You are on page 1of 6

LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI 24 Februari 2009 pada 12:49 pm (MSA (Magister Sains Akuntansi))

Banyak orang mempunyai suatu kepentingan dalam suatu bisnis, aktivitasnya, dan akibatnya. Jika kepentingan dari stakeholders tidak dihargai, maka akan terjadi tindakan yang sering menyakitkan bagi pemegang saham, para petugas, dan para direktur. Dalam kenyataannya, tidak mungkin bisnis itu atau pekerjaan dapat mencapai sasaran strategi jangka panjang mereka tanpa dukungan dari stakeholders, seperti pemegang saham, karyawan, pelanggan, kreditur, para penyalur, pemerintah, masyarakat, dan aktifis. Dukungan untuk suatu bisnis dan bisnis secara umum tergantung pada kredibilitas, yaitu kedudukan stakeholder dalam komitmen perusahaan, reputasi perusahaan, dan kekuatan dari keuntungan kompetitif, kepercayaan, sebaliknya, tergantung pada nilai yang mendasari aktivitas perusahaan. Stakeholder lebih mengharapkan bahwa aktivitas perusahaan akan menghargai nilai dan kepentingan mereka. Lebih luas, penghargaan untuk nilai dan kepentingan stakeholder menentukan kedudukan etika dan keberhasilan dari perusahaan. Konsekuensinya, pimpinan perusahaan diharapkan untuk mengelola perusahaan secara etis, dalam arti mereka memandang eksekutif, karyawan dan agen bertindak secara etis. Lebih lanjut, perusahaan lebih diharapkan untuk dapat dipertanggungjawabkan pada stakeholder secara transparan dan dengan cara yang etis. Munculnya rezim pengelolaan dan tanggung jawab untuk bisnis dan pekerjaan telah menjadi jauh lebih memperhatikan kepentingan stakeholder dan berbagai hal yang etis, daripada yang terjadi di masa sebelumnnya. Pimpinan perusahaan, eksekutif dan akuntan profesional, yang sering melayani konflik kepentingan stakeholder secara langsung, harus perduli terhadap harapan baru publik atas bisnis dan organisasi sejenis lain, dan harus mengelola risiko. Lebih dari hanya melayani kecurigaan para cendekiawan, kepedulian ini harus di kombinasikan dengan nilai tradisional dan menyertakan dalam suatu rerangka untuk pengambilan keputusan etis dan tindakan. Seperti halnya dalam kasus Enron dan kegagalan Arthur Andersen, kredibilitas, reputasi, dan keuntungan kompetisi dari pasar modal, organisasi, manajemen, profesional, dan pekerjaan yang dialami. Perubahan harapan publik terhadap pengelolaan bisnis, perilaku dan pertanggungjawaban ditunjukkan dalam tabel faktor yang mempengaruhi harapan publik terhadap perilaku bisnis berikut ini. Fisik Kualitas udara dan air, keamanan Moral

Kebutuhan akan keadilan dan hak di dalam dan luar rumah Kebijakan yang tidak tepat Kesalahan operasi, kompensasi eksekutif Aktifis stakeholder Etika investor, konsumen, pemerhati lingkungan Ekonomi Kelemahan, tekanan untuk bertahan, pemalsuan Persaingan Tekanan global Kejahatan keuangan Banyaknya skandal, korban, ketamakan Kesalahan pengelolaan Pengenalan bahwa pengelolaan nyang baik dan masalah dugaan etika risiko Pertanggungjawaban Kebutuhan transparansi Sinergi Publisitas, keberhasilan perubahan Kekuatan institusi Hukum-hukum baru lingkungan, whistle blowing, recal, dll.

Richard De George menyatakan bahwa jika perusahaan ingin mencatat sukses dalam bisnis, mereka membutuhkan tiga hal pokok : produk yang baik, manajemen yang mulus dan etika. Selama perusahaan memiliki produk yang bermutu serta berguna untuk masyarakat dan disamping itu dikelola dengan manajemen yang tepat di bidang produksi, financial, sumber daya manusia dan lain-lain, tetapi ia tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan baginya. Selaku kegiatan ekonomis, bisnis selalu sudah dipraktekkan sepanjang sejarah. Selaku profesi, bisnis merupakan sesuatu baru, karena sekarang tersedia pelatihan, pendidikan dan penelitian khusus untuk memperoleh ketrampilan di bidang itu. Kesanggupan alami saja tidak lagi mecukupi untuk memimpin sebuah perusahaan modern.

