You are on page 1of 4

PENDAHULUAN Demam tifoid merupakan penyakit yang masih endemik di Indonesia, karena demam tifoid merupakan salah satu

penyakit yang mudah menular sehingga dapat menimbulkan wabah. Insiden demam tifoid disetiap daerah berbeda dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan misalnya penyediaan air bersih yang belum memadai, pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Meskipun insiden demam tifoid cukup tinggi di Indonesia, namun berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI ( SKRT Depkes RI ), demam tifoid tidak termaksud dalam 10 penyakit yang mortalitasnya tinggi. DEFINISI DEMAM TIFOID Demam tifoid ( tifus abdominalis, enteric fever ) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat di saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. ETIOLOGI Penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi. PATOGENESIS Kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphy masuk kedalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi sebagian kuman dimusnahkan dilambung, sebagian lagi lolos dan masuk ke usus dan kuman mulai berkembang biak di lumen usus Bila respon imunitas humoral mukosa ( Ig A ) usus kurang baik makan kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia dan berkembang biak kemudian kuman difagosit oleh sel-sel fagosit terutama makrofag dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke KGB mesenterika kemudian melalui duktus torasikus, kuman yang dalam makrofag masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik ) dan menyebar ke seluruh tubuh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa kuman-kuman yang didalam organ kemudian meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruangan sinusoid sebagian kuman masuk kembali ke sirkulasi darah ( bakterimia yang kedua kalinya yang terdapat tanda-tanda gejala klinis ) dan sebagian lagi masuk ke kandung empedu dan berkembang biak disekresikan secara intermittent bersama cairan empedu ke lumen usus sebagian keluar bersama feses dan sebagian lagi menembus usus kembali dan difagosit kembali oleh makrofag yang sudah teraktivasi dan hiperaktif melepaskan sitokin reaksi inflamasi sistemik sehingga timbul gejala : demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi setelah sampai di plague peyeri makrofag kembali hiperaktif yang menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan , perdarahan saluran cerna ( akibat

erosi pembuluh darah di sekitar plague peyeri ) Bila kuman terus menembus lapisan usus hingga lapisan otot dan serosa usus dapat mengakibatkan perforasi. S.typhi mengeluarkan endotoksin yang dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler sehingga timbul komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dsb. MANIFESTASI KLINIS Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat secara perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala- gejala ini lebih jelas terlihat berupa demam, bradikardi relative ( bradikardia relative adalah peningkatan suhu 1o C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit ), lidah yang berselaput ( kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor ), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. PENCEGAHAN Ada 3 strategi pokok dalam memutuskan transmisi tifoid, yaitu : 1. Identifikasi dan Eradikasi S.typhi pada pasien tifoid Asimptomatik, karier dan Akut Dalam identifikasi pasien terdapat 2 tipe, yaitu secara aktif dan pasif. Yang dimaksud aktif disini adalah mendatangi sasaran, sedangkan pasif adalah menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instansi atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu seperti pada pengelola sarana makanan- minuman , pelayanan kesehatan, guru, petugas kebersihan,dsb. 2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien yang terinfeksi S.typhi akut maupun karier Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik, maupun rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah mengidap demam tifoid. 3. Proteksi pada orang beresiko terinfeksi Pada daerah non-endemik : Sanitasi air dan kebersihan lingkungan.

Penyaringan pengelolaan pembuatan/ distributor/ penjualan makanan dan minuman. Pencarian dan pengobatan pada kasus tifoid karier. Bila terjadi epidemic tifoid : Pencarian dan eliminasi dari sumber penularan. Pemeriksaan air minuman dan air mandi-cuci-kakus. Penyuluhan hygiene dan sanitasi pada populasi umum daerah tersebut. Pada daerah endemic : Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang memenuhi standart prosedur kesehatan ( Perebusan > 570 O C,iodisasi, dan klorinisasi ). Pengunjung yang mengunjungi daerah ini harus minum air yang telah melalui pendahuluan dan menjauhi makanan segar ( sayur/ buah ). Vaksinasi secara menyeluruh kepada masyarakat setempat maupun pengunjung. VAKSINASI Vaksinasi pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah tahun 1960 efektivitas vaksin telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar 51-88% ( WHO ) dan sebesar 67% ( Universitas Maryland ) bila terpapar 105 bakteri tetapi tidak mampu proteksi terpapar 107 bakteri. Vaksinasi tifoid belum dianjurkan secara rutin di USA, demikian juga didaerah lain. Indikasi vaksinasi ini adalah 1). Hendak mengunjungi daerah endemic, risiko daerah terserang demam tifoid semakin tinggi untuk daerah berkembang ( Amerika Latin, Asia, Afrika). 2). Orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid, dan 3). Petugas laboratorium/ mikrobiologi kesehatan. Jenis Vaksinasi Vaksin Oral : -Ty21a ( Vivotif Berna ) belum beredar di Indonesia. Vaksin parenteral : -ViCPS (Typhim Vi/ Pasteur Merieux ), vaksin kapsul polisakarida Pemilihan Vaksinasi Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty21a diberikan 3 kali secara bermakna menurunkan 66% selama 5 tahun, laporan ini sebesar 33% selama 3 tahun. Usia sasaran vaksinasi berbeda efektifitasnya, dilaporkan insidens turun 53% pada anak >10 tahun sedangkan anak usia 5-9 tahun insiden turun 17%. Vaksinasi parenteral non-aktif relative lebih sering menyebabkan reaksi efek samping serta tidak seefektif dibandingkan degan ViCPS maupun Ty21a oral. Jenis vaksin dan jadwal pemberiannya, yang ada saat ini di Indonesia hanya ViCPS ( Typhim Vi).

Indikasi Vaksinasi Tindakan preventif berupa vaksinasi tifoid tergantung pada factor risiko yang berkaitan, yaitu individual atau populasi dengan situasi epidemiologisnya : Populasi : Anak usia sekolah di daerah endemic, personil militer, petugas rumah sakit, laboratorium kesehatan dan industry makanan/ minuman. Induvidual : pengunjung/ wisatawan ke daerah endemic, orang yang kontak erat dengan penidap tifoid ( karier ). Anak usia 2-5 tahun toleransi dan respon imunologisnya sama dengan anak usia lebih besar. Kontraindikasi Vaksinasi Vaksin hidup oral Ty21a secara teoritis dikontraindikasikan pada sasaran yang alergi atau reaksi efek samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan ( karena sedikitnya data ). Bila diberikan bersamaan dengan obat anti-malaria ( klorokuin, meflokuin ) dianjurkan minimal setelah 24 jam pemberian obat baru dilakukan vaksinasi. Dianjurkan tidak memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat sulfonamide atau antimikroba lainnya. Efek samping Vaksinasi Pada vaksin Ty21a demam timbul pada orang yang mendapat vaksin 0-5%, sakit kepala (0-5%), sedangkan pada ViCPS efek samping lebih kecil ( demam 0,25%, malaise 0,5%, sakit kepala 1,5%, rash 5%, reaksi nyeri local 17% ). Efek samping terbesar pada vaksin parenteral adalah heat-phenol inactivated, yaitu demam, 6,7-24% , nyeri kepala 9-10% dan reaksi local nyeri dan edema 3-35% bahkan reaksi berat termasuk hipotensi, nyeri dada, dan syok dilaporkan pernah terjadi meskipun sporadis dan sangat jarang terjadi. Efektivitas Vaksinasi Serokonversi ( peningkatan titer antibody 4 kali ) setelah vaksinasi dengan ViCPS terjadi secara cepat yaitu sekitar 15 hari- 3 minggu dan 90% bertahan selama 3 tahun. Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemic ( Nepal ) dan sekitar 60% untuk daerah hiperendemik.

You might also like