You are on page 1of 7

BAB I PORTOFOLIO

Kasus-1 Topik: Luka Bakar 23% grade III Tanggal (Kasus) : 23 Febuari 2012 Presenter : dr. Bedry Qintha Tanggal Presentasi : 14 Maret 2012 Pendamping : dr. Tri Susanti Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Kayu Agung Objektif Presentasi : Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi : Wanita, 60 tahun, Luka bakar 23% grade III Tujuan : Tatalaksana kegawatdaruratan luka bakar, Pencegahan kemungkinan komplikasi luka bakar, Tatalaksana lanjutan luka bakar. Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit Cara membahas Diskusi Presentasi dan diskusi Emai Pos l Data Pasien : Nama : Ny. H Umur : 60 tahun Pekerjaan : PRT No. Reg : 194890 Alamat : Jua-jua Agama : Islam Bangsa : Indonesia Nama RS: RSUD Kayu Agung Telp : Terdaftar sejak : Data utama untuk bahan diskusi: 1. Diagnosis / Gambaran Klinis: Luka bakar 23% grade III, Keadaan Umum Sakit sedang. 2. Riwayat Pengobatan : Pasien tidak pernah menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu lama. 3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Riwayat sakit diabetes mellitus disangkal. 4. Riwayat Keluarga : Riwayat keluarga dengan sakit diabetes mellitus disangkal. 5. Riwayat Pekerjaan : Os bekerja sebagai PRT.

Daftar Pustaka: a. Bedah Minor Edisi 2 oleh dr. Sumiardi Karakata, tahun 1996 b. Schwartz Principle of Surgery edisi 8 oleh F. Charles Brunicardi c. Hasil Pembelajaran 1. Diagnosis luka bakar berdasarkan derajat serta berat-ringannya 2. Patogenesis dan prognosis luka bakar 3. Penatalaksanaan kegawatdaruratan dan lanjutan pasien luka bakar 4. Pencegahan syok, dehidrasi, infeksi, kontraktur, serta komplikasi lainnya
1

5. Pemberian cairan pada luka bakar 6. Perawatan luka pada luka bakar baik secara terbuka dan tertutup 7. 1. Subjektif : + 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh sering buang air kecil terutama pada malam hari dan terasa tidak lampias. Gejala tersebut menunjukkan adanya sisa urin pada vesica urinaria setelah os buang air kecil. + 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, buang air kecil semakin sering dan os hampir selalu mengedan saat buang air kecil. + 6 jam sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh ingin buang air kecil namun tidak bisa walau sudah mengedan. Hal ini menunjukkan proses pembesaran prostat yang meghambat keluarnya urin melalui uretra hingga terjadinya retensio urin. 2. Objektif : Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium dapat ditegakkan diagnosis Retensio urin et causa suspek Benign Prostatic Hyperplasia o Gejala Klinis : Buang air kecil yang tidak lampias dan sering, menunjukkan adanya sisa urin pada vesica urinaria setelah os berkemih. Buang air kecil yang harus mengedan, menunjukkan terhambatnya urin melewati uretra. Sebelum dibawa ke Rumah Sakit, os mengeluh ingin buang air kecil namun tidak bisa walau sudah mengedan, menunjukkan adanya retensio urin. Skor Internasional Gejala Prostat (I-PSS) 27 menandakan gejala saluran kemih bawah berat. o Pemeriksaan Fisik : Abdomen : Ditemukan benjolan pada suprasimfisis. Tidak ditemukan nyeri ketok angulus costo vetebrae. Pemeriksaan ballotement tidak ditemukan massa. Genitalia eksterna : Tidak ditemukan benjolan keras pada penis Rectal Toucher : Tonus sfingter ani baik, permukaan rata, tidak ada nodul, tidak ada nyeri tekan, prostat teraba membesar, konsistensi lunak, bagian atas tidak teraba. o Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboratorium terutama ureum 35 mg/dl dan kreatinin 1,2 mg/dl dalam batas normal menunjukkan tidak ada penyulit pasa saluran kemih bagian atas 3. Assessment : Keluhan ingin buang air kecil namun tidak bisa walau sudah mengedan, menunjukkan adanya retensio urin. Kesulitan buang air kecil yang terjadi secara perlahan pada laki laki dengan usia di atas 50 tahun perlu dipikirkan kemungkinan benign prostatic hyperplasia. Jika kesulitan buang air kecil terjadi secara mendadak diagnosis lebih diarahkan pada prostatitis dan batu uretra. Buang air kecil yang tidak lampias dan sering menunjukkan adanya sisa urin pada vesica urinaria setelah os berkemih. Buang air kecil yang harus mengedan menunjukkan terhambatnya urin melewati uretra. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan benjolan suprasimfisis mengarah pada retensio urin. Tidak ditemukannya benjolan keras pada penis menyingkirkan kemungkinan batu uretra yang dapat menyebabkan retensio urin. Pemeriksaan rectal toucher : Tonus sfingter ani baik, permukaan rata, tidak ada nodul, tidak ada nyeri tekan, prostat teraba membesar, konsistensi lunak, bagian atas tidak teraba. Pemeriksaan rectal toucher mengarah pada diagnosis benign prostatic hyperplasia.
2

