You are on page 1of 29

Makalah Kelompok Respirasi-2

D6 Lisa Nauli Siagian 102009149 Cynthia cristiviane 102009198 Febri ekawati 102009209 Sarah Regina Christy 102009230 Andre.Dermawan 102009240 Florentina 102009264 Kristina 102009247 Hana christiyanti 102009266 Nur Hamizah Binti Hashim 102009322 Jeyabaskaran Renganathen 102009332

FK Universitas Kristen Krida Wacana

DAFTAR ISI Bab I: Pendahuluan.................................................................................................................3 1.1 Latar belakang 1.2 Tujuan Bab II: Pembahasan...........................................................................................................4-26 A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L. Anamnesis Pemeriksaan Diagnosis banding Working diagnosis Klasifikasi dan etiologi Epidemiologi Patogenesis Manifestasi klinis Penatalaksanaan Komplikasi Pencegahan Prognosis

Bab III: Penutup.....................................................................................................................27 Bab IV: Daftar pustaka....................................................................................................28-29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma toraks merupakan penyebab utama kematian. Banyak penderita trauma toraks datang dengan keadaan kritis, lalu meninggal setelah sampai di rumah sakit. Untuk itu diperlukan diagnosis yang cepat dan terapi yang adekuat. Kurang dari 10% dari cedera tumpul toraks dan 15-30% dari cedera tembus toraks yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas kasus trauma toraks dapat diatasi dengan prosedur resusitasi, peralatan yang lengkap, dan perawatan rawat inap yang tepat. Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara atau gas dalam rongga pleura, yaitu, di ruang potensial antara pleura viseral dan parietal paru. Hasilnya adalah kolapsnya paru-paru pada sisi yang terkena. Udara bisa masuk ruang intrapleural melalui hubungan dari dinding dada (yaitu, trauma) atau melalui parenkim paru-paru di pleura visceral.1 1.2 Tujuan Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pneumotoraks. Juga sebagai tambahan bahan materi pembelajaran agar dapat lebih menguasai materi perkuliahan.

BAB II PEMBAHASAN Skenario 3 Seorang laki-laki 30 tahun datang ke Unit Gawat Darurat RS, dengan keluhan sesak nafas dan nyeri pada dada sebelah kanan, setelah menabrak truk saat sedang mengendarai sepeda motor. Menurut pasien saat kejadian stang motor sebelah kanan menghantam dada kanannya dengan keras. Pada pemeriksaan fisik, tampak pasien sakit sedang, kesadaran pasien Compos Mentis, TD : 120/80 mmHg, denyut nadi : 85x/menit. Saat menghitung frekuensi pernafasan, tampak dada kanan pasien tidak mengembang seperti dada kirinya saat pasien menarik nafas.

A. Anamnesis Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa apabila pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan berbicara disebut dengan Allo Anamnesa.2 Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan 30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab, dan radiologi (kalau diperlukan). Hal yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis antara lain:2 Keluhan utama yakni gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Hal ini merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien. Riwayat pribadi merupakan segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti data diri pasien seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan pendidikan. Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkawinan, lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain. Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah di derita pasien pada masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialami sekarang.
4

Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami. Pada riwayat penyakit sekarang dapat menanyakan mengenai: sejak kapan muncul gangguan atau gejala-gejala tersebut frekuensi serangan atau kualitas penyakit sifat serangan atau kuantitas penyakit lamanya penyakit tersebut diderita perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya lokasi sakitnya akibat yang timbul gejala-gejala yang berhubungan

Pada kasus pneumotoraks, hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain :3-6 Sesak napas tanyakan awal mula keluhan ini, lama, progresivitas, variabilitas, derajat beratnya, faktor-faktor yang memperberat/meringankan dan keluhan berkaitan lain. Tentukan apakah sesak napas terjadi secara mendadak dan semakin memberat dalam waktu beberapa menit? (akibat pneumotoraks, ventil, emboli, asma, aspirasi benda asing). Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat pada sisi paru yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur -angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari. Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif.2 Nyeri dada apakah seperti tusukan, tajam, semakin berat saat bernapas/batuk? Tanyakan juga tanyakan awal mula keluhan ini, lama, progresivitas, variabilitas, derajat beratnya, faktor-faktor yang memperberat/meringankan dan keluhan berkaitan lain. Adakah batuk-batuk?seperti apa batuknya? Adakah riwayat trauma atau tindakan medis yang invasif.2

Hasil anamnesis berdasarkan dari skenario antara lain : Laki-laki 30 tahun, keluhan sesak nafas dan nyeri dada sebelah kanan setelah menabrak truk yang saat mengendarai
5

motor. Menurut pasien saat kejadian, stang motor menghantam dada kanannya dengan keras. B. Pemeriksaan Setelah melalui proses anamnesa dan diketahui keluhan dari pasien lalu dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain: pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang2. Pemeriksaan Fisik Sakit dada dapat berasal dari dinding dada, pleura dan organ mediastinum. Paru mendapatkan persarafan otonom eksklusif sehingga tidak dapat dijadikan sebagai sumber sakit dada. Nyeri dada harus diuraikan mencakup lokasi nyeri dan penyebarannya, awal mula keluhan, derajat nyeri, faktor
4

yang

memperberat/meringankan misalnya efek terhadap pernapasan dan pergerakan.

Nyeri pleura : sifatnya tajam, menusuk, terlokalisir dengan jelas dan semakin berat pada saat menarik napas/batuk yang disebabkan oleh iritasi pleura parietalis oleh proses inflamasi, infrak jantung akibat anoksia, keganasan dan pneumotoraks. Nyeri alih dapat dirasakan pada puncak bahu yang sesuai atau pada abdomen bagian atas.3,4 Nyeri dinding dada : dapat terjadi akibat adanya gangguan pada saluran napas maupun kelainan muskuloskeletal. Nyeri yang timbul mendadak dan terlokalisir setelah mengalami batuk-batuk yang hebat atau trauma langsung menunjukan adanya injuri pada otot-otot interkostal atau faktur iga. Faktur iga yang disebabkan oleh batuk yang hebat dapat menimbulkan nyeri pergerakan dada tetapi nyerinya bersifat superfisial dan terdapat nyeri tekan pada iga tersebut. 3,4 Nyeri mediastinum : memiliki ciri yang bersifat sentral/retrosentral serta tidak berkaitan dengan pernapasan ataupun batuk (tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik). Namun demikian, nyeri yang berasal dari trakea dan bronkus akibat infeksi maupun iritasi oleh debu iritan dapat dirasakan sebagai panas di daerah retrosternal, yang semakin berat bila pasien batuk. 3,4

Sesak Napas (Dispnea) Merupakan keluhan subyektif yang timbul bila ada perasaan tidak nyaman gangguan / kesulitan lainnya saat bernapas yang tidak sebanding dengan tingkat aktivitas. Serangan sesak napas akut yang berat merupakan kedaruratan medis karena keadaan ini menunjukkan adanya tension pneumothorax, asma, atau gagal jantung kiri akut. 3,4 1. Inspeksi 3,4 ada/tidaknya lesi pada dada seperti spider naevi, scar, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena dan sebagainya menentukan jenis napas seperti torakal (tumor abdomen, peritonitis), abdominal (PPOK lanjut) dan kombinasi seperti torakoabdominal pada wanita sehat dan pria sehat abdominaltorakal. Perhatikan pasien apakah menggunakan otot-otot bantu pernapasan, kalau ada biasanya pada pasien RBC paru lanjut atau PPOK. Lihat apakah ada paru yang tertinggal? Kalau ada berarti ada gangguan di daerah paru yang tertinggal. warna tubuh, lihat adakah perubahan warna kulit seperti sianosis. bentuk toraks antara lain; pectus exacavatum (dada dan tulang sterum cekung ke dalam), pectus carinatum (dada dan tulang sterum menonjol ke depan), barrel chest (diameter anteroposterior membesar) sedangkan posterior perhatikan apakah berbentuk kifosis atau skoliosis. pola pernapasan pasien : normal (iramanya teratur silih berganti inspirasi atau ekspirasi) dan abnormal seperti takipnea (napas cepat dan dangkal), hiperventilasi (napas cepat dan dalam), bradipnea (napas lambat) dan sebagainya. Palpasi3,4 Palpasi statis dilakukan untuk pemeriksaan kelenjar getah bening (tempat predileksi tumbuh tumor), posisi mediastinum(menentukan trakea dan denyuk apeks berada dalam posisi normal), dan palpasi dengan jari ke daerah dada depan (untuk mengetahui ada tumor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis dan lain-lain). Pada pneumotorak ada pembengkakan dan krepitasi pada pada kulit tersebut saat di palpasi. Palpasi dinamis yaitu :
7

2.

Pemeriksaan ekspansi paru yang normal adalah kedua sisi dada harus sama-sama terangkat dan mengembang selama inspirasi maksimal. Pemeriksaan vokal fremitus, meletakkan kedua telapak tangan pa permukaan dinding dada lalu minta pasien menyebutkan 77 atau 99 dan rasakan getarannya. Dilaporkan sebagai normal,

melemah(hidrotorak, atelektasis) dan mengeras(pneumonia, TBC aktif).

3.

Perkusi melakukan pengetukan pada dada dengan jari dan mendengarkan bunyi ketukan yaitu: sonor(paru normal), hipersonor (pneumotorak, emfisema, bula yang besar), redup (pneumonia, efusi pleura sedang), pekak(tumor paru,efusi pleura masif) dan timpani (lambung). Pengetukan bergantian secara zigzag (kanan-kiri). 3,4

4.

Auskultasi mendengarkan suara dengan stestoskop. Suara napas melemah sampai menghilang, fremitus melemah sampai menghilang, resonansi perkusi dapat normal atau meningkat (hipersonor). Pneumotoraks ukuran besar biasanya didapatkan suara napas yang melemah bahkan sampai menghilang pada auskultasi, fremitus raba menurun dan perkusi hipersonor. Pneumotoraks tension dicurigai apabila didapatkan adanya takikardia berat, hipotensi dan pergeseran mediastinum atau trakea. 3,4 Pemeriksaan Tekanan darah Denyut nadi Pemeriksaan Fisik Hasil 120/80 mmHg 85x / menit Nilai Normal* 120/80 mmHg 70-80 x / menit Interpretasi Normal Lebih cepat

Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis dan dada kanan pasien tidak mengembang seperti dada kirinya pada saat inspirasi

Tabel 1. Hasil pemeriksaan fisik berdasarkan skenario

Pemeriksaan Penunjang3-9 Foto toraks dapat menegakan diagnosis. Deviasi mediastinal menunjukan adanya tegangan (tension). Pada foto toraks juga akan diketahui bila ada penyakit paru. Pemeriksaan foto dada garis pleura viseralis tampak putih, lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vaskular pada daerah tersebut. Pada tension pneumotoraks gambaran foto dadanya tampak jumlah udara pada hemitoraks yang cukup besar dan susunan mediastinum yang bergeser ke arah kontralateral. Saturasi oksigen harus diukur biasanya normal kecuali ada penyakit paru. Ultrasonografi atau CT keduanya lebih baik daripada foto toraks dalam mendeteksi pneumotoraks kecil dan biasanya digunakan setelah biopsi paru perkutan. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-scan) mungkin diperlukan apabila dengan pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer atau sekunder. Sensitivitas pemeriksaan CT-scan untuk mendiagnosis emfisema subpleura yang bisa menimbulkan pneumotoraks spontan primer antara 80-90%. Analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada sebuah penelitian didapatkan 17% dengan PO2 < 55 mmHg, 4% dengan PO2 < 45 mmHg, 16% dengan PCO2 > 50 mmHg dan 4% dengan PCO2 > 60 mmHg. Pada pasien PPOK lebih mudah terjadi pneumotoraks spontan. Pneumotoraks primer paru kiri sering menimbulkan perubahan aksis QRS dan gelombang T prekordial pada rekaman elektrokardiografi (EKG) dan dapat ditafsirkan sebagai Infark Miokard Akut (IMA). Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive, tetapi memiliki sensitivitas yang lebih besar dibandingkan pemeriksaan CTscan. Menurut Swierenga dan Vanderschueren, berdasarkan analisa dari 126

kasus pada tahun 1990, hasil pemeriksaan endoskopi dapat dibagi menjadi 4 derajat yaitu : Derajat I : pneumotoraks dengan gambaran paru yang mendekati normal (40%) Derajat II : pneumotoraks dengan perlengketan diserati hemotoraks (12%) Derajat III : pneumotoraks dengan diameter bleb atau bulla < 2 cm (31%) Derajat IV : neurotoraks dengan banyak bulla yang besar, diameter > 2 cm (17%).

C. Diagnosis Banding 1. Hemotoraks Istilah hemotoraks dipakai untuk menyatakan perdarahan sejati ke dalam rongga pleura dan tidak dimaksudkan untuk menyatakan efusi pleura yang berdarah. Dibagi menjadi hemotoraks ringan bila jumlah darah sampai 300 ml saja. Hemotoraks sedang bila jumlah darah sampai 800 ml dan hemotoraks berat bila jumlah darah melebihi 800 ml. Trauma dapat diklasifikasikan sebagai trauma tembus (misalnya luka tusuk ) atau trauma tumpul (fraktur iga yang selanjutnya menyebabkan laserasi paru atau pembuluh darah interkostal). Pengumpulan darah dalam rongga toraks akan menekan paru-paru sehingga mengganggu ventilasi yang berakibat hipoksia. Gabungan hipovolemia dan hipoksia akan menyebabkan kematian. Penanggulangan hemotoraks dengan pemasangan tube torakostomi dengan WSD atau CSD untuk evakuasi darah adalah tindakan penyelamatan jiwa penderita.11 Bila ada sisa darah akan menimbulkan komplikasi gangguan pengembangan paru, kronik atelektasis, pneumoni dan empiema. Gejala utamanya adalah syok hipovolemik .11 Perbandingan pneumotoraks dan hemotoraks11 Sisi yang terkena tak ikut pada pernapasan, perkusi hipersonor (pada pneumotoraks) atau pekak (pada hemotoraks) atau terdapat bersama-sama (hemopneumotoraks); suara napas menghilang. Mungkin disertai emfisema subkutis dan patah tulang iga. Bila keluhan sesak napas dibalik (nyeri) cepat memberat curiga adanya tension pneumotoraks
10

Radiologik tampak bayangan paru mengecil, dikelilingi daerah radiolusen (pneumotoraks), bila ada daerah radioopak menandakan adanya hemotoraks.

2. Efusi pleura

Efusi pleura, yaitu adanya cairan yang tertimbun dalam rongga pleura dan memisahkan paru yang terisi udara dengan dinding dada sehingga menyekat transmisi bunyi. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. Etiologi terjadinya efusi pleura bermacam-macam, yaitu: tuberkulosis paru (merupakan penyebab yang paling sering di Indonesia), penyakit primer pada pleura, penyakit penyakit sistemik dan keganasan baik pada pleura maupun diluar pleura.12 Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jantung kongestif. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan permeabilitas kapiler pleura dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening. Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru atau perforasi karsinoma dalam rongga pleura.Duktus torasikus juga dapat mengeluarkan getah bening ke dalam rongga pleura sebagai akibat trauma atau keganasan, keadaan ini dikenal dengan nama kilotoraks.13 Gejala klinisnya dari asimptomatis sampai sesak napas berupa nyeri dada, sesak nafas, batuk-batuk, panas. Lebih senang tidur/baring ke satu arah (sisi yang berupa cairan). Keluhan-keluhan tersebut tergantung dari jumlah dan jenis cairan; kalau banyak atau purulent keluhan lebih berat.12 Pada pemeriksaan didapatkan : Pada sisi yang sakit, dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal. Bunyi perkusi : redup (dull) hingga pekak (flat) pada daerah cairan. Trakea bergeser ke sisi yang berlawanan pada efusi yang banyak. Mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Iktus kordis berpindah ke sisi yang sehat. Bunyi pernapasan berkurang hingga tidak terdengar, tetapi bunyi pernapasan bronchial dapat terdengar di dekat bagian
11

puncak efusi yang luas. Tidak terdengar bunyi tambahan, kecuali kemungkinan pleural rub. Fremitus taktil dan bunyi suara yang ditransmisikan: berkurang hingga tidak terdengar, tetapi dapat meningkat ke arah bagian puncak efusi yang luas.10 Tabel 2. Tanda dan gejala efusi pleura dan pneumotoraks13
EFUSI PLEURA Dispnea bervariasi Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi Ruang intercostalis menonjol (efusi lebih berat) Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena Perkusi meredup diatas efusi pleura Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi Suara napas berkurang diatas efusi pleura Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami pneumothoraks Takikardi, Sianosis (jika luas) Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena Perkusi hipersonor diatas pneumotoraks Perkusi meredup diatas paru yang kolaps Suara napas berkurang atau tidak ad pada sisi yang terkena Fremitus vocal dan raba berkurang Fremitus vocal dan raba berkurang PNEUMOTORAKS Dispnea (jika luas) Nyeri pleuritik hebat

3. Empyema Suatu keadaan dimana nanah dan cairan dari jaringan yang terinfeksi terkumpul di suatu rongga tubuh. Kata ini berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya menghasilkan nanah (supurasi). Empyema paling sering digunakan sebagai pengumpulan nanah di dalam rongga di sekitar paru-paru (rongga pleura). Tapi, kadang juga digunakan sebagai pengumpulan nanah di kandung empedu atau rongga pelvic. Empyema di rongga pleural biasanya dikenal dengan empyema thoraks, untuk membedakan dengan empyema di rongga tubuh lain. 3,5-9 Hampir 90 % kasus empyema thoraks disebabkan oleh Stapylococus aureus, dan kurang sering akibat Pneumokokus terutama tipe 1 dan 3 dan Haemophilus influenza.

12

Adanya tanda cairan disertai pergerakan hemithoraks yang sakit berkurang. Terdengar suara redup pada perkusi. Pada auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang disisi hemithorak yang sakit. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukkan adanya cairan dengan atau tanpa kelainan paru. 3,5-9 Jika efusi pleura yang tertimbun adalah nanah maka disebut empiema, ini disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru, perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Apabila tidak di drainase secara baik akan membahayakan otot rangka toraks. Eksudat yang mengalami peradangan maka akan terjadi perlekatan fibrosa antar pleura, disebut denga Fibrotoraks. Bila terjadi fibrothoraks, trakea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan. 3,5-9

4. Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) Disebabkan oleh suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor. Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena efusi pleura menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid. 3,5-9

5. Kanker paru Dibedakan menjadi kanker paru jenis sel kecil dan jenis sel bukan kecil. Berdasarkan histologi dibedakan menjadi 4 jenis sel utama yaitu karsinoma skuamosa (30%), karsinoma sel kecil (sekitar 25%), adenokarsinoma (30%), dan karsinoma nukan sel kecil (< 10%). Diagnosis kanker paru didasarkan pada keluhan dan gejala klinis, foto toraks, bronkoskopi dan dipastikan dengan pemeriksaan histologi. Gejala klinis akan muncul setelah stadium lanjut terdiri dari gangguan saluran napas, penekanan pada atau penyusupan ke dalam alat sekitarnya dan metatasis sehingga menimbulkan gejala batuk dan hemoptisis. Gangguan faal bronkus retensi lendir umumnya menimbulkan pneumonitis yang berulang, lebih berat lagi abses paru, obstruksi bronkus dan atelektaksis. 3,5-9

13

D. Working Diagnosis Berdasarkan data yang didapatkan maka diagnosis kerja adalah Pneumotorak traumatik

E. Klasifikasi dan Etiologi Adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan klasifikasi pneumotoraks berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut :3-10 Pneumotoraks Spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik), ada 2 jenis yaitu : 1. Pneumotoraks Spontan Primer (PSP) adalah suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.

Gambar 1. pneumotoraks spontan primer kecil www.medscape.com

2. Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS) adalah suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberkulosis paru, PPOK, asma bronkial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya). Pasien PSS bilateral dengan reseksi torakoskopi dijumpai adanya metastase paru yang primernya berasal dar sarkoma jaringan lunak di luar paru.

14

Gambar 2. pneumotoraks spontan sekunder (SSP) dari radiasi / kemoterapi untuk limfoma. www.medscape.com Pneumotoraks Traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik truma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks traumatik diperkirakan 40% dari semua kasus pneumotoraks. pneumotoraks traumatik tidak harus disertai dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan pneumotoraks. Beberapa penyebab trauma penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk, luka temabk, akibat tusukan jarum maupun pada saat dilakukan kanulasi vena sentral. Berdasarkan kejadiannya pneumotoraks traumatik dibagi 2 jenis yaitu : 3-10 1. Pneumotoraks Traumatik Bukan Iatrogenik adalah pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup, barotrauma.

2. Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi 2, yaitu : 3-10 Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental, adalah

pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan parasentesis dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial,

biopsi/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma (ventilasi mekanik). Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate), adalah pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi
15

udara ke dalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis (sebelum era antibiotik), atau untuk menilai permukaan paru. Berdasarkan jenis fistulanya pneumotoraks dapat dibagi menjadi 3, yaitu : 3-10 Pneumotoraks tertutup (simple pneumothorax) yaitu suatu pneumotoraks dengan tekanan udara di rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak didapatkan defek atau luka terbuka dari dinding dada. Pneumotoraks terbuka (open pneumothorax) terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut. Pada saat inspirasi, mediastinum dalam keadaan normal tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound). Tension pneumothorax terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas. Pneumotoraks ini juga sering disebut pneumotoraks ventil. Penyebab pneumotoraks iatrogenik meliputi:

Aspirasi jarum biopsi nodul transthoracic paru (penyebab yang paling umum, akuntansi untuk 32-37% kasus).

Transbronkial atau biopsi pleura Thoracentesis Penyisipan kateter vena sentral, biasanya jugularis subklavia atau internal Interkosta blok saraf Trakeostomi Resusitasi cardiopulmonary (CPR): Pertimbangkan kemungkinan pneumotoraks jika ventilasi menjadi semakin sulit.

16

Distres sindrom pernafasan akut ( ARDS ) dan ventilasi tekanan positif di ICU: tekanan puncak tinggi dapat diterjemahkan ke dalam jalan napas barotrauma pada sampai dengan 3% dari pasien pada ventilator dan sampai 5% pasien dengan ARDS.

Penempatan tabung nasogastrik Pneumotoraks iatrogenik adalah komplikasi prosedur medis atau bedah. Ia paling umum hasil dari aspirasi jarum transthoracic. Prosedur lain yang biasa menyebabkan pneumotoraks iatrogenik yang Thoracentesis terapi, biopsi pleura, pusat penyisipan kateter vena, biopsi transbronkial, ventilasi mekanik tekanan positif, dan intubasi sengaja bronkus mainstem tepat. Thoracentesis terapi rumit oleh pneumotoraks 30% dari waktu ketika dilakukan oleh operator berpengalaman dalam kontras dengan hanya 4% dari waktu bila dilakukan oleh dokter yang berpengalaman.

F. Epidemiologi a. Primer, sekunder, dan spontan pneumotoraks berulang Sangat mungkin bahwa kejadian untuk pneumotoraks spontan

diremehkan.Sampai dengan 10% dari pasien mungkin asimtomatik, dan lain-lain dengan gejala ringan mungkin tidak hadir untuk penyedia medis. Pneumotoraks spontan primer (PSP) terjadi pada orang berusia 20-30 tahun, dengan kejadian puncak pada twenties.PSP awal jarang diamati pada orang tua dari 40 tahun. Kejadian yang disesuