You are on page 1of 20

BAB I Pendahuluan

Conduct disorder (CD) adalah salah satu masalah yang paling sulit dan keras kesehatan mental pada anak-anak dan remaja. CD melibatkan sejumlah perilaku bermasalah, termasuk perilaku oposisi dan menantang dan kegiatan antisosial. Klasifikasi formal dengan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Edisi Keempat (DSM-IV) mendefinisikan karakteristik penting sebagai "pola gigih perilaku di mana hak-hak dasar orang lain atau besar sesuai usia norma-norma sosial dilanggar." Perilaku yang digunakan untuk mengklasifikasikan CD ke dalam 4 kategori utama (1) agresi terhadap manusia dan hewan, (2) perusakan properti tanpa agresi terhadap orang atau hewan; (3) penipuan, berbohong, dan pencurian, dan (4) pelanggaran serius aturan. Jenis onset anak didefinisikan oleh kehadiran 1 karakteristik kriteria dari CD sebelum berusia 10 tahun, ini biasanya anak laki-laki individu menampilkan tingkat tinggi perilaku agresif. Jadi, bahkan anak prasekolah yang menunjukkan agresi serius berulang, dengan maksud untuk menyakiti, memenuhi kriteria untuk CD. Mereka sering juga memenuhi kriteria untuk Attention Deficit Hyperactivity Disorder (CD). Anak-anak ini lebih mungkin untuk mengembangkan gangguan kepribadian antisosial dewasa daripada individu dengan tipe onset remaja. CD tidak memiliki batas usia yang lebih rendah. CD sangat resisten terhadap pengobatan. Ini mengikuti jalur perkembangan yang jelas dengan indikator yang dapat hadir pada awal periode prasekolah.

Pengobatan lebih berhasil bila dimulai dini dan harus mencakup medis, kesehatan mental, dan komponen pendidikan serta dukungan keluarga. Komunikasi yang erat antara rumah dan sekolah sangat penting di usia muda. Karena sifat multifaset masalah perilaku, khususnya terkait komorbiditas, pengobatan biasanya termasuk obat-obatan, mengajar keterampilan orangtua, terapi keluarga, dan konsultasi dengan sekolah. Penelitian telah menunjukkan bahwa pemuda dengan predator dan agresi parah tidak mungkin untuk merespon tanpa obat dan mereka memiliki respon yang lebih baik untuk pendekatan multimodal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Conduct disorder dikarakteristikan dengan pola tingkah laku yang berulang, yang mengganggu hak orang lain/aturan-aturan social. Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya . Selain itu, conduct disorder juga dikategorikan pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain. Conduct disorder adalah Kecenderungan pada sebagian remaja atau anak-anak dimana tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering

menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya . Selain itu, conduct disordser juga dikategorikan pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain. Conduct Disorder (CD) salah satu bentuk dari Attention Deficit Disorder (ADD)/Hiperaktif Muncul sebagai antisocial act in significant functional impairment at home, school or work. Tidak ada pathognomonic/gejala khusus untuk diagnosis tapi jumlah, keparahan & persistensi minimal 12 bulan. 4 kategori gejala : a. Physical aggression of threats of harm to people/animals. b. Destruction of property. c. Act of deceitfulness or theft. d. Serious violations of age-appropriate rules. Perilaku antisosial pada anak-anak merujuk pada berbagai

tindakan yang mencerminkan pelanggaran aturan sosial dan tindakan yang

terhadap

orang

lain.

Seperti

berkelahi,

berbohong

dan

Perilaku

mencuri terlihat dalam berbagai derajat pada anak-anak yang paling atas program pembangunan.Untuk tujuan ini, istilah gangguan perilaku akan digunakan untuk merujuk kepada antisosial perilaku yang secara klinis signifikan dan jelas di luar bidang fungsi "normal". Sejauh mana perilaku antisosial yang cukup berat untuk membentuk gangguan perilaku tergantung pada beberapa karakteristik tersebut yang termasuk perilaku, frekuensi dan intensitas kronisitas, apakah mereka adalah tindakan terisolasi atau bagian dari suatu yang lebih besar sindrom dengan perilaku menyimpang lainnya, dan apakah mereka menyebabkan penurunan yang signifikan dari anak sebagaimana dinilai oleh orang tua, guru atau orang lain

