You are on page 1of 8

BAB I LAPORAN HASIL EKSPOSURE Berdasarkan hasil eksposure yang telah dilakukan bersama dengan dua orang teman

saya yaitu Fitri dan Rebecca, kami mewawancarai seorang pedagang asongan keliling di daerah Pasar Baru. Mulanya kami bertiga tidak mempunyai bayangan tentang siapa dan di mana orang yang harus kami wawancari dalam tugas eksposure ini. Awal nya kami bertiga pergi ke daerah Sukajadi di dekat Gereja Laurensius. Saat sampai di sana, kami bingung untuk menentukan target. Kemudian pada hari itu juga kami pergi ke BIP karena berpikir bahwa di sana ada banyak orang yang berkaitan dengan kemiskinan yang bisa kami wawancarai. Namun ternyata pada saat itu didekat BIP nya hanya sedikit orang yang seperti itu. Akhirnya, kami memutuskan untuk pulang karena tidak tahu siapa yang ingin kami wawancari. Seminggu kemudian, 25 Maret 2011, kami pergi ke sekitar Jl. Sunia Raja, Bandung. Kami naik angkot Cimbuleuit untuk bisa sampai ke sana. Sesampai di sana, kami mencari target untuk diwawancarai. Kemudian kami berkenalan dengan seorang pedagang asongan yang sedang duduk di depan toko. Nama pedagang itu adalah Pak Oman. Awalnya beliau merasa malu-malu dan tertutup saat kami wawancari. Setelah pertemuan yang kedua dengannya, 1 April 2011, beliau mulai terbuka dengan kami. Beliau sudah menjadi pedagang asongan kurang lebih dua puluh tahun. Beliau sudah menjadi pedagang asongan sejak dari SD. Beliau berasal dari Desa Cilamaya, Kecamatan Sukamantri. Beliau sudah mempunyai istri dan empat orang anak. Nama anak-anaknya dari yang pertama adalah Mia, Mila, Kamarudin, dan Revan. Anaknya yang pertama sudah menikah dan tiga anaknya yang lain masih bersekolah. Pak Oman tinggal di sebuah rumah kontrakan di Bandung. Pak Oman tinggal di rumah kontrakan bersama paman, saudara dan temannya. Pak Oman hanya pulang satu bulan sekali untuk menemui istri dan anak-anaknya yang tinggal di desa Cimalaya. Jarak yang ditempuh dari Bandung ke Cimalaya atau sebaliknya dengan menggunakan angkot sekitar dua jam. Pak Oman berjualan dari jam tiga subuh sampai jam sembilan malam. Biasanya beliau berjualan di depan kios orang atau menjajakan barang dagangannya pada penumpang yang berada di dalam angkot atau pada orang-orang yang lewat di sekitar trotoar. Penghasilan yang didapat beliau sehari-hari antara Rp10.000,00 sampai Rp20000,00 dalam satu hari. Beliau juga pernah mendapat Rp50.000,00 dalam satu hari. Namun hal tersebut jarang terjadi. Kadang-kadang kalau dagangan beliau tidak laku, beliau

