2. Pendapat terhadap Permasalahan yang Terjadi Berikut ini akan dipaparkan pendapat para ahli mengenai pendidikan, diantaranya28: 1. Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M): Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesempurnaan. 2. Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh bangsa Arab yang hidup tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan Daminah): Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan santaan akal dan rohani. 3. Herbert Spencer (filosof Inggris yang hidup tahun 1820-1903 M): Pendidikan itu ialah menyiapkan seseorang agar dapat menikmati kehidupan yang bahagia. Terkait dengan berbagai pendapat di atas, bahwa pendidikan merupakan suatu aspek yang sangat penting di dalam kehidupan, sehingga pendidikan untuk semua merupakan suatu urgensi bagi Indonesia. Pendidikan untuk semua juga nampak dan didukung oleh berbagai pendapat ahli dan bagaimana negara-negara di berbagai belahan Bumi menyikapi hal pendidikan, sebagaimana terurai di bawah ini: Elin Driana29 Di Negara Bagian Ohio Amerika Serikat banyak sekali kemudahan dalam melanjutkan pendidikan, diantaranya: - Untuk masuk ke sekolah negeri syaratnya hanya menunjukkan tempat tinggal dan data imunisasi;

28

http://www.slideshare.net/triajeng/pendapat-para-ahli-pendidikan diakses pada tanggal 11 Maret 2011 pkl.09.23 wib. 29 PUTUSAN NOMOR 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009 putusan dalam perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

15

- bagi murid yang belum bisa berbahasa Inggris dengan baik disediakan program belajar bahasa inggris dengan tidak dikenai biaya; - mendapat perlengkapan sekolah secara gratis, dipinjami buku-buku sekolah dan Lembar Kerja Siswa LKS), transportasi dari sekolah sampai ke rumah; - biaya-biaya sekolah yang dikeluarkan oleh orang tua murid sangat minim, hanya untuk membeli buku tulis dan alat-alat tulis; dan bagi keluarga miskin bisa mengajukan keringanan kepada sekolah. Di Amerika Serikat meskipun usia wajib belajar itu hanya dari 6 sampai 18 tahun jika siswa memutuskan untuk tetap bersekolah hingga mendapatkan ijazah SMA, tidak ada biaya yang dikenakan kepada orang tua karena pada dasarnya orang tua sudah membiayai pendidikan juga melalui pajak yang dibayarkan. Prof. Dr. Soedijarto,MA30 Bahwa Indonesia adalah satu-satunya atau paling tidak salah satu dari tidak banyak negara yang dalam deklarasi kemerdekaannya, yang selanjutnya tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang meletakkan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai salah satu misi penyelenggaraan pemerintahan negara. Makna misi ini sukar dipahami tanpa memahami perjalanan perkembangan peradaban modern yang bergerak sejak abad ke-17 di Eropa. Pada saat Proklamasi Kemerdekaan, kondisi masyarakat Indonesia jauh tertinggal bila diukur dari kacamata peradaban modern yang meliputi kehidupan hubungan antar negara di pertengahan abad ke-20 baik dalam segi politik, ekonomi, social budaya dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak lain karena pada saat Eropa bangkit dimulai dengan Renaissance pada abad ke-17, Indonesia mulai tenggelam dan akhirnya pada permulaan abad ke-20 sepenuhnya dikuasai penjajah yang tujuan utamanya hanyalah menjadikan Indonesia sebagai sumber kekayaan. Rakyat Indonesia pada umumnya tidak tersentuh perkembangan perabadan modern. Karena itu, para Pendiri Republik nampaknya sadar tentang perlunya melakukan transformasi budaya dari budaya tradisional dan feodal ke budaya modem dan demokratis. Inilah makna mencerdaskan kehidupan bangsa yaitu melaksanakan transformasi budaya yang dalam bahasa Bung Karno merupakan A summing up of many revolution in one generation. Revolusi dalam arti revolusi berpikir, berpolitik, berekonomi, dan berilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itulah pendiri Republik menetapkan hak warga negara untuk
30

Ibid.