B. Etiologi 1. Biologis

Gabungan antara genetic dan lingkungan. Gene for monoamine oxidase type A (MAOA) = enzim yang terlibat dalam metabolisme berbagai macam neurotransmitter. Abused boys 2x 1x Non abused boys << >>

Low MAOA activity No MAOA activity

Terlihat bahwa lingkungan (abused) sangat mempengaruhi terjadinya perkembangan conduct disorder. Prevalensi laki-laki > perempuan (gender-specific androgens) aggressive behaviors. 2. Psikologis

Remaja yang mengalami conduct disorder poor academic performance frustasi antisocial behavior (reciprocal). Tidak ada korelasi antara IQ dengan antisocial behavior pada preschool-age children. Mixed pada school-age children. Korelasi positif pada orang dewasa. Individu dgn komorbid CD (anticipating & planning, inhibition of impulsive behaviors, and abstract reasoning) berhubungan dgn conduct disorder. Chronic physical illness & disability berhubungan dengan risiko conduct disorder (3x lipat). C. Patogenesis Banyak penelitian menunjukkan efektifitas pengobatan dengan

psychostimulants, yang memfasilitasi pengeluaran dopamine dan noradrenergic tricyclics. Kondisi ini mengungatkan sepukalsi adanya gangguan area otak yang dikaitkan dengan kekuirangan neurotransmitter. Sehingga neurotransmitters

dopamine and norepinephrine sering dikaitkan dengan conduct dissorder dan CD.

Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya gangguan perilaku conduct disorder. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas yang terjadi pada seorang anak selalu disertai adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga setidaknya satu orang dalam keluarga dekat. Didapatkan juga sepertiga ayah penderita hiperaktif juga menderita gangguan yang sama pada masa kanak mereka. Orang tua dan saudara penderita CD mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi CD, kembar monozygotic lebih mudah terjadi CD dibandingkan kembar dizygotic juga menunjukkan keterlibatan fator genetic di dalam gangguan CD. Keterlibatan genetik dan kromosom memang masih belum diketahui secara pasti. Beberapa gen yang berkaitan dengan kode reseptor dopamine dan produksi serotonin, termasuk DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan 5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan CD. Conduct disorder terjadi ketika ada disfungsi pada sistem yang mengaktifkan retikuler dalam otak, yaitu bagian dari sistem saraf pusat tubuh. Daerah ini bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan informasi dari satu bagian otak ke bagian lain melalui norepinefrin, karena informasi eksternal. Ketika terganggu, ada stimulasi berlebihan menyebabkan pikiran menjadi bekerja terlalu keras dan tidak mampu mengatasi, menyebabkan kurangnya fokus dan gejala lainnya. Banyak faktor yang menyebabkan conduct disorder dan kerusakan sistem aktifitas retikuler. Konsumsi gula berlebihan mengurangi sensitivitas otak untuk norepinefrin, sehingga sulit bagi otak untuk menyampaikan pesan ke berbagai daerah

pikiran. Faktor-faktor lain termasuk kekurangan oksigen selama kelahiran, genetika, diet terlalu ketat sehingga kurang nutrisi, dan penyalahgunaan zat selama kehamilan. Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang menghubungkan fungsi eksekutif bangsal ganglia. Katekolamin adalah fungsi neurotransmitter utama yang berkaitan dengan fungsi otak lobus frontalis. Sehingga dopaminergic dan noradrenergic neurotransmission tampaknya merupakan target utama dalam pengobatan ADD. Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan pada sistem kontrol perilaku anak. Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan striae subcortical yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang tidak relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita conduct disorder terdapat kelemahan aktifitas otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan dengan pengaruh keterlambatan waktu terhadap respon motorik terhadap rangsangan sensoris. Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang menghubungkan fungsi eksekutif bangsal ganglia. Katekolamin adalah fungsi neurotransmitter utama yang berkaitan dengan fungsi otak lobus frontalis.

Dopaminergic dan noradrenergic neurotransmission tampaknya merupakan target utama dalam pengobatan CD. Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan pada sistem kontrol perilaku anak. Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan striae subcortical yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang tidak relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita CD terdapat kelemahan aktifitas otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan dengan pengaruh keterlambatan waktu terhadap respon motorik terhadap rangsangan sensoris. Beberapa peneliti lainnya mengungkapkan teori maturation lack atau suatu kelambanan dalam proses perkembangan anak-anak dengan CD. Menurut teori ini, penderita akhirnya dapat mengejar keterlambatannya dan keadaan ini dipostulasikan akan terjadi sekitar usia pubertas. Sehingga gejala ini tidak menetap tetapi hanya sementara sebelum keterlambatan yang terjadi dapat dikejar. Beberapa peneliti mengungkapkan penderita CD dengan gangguan saluran cerna sering berkaitan dengan penerimaan reaksi makanan tertentu. Teori tentang alergi terhadap makanan, teori feingold yang menduga bahwa salisilat mempunyai efek kurang baik terhadap tingkah laku anak, serta teori bahwa gula merupakan

substansi yang merangsang hiperaktifitas pada anak. Disebutkan antara lain tentang teori megavitamin dan ortomolecular sebagai terapinya Kerusakan jaringan otak atau 'brain damage yang diakibatkan oleh trauma primer dan trauma yang berulang pada tempat yang sama. Kedua teori ini layak dipertimbangkan sebagai penyebab terjadinya syndrome hiperaktifitas yang oleh penulis dibagi dalam tiga kelompok. Dalam gangguan ini terjadinya penyimpangan struktural dari bentuk normal oleh karena sebab yang bermacam-macam selain oleh karena trauma. Gangguan lain berupa kerusakan susunan saraf pusat (SSP) secara anatomis seperti halnya yang disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan hipoksia. Perubahan lainnya terjadi gangguan fungsi otak tanpa disertai perubahan struktur dan anatomis yang jelas. Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau justru timbulnya stimulus yang berlebihan yang menyebabkan penyimpangan yang signifikan dalam perkembangan hubungan anak dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya. Penelitian dengan membandingkan gambaran MRI antara anak dengan CD dan anak normal, ternyata menghasilkan gambaran yang berbeda, dimana pada anak dengan CD memiliki gambaran otak yang lebih simetris dibandingkan anak normal yang pada umumnya otak kanan lebih besar dibandingkan otak kiri. Dengan pemeriksaan radiologis otak PET (positron emission tomography) didapatkan gambaran bahwa pada anak penderita CD dengan gangguan hiperaktif yang lebih dominan didapatkan aktifitas otak yang berlebihan dibandingkan anak yang normal dengan mengukur kadar gula (sebagai sumber energi utama aktifitas

otak) yang didapatkan perbedaan yang signifikan antara penderita hiperaktif dan anak normal.

D. Diagnosis Klasifikasi formal dengan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Edisi Keempat (DSM-IV) mendefinisikan karakteristik penting sebagai "pola gigih perilaku di mana hak-hak dasar orang lain atau besar sesuai usia norma-norma sosial dilanggar." Perilaku yang digunakan untuk mengklasifikasikan CD ke dalam 4 kategori utama (1) agresi terhadap manusia dan hewan, (2) perusakan properti tanpa agresi terhadap orang atau hewan; (3) penipuan, berbohong, dan pencurian, dan (4) pelanggaran serius aturan. Jenis onset anak didefinisikan oleh kehadiran 1 karakteristik kriteria dari CD sebelum berusia 10 tahun, ini biasanya anak laki-laki individu menampilkan tingkat tinggi perilaku agresif. Jadi, bahkan anak prasekolah yang menunjukkan agresi serius berulang, dengan maksud untuk menyakiti, memenuhi kriteria untuk CD. Mereka sering juga memenuhi kriteria untuk Attention Deficit Hyperactivity Disorder (CD). Anak-anak ini lebih mungkin untuk mengembangkan gangguan kepribadian antisosial dewasa daripada individu dengan tipe onset remaja. CD tidak memiliki batas usia yang lebih rendah.

E. Terapi

Melihat penyebab CD yang belum pasti terungkap dan adanya beberapa teori penyebabnya, maka tentunya terdapat banyak terapi atau cara dalam penanganannya sesuai dengan landasan teori penyebabnya. Terapi medikasi atau farmakologi adalah penanganan dengan menggunakan obat-obatan. Terapi ini hendaknya hanya sebagai penunjang dan sebagai kontrol terhadap kemungkinan timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang tidak terkendali. Sebelum digunakannya obat-obat ini, diagnosa CD haruslah ditegakkan lebih dulu dan pendekatan terapi okupasi lainnya secara simultan juga harus dilaksanakan, sebab bila hanya mengandalkan obat ini tidak akan efektif. Beberapa obat yang dipergunakan. Menurut beberapa penelitian dan pengalaman klinis banyak obat yang telah diberikan pada penderita CD, diantaranya adalah : antidepresan, Ritalin (Methylphenidate HCL) sulfate) , , Dexedrine Desoxyn

(Dextroamphetamine

saccharate/Dextroamphetamine

(Methamphetamine HCL), Adderall (Amphetamine/Dextroamphetamine), Cylert (Pemoline), Busiprone (BuSpar), Clonidine (Catapres). Methylphenidate, merupakan obat yang paling sering dipergunakan, meskipun sebenarnya obat ini termasuk golongan stimulan, tetapi pada ksus hiperaktif sering kali justru menyebabkan ketenangan bagi pemakainanya. Selain methylphenidate juga dipakai Ritalin dalam bentuk tablet, memilki efek terapi yang cepat, setidaknya untuk 3-4 jam dan diberikan 2 atau 3 kali dalam sehari. Methylphenidate juga tersedia dalam bentuk dosis tunggal. Dextroamphetamine merupakan obat lain yang dipergunakan.

Ritalin atau methylphenidate, obat stimulan yang biasa diberikan pada anak penyandang CD ternyata dapat menyebabkan perubahan struktur sel otak untuk jangka waktu lama, ilmuwan melaporkan. Joan Baizer profesor fisiologi dan biofisika dari University of Buffalo mengungkapkan pemberian Ritalin setiap hari selama bertahun tahun pada sel otak tikus terlihat sama seperti yang diakibatkan oleh amphetamin atau kokain. Para ilmuwan tersebut melakukan penelitian pada tikus yang diberikan susu dicampur dengan Ritalin dengan dosis yang sama diberikan pada anak anak. Para ilmuwan mendapatkan gen c-fos menjadi aktif setelah diberikan Ritalin. Hal yang sama terjadi pada tikus yang diberikan amphetamin dan kokain. Ketika dosis Ritalin yang diberikan selesai bekerja dalam tubuh, dianggap Ritalin dapat hilang dengan sendirinya. Tetapi dalam sebuah penelitian dengan menggunakan model ekspresi gen pada binatang menunjukkan Ritalin punya potensi menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi otak untuk jangka waktu yang lama. Ritalin tidak bersifat adiktif atau dapat menyebabkan ketagihan jika pemberian dosis digunakan secara benar. Efek dari pemberian dosis tinggi amphetamin dan kokain yang mirip ritalin tersebut telah mengaktifkan salah satu gen yang disebut gen c-fos dalam sel otak. Jika c-fos aktif pada bagian tertentu otak maka gen tersebut diketahui berhubungan dengan gejala adiktif. Perubahan pada sel otak untuk jangka waktu lama pada manusia perlu penelitian lebih lanjut. Mungkin menggunakan sejenis gen mikrochip untuk mengetahui gen gen mana saja yang menjadi aktif jika diberikan Ritalin. Bila dengan penggunaan obat tunggal dibilai kurang efektif perlu dipertimbangkan pemberian obat secara kombinasi. Bila penatalaksanaan terhadap

penderita CD mengalami kegagalan (tidak menunjukkan progresifitas), harus segera dilakukan reevaluasi tentang penegakan diagnosis, perencanaan terapi dan berbagai kondisi yang berpengaruh. Terapi nutrisi dan diet banyak dilakukan dalam penanganan penderita. Diantaranya adalah keseimbangan diet karbohidrat, penanganan gangguan pencernaan (Intestinal Permeability or "Leaky Gut Syndrome"), penanganan alergi makanan atau reaksi simpang makanan lainnya. Feingold Diet dapat dipakai sebagai terapi alternatif yang dilaporkan cukup efektif. Suatu substansi asam amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil yang cukup memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu mensitesa (memproduksi)