diledek oleh orang-orang di sekitarnya. Kalau dagangan beliau laku terjual, untuk memenuhi barang dagangannya kembali modal yang harus dikeluarkan beliau Rp500.000,00. Biasanya beliau mengambil barang dagangannya di sebuah agen penjualan di dekat tempat beliau berjualan. Kalau beliau tidak mempunyai uang yang cukup untuk mengambil barang dagangannya, maka beliau boleh berhutang terlebih dahulu. Beliau boleh membayarnya di kemudian hari. Menurut beliau, dagangannya yang paling laris adalah rokok. Biasanya orang membeli rokok per batang. Ada juga yang membeli rokok per bungkus. Bahkan pernah ada yang membeli lebih dari lima bungkus rokok pada beliau. Beliau juga pernah berjualan di daerah lain selain di daerahnya. Saat beliau berjualan di daerah lain, dagangan beliau lumayan laku dibanding pedagang asongan yang ada di sana. Namun pedagang asongan lain malah merasa iri dan bertengkar dengan beliau gara-gara dagangan beliau lebih laku. Akhirnya beliau memutuskan untuk berdagang di tempat beliau semula dan tidak berpindah-pindah daerah lagi. Beliau juga pernah menjadi pedagang gorengan bersama dengan orang lain. Hasilnya yang didapat juga lumayan. Hasil penjualan gorengan itu dibagi dua bersama dengan partnernya. Namun beliau tidak mau lagi berjualan gorengan gara-gara hasil penjualan gorengan tersebut tidak dibagi sama rata dengan beliau. Akhirnya, beliau memutuskan untuk berhenti menjadi pedagang gorengan dan kembali menjadi pedagang asongan. Pak Oman hanya bisa menemui istrinya satu bulan sekali. Uang transpor yang dibutuhkan untuk pergi ke Desa Cimalaya adalah Rp25.000,00 satu kali jalan. Kalau Pak Oman sedang tinggal di desa, biasanya beliau bekerja di kebun atau di warung. Kadangkala, beliau menjual makanan bala-bala yang dibelinya dari Bandung atau makanan tersebut dimakan bersama dengan keluarganya. Istri Pak Oman pernah pergi ke Bandung untuk meminta uang pada beliau apabila uang yang ada pada istrinya tinggal sedikit. Meski uang yang diterima istrinya sedikit, istri beliau tidak marah pada beliau. Harapan Pak Oman apabila mempunyai banyak uang, beliau ingin membuka kios rokok. Menurut beliau, sekarang rokok lebih menguntungkan dibandingkan menjual permen atau minuman botol. Pengalaman yang membuat beliau sedih adalah berhutang dengan orang lain gara-gara tidak mempunyai uang. Pak Oman hanya berharap dan berdoa pada Tuhan agar diberi rejeki yang cukup sehari-hari.

BAB II ANALISIS SOSIAL Pak Oman merupakan satu di antara orang-orang lainnya yang terjebak dalam kondisi kemiskinan seperti itu. Masih banyak orang-orang lain yang terjebak dalam kemiskinan seperti beliau atau bahkan lebih parah lagi dibandingkan beliau. Sekitar dua pertiga penduduk di dunia ini yang masih berada dalam garis kemiskinan, kelaparan bahkan kekurangan gizi. Sementara di sisi lain, sepertiga penduduk lainnya berusaha mempertahankan harta milik mereka dengan pengetahuan, kekuasaan, diplomasi; dengan segala taktik dan kelicikan masing-masing. Bahkan sepertiga penduduk ini mungkin malah makin menekan penduduk lainnya yang berada dalam garis kemiskinan dengan merampas harta milik mereka yang masih tersisa. Berbagai penderitaan dialami oleh orang-orang yang berada dalam garis kemiskinan. Seperti Pak Oman yang pernah berjualan di daerah yang bukan daerahnya. Hanya gara-gara dagangannya yang lebih laku saja, beliau harus bertengkar dengan orang yang pekerjaannya sama seperti beliau. Padahal tidak ada keuntungannya sama sekali bagi orang itu. Orang itu menganggap bahwa Pak Oman sebagai saingannya. Padahal Pak Oman berada di daerah itu bukan untuk menjadi saingannya. Beliau bermaksud mencari nafkah saja. Kasus seperti banyak juga terjadi pada orang miskin lainnya seperti para anggota DPR yang memaksa membangun gedung DPR yang baru. Padahal dana gedung DPR yang baru ini bisa digunakan untuk membantu fakir miskin. Hal tersebut makin menekan kalangan orang bawah. Bahkan mungkin uang hasil pajak pemerintah atau uang lainnya yang berkaitan dengan kepentingan pemerintahan malah disalurkan pada anggota DPR untuk membangun gedung baru. Berbagai penderitaan telah menunjukkan arti yang tidak jelas; hanya menyiksa dan merongrong ketentraman hidup; membuat frustasi, hilang akal dan putus asa. Dalam sejarah, penderitaan ini telah menggoreskan noda hitam yang mencoreng wajah dunia kemanusiaan, tidak dapat dimengerti dan hanya membangkitkan sindrom psikologis. Hal tersbut berlangsung sampai saat ini. Orang yang lebih berkuasa menekan kaum minoritas. Setelah mewawancari Pak Oman dan bertemu dengannya sebanyak tiga kali, Pak Oman merupakan termasuk orang dalam kategori orang marginal. Orang marginal adalah orang yang tertindas dan mengalami penderitaan serta berada di dalam garis kemiskinan. Kadangkala beliau diledek oleh teman-temannya karena dagangannya yang kurang laku

atau watak beliau yang sulit terbuka dengan orang lain terutama dengan orang yang baru dikenal. Selain itu, tingkat pendidikan beliau yang rendah juga membuat pikiran beliau kurang terbuka serta kemampuannya dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan dirinya juga menjadi sulit akibat kurangnya ilmu pengetahuan. Beliau menekuni pekerjaan tersebut karena pengaruh keluarganya juga. Rata-rata pekerjaan keluarga beliau adalah pedagang asongan. Jadi, beliau juga meneruskan pekerjaan tersebut dan tidak berniat untuk mencari pekerjaan lain. Maka dari itu orang-orang seperti Pak Oman ini membutuhkan bimbingan atau pendidikan secara khusus dalam hal menumbuhkan ketrampilan yang terdapat dalam dirinya agar mereka dapat berkembang serta meningkatkan taraf hidup mereka dari yang rendah di mata orang menjadi setara dengan orang-orang mapan lainnya. Upaya penanggulangan kemiskinan secara komprehensif dan berkelanjutan dengan memberikan perhatian yang tinggi pada bidang pendidikan dengan perhatian pada kesetaraan gender diharapkan menempatkan manusia tidak saja sebagai sasaran, tetapi lebih-lebih sebagai aktor yang sangat penting peranannya. Aktor, penduduk miskin ini harus mendapatkan motivasi yang tinggi untuk belajar dan bekerja keras. Program untuk menanggulangi kemiskinan bagi aktor-aktor yang tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonominya sangat rendah harus dirancang dengan menempatkan aktor yang bersangkutan sebagai titik sentral utamanya. Seperti negara berkembang lainnya, Indonesia untuk masa yang lama menghadapi empat hambatan besar dalam bidang pendidikan. Pertama peninggalan penjajah dengan penduduk yang tingkat pendidikannya sangat rendah. Kedua, anggaran untuk bidangpendidikan yang rendah dan biasanya kalah bersaing dengan kebutuhan pembangunan bidang lainnya. Ketiga, anggaran yang rendah itu biasanya diarahkan pada bidang-bidang yang justru menguntungkan mereka yang relatif kaya. Dan keempat, karena anggaran rendah, maka biasanya timbul pengelolaan pendidikan yang tidak efisien. Kalau kita memberikan peran pada bidang pendidikan untuk menanggulangi kemiskinan, perlu segera dikembangkan komitmen dan langkah-langkah nyata agar fakir miskin terutama anak-anak mendapat dukungan yang kuat untuk bersekolah pada sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan pada perguruan tinggi sesuai dengan pilihan dan kemampuannya.