16

memperoleh pendidikan [Pasal 31 ayat (1) UUD 1945] dan kewajiban Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional [Pasal 31 ayat (2) UUD1945], karena hanya melalui sistem persekolahan, sebagai yang ditempuh oleh Negara-negara maju dan kini menjadi maju, kita dapat melakukan proses mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas tentang pendidikan di Negara lain, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan aspek penting dalam berkembangnya suatu Negara, sehingga apabila Indonesia tidak ingin tertinggal oleh Negara lain, maka wacana pendidikan untuk semua harus benar-benar terealisasi. II.3. Uraian Pemecahan Masalah yang Pernah Dilakukan Terhadap permasalahan dunia pendidikan dan untuk mewujudkan pendidikan untuk semua, sudah banyak upaya-upaya yang telah dilakukan untuk memecahkan masalah, diantaranya: 1. Membuat Peraturan Perundang-Undangan terkait sebagai regulator di bidang pendidikan, serta meratifikasi berbagai konvensi; 2. Mengalokasikan dana untuk pendidikan sebesar dua puluh persen dari dana APBN31; 3. Menetapkan wajib belajar 9 tahun; 4. Menyelenggarakan berbagai program penunjang pendidikan, misalnya: Biaya Operasional Sekolah (BOS); Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA);

5. Bekerja sama dengan LSM baik nasional maupun internasional, misalnya: UNESCO, UNICEF, LPA, dll.; 6. Membuat rencana strategis pendidikan nasional; 7. Program Pendidikan Anak Usia dini; 8. Penyediaan fasilitas pendidikan, baik infrastruktur maupun suprastruktur; 9. dan berbagai upaya pemecahan masalah lainnya.

31

Dikuti dari pernyataan Mendiknas M Nuh usai upacara puncak peringatan HUT ke-65 RI di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa. Sumber: http://www.detiknews.com/read/2010/08/17/130915/1421878/10/m-nuh-anggaranpendidikan-2011-tetap-20-dari-apbn diakses pada tanggal 12 Maret 2011 pkl. 07.15 wib.

17

BAB III METODE PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analisis. Metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk meneliti status sebuah kelompok manusia, objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang.32 Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, karena: 1. Penulis akan menggambarkan keadaan pendidikan di Indonesia dengan berbagai permasalahannya, serta akan mendeskripsikan lebih lanjut mengenai kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pendidikan. 2. Dari berbagai deskripsi tersebut, dengan dibantu oleh literatur, pendapat ahli, juga berbagai data, maka penulis akan menganalisis bagaimana cara merealisasikan pendidikan untuk semua sebagai perwujudan Rule of Law menuju Indonesia cerdas, berkualitas, memiliki daya saing, dan sejahtera. Selanjutnya penulis menggunakan metode pendekatan yuridis-normatif dan sosial filosofis, Tujuan pendekatan yuridis normatif ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah hukum positif mengenai suatu hal terhadap peristiwa atau masalah tertentu.33 Metode penelitian yuridis normatif berusaha menemukan kebenaran melalui cara berpikir deduktif dan teori kebenaran koheren. Dalam menerapkan penelitian yuridis normatif, fakta dianalisis dan dideskripsikan berdasarkan peraturan perundang - undangan yang berlaku saat ini sebagai das sollen. Penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan sosial filosofis, karena dalam karya ilmiah ini, Penulis akan membahas das sollen (yang dicita-citakan oleh dunia dan bangsa Indonesia terhadap) yang diutarakan dalam berbagai instrument hukum normatif. Juga

32 33

Lihat Moh Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, halaman 63 Lihat Soerjono Soekanto, Pengentar Penelitian Hukum, Cetakan ketiga, UI Press, Jakarta, 1986, halaman 45.

