You are on page 1of 16

I .

KONSEP PENYAKIT

A. DEFINISI Hernia adalah suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui lubang congenital atau didapat (Junadi, dkk 1982). Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus, atau kandung kemih) memasuki defek tersebut sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal (Tambayong, 2000) Hernia adalah prostrusi dari organ melalui lubang defektif yang didapat atau congenital pada dinding rongga yang secara normal berisi organ (Engram, 1999). Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis

internus/lateralis menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis externa/medialis (Mansjoer A,dkk 2000). Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital. ( Cecily L. Betz, 2004). Hernia Inguinalis adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui dinding yang dalam keadaan normal tertutup (Ignatavicus,dkk 2004). B. Anatomi Fisiologi Otot-otot dinding perut dibagi empat yakni musculus rectus abdominis, musculus, obliqus abdominis internus, musculus transversus abdominis. Kanalis inguinalis timbul akibat descensus testiculorum, dimana testis tidak menembus dinding perut melainkan mendorong dinding ventral perut ke depan. Saluran ini berjalan dari kranio-lateral ke medio-kaudal, sejajar ligamentum inguinalis, panjangnya : + 4 cm. (Brunner & Suddarth, 2000)

Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis internus yag merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis muskulus transversus abdominis di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum. Kanal ini dibatasi oleh anulus eksternus. Atap ialah aponeurosis muskulus ablikus eksternus dan didasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma serta sensitibilitas kulit regio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit, tungkai atas bagian proksimedial (Martini, H 2001). Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaiknya bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia transversal yang kuat yang menutupi triganum hasselbaeh yang umumnya hampir tidak berotot sehingga adanya gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis (Martini, H 2001). C. Etiologi Menurut Black,J dkk (2002).Medical Surgical Nursing, edisi 4. Pensylvania: W.B Saunders, penyebab hernia inguinalis adalah : 1. Kelemahan otot dinding abdomen. y Kelemahan jaringan y Adanya daerah yang luas diligamen inguinal y Trauma

2. Peningkatan tekanan intra abdominal. y Obesitas y Mengangkat benda berat y Mengejan y Kehamilan Konstipasi.

y Batuk kronik y Hipertropi prostate 3. Faktor resiko: kelainan congenital D. Patofisiologi Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali congenital atau karena sebab yang didapat, dan bisa terjadi akibat penutupan tuba (prosesus vaginalias) yang tidak lengkap antara abdomen dan skrotum (atau uterus pada anak perempuan), menyebabkan penurunan bagian intestine.

Inkarserata terjadi ketika bagian desenden terperangkap kuat di dalam kantung hernia yang mengganggu aliran darah. Tonjolan tersebut akan membesar bila ada tekanan intra abdomen seperti pada saat hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat, mengejan, menangis, dan miksi yang mengejan misalnya pada prostat hipertrofi. Isi kantong hernia biasanya dapat dikurangi dengan memberi tekanan perlahan, biasanya dilakukan pemulihan melalui pembedahan (herniorafi). Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena melemahkan jaringan atau ruang luas pada ligamen inguinal atau dapat disebabkan oleh trauma.Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan.Mengangkat berat juga menyebabkan

peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cidera traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada bersama dengan kelemahan otot,

individu akan mengalami hernia.Hernia inguinalis indirek, hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis.Ini umumya terjadi pada pria dari pada wanita.Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil.Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum.Hernia inguinalis direk, hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek.Ini lebih umum pada lansia.Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital. Pathways

E. Penatalaksanaan Medis 1. Pembedahan (Operatif) a. Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang. b. Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,

kantong dibuka dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi lalu dipotong. c. Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan menutup celah yang terbuka d\\engan menjahit pertemuan transversus internus dan muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal. 2. Terapi Hernia a. Terapi konservatif berupa: penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset pada hernia ventralis sementara itu pada hernia inguinalis pemakaian kotidak dianjurkan b. Hernioplastik endoskopik: merupakan pendekatan dengan penderita berbaring dalam posisi trendelenburg 40 digunakan tiga trokar yang pertama digaris tengah dekat umbilikus dan dua linnya dilateral. Keuntungannya mobiditas ringan, penderita kurang merasa nyeri, dan keadaan umum kurang terganggu dibandingkan dengan operasi dari luar.

3. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Kaji tanda-tanda strangulasi b. Kaji tanda-tanda strangulasi c. Lakukan perawatan pasca operatif: hernia inguinalis memerlukan perbaikan secara bedah

d. Lakukan perawatan pasca operatif: hernia inguinalis memerlukan perbaikan secara bedah e. Tanggung jawab perawat untuk perawatan pasca operatif antara lain: 1) Kaji luka infeksi: amati luka insisi terhadap adanya kemerahan atau drainase, pantau suhu. 2) Pertahankan status hidrasi yang baik: beri cairan IV bila diprogramkan, pantau asupan dan keluaran cairan, tingkatkan diet. 3) Tingkatkan rasa nyaman: berikan analgesik sesuai kebutuhan, pada klien yang menjalani hidrokelektomi gunakan kantung es dan penyokong untuk membantu meredakan nyeri dan pembengkakan sesuai indikasi. F. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diameter anulus inguinalis Pemeriksaan penunjang a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus.

b.Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit. hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit.

G. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Hernia Inguinalis 1. Pengkajian Menurut Engram (1999), Tucker (1992), Betz (2002) pengkajian pada klien dengan hernia antara lain: 1. Data SubyektifSebelum Operasi: Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan, nyeri di daerah benjolan, mual, muntah, kembung, konstipasi, tidak nafsu makan, bayi menangis terus, pada saat bayi menangis/mengejan dan batuk-batuk kuat timbul benjolan.Sesudah Operasi: Nyeri di daerah operasi, lemas, pusing, mual, kembung. 2. Data ObyektifSebelum Operasi: Nyeri bila benjolan tersentuh, pucat, gelisah, spasme otot, demam, dehidrasi, terdengar bising usus pada benjolan.Sesudah Operasi: Terdapat luka pada selangkangan, puasa, selaput mukosa mulut kering, anak/bayi rewel. 3. Pemeriksaan penunjang a. Darah: Leukosit > 10.000 - 18.000 /mm3, serum elektrolit meningkat. b. X.ray, USG Abdomen. 2. Diagnosa Keperawatan Menurut Engram (1999), Tucker (1992), Betz (2002) ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut: 1. Nyeri berhubungan dengan luka operasi

2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah setelah pembedahan. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi. 4. Risiko tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pada luka operasi. 5. Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang informasi. 6. Potensial infeksi berhubungan dengan kontaminasi luka operasi

terhadap mikroorganisme. 3. Intervensi Keperawatan Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan intevensi dan evaluasi untuk setiap diagnosa keperawatan:

1. Nyeri berhubungan dengan luka operasi. Tujuan: Klien merasa nyaman dan terjadi penyembuhan luka Kriteria Evaluasi: a. Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang. b. Terjadi penyembuhan pada luka. c. Keadaan umum sedang kesadaran komposmentis. d. Klien tampak rileks dan nyaman. Intervensi : a. Kaji tingkat rasa nyaman nyeri skala nyeri 0-10. b. Identifikasi lokasi, lama, type pola nyeri. c. Anjurkan klien untuk melakukan tehnik relaksasi napas dalam. d. Gunakan ice bag untuk menurunkan pembengkakan. e. Kaji tanda-tanda vital tiap 8 jam. f. Berikan analgesic sesuai program.

2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah setelah pembedahan. Tujuan: Klien dapat menunjukkan tanda-tanda rehidrasi dan

mempertahankan hidrasi yang adekuat. Kriteria Evaluasi: a. Mual dan muntah tidak ada. b. Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal yang ditandai dengan pengeluaran urine sesuai usia, capillary refill kurang dari 2 detik, turgor kulit elastis, membrane mukosa lembab. c. Intake dan output seimbang. d. Berat badan tidak menunjukkan penurunan. Intervensi: a. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam. b. Monitor pemberian infus. c. Beri minum dan makan secara bertahap. d. Monitor tanda-tanda dehidrasi. e. Monitor dan catat cairan masuk dan keluar. f. Timbang berat badan tiap hari. g. Catat dan informasikan ke dokter tentang muntahnya

3. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi. Tujuan: Kulit klien tetap utuh Kriteria Evaluasi: a. Klien tidak menunjukan tanda-tanda kerusakan kulit yang ditandai dengan kulit utuh, tidak lecet dan tidak merah. b. Luka operasi bersih, kering, tidak ada bengkak, tidak ada perdarahan.

Intervensi: a. Observasi keadaan luka operasi dari tanda tanda peradangan: demam, merah, bengkak dan keluar cairan. b. lakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik. c. Jaga kebersihan sekitar luka operasi. d. Beri makanan yang bergizi dan dukung pasien untuk makan. e. Libatkan keluarga untuk menjaga kebersihan luka operasi dan lingkungannya. f. ajarkan keluarga dalam perawatan luka operasi.