Sejak beberapa decade terakhir ini, berangsur-angsur mulai diakui pula pentingnya etika dalam bisnis dan karena itu serentak juga dalam pendidikan untuk profesi bisnis. Dibandingkan dengan segala usaha dan program yang diadakan untuk meningkatkan kemampuan manajemen dalam bisnis, perhatian bagi etika dalam bisnis masih sangat terbatas. Bisnis merupakan suatu unsure penting dalam masyarakat. Dalam masyarakat acap kali beredar anggapan bahwa bisnis tidak mempunyai hubungan dengan etika atau moralitas. Kini telah terbentuk keyakinancukup mantap bahwa bisnis tidak terlepas dari segi-segi moral. Bisnis tidak saja berurusan dengan angka penjualan (sales figures) atau adanya profit pada akhir tahun anggaran. Good business memiliki juga suatu makna moral. Moralitas merupakan syarat mutlak yang harus diakui semua orang, jika kita ingin terjun dalam kegiatan bisnis. Kadang-kadang aspek etis diperiksa dalam kerangka social yang lebih luas. Tapi bias juga segi etika disoroti dengan eksplisit, terutama jika kode etik perusahaan menjadi obyek langsung dari pemeriksaan. Untuk menilai kinerja financial sebuah perusahaan sudah lama ada standart-standart accounting yang diterima secara nasional dalam suatu negara dan malah secara Internasional. Pada akhir tahun setiap perusahaan membuat laporan yang didasarkan atas standar-standar tersebut. Untuk menilai kualitas manajemen sudah terbentuk standar juga, seperti ISO 9000. Jika perusahaan memiliki sebuah kode etik, ethical auditing itu secara khusus terfokuskan pada kode etik tersebut.

Belajar dari masa lalu profesi akuntansi : Kasus Enron-AA dan Worldcom

Setelah Tahun 1985, Arthur Andersen (AA) menerapkan one-firm concept dan multidisciplinary practice (MDP). Ketika Asian Wall Street Journal (AWSJ) dan stasiun televise luar negeri menyiarkan bangkrutnya Enron (2 Desember 2001) dan rencana tuntutan (indictment) terhadap AA dalam kuartal pertama 2002, betapa gawatnya keadaan yang dihadapi AA, The Big Five (Lima Besar) dan profesi akuntansi pada umumnya. AA memang mengalami perubahan besar, bab ini menggambarkan AA sebelum dan sesudah. Robert Louis Stevenson dalam fiksi klasiknya, Dr. Jekyll and Mr. Hyde menulis tentang dua karakter (Henry Jekyll dan Edward Hyde) dalam satu tubuh. Dua karakter, yang satu seorang dokter manusiawi, yang lainnya sang monster berhati iblis. Logo lama AA terdiri atas dua daun pintu yang kokoh, dengan tiga panel pada masingmasing pintu. Antara panel teratas dan panel dibawahnya tercantum nama Arthur Andersen. Kedua pintu itu tertutup rapat-rapat. Pintu-pintu yang kokoh seakan-akan mengungkapkan integritas dan kepandaian yang tak tergoyahkan. Pintu yang tertutup seperti ingin mengatakan kepada klien, rahasia Anda terjaga aman. Penjelasan resmi mengenai logo baru, Heading dari penjelasan resminya menarik : Arthur Andersen : Akuntansi yang paling oranye sedunia. Sejak 5 Maret 2001, Arthur akan segera menghilang. Kantor akuntan yang paling cerah sedunia, paling terang benderang.

Namanya Andersen (saja) tanpa Arthur, terhitung mulai 5 Maret 2001. tapi perkataan Arthur will soon go away seperti suatu prediksi satu tahun di muka. Ketika AA mengalami musibah demi musibah, logo baru diartikan sebagai pertanda akan datangnya hari akhir bagi AA, matahari di ufuk barat.