norepinephrin (neurotransmitter) yang juga dapat ditingkatkan produksinya dengan menggunakan golongan amphetamine. Beberapa terapi biomedis dilakukan dengan pemberian suplemen nutrisi, defisiensi mineral, essential Fatty Acids, gangguan metabolisme asam amino dan toksisitas Logam berat. Terapi inovatif yang pernah diberikan terhadap penderita CD adalah terapi EEG Biofeed back, terapi herbal, pengobatan homeopatik dan pengobatan tradisional Cina seperti akupuntur. Terapi yang diterapkan terhadap penderita CD haruslah bersifat holistik dan menyeluruh. Penanganan ini harus melibatkan multi disiplin ilmu yang

dikoordinasikan antara dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap penderita. Untuk mengatasi gejala gangguan perkembangan dan perilaku pada penderita CD yang sudah ada dapat dilakukan dengan terapi okupasi. Ada

beberapa terapi okupasi untuk memperbaiki gangguan perkembangan dan perilaku pada anak yang mulai dikenalkan oleh beberapa ahli perkembangan dan perilaku anak di dunia, diantaranya adalah sensory Integration (AYRES), snoezelen, neurodevelopment Treatment (BOBATH), modifukasi Perilaku, terapi bermain dan terapi okupasi lainnya Kebutuhan dasar anak dengan gangguan perkembangan adalah sensori. Pada anak dengan gangguan perkembangan sensorinya mengalami gangguan dan tidak terintegrasi sensorinya. Sehingga pada anak dengan gangguan perkembangan perlu mendapatkan pengintegrasian sensori tersebut. Dengan terapi sensori integration. Sensori integration adalah pengorganisasian informasi melalui beberapa jenis sensori di anataranya adalah sentuhan, gerakan, kesadaran tubuh dan grafitasi, penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan penciuman yang sangat berguna untuk menghasilkan respon yang bermakna. Beberapa jenis terapi sensori integration adalah memberikan stimulus vestibular, propioseptif dan taktil input. Menurunkan tactile defensivenes dan meningkatkan tactile discrimanation. Meningkatkan body awareness berhubungan dengan propioseptik dan kinestetik. Selain sensory integration terapi sensori lain yang dikenbal dalam terapi gangguan perkembangan dan perilaku adalah Snoezelen. Snoezelen adalah sebuah aktifitas yang dirancang mempengaruhi system Susunan Saraf pusat melalui pemberian stimuli yang cukup pada system sensori primer seperti penglihatan, pendengaran, peraba, perasa lidah dan pembau. Disamping itu juga melibatkan sensori internal seperti vestibular dan

propioseptof untuk mencapai relaksasi atau aktivasi seseorang untuk memperbaiki kualitas hidupnya Neurodevelopment treatment (NDT) atau Bobath adalah terapi sensorimotor dalam menangani gangguan sensoris motor. Terapi NDT dipakai bertujuan untuk meningkatkan kualitas motorik penderita. Tehnik dalam terapi ini adalah untuk memfokuskan pada fungsi motorik utama dan kegiatan secara langsung. Terapi modifikasi perilaku harus melalui pendekatan perilaku secara langsung, dengan lebih memfokuskan pada perunahan secara spesifik. Pendekatan ini cukup berhasil dalam mengajarkan perilaku yang diinginkan, berupa interaksi sosial, bahasa dan perawatan diri sendiri. Selain itu juga akan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan, seperti agrsif, emosi labil, self injury dan sebagainya. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri. Terapi bermain sangat penting untuk mengembangkan ketrampilan, kemampuan gerak, minat dan terbiasa dalam suasana kompetitif dan kooperatif dalam melakukan kegiatan kelompok. Bermain juga dapat dipakai untuk sarana persiapan untuk beraktifitas dan bekerja saat usia dewasa. Terapi bermain digunakan sebagai sarana pengobatan atau terapitik dimana sarana tersebut dipakai untuk mencapai aktifitas baru dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan terapi. Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa tanggung jawab dan kita harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka agar mau

belajar mengontrol diri dan mengendalikan aktifitasnya serta kemampuan untuk memperhatikan segala sesuatu yang harus dikuasai, dengan menyuruh mereka untuk membuat daftar tugas dan perencanaan kegiatan yang akan dilakukan sangat membantu dalam upaya mendisiplinkan diri, termasuk didalamnya kegiatan yang cukup menguras tenaga (olah raga dll) agar dalam dirinya tidak tertimbun kelebihan tenaga yang dapat mengacaukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan. Nasehat untuk orangtua, sebaiknya orang tua selalu mendampingi dan mengarahkan kegiatan yang seharusnya dilakukan si-anak dengan melakukan modifikasi bentuk kegiatan yang menarik minat, sehingga lambat laun dapat mengubah perilaku anak yang menyimpang. Pola pengasuhan di rumah, anak diajarkan dengan benar dan diberikan pengertian yang benar tentang segala sesuatu yang harus ia kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan serta memberi kesempatan mereka untuk secara psikis menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan. Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok dari upaya perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak bersedia melakukan sesuatu dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan keyakinan bahwa dia mampu mengerjakan, pada akhirnya bila ia mampu mengerjakannya dengan baik maka harus diberikan penghargaan yang tulus baik berupa pujian atupun hadiah tertentu yang bersifat konstruktif. Bila hal ini tidak berhasil dan anak

menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus segera dihentikan atau dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai. Strategi di tempat umum, terkadang anak justru akan terpicu perlaku distruktifnya di tempat-tempat umum,

dalam hal ini berbagai rangsangan yang diterima baik berupa suasana ataupun suatu benda tertantu yang dapat membangkitkan perilaku hiperaktif / destruktif haruslah dihindarkan dan dicegah, untuk itu orang tua dan guru harus mengetahui hal-hal apa yang yang dapat memicu perilaku tersebut. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri. Perubahan dalam keseimbangan neurotransmitter Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon), menerima 20 % curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan terhadap perubahan oksigen dan glukosa darah, aliran darah berhenti 10 detik saja sudah dapat menghilangkan kesadaran manusia. Berhenti dalam beberapa menit, merusak permanen otak. Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan juga merusak jaringan otak (Prince,Wilson, 2006:1024) Perubahan dalam keseimbangan neurotransmiter merupakan keadaan yang sangat penting sebagai penyebab perubahan perilaku. Makanan (asam amino) dapat secara langsung berpengaruh terhadap produksi neurotransmiter, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan perilaku.

Neurotransmiter pada binatang mamalia dikenal sebanyak 30-40 bahan, mereka dibagi dalam 3 kelompok kimia: Kelompok asam amino: Glycine, glutamine, dan aspartat Kelompok peptida: endorphine, cholecystokinine, dan thyrotropin-releasing hormone Kelompok monoamine: acetylcholine, dopamine, norepinephrine dan serotonine Otak manusia mengatur dan mengkordinir, gerakan, perilaku dan fungsi tubuh, homeostasis seperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, keseimbangan cairan, keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas motorik dan lainlain. Otak terbentuk dari dua jenis sel: yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik yang di kenal sebagai potensial aksi. Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter ini dikirimkan pada celah yang di kenal sebagai sinapsis. Neurotransmiter paling mempengaruhi sikap, emosi, dan perilaku seseorang yang ada antara lain Asetil kolin, dopamin, serotonin, epinefrin, norepinefrin.

BAB III KESIMPULAN CD atau Conduct didorder Disorder pada anak yang merupakan gangguan perilaku yang semakin sering ditemukan. Seringkali karena kurang pemahaman dari orangtua dan guru serta orang-orang disekitarnya anak diperlakukan tidak tepat sehingga cenderung memparah keadaan. Terdapat beberapa pegangan dalam mendiagnosa ADHD, gejala hiperaktifitas harus dapat dilihat pada setidaknya di dua temapat yang berbeda dengan kondisi (setting) yang berbeda pula. Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik dan menyeluruh. Penanganan ini harus melibatkan multi disiplin ilmu yang dikoordinasikan antara dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap penderita.

You might also like