4. Plan : Diagnosis : Retensio urin et causa suspek Benign Prostatic Hyperplasia Penatalaksanaan : Dilakukan kateterisasi untuk mengatasi kedaruratan retensio urin. Direncanakan Pemeriksaan penunjang lain seperti BNO, IVP, dan USG Edukasi keluarga : 1. Tetap tenang dan tidak panik. 2. Segera bawa os ke rumah sakit ataupun puskesmas terdekat jika terjadi kasus berulang. 3. Menjelaskan mengenai pemasangan selang kencing pada penderita. 4. Menjelaskan mengenai penyakit os dan rencana tatalakasana selanjutnya untuk dirujuk ke bagian bedah. Konsultasi : Setelah pemasangan kateter, dilanjutkan dengan BNO, IVP, dan USG serta dirujuk ke bagian bedah. Kegiatan Periode Kontrol berkala Kontrol dilakukan 6 minggu pasca pembedahan, 3 bulan, 6 bulan,dan setiap tahun. Penilaian kultur urin Dilakukan 6 minggu pasca pembedahan Nasihat Setiap kali kunjungan pemeriksaan pecintraan seperti Hasil yang diharapkan Penurunan I-PSS Tidak ditemukan adanya mikroorganisme Menjaga hygiene

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh perubahan suhu atau kontak dengan sumber panas seperti air panas, api, bahan kimia, dan listrik. Panas mempunyai efek merusak lapisan kulit sehingga mempermudah terjadinya infeksi, kehilangan panas, dan penguapan, karena hilangnya barrier. Terhadap darah dan pembuluh darah, panas menyebabkan permeabilitas kapiler bertambah sehingga cairan dan protein mudah keluar dari pembuluh darah. Luka bakar memiliki tiga fase dalam patogenesisnya, yaitu :

a. Fase awal : Masalah medis dalam fase ini akan berkisar pada gangguan keseimbangan sirkulasi dan elektrolit karena cedera termis yang bersifat sistemis. Dapat pula terjadi gangguan nafas apabila terdapat cedera inhalasi.
b. Fase subakut : Pada fase ini, luka terbuka akibat kerusakan jaringan akan

menyebabkan proses inflamasi yang berlangsung hebat disertai eksudasi dan kebocoran protein. Terjadi reaksi inflamasi lokal yang kemudian menjadi reaksi sistemik dengan dilepasnya zat-zat imunologik yang menginduksi respon inflamasi sitemik. Selain itu, juga terjadi penguapan cairan tubuh disertai panas dan energi atau evaporated heat loss yang menyebabkan perubahan dan gangguan metabolisme. c. Fase lanjut : Terjadi setelah penutupan luka sampai maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau organ. 2. Derajat Luka Bakar
a. Derajat I : Kerusakan hanya terbatas pada lapisan epidermis (superficial) saja. Sifat

luka bakar derajat ini adalah eritema, kerusakan jaringan dan edema minimum, serta nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan akan terjadi secara spontan dalam 5-10 hari.
b. Derajat II : Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis berupa reaksi

inflamasi disertai proses eksudasi. Dibedakan menjadi derajat II a (derajat II superfisial) dan II b ( derajat II profunda). Pada luka bakar derajat II a, kerusakan mengenai seluruh epidermis dan sebagian atas dermis namun organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea masih utuh. Akan didapatkan lepuh atau bula, jarang terjadi komplikasi, dan bisa sembuh dalam 10-14 hari. Pada luka bakar derajat II b, kerusakan hampir mengenai seluruh dermis, warnanya merah atau merah muda, dan penyembuhan terjadi dalam 25-35 hari.
c. Derajat III : Kerusakan seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-

organ kulit rusak, dan tidak dijumpai lepuh atau bula. Kulit yang terbakar berwarna pucat. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Terjadi anestesi karena kerusakan pada reseptor rasa nyeri, sehingga pin prick test (+). Terjadi edema hebat dan kerusakan permanen. Penyembuhan luka lama karena tidak terjadi proses epitelisasi dari dasar luka.
4

d. Derajat IV : Luka bakar yang mengenai otot bahkan hingga tulang.

3. Penentuan Luas Luka Bakar Penentuan luas luka bakar sangat penting dalam menentukan terapi cairan, perawatan, dan prognosis. Pada orang dewasa digunakan rule of nine, formula ini mudah, praktis, dan cepat dikerjakan, tapi kurang teliti dan tidak boleh digunakan pada anak-anak. Penentuan luas luka bakar pada anak dapat digunakan rule of five, yaitu : Bagian tubuh Kepala Lengan kanan dan kiri Badan depan dan belakang Kaki kanan dan kiri Bayi 4x5% 2x5% 4x5% 2x5% Anak 3x5% 2x5% 3x5% 3x5%

4. Penggolongan Berat-Ringan

a. Luka bakar ringan : adalah luka bakar derajat I dan II dengan luas luka < 15 % pada orang dewasa dan < 10 % pada anak; atau luka bakar derajat III dengan luas < 2 %. Luka jenis ini penderita bisa dirawat jalan dan dirawat bila perlu dilakukan tindakan tertentu, misalnya tandur kulit. b. Luka bakar sedang : adalah luka bakar derajat II dengan luas luka 15 25 % pada orang dewasa dan 10 20 % pada anak-anak; atau luka bakar derajat III dengan luas < 10 %. Penderita luka bakar sedang sebaiknya dirawat di rumah sakit, rawat jalan akan menyulitkan terapi dan meningkatkan resiko.
c. Luka bakar berat : adalah luka bakar derajat II dengan luas > 25 % pada orang

dewasa dan >20 % pada anak-anak; atau luka bakar derajat III dengan luas >10 %; atau luka bakar derajat IV; atau luka bakar yang mengenai wajah, mata, telinga, kaki dan genitalia, serta persendian dan daerah sekitar ketiak; semua penderita dengan trauma inhalasi dan luka bakar dengan trauma berat; serta luka bakar resiko tinggi, misalnya luka bakar dengan DM. 5. Penatalaksanaan Luka Bakar

Sewaktu penderita tiba, jalan nafas harus dibebaskan dan bila perlu berikan oksigen. Bila terdapat tanda-tanda cedera inhalasi, segera lakukan trakeostomi. Segera tangani bila syok, dan secepat mungkin ukur berat badan pasien jika memungkinkan. Tindakan lanjutan yang harus dilakukan adalah sesegera mungkin menghitung luas luka bakar, dan bila penderita kesakitan segera berikan analgesik intravena. Kemudian lakukan pemasangan kateter, bila mungkin kateter Foley. Selain itu, berikan ATS dengan dosis 3000 IU per IM untuk dewasa dan 1500 IU per IM untuk anak-anak. Jangan lupa berikan antibiotika, terapi cairan, dan perawatan luka. 6. Pemberian Cairan Pada Luka Bakar Terdapat banyak formula untuk pemberian cairan pada pasien luka bakar. Pilihlah cara yang paling cepat dan mudah. a. Formula Evans : Dalam 24 jam I berikan : NaCl 0,9 % : BB x % luka bakar Koloid : BB x % luka bakar D5% : 2000 cc Dalam 8 jam pertama, cairan yang diberikan setengah dari kebutuhan total, dan setengahnya lagi diberikan 16 jam berikutnya. Dalam 24 jam II berikan : NaCl 0,9 % : BB x % luka bakar Koloid : BB x % luka bakar D5% : 2000 cc Bila pemberian cairan tepat, akan dicapai produksi urin 50 cc/jam. b. Formula Brooke : Dalam 24 jam I berikan : RL Koloid D5% Dalam 24 jam II berikan : RL Koloid D5% : 0,75 BB x % luka bakar : 0,25 BB x % luka bakar : 2000 cc : 1,5 BB x % luka bakar : 0,5 BB x % luka bakar : 2000 cc

Cara pemberian sama dengan cara Evans


c. Formula Baxter :

Dalam 24 jam I berikan : RL : 4 x BB x % luka bakar Setengah dari jumlah kebutuhan total diberikan pada 8 jam I, dan sisanya diberikan 16 jam berikutnya. Dalam 24 jam II berikan : RL : 4 x BB x % luka bakar

You might also like