You are on page 1of 11

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II KOMBINASI ANTIBIOTIKA

KELOMPOK 3C : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ulfah Nurhalimah Puji Sumarlin Marina Cheirianisa Fikri Jufrie Pranita Dewi Yuuji Fujito (10060308094) (10060308095) (10060308096) (10060308097) (10060308098) (10060307107)

Asisten Hari/Tanggal Praktikum Hari/Tanggal pengumpulan

: Irkham Yassin S.Farm. : Kamis/10 Maret 2011 : Kamis/17 Maret 2011

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDNG 2011

KOMBINASI ANTIBIOTIKA

I.

TUJUAN 1. Mendapatkan gambaran tentang efek yang terjadi bila dua antibiotika dikombinasi secara in vitro. 2. Menentukan efek kombinasi yang terjadi dengan menggunakan metode pita

II.

TEORI DASAR Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotika spektrum luas bersifat bakteriostatik untuk kuman Gram positif dan Gram negatif, tetapi indikasi pemakaiannya sudah sangat terbatas oleh karena masalah resistensi, namun demikian antibiotika ini masih merupakan pilihan utama untuk infeksi-infeksi yang disebabkan oleh klamidia, riketsia, dan mikoplasma. Mungkin juga efektif terhadap N. meningitidis, N. gonorhoeae dan H. influenzae., termasuk di sini adalah tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, metasiklin dan demeklosiklin. Pemakaian kombinasi antibiotika juga mengandung risiko misalnya adanya akumulasi toksisitas yang serupa,misalnya nefrotoksisitas aminoglikosida dan nefrotoksisitas dari beberapa jenis sefalosporin. Kemungkinan juga dapat terjadi antagonisme, kalau prinsip-prinsip kombinasi di atas tidak ditaati, misalnya kombinasi penisilin dan tetrasiklin. Walaupun pemakaian beberapa kombinasi dapat diterima secara ilmiah, tetap diragukan perlunya kombinasi tetap oleh karena kemungkinan negatif yang dapat terjadi. Bakteri dikatakan resisten bila pertumbuhannya tidak dapat dihambat oleh kadar maksimum antibiotik yang dapat ditoleransi oleh tubuh. Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap

antibiotik tertentu. Resistensi alamiah adalah jika beberapa mikroba tidak peka terhadap antibiotik tertentu karena sifat mikroba secara alamiah tidak dapat diganggu oleh antibiotik tersebut. Resistensi kromosomal terjadi karena mutasi spontan pada gen kromosom. Antibiotika pada prisipnya adalah zat atau senyawa obat alami maupun sintetik yang digunakan untuk membunuh kuman penyakit (bakteri yang bersifat parasit) dalam tubuh manusia dengan berbagai mekanisme sehingga manusia terbebas dari infeksi bakteri (Wahyudie,2009). Dalam klinik banyak dijumpai pemakaian kombinasi antibiotika, yang sayangnya tidak semuanya dapat diterima secara ilmiah begitu saja. Tujuan pemakaian kombinasi antibiotika mencangkup hal-hal sebagai berikut: y Memperluas spektrum anti bakteri pada pasien dengan kondisi kritis atau infeksi berat, tetapi jenis infeksinya belum dapat dipastikan. Misalnya pada septikemia sering diberikan kombinasi antibiotika antistafilokokus (misalnya nafsilin) dan antibiotika terhadap basil Gram negatif aerob (misalnya gentamisin). y Untuk mengatasi adanya bakteri yang resisten, misalnya kombinasi amoksisilin dengan adam klavulanat atau sulbaktam untuk mengatasi resistensi karena produksi enzim penilinase. Secara klasik selalu dianjurkan bahwa kombinasi antibiotik bakterisid dan bakteriostatik akan merugikan (antagonis) karena antibiotik bakterisid bekerja pada kuman yang sedang tumbuh, sehingga kombinasi dengan jenis bakteriostatik akan memperlemah efek bakterisidnya. Sedangkan kombinasi antibiotika bakteriostatik dan bakteriostatik umumnya akan menghasilkan efek sinergis dan aditif. Tetapi konsep ini mungkin tidak bisa begitu saja diterapkan secara luas dalam klinik, oleh karena beberapa kombinasi yang dianjurkan dalam klinik, misalnya penisilin (bakterisid) dan kloramfenikol (bakteriostatik) justru

merupakan alternatif pengobatan pilihan untuk meningitis bakterial yang umumnya disebabkan oleh kuman Neisseria meningitides. Akibat- akibat yang disebabkan oleh kombinasi antibiotika dapat merupakan suatu modifikasi efek