18

kemudian akan dilihat kembali dalam kenyataannya di lapangan tentang pendidikan di Indonesia dan akan menganalisisnya secara filosofis. Metode pendekatan penulisan karya ilmiah yang dilakukan secara yuridis normatif ini menitikberatkan pada studi kepustakaan. Studi kepustakaan yang dimaksud adalah peneliti dalam mencari data menggunakan bahan - bahan sekunder. Bahan - bahan sekunder yang dimaksud adalah berupa berupa peraturan perundang - undangan, buku - buku, dan bahan bahan bacaan lainnya seperti artikel di media cetak, makalah - makalah yang disampaikan dalam seminar, dan peraturan perundang - undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Oleh karena itu penelitian kepustakaan ini tidak hanya mengacu pada bahan perundang undangan di Indonesia saja, tetapi juga terhadap bahan - bahan lain yang dapat menunjang penelitian ini. III.1. Teknik Pengumpulan Data dan/atau Informasi Untuk mendapatkan data dan informasi, maka penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari berbagai literatur yang berhubungan dengan objek penelitian atas bahanbahan hukum seperti bahan hukum primer, sekunder dan tertier.34 Bahan primer, yaitu bahan yang mengikat berupa berbagai macam perundangundangan yang berlaku dan berkaitan dengan obyek penelitian. Adapun peraturan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan deklarasi Pendidikan untuk Semua. Bahan sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti doktrin, hasil penelitian akademis, karya-karya ilmiah para sarjana, jurnal, dan tulisan lain yang bersifat ilmiah. Bahan tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya.

34

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, 1985, halaman 13.

19

Dalam penelitian tersebut teknik pengumpulan bahan-bahan yang digunakan, adalah:35 Studi Pustaka Dengan melakukan studi pustaka, penulis mencari dan mengumpulkan data berupa literatur dari berbagai sumber atau bahan hukum yang terkait dengan materi pembahasan penelitian penulis. Dokumentasi Hukum Penulis menggunakan tekhnik ini dengan mencari peraturan perundang-undangan, konvensi dan yurispudensi yang mengatur tentang segala hal yang berkaitan dengan materi pembahasan penelitian penulis. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara penulis dengan nara sumber. Dalam penulisan ini, Penulis menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara bebas, tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dari responden. III.2. Pengolahan Data dan/atau Informasi III.2.1. Analisis Sintesis Model Analisa Editing. Peneliti menggunakan model editing bertindak sebagai interpreter yang membaca sampai habis data mencari segmen-segmen penuh arti dan unit-unit. Suatu ketika segmen ini dikenali dan ditinjau, interpreter dikembangkan satu rencana pengelompokan dan kode-kode sesuai yang dapat digunakan untuk memilih jenis dan mengorganisir data. Peneliti kemudian mencari-cari struktur dan pola-pola yang menghubungkan kategori-kategori pokok.36 Kemudian membuatnya dalam analisis SWOT (Strength, Weakness,

35

TEKNIK PENGUMPULAN DATA http://teorionline.wordpress.com diakses pada tanggal 1 Maret 2011, pkl.07.15 WIB.
36

Morse dan Field (1995) dalam buku Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara (2003).

20

Opportunity, and Threat) secara mendalam, untuk mendapatkan solusi dan pemecahan masalah yang maksimal.37 III.2.2. Mengambil Kesimpulan Kesimpulan berasal dari fakta-fakta atau hubungan yang logis. Pada umumnya kesimpulan terdiri atas kesimpulan utama dan kesimpulan tambahan. pada tulisan ilmiah dari hasil penelitian yang tidak memerlukan hipotesis, maka kesimpulan merupakan uraian tentang jawaban penulis atas pertanyaan yang diajukan pada bab pendahuluan. Sebagai langkah pertama, Penulis menguraikan garis besar permasalahan dan kemudian memberi ringkasan tentang segala sesuatu yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Pada langkah berikutnya, Penulis

menghubungkan setiap kelompok data dengan permasalahan untuk sampai pada kesimpulan tertentu. Langkah terakhir dalam menyusun kesimpulan adalah menjelaskan mengenai arti dan akibat-akibat tertentu dari kesimpulan-kesimpulan itu secara teoritik maupun praktis.38 III.2.3. Merumuskan Saran atau Rekomendasi Seusai menutup kesimpulan Penulis memberikan saran atau rekomendasi guna penelitian lebih lanjut maupun saran-saran yang lebih praktis atau berfaedah secara riel. Seperti halnya Kesimpulan, dalam menyusun Saran, Penulis tidak menyarankan sesuatu yang tidak mempunyai dasar atau keterkaitan dengan pembahasan yang dikemukakan. Dengan kata lain, Saran hanyalah berisi alternatif yang diajukan penulis agar permasalahan yang ada dapat dipecahkan sebaikbaiknya di waktu mendatang.39

37

Analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, 38 KESIMPULAN, SARAN Dan ABSTRAK Dra. Endah Setyowati, M.Si ,Umi Proboyekti, S.Kom., MLIS dalam buku Pengantar Metode Penelitian, hlm.97. 39 Ibid.

21

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

IV.1. Analisis Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka dan berbagai wawancara, penulis akan menganalisis permasalahan yang terjadi dalam perwujudan pendidikan untuk semua, dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat. ANALISIS SWOT Pendidikan untuk semua sebagai perwujudan Rule of Law menuju Indonesia cerdas, berkualitas, memiliki daya saing, dan sejahtera. Strength (Kekuatan) 1. Memiliki kuantitas Sumber Daya Manusia yang cukup banyak, sekitar 238 juta jiwa.40 2. Sumber Daya Alam yang memadai, sehingga Indonesia memiliki pendapatan yang cukup besar. 3. Memiliki instrumen yang cukup lengkap untuk mengatur dunia pendidikan di Indonesia. Weakness (Kelemahan) 1. Kondisi geografis yang sangat luas, sehingga penyamarataan pendidikan sulit untuk dilaksanakan. 2. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya suatu pendidikan, akibat paradigma masyarakat yang terlalu sempit. 3. Kurangnya kuantitas tenaga pengajar, terutama di daerah terpencil dan terbelakang. 4. Kurangnya fasilitas infrastruktur maupun suprastruktur dalam dunia pendidikan.

40

Sensus Penduduk Indonesia 2008, Sumber: Badan Pusat Statisitik www.bps.go.id diakses pada tanggal 12 Maret 2011 pkl.18.15 wib.

22

Opportunity (Peluang) 1. Permintaan dunia terhadap Sumber Daya Manusia yang berkualitas meningkat. 2. Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi yang hanya dapat dijalankan oleh SDM yang mengenyam pendidikan. 3. Pendidikan menjadi suatu kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya. 4. Pendidikan menjadi suatu barang publik. 5. Meningkatnya kepedulian Pemerintah dalam mewujudkan pendidikan untuk semua. Threat (Ancaman) 1. Terjadinya kapitalisasi dan liberalisasi pendidikan. 2. Teknologi Informasi dan Komunikasi yang terlalu bebas tanpa filter yang memadai. 3. Era globalisasi yang memungkinkan terbukanya persaingan dunia kerja yang luas. 4. Pendidikan menjadi suatu barang privat yang memiliki eksklusivitas. IV.2. Sintesis Dalam sintesis ini, Penulis akan merefleksikan strategi untuk merealisasikan pendidikan untuk semua sebagai perwujudan Rule of Law menuju Indonesia cerdas, berkualitas, memiliki daya saing, dan sejahtera dalam bentuk table sintesis SWOT. Penulis telah mendapatkan sintesis berdasarkan analisis SWOT yang pada intinya sebagai berikut: Peluang utama yang dimiliki Indonesia adalah Pendidikan sebagai barang publik.41 Maksud dari barang publik adalah barang yang dapat diperoleh setiap orang yang ketika digunakan tidak mengurangi ketersediaannya dan tidak ada seorangpun yang boleh dihalangi untuk memperoleh barang tersebut, ditandai oleh adanya dua aspek, yaitu non excludable42 dan non-rivalry43. Ancaman utama yang dimiliki Indonesia saat ini Pendidikan sebagai barang privat dan eksklusif. Terjadi diskriminasi dan kurang meratanya pendidikan, menyebabkan pendidikan hanya dapat didapatkan oleh orang-orang yang memiliki uang Berikut adalah Tabel SWOT secara lengkap sebagai sintesis atas analisis SWOT.
41