4. Risiko Tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pada luka operasi. Tujuan: Tidak terjadi perubahan suhu tubuh (hypertermi). Kriteria Evaluasi: a. Luka operasi bersih, kering, tidak bengkak. b. Tidak ada perdarahan. c. Suhu dalam batas normal (36-37C) Intervensi: a. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam. b. Beri kompres hangat. c. Monitor pemberian infus. d. Rawat luka operasi dengan tehnik steril. e. Jaga kebersihan luka operasi. f. Monitor dan catat cairan masuk dan keluar. g. Beri terapi antibiotik sesuai program medik.

5. Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang informasi. Tujuan: Pengetahuan klien dan keluarga bertambah. Kriteria Evaluasi: a. Klien dan keluarga mengerti tentang perawatan luka operasi, b. Dapat memelihara kebersihan luka operasi dan perawatannya c. Dapat memahami kegunaan pemeriksaan medis lanjutan. Intervensi: a. Ajarkan kepada klien dan keluarga cara merawat luka operasi dan menjaga kebersihannya. b. Diskusikan tentang keinginan keluarga yang ingin diketahuinya. c. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya. d. Jelaskan tentang perawatan dirumah, balutan jangan basah dan kotor. e. Anjurkan untuk meneruskan pengobatan/minum obat secara teratur di rumah, dan kontrol kembali ke dokter.

6. Potensial infeksi berhubungan dengan kontaminasi luka operasi terhadap mikroorganisme. Tujuan: Infeksi tidak terjadi Kriteria Evaluasi: a. Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, sakit, panas) pada luka insisi dan tempat pemasangan infus dan kateter. b. Perban dan plester tampak bersih, kesadaran komposmentis, keadaan umum sedang. c. TTV dalam batas normal TD110-120/70-80mmHg, N80-84x/mnt, Suhu 36-37C. d. Hasil laboratorium leukosit dalam batas normal 4400-11300/ul

Intervensi : a. Catat atau kaji keadaan luka (jumlah, warna dan bau). b. Kaji tanda-tanda vital tiap 8 jam. c. Anjurkan klien untuk menekan luka saat batuk. d. Mengganti balutan atau melakukan perawatan luka, perawatan infus dan kateter dengan teknik aseptik dan antiseptik menggunakan betadin 10%. e. Berikan antibiotik sesuai program.

4. Pelaksanaan Pelaksanaan merupakan komponen dari proses keperawatan, dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan atau dan diselesaikan. kinerja Pelaksanaan aktivitas mencakup sehari-hari,

melakukan,

membantu,

mengarahkan

memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien dan mengevaluasi kerja anggota staf dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawat kesehatan berkelanjutan dari klien. Selain itu juga pelaksanaan bersifat berkesinambungan dan interaktif dengan komponen lain dari proses keperawatan.

Komponen pelaksanaan dari proses keperawatan mempunyai lima tahap yaitu: mengkaji ulang klien, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan dan mengkomunikasikan intervensi. Perawat menjalankan rencana asuhan keperawatan dengan menggunakan beberapa metoda implementasi mencakup supervise, koseling dan evaluasi dari anggota tim perawatan kesehatan lainya. Setelah melaksanakan rencana tindakan, perawat menuliskan dalam catatan

klien deskriptif singkat dari pengkajian keperawatan, prosedur spesifik dan respon klien terhadap asuhan keperawatan. Dalam imlpementasi dari asuhan keperawatan mungkin membutuhkan pengetahuan tambahan, keterampilan keperawatan dan personel.

5.

Evaluasi Evaluasi merupakan proses keperawatan yang mengukur respon klien

terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respons klien dan membandingkannya dengan prilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan. Selama evaluasi perawat secara kontinu mengarahkan kembali asuhan keperawatan kearah terbaik untuk memenuhi kebutuhan klien.

DAFTAR PUSTAKA

Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Medica Aesculaplus FK UI. 1998. Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. EGC. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Charlene J. Reeves, Bayle Roux, Robin Lockhart. Penerjemah Joko Setyono. Penerbit Salemba Media. Edisi I. 2002. Brunner & Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 1, EGC, Jakarta. Barbara C. Lag, 1996, Keperawatan Medikal Bedah Bagian I dan 3, Yayasan TAPK Pengajaraan, Bandung. Mansjoer, Arif dkk., 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I, Medica Aesculapius FKUI, Jakarta. R. Syamsuhidayat & Wim de Jong, 2001, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, EGC, Jakarta.

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN DIAGNOSA HERNIA INGUINALIS DI RUANG OK RSUD dr.DORIS SYLVANUS

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK XII Tingkat : III.A 1. 2. 3. 4. DWI RIZKI.F HELPI PERA RUPIANSYAH RAMA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP PALANGKARAYA PRODI D III KEPERAWATAN TAHUN 2011

You might also like