farmakologi antara lain meliputi: sinergis, antagonis, aditif atau efek baru yang tidak terjadi pada pemberian masing-masing. Efek sinergis terjadi bila campuran obat atau obat-obatan yang diberikan bersama menimbulkan efek yang merupakan jumlah dari efek masing-masing obat secara terpisah pada pasien atau menghasilkan efek yang lebih besar dari sekedar efek aditif saja terhadap kuman tertentu. Kombinasi ini bermanfaat untuk infeksi Pseudomonas pada pasien neutropenia. Secara in vitro, kombinasi karbenisilin atau tikarsilin dengan aminoglikosid menghasilkan efek sinergisme. Dengan aminogliksid saja misalnya gentamisin, infeksi seringkali tidak teratasi. penambahan karbenisilin sangat mempertinggi angka penyembuhan (Ganiswarna, 2005). Antibiotika yang digunakan : a. Ampisilin Na Ampisilin merupakan penisilin semisintetik yang stabil terhadap asam/amidase tetapi tidak tahan terhadap enzim -laktamase. Ampisilin mempunyai keaktifan melawan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif, juga merupakan antibiotika spektrum luas golonga bakterisid. Ampisilin merupakan prototip golongan aminopenisilin dan merupakan

berspektrum luas, tetapi aktivitasnya terhadap gram positif kurang daripada penisilin G. Semua penisilin golongan ini dirusak oleh -

laktamase yang diproduksi oleh kuman Gram positif maupun Gram negatif. Kuman menigokokus, pneumokokus, gonokokus, dan L. Monocytogenes sensitif terhadap obat ini. Selain itu H.influenzae, E.coli dan Proteus mirabilis merupakan kuman Gram negatif yang juga sensitif tetapi dewasa ini telah dilaporkan adanya kuman yang resisten diantara kuman yang semula sangat sensitif tersebut. b. Tetrasiklin Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang tetrasiklin yang dipetenkan pertama kali taun 1955. Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin yang

dihasilkan

oleh

Streptomyces

aureofaciens.

Kemudian

ditemukan

Oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies streptomyces lain. Mekanisme kerja antibiotika ini yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Golongan tertrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif. Pertama, yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua yaitu sistem transportasi akif. Setelah antimikroba tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri, maka antibiotika tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi masuknya komplek tRNA- asam amino pada lokasi asam amino, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. c. Kloramfenikol Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Kloramfenikol bekerja dengan jalan

menghambat sintesa protein pada bakteri. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein bakteri. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum anti bakteri meliputi D.Pneumoniae, S.Pyogenes, S.Vieidans, Neisseria, Haemophillus, Bacillus Spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P.Multocida, C.Diptheria, Chlamidya, Mycoplasma, Rickettsia, Treponeme, dan kebanyakan kuman anaerob.

III.

ALAT DAN BAHAN a. Alat y y y y y y y y y y y Cawan petri Gelas piala Tabung reaksi Autoklaf Inkubator Pipet eppendorf Jarum ose Pinset Spektrofotometer Vortex Batang pengaduk c. Medium y y Air kaldu Agar kaldu

d. Antibiotik y y y Ampisilin Na Tetrasiklin HCL Kloramfenikol

e. Bahan lain y y y y Cakram kertas Pita kertas Kapas berlemak Aluminium foil

b. Mikroba Uji y y IV. Staphylococus aureus Escherichia coli

PROSEDUR Alat disterilisasi (termasuk pita kertas) dan medium menggunakan autoklaf pada suhu 110 -115C selama 20 menit. Buat inokulum bakteri dalam air kaldu, lalu diinkubasi pada 37C selama 18-24 jam (satu hari sebelum praktikum). Ukur transmitan bakteri dengan alat spektrofotometer pada 530

nm, atur T 25% dengan penambahan medium air kaldu. Disiapkan tetrasiklin HCL, kloramfenikol, Ampisilin Na masing-masing pada konsentrasi 200 g/ml. Ambil dua buah pita kertas yang disterilkan. Ke-2 pita dicelupkan ke dalam biotika yang berbeda selanjutnya ditanamkan dengan posisi tertentu pada media agar yang ke dalamnya telah ditanamkan bakteri (perhatikan contoh dari asisten). Biarkan 1 jam, lalu inkubasi selama 18-24 jam. Amati adanya pertumbuhan pola atau bentuk hambatan dapat menunjukkan efek dari kombinasi antibakteri tersebut (perhatikan penjelasan asisten).

V.

DATA PENGAMATAN Tabel pengamatan kombinasi antibiotika terhadap S.aureus dan E.coli Efek Kelompok Antibiotika (Aditif/sinergis/ Antagonis) I II III IV V VI Tetrasiklin HCL+kloramfenikol Ampisilin Na+kloramfenikol Ampisilin Na+tetrasiklin HCL Tetrasiklin HCL+kloramfenikol Ampisilin Na+kloramfenikol Ampisilin Na+tetrasiklin HCL Antagonis Antagonis Sinergis Antagonis Antagonis Sinergis S.aureus S.aureus S.aureus E.coli E.coli E.coli Mikroba

Dilihat dari pengamatan pada cawan petri yang berisi kombinasi antibiotik ampisilin dan tetrasiklin, didapat data sebagai berikut:

Ampisilin: Terdapat zona bening hanya setengah dari pita dengan daerah zona bening

dibagian bawah dekat dengan pita yang berisi tetrasiklin.

Tetrasiklin:

Terdapat

zona bening pada sekitar pita termasuk pada daerah yang mendekati pita

ampisilin.

VI. PEMBAHASAN Percobaan kali ini diuji interaksi pada penggunaan kombinasi antibiotika. Kombinasi antibiotika dapat dilakukan pada suatu keadaan-keadaan tertentu, namun adanya kombinasi ini dapat menyebabkan akibat-akibat pada fungsi antibiotik tersebut, dapat bertambah (sinergis), tetap (aditif), atau menjadi berkurang (antagonis). Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan metode pita. Pada metode ini akan dapat terlihat aktifitas dari kedua kombinasi antibiotik yang diuji apakah akan memberikan efek sinergis, antagonis, atau aditif. Pada kelompok 3 ini, percobaan dilakukan pada bakteri S.aureus dengan kombinasi antibiotik ampisilin dan tetrasiklin. Pada hasil pengamatan yang dilakukan setelah inkubasi 18 jam, ternyata kombinasi yang didapat pada percobaan ini menimbulkan efek sinergis, karena pada tetrasiklin terdapat zona bening di sekeliling pita, sedangkan pada ampisilin, zona bening yang terbentuk hanya pada daerah pita yang mendekati pita tetrasiklin. Daerah disekeliling kedua ujung pita yang berdekatan memiliki zona bening yang cukup lebar, sehingga disimpulkan bahwa efek yang terjadi adalah efek sinergis. Efek sinergis terjadi bila campuran obat yang diberikan bersama menimbulkan efek yang merupakan jumlah dari efek masing-masing obat secara terpisah atau menhasilkan efek yang lebih besar. Pada ampisilin, terlihat bahwa efek yang ditimbulkan tidak terlalu besar bahkan hampir tidak berefek pada bakteri uji jika dibandingkan dengan tetrasiklin, hal ini dikarenakan meskipun ampisilin merupakan antibiotik berspektrum luas, namun efek yang ditimbulkan untuk bakteri gram positif lebih kecil dari efek yang ditimbulkan apabila ampisilin diberikan kepada bakteri jenis Gram negatif, sedangkan bakteri yang diuji adalah S.aureus yang merupakan jenis bakteri Gram positif. Disebutkan pula oleh Pelczar dalam buku dasar-dasar mikrobiologi 2, bahwa ampisilin merupakan antibiotik turunan dari penisilin yang dihasilkan oleh P.chrysogenum yang aktif terhadap bakteri gram negatif yang menyebabkan infeksi pada saluran penafasan, pencernaan dan kemih yang memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel

(Pelczar,2005 halaman 525). Dengan demikian jelas bahwa pada s.aureus, efek yang akan ditimbulkan oleh antibiotik ini tidak akan maksimal bahkan akan cenderung antagonis terhadap bakteri uji. Pada tetrasiklin, terlihat bawa efek yang ditimbulkan untuk menghambat bakteri S.aureus yang merupakan bakteri gram positif cukup besar. Zona bening yang ditimbulkan lebih besar jika dibandingkan dengan zona bening yang terdapat pada pita ampisilin. Hal ini dapat dikarenakan tetrasiklin merupakan antibiotik berspektrum luas yang memiliki mekanisme mengganggu sintesis protein (Pelczar,2005 halaman 525) sehingga dapat bekerja dengan baik pada bakteri uji S.aureus. Pada literatur bahwa kombinasi tetrasiklin dengan ampisilin akan menimbulkan efek antagonis yang saling mengurangi efek penghambat pertumbuhan bakteri. Sesuai dengan fungsinya masing-masing, ampisilin merupakan antibiotik bakterisid yang bekerja menghambat sintesis dinding sel, sedangkan tetrasiklin merupakan antibiotik bakteriostatik yang bekerja menghambat sintesa protein. Dilihat dari fungsi tersebut, menurut literatur, bahwa kombinasi antibiotik bakterisid dan bakteriostatik akan merugikan (antagonis), karena antibiotik bakterisid bekerja pada kuman yang sedang tumbuh, sehingga kombinasi dengan jenis bakteriostatik akan memperlemah efek bakterisidnya. Sedangkan pada data pengamatan, justru ampisilin terlihat bekerja pada ujung pita yang mendekati ujung pita tetrasiklin. Hal ini mungkin saja terjadi karena adanya dorongan dari tetrasiklin sehingga ampisilin dapat bekerja lebih optimal pada keadaan tersebut. Karena tetrasiklin telah menghambat sintesa protein dari bakteri S.aureus yang sedang tumbuh, sedangkan ampisilin akan membantu menghambat sintesis dinding sel sehingga mengakibatkan mikroba menjadi tidak tahan dari pengaruh luar dan menjadi lisis lalu kemudian mati. Jika dianalisis, sangat mungkin yang terjadi adalah antibiotik tetrasiklin bekerja lebih dahulu menghambat pertumbuhan bakteri baru kemudian ampisilin yang melanjukan membunuh bakteri yang masih tersisa, karena pada daerah yang hanya dilalui oleh ampisilin, tidak tampak adanya aktifitas antibakterial.

Faktor lain yang dapat terjadi sehingga hasil yang didapat dari pengamatan tidak sesuai dengan literatur adalah proses pengerjaan dan bahan yang digunakannya. Mungkin saja antibiotk ampisilin yang digunakan telah berkurang kadarnya atau mungkin juga kesalahan praktikan dalam menganalisis data pengamatan (melihat zona bening di ujung pita yang berdekatan) ataupun pengerjaan yang kurang aseptis. Pada umumnya, penggunaan kombinasi dari dua atau lebih antibiotik jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan efek yang akan ditimbulkan akan bermacam-macam. Untuk suatu mikroba penginfeksi, kombinasi antibiotik dapat bersifat sinergik (kombinasi dua antibiotik yang bersifat bakterisid), additif (kombinasi dua antibiotik yang bersifat dan

bakteriostatik)

dan antagonis

(kombinasi antibiotik

bakteriostatik

bakterisid). Namun, pemakaian kombinasi antibiotika juga dapat menjadi dianjurkan apabila berasa pada kondisi-kondisi tertentu, misalnya: pada orang yang menderita beberapa penyakit sekaligus, pada penderita yang belun teridentifikasi dengan jelas infeksinya, jika penderita mengalami resistensi terhadap suatu antibiotik (pada penderita TBC) dan pemakaian antibiotik secara kombinasi akan dianjurkan apabila telah terbukti bahwa kombinasi tersebut dapat menimbulkan efek sinergis.

VII.

KESIMPULAN 1. Kombinasi antibiotika dapat menimbulkan tergantung dari sifat antibiotika itu sendiri, yaitu: a. dapat bersifat sinergik (kombinasi dua antibiotik yang bersifat bakterisid) b. additif (kombinasi dua antibiotik yang bersifat bakteriostatik) dan c. antagonis (kombinasi antibiotik bakteriostatik dan bakterisid). 2. Kondisi dimana kombinasi antibiotik dapat diberikan yaitu pada keadaan: a. orang yang menderita beberapa penyakit (infeksi) sekaligus b. pada penderita yang belun teridentifikasi dengan jelas infeksinya c. jika penderita mengalami resistensi terhadap suatu antibiotik (pada penderita TBC) dan d. apabila telah terbukti bahwa kombinasi tersebut dapat menimbulkan efek sinergis. 3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan: a. Ketidakcocokan antara bakteri yang digunakan dengan antibiotik yang diuji b. Pengerjaan yang kurang aseptis c. Kesalahan pengamatan d. Bahan yang digunakan sudah berkurang efeknya (sudah tercemar) efek yang berbeda-beda

VIII.

DAFTAR PUSTAKA Ganiswarna, S, G,. 2005, Farmokologi dan Terapi Edisi IV, Gaya Baru: Jakarta. Pelczar. J Michael.2005.Dasar-Dasar Mikrobiologi 2.Penerbit Universitas Indonesia:Jakarta. Tjay, T. H., Drs. Kirana Rahardja.,2003, Obat-Obat Penting, PT. Elex media komputindo: Jakarta. Wahyudhie.2009.Antibiotik.diakses tanggal 16 Maret 2011. dari http://antibiotic,edu.html. Diakses

You might also like