C.D. Kolstad, 2000, Environmental Economics (Oxford: Oxford University Press), hal. 78-82. Lihat juga misalnya: S. Estrin dan D. Laidler, 1995, Introduction to Microeconomics, 4th Edition (New York: Harvester Wheatsheaf), hal. 451-452. 42 Apabila konsumsi atas barang oleh seseorang tidak akan mengurangi ketersediaan barang tersebut 43 Apabila tidak mungkin dilakukan penyeleksian terhadap konsumsi atas barang barang tersebut. Artinya barang tersebut dapat dikonsumsi oleh semua orang

23

Faktor Eksternal

OPPORTUNITY (PELUANG)
Pendidikan menjadi suatu kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi yang hanya dapat dijalankan oleh SDM yang mengenyam pendidikan Permintaan dunia terhadap Sumber Daya Manusia yang berkualitas meningkat Pendidikan menjadi suatu barang publik

THREAT (ANCAMAN)
Teknologi Informasi dan Komunikasi yang terlalu bebas tanpa filter yang memadai Era globalisasi yang memungkinkan terbukanya persaingan dunia kerja yang luas Pendidikan menjadi suatu barang privat yang memiliki eksklusivitas

Faktor Internal
STRENGTH (KEKUATAN)
Memiliki kuantitas Sumber Daya Manusia yang cukup banyak, sekitar 238 juta jiwa Sumber Daya Alam yang memadai, sehingga Indonesia memiliki pendapatan yang cukup besar Memiliki instrumen yang cukup lengkap untuk mengatur dunia pendidikan di Indonesia

Meningkatnya kepedulian Pemerintah dalam mewujudkan pendidikan untuk semua Terjadinya kapitalisasi dan liberalisasi pendidikan

3
STRATEGI SO

STRATEGI ST 1. Instrumen yang lengkap untuk mengatur dunia pendidikan dapat memperkecil ancaman liberalisasi dan kapitalisasi yang membuat pendidikan menjadi barang privat, juga sebagai filter teknologi informasi dan komunikasi. 2. Banyaknya kuantitas Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam yang dikelola dengan baik dapat menjadi kekuatan dalam menghadapi ancaman persaingan terbuka di era globalisasi. STRATEGI WT 1. Mengelola geografis yang luas dengan baik dan penyamarataan pendidikan dapat terwujud untuk menghidari ekslusivitas pendidikan. 2. Meningkatkan kesadaran dan memperluas paradigma masyarakat terhadap pentingnya suatu pendidikan masyarakat dalam menghadapi era globalisasi. 3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga pengajar, terutama di daerah terpencil dan terbelakang untuk menghadapi bebasnya teknologi informasi dan komunikasi. 4. Menigkatkan fasilitas infrastruktur, suprastruktur baik sarana dan prasarana dalam dunia pendidikan, untuk menghindari kapitalisasi dan liberalisasi dunia pendidikan.

1 2 3

1. Memanfaatkan Sumber Daya Manusia yang cukup banyak untuk mendapatkan peluang peningkatan permintaan terhadap SDM yang berkualitas dan untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 2. Sumber Daya Alam yang memadai dapat menjadi kekuatan dalam memenuhi kebutuhan hidup melalui pendidikan sebagai suatu kebutuhan primer dan suatu barang publik. 3. Instrumen yang cukup lengkap untuk mengatur dunia pendidikan di Indonesia dapat menjadi kekuatan untuk meningkatkan kepedulian Pemerintah dalam mewujudkan pendidikan untuk semua. STRATEGI WO 1. Mengelola geografis yang luas dengan baik, sehingga penyamarataan pendidikan dapat terwujud untuk menangkap peluang permintaan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya suatu pendidikan dan memperluas paradigma masyarakat sehingga kepedulian Pemerintah dalam mewujudkan pendidikan untuk semuasemakin meningkat. 3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga pengajar, terutama di daerah terpencil dan terbelakang untuk menangkap peluang pendidikan sebagai suatu kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya serta menjadi suatu barang publik. 4. Menigkatkan fasilitas infrastruktur, suprastruktur baik sarana dan prasarana dalam dunia pendidikan untuk menangkap peluang teknologi informasi dan komunikasi yang hanya dapat dijalankan oleh SDM yang mengenyam pendidikan.

WEAKNESS (KELEMAHAN)
Kondisi geografis yang sangat luas, sehingga penyamarataan pendidikan sulit untuk dilaksanakan Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya suatu pendidikan, akibat paradigma masyarakat yang terlalu sempit

Kurangnya kuantitas dan kualitas tenaga pengajar, terutama di daerah terpencil dan terbelakang

Kurangnya fasilitas infrastruktur maupun suprastruktur, baik sarana dan prasarana dalam dunia pendidikan

24

IV.3. Pemecahan Masalah Setelah melihat berbagai das sollen dan das sein, serta berbagai analisis yang telah dilakukan oleh penulis, maka berikut akan dipaparkan berbagai ide-ide kreatif penulis dalam memecahkan masalah dalam perwujudan pendidikan untuk semua. Dalam mewujudkan pendidikan untuk semua, sudah banyak instrumen hukum yang ada di Indonesia, mulai dari Undang-Undang Nasional sampai pada Konvensi dan Pejanjian Internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, juga sudah banyak programprogram pemerintah yang telah dilaksanakan, namun ternyata permasalahan pendidikan tidak kunjung selesai. Berarti, dalam hal ini untuk memecahkan masalah pendidikan, dibutuhkan suatu konsep yang dapat menyelesaikan permasalahan dari akarnya, tidak hanya permukaannya saja. Sebagai Negara yang menjunjung tinggi Rule of Law, Pendidikan di Indonesia memang merupakan tanggung jawab Negara dan Pemerintah, namun hal yang perlu kita sadari, bahwa pendidikan terkait dengan hajat hidup orang banyak, sehingga yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab Negara atau Pemerintah saja, namun juga tanggung jawab masyarakat sebagai stakeholder terkait. Hal inilah yang selama ini tidak disadari oleh masyarakat, bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, sebab berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis, menurut Prof. Arief Sidharta, bahwa kesadaran dan peran serta dari masyarakat merupakan hal esensial di dalam perwujudan pendidikan untuk semua. Oleh karena itu, untuk memecahkan masalah dalam mewujudkan pendidikan untuk semua, maka Penulis akan menitikberatkan pada optimalisasi peran serta dan masyarakat sebagai suatu alternatif pemecahan masalah, yang kemudian diikuti oleh upaya-upaya lain yang dapat dilaksanakan oleh Negara dan Pemerintah. 1. Peran aktif dari masyarakat haruslah ditingkatkan dan dioptimalkan, sebab peran aktif masyarakat bukan sekedar kewajiban44, tetapi merupakan sebuah hak. Peran aktif dari masyarakat dalam mewujudkan pendidikan untuk semua misalnya:
44

Penguatan partisipasi masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih-lebih dalam era globalisasi. Peranserta masyarakat harus lebih dimaknai sebagai hak daripada sekadar kewajiban. Kontrol rakyat (anggota masyarakat) terhadap isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan pembangunan harus dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan urutan prioritas pembangunan untuk dirinya atau kelompoknya. (Karsidi, 2002).

25

- Orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat harus dilibatkan dalam pengembangan pendidikan sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan,

pemanfaatan hasil dan evaluasinya; - Melibatkan masyarakat dalam Media dan forum yang dapat dimanfaatkan untuk penyaluran partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan antara lain adalah media musyawarah dan pembentukan institusi masyarakat yang mampu menampung aspirasi masyarakat, terutama di wilayah atau komunitas tempat sekolah/lembaga pendidikan berada; - Peran serta sebagai pelaksana kegiatan. Misalnya sekolah meminta orang tua/masyarakat untuk memberikan penyuluhan pentingnya pendidikan, masalah jender, gizi, dsb. Dapat pula misalnya, berpartisipasi dalam mencatat anak usia sekolah di lingkungannya agar sekolah dapat menampungnya, menjadi nara sumber, guru bantu, dsb. - Sebagai pengontrol kebijakan Pemerintah. Masyarakat dapat mengambil peran dalam mengontrol kebijakan Pemerintah terkait pendidikan, dan juga di dalam penyaluran dana untuk pendidikan. Dengan adanya partisipasi masyarakat, maka pendidikan tidak hanya menjadi beban bagi pemerintah. Selain itu, dengan adanya partisipasi masyarakat, Pemerintah dapat bekerja sama dengan masyarakat dalam mengatasi masalah pendidikan, sebab masyarakat lebih mampu menangkap dan memahami masalah, aspirasi dan kesempatan yang ada di masyarakat, mampu menggali dan mendayagunakan sumber daya pendidikan yang mencakup fasilitas, narasumber untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat di wilayahnya. 2. Menciptakan kemauan politik yang kuat dari seluruh komponen bangsa untuk mewujudkan pendidikan untuk pengekalan persatuan dan kesatuan bangsa sebagai Negara yang menjunjung tinggi Rule of Law. 3. Konsep dan strategi pendanaan pendidikan yang lebih tepat, sehingga dapat terjadi distribusi dana pendidikan secara berimbang dan proporsional.

26

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

V.1. Kesimpulan Pendidikan untuk semua bukanlah merupakan slogan yang berhenti menjadi wacana saja, tetapi harus mulai direalisasikan, mengingat begitu pentingnya pendidikan dalam menghadapi tantangan globalisasi, sehingga apa yang dicita-citakan dapat tercapai, yakni Indonesia cerdas, berkualitas, memiliki daya saing, dan sejahtera. Oleh karena itu, berdasarkan penulisan karya ilmiah ini dapat diambil beberapa kesimpulan seperti di bawah ini: 1. Pendidikan untuk semua sebagai perwujudan dari Rule of Law. Terdapat keterkaitan yang erat antara penegakkan Rule of Law dengan pemenuhan pendidikan untuk semua. Bahkan pendidikan merupakan salah satu syarat untuk terselenggaranya demokrasi, sebagai wujud Negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Pendidikan untuk semua merupakan Hak Asasi Manusia dan merupakan suatu sarana yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan hak-hak lain. Rule of Law sangat diperlukan untuk Negara seperti Indonesia karena akan mewujudkan keadilan. Keterkaitan antara Rule of Law dengan pendidikan tidak hanya sebelah pihak, pendidikan juga dapat menunjang penegakkan Rule of Law itu sendiri. Penegakkan Rule of Law membutuhkan pendidikan sebagai salah satu tiangnya, sebagai modal bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih memahami Rule of Law. Penanaman Pemahaman Rule of Law bagi setiap pembuat dan pelaksana aturan/kebijakan adalah hal yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, karena tanpa adanya pemahaman ini maka kebijakan di bidang Pendidikan yang dibuat dan atau dilaksanakan dikhawatirkan tidaklah mencerminkan urgensi Pendidikan sebagai salah satu aspek yang harus dipenuhi untuk mewujudkan negara yg menjunjung Rule of Law. Penanaman

Pemahaman Rule of Law ini antara lain dilakukan dengan memberikan berbagai pendidikan/pelatihan/kursus atau bentuk lain yg sejenis di mana para pembuat