ARTHUR ANDERSEN DENGAN WAJAH DR. JEKYLL

Banyak sekali sisi baik AA, yang paling menonjol adalah integritas yang ditanamkan pendirinya. Kekokohan AA juga terlihat pada landasan yang dibangun penerus Tuan Andersen, yakni Leonard Paul Spacek yang mempunyai keyakinan yang mendalam tentang integritas, memancarkan perilaku adil, tindak piker yang luhur tidak menyembunyikan pandangannya yang jauh ke depan dalam bisnis dan profesi. Dibawah kepemimpinan Spacek, AA tumbuh pesat, kantor akuntan yang paling dihormati dan ditakuti. Antara Tahun 1947 sampai 1956, pendapatan AA berkembang hamper tiga kali, mencapai $18 Juta. Laba $4,6 juta. Jumlah partner dari 26 menjadi 85. Ketika Spacek mengundurkan diri dari urusan operasional dan menjadi Chairman dalam tahun 1963, pendapatan mencapai $51 juta. David H Maister, dalam salah satu bukunya, meluangkan satu bab khusus The One-Firm Concept. Kekaguman Maister terhadap the best managed firms bukannya tidak beralasan. Perusahaan professional yang menganut one-firm concept secara sadar menghindari pertumbuhan melalui merger. Maister benar. Ketika the big Eight lain melakukan megamerger AA tidak melakukannya. Hal menarik lain yang ditulis Maister mengenai one-firm concept adalah perusahaan yang menganut konsep ini cenderung lebih selektif dibandingkan dengan kompetitornya. Maister tentunya sedang melihat wajah Dr. Jekyll-nya AA ketika ia berbicara tentang watak petani yang dianut AA, dibandingkan watak pemburu yang dianut akuntan peringkat teratas lainnya. Memang tidak ada satu the Big Eight pun yang mempunyai fasilitas pendidikan dan pelatihan semegah yang dimiliki AA. Dalam tahun 1970, Harvey Kapnick (waktu itu CEO AA) membeli St. Dominick College, sebuah perguruan tinggi untuk mendidik wanita di St. Charles Illionis, setelah matinya AA, property real estate ini yang merupakan asetnya yang paling berharga.

ANDERSEN BERWAJAH TUAN HYDE

Barbara Ley Toffler, mantan orang dalam AA, menjuluki manusia Andersen sebagai Android, manusia robot, yang dingin, efisien dan siap melaksanakan perintah.

Android ini merupakan apa yang Maister istilahkan sebagai pemburu meskipun nenek moyang mereka adalah petani yang merencanakan dengan cermat apa yang akan mereka tanam, kemudian mereka memilih bibit unggul, mengerjakan ladang bersama-sama secara damai dan memanen hasil panenan dan membagikan secara rata. Sebaliknya para pemburu bersikap oportunistik. Menggunakan data pendaftaran di SEC, Penelope Patsuris menelusuri dan merekam klien-klien yang meninggalkan AA sejak Januari sampai Agustus 2002. Disamping klien, AA juga kehilangan manusianya. Meskipun masalahnya ada di Amerika Serikat, dampaknya terasa dimana-mana. Andersen kehilangan asset ketiga : jaringan kerja sama (network). Tanpa reputasi, kantor akuntan kehilangan klien, manusia dan jaringan kerjasama. Hari ketika Arthur Andersen kehilangan kepercayaan public adalah hari ketika kita berakhir.

DARI DR. JEKYLL KE MR. HYDE

Barbara Toffler melihat perubahan AA sebagai budaya yang berkembang di mana uang adalah segala-galanya. Petinggi AA menyalahkan Departemen of Justice (DOJ) sebagai penyebab kematian AA. Dengan nada serupa Barbara Toffler menulis : Kejatuhan Arthur Andersen, saya percaya, bukan karena dibunuh. Itu adalah bunuh diri, yang berlangsung jauh sebelum indictment. Vonis yang menyatakan Andersen bersalah sekedar memeteraikan nasib akhirnya. Namun putusan itu sebenarnya sekedar formalitas, paku terakhir yang dihujamkan ke peti mati dimana liang lahatnya sudah dipersiapkan.

LATAR BELAKANG KASUS ENRON DAN DINAMIKA MENJELANG PERSIDANGAN

Memang tidak sukar memahami mengapa para pakar yang komentator maupun masyarakat awam memeprkirakan bahwa Pemerintah akan dapat dengan mudah menjatuhkan hukuman terhadap Arthur Andersen. Pemberitaan pers didominasi oleh berita-berita tentang skandal perusahaan-perusahaan besar dan keserahan para eksekutif yang memimpin perusahaan-perusahaan tersebut. Kasus Andersen merupakan cerminan era yang penuh gejolak. Dimulai dengan kolapsnya raksasa perdagangan energi, Enron Corporation, yang pernah menjadi korporasi ketujuh terbesar di Amerika Serikat. Saham Enron anjlok hebat. Ketika Enron kolaps, ia menyeret Arthur Andersen yang menjadi auditornya, bersama-sama ke liang lahat

Kasus Enron bergaung keras karena melibatkan politisi-politis penting. Pentolan Enron mempunyai hubungan dekat dengan Presiden George Bush. Enron sejak lama menjadi pendukung keuangan Bush. Keterlibatan keuangan Enron melampaui Gedung Putih dan menyeret banyak kalangan dari Partai Republik. Derita-berita tadi diperburuk dengan tuduhan sensasional bahwa karyawan Enron dan Arthur Andersen menutupnutupi keburukan mereka dengan menghancurkan dokumen-dokumen sensitive dan menghapus e-mail dan dokumen-dokumen computer lainnya. Laporan ini bukan saja jatuh ketangan pers, tetapi juga ke Departement of Justice yang mulai melakukan penyelidikan.

You might also like