BAB III REFLEKSI Setelah melakukan eksposure ini, hati saya menjadi tergerak akan keadaan Pak Oman yang seperti itu. Pak Oman mesti bekerja sebagai pedagang asongan setiap hari tanpa hari libur dari jam tiga pagi sampai sembilan malam. Itu pun Pak Oman harus membawa barang dagangannya sambil berjalan kaki menawarkan pada orang-orang yang ada di dekatnya. Bahkan Pak Oman rela menjual dagangannya di depan toko orang sambil berharap ada orang yang datang membeli barang dagangan padanya. Kalau dibandingkan keadaannya dengan saya, seorang mahasiswi, tidak perlu repot-repot bekerja seperti Pak Oman. Segala kebutuhan saya dipenuhi oleh orang tua saya yang hidupnya berkecukupan. Bahkan kalau uang yang diberikan kurang, orang tua saya bisa memberi tambahan pada saya. Saya menjadi merasa malu pada diri sendiri. Saya hanya bisa mempergunakan uang tersebut saja tapi tidak bisa menghasilkan uang itu dari diri saya sendiri. Tidak seperti Pak Oman yang harus bekerja terus- menerus. Selain itu, saya kadang-kadang mengeluh pada hal-hal yang menjadi masalah pada diri saya. Bahkan terkadang saya pernah menyalahkan orang lain atas masalah yang menimpa pada diri saya. Padahal orang tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang saya hadapi. Berbeda dengan Pak Oman, beliau terlihat tenang dan sabar akan kehidupannya yang pas-pasan. Kadang-kadang saat Pak Oman sedang banyak hutang pun, beliau hanya bisa menceritakan kondisinya tersebut pada temannya yang dekat dengannya. Beliau yang hidup kesusahan seperti itu menerima keadaannya apa adanya. Beliau berusaha melunasi hutang-hutang yang ada dengan cara menghemat uang yang didapatnya sehari-hari dan berusaha meminimalkan semua keperluan yang benar-benar tidak dibutuhkan dalam keadaan terdesak. Jujur, saya sulit untuk berbuat seperti Pak Oman lakukan itu. Apalagi kalau saya melihat barang murah atau diskon, pasti saya akan membeli barang tersebut karena barang itu, menurut saya, murah dibandingkan tempat lainnya. Padahal barang tersebut belum tentu benar-benar dibutuhkan. Jadi, saya membeli barang tersebut hanya melihat dari harganya saja. Hal tersebut seperti inilah yang memboroskan uang yang selama ini telah diberikan oleh orang tua saya.

"Maka tidak akan ada orang miskin di antaramu,

sebab sungguh TUHAN akan

memberkati engkau di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk menjadi milik pusaka, asal saja engkau mendengarkan baik-baik suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segenap perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari ini" (Ul. 15:4-5). Kutipan kitab suci di atas, menyatakan bahwa di dunia ini tidak akan ada yang namanya orang miskin, apabila kita sebagai manusia tidak egois dalam hal memperkaya diri sendiri. Sebagai orang Kristiani, kita harus memperhatikan orang miskin dan tertindas di mata masyarakat. Kita harus berbuat sesuatu demi kesejahteraan mereka. Seperti APP (Aksi Puasa Pembangunan) yang biasa dilakukan oleh semua umat Kristiani tiap tahunnya. Dari hal ini, saya belajar bagaimana menyisihkan sebagian uang saya untuk disumbangkan pada mereka yang membutuhkan. Selain itu, APP ini diadakan saat 40 hari sebelum wafat Yesus Kristus. Selama 40 hari ini, saya diajak untuk menahan diri terhadap berbagai kesenangan yang ada di dunia ini dengan cara berpantang dan berpuasa. Seperti menahan amarah dan mengurangi makanan yang disukai seperti permen, coklat dan lain sebagainya.

BAB IV KESIMPULAN Saya yang berasal dari keluarga yang hidupnya berkecukupan belajar dari mereka yang hidupnya susah. Meskipun hidup ini selalu jatuh bangun, tetapi Tuhan pasti akan memberikan jalan yang terbaik bagi kita apabila kita mau berusaha dan memohon kepadaNya untuk diberikan jalan yang terbaik dalam hidup ini. Kita ini hanya manusia biasa, ciptaan Tuhan, hanya menjadikan Bumi dan Alam Semesta ini sebagai tempat sementara kita. Suatu saat akan tiba waktunya kita bersatu dengan Tuhan lagi di alam lainnya. Agar kita dapat bersatu dengan Tuhan, kita harus melakukan salah satunya; Hukum Kasih. Hukum Kasih pertama berbunyi : Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Agar kita bisa mencintai Tuhan, kita harus mencintai sesama kita juga. Sesama kita itu merupakan ciptaan Tuhan juga seperti saya. Jadi, saya mencintai sesama saya dengan cara membantu mereka yang kesulitan dengan tidak mengenal SARA dan derajat kemanusiaannya. Kadangkala SARA seringkali menjadi penghalang untuk berbuat kebaikan terhadap sesama kita. Padahal dengan adanya perbedaan, kita diajak untuk belajar menghormati dan menghargai perbedaan tersebut. Meskipun kita berbeda-beda, kita harus belajar dari perbedaan yang ada baik bernilai positif maupun bernilai negatif.

BAB V LAMPIRAN Berikut ini adalah foto-foto kami saat eksposure tanggal 17 April 2011:

You might also like