27

2. kebijakan diberi materi yang relevan

dengan pendekatan tepat untuk itu. Agar

pemahaman mengenai hal ini dapat dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat maka dalam kurikulum perlu didesain secara komprehensif dan tidak sepotong-sepotong dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dgn memastikan bahwa pemahaman ttg Rule of Law sudah ada di dalamnya, sebagaimana telah dilakukan untuk materi HAM yg sudah sangat populer di masyarakat. 3. Pendidikan untuk semua merupakan hal yang sangat penting dalam mewujudkan Indonesia cerdas, berkualitas, memiliki daya saing, dan sejahtera. Hal ini dapat terlihat dari keseriusan Pemerintah dan seluruh warga dunia yang telah membuat berbagai instrumen hukum yang memuat cita-cita pendidikan untuk semua di dalamnya, diantaranya: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (KIHESB) Deklarasi Pendidikan untuk Semua Undang-Undang Dasar Negara Repunlik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Namun, instrumen hukum yang telah banyak mengatur mengenai pendidikan untuk semua tidaklah cukup untuk merealisasikan cita-cita luhur dari instrumen tersebut. Hal yang terpenting adalah adanya dukungan dari berbagai aspek, yaitu aspek kesadaran masyarakat, penegak hukum, dan sarana penegakkan hukum, di mana semua aspek tersebut harus saling mendukung dan terintegrasi. 4. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu keniscayaan jika kita ingin mewujudkan Pendidikan Untuk Semua. Hal itu pertama-tama dapat diwujudkan dengan adanya upaya untuk menggerakan masyarakat di seluruh lapisan untuk menyadari bahwa pendidikan terutama berpusat di rumah. Jadi fungsi keluarga sebagai pusat pembentukan karakter dan pusat latihan harus digalakkan dengan cara Negara harus memulai menahan diri agar tidak mengambil alih fungsi keluarga dalam membentuk dan membangun nilai-nilai mulia yang selayaknya ada. Perlu ditanamkan di benak para Legislator di tingkat Pusat maupun daerah bahwa ada wilayah di mana Negara sebaiknya tidak perlu ikut campur, melainkan menyerahkannya kepada keluargakeluarga Indonesia untuk melakukannya, tetapi bukan berarti Pemerintah melepaskan tanggung jawabnya.

28

V.2. Rekomendasi 1. Bagi Masyarakat: Orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat dilibatkan dalam pengembangan pendidikan sejak proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan evaluasinya, bahkan pada dasarnya pendidikan yang hakiki dan yang utama ada di dalam keluarga. Pendidikan tidak hanya diartikan sebagai pendidikan yang formal, namun pendidikan di dalam keluarga juga menentukan sikap dan pribadi seorang anak sebagai generasi penerus bangsa di masa yang akan datang; Masyarakat terlibat dalam Media dan forum yang dapat dimanfaatkan untuk penyaluran partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan; Berperan serta sebagai pelaksana kegiatan. Misalnya sekolah meminta orang tua/masyarakat untuk memberikan penyuluhan pentingnya pendidikan, masalah gender, gizi, dsb; Sebagai pengontrol kebijakan Pemerintah. Masyarakat dapat mengambil peran dalam mengontrol kebijakan Pemerintah terkait pendidikan, dan juga di dalam penyaluran dana untuk pendidikan; 2. Bagi Pemerintah: Menghilangkan segala bentuk diskriminasi dalam bidang pendidikan, karena pendidikan bersifat universal tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, latar belakang, kemampuan ekonomi, maupun keadaan seseorang; Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi; Memberikan kesadaran kepada masyarakat dan pembentuk kebijakan bahwa penegakkan Rule of Law terkait dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui kurikulum yang didesain secara komprehensif dan tidak sepotong-sepotong dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dengan memastikan bahwa pemahaman tentang Rule of Law sudah ada di dalamnya. Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan secara merata, terutama yang saat ini masih sangat terbatas adalah sarana dan prasarana pendidikan bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus; Meningkatkan kualitas dan menambahkan kuantitas tenaga didik di Indonesia serta memperhatikan kesejahteraan tenaga pengajar di Indonesia. 29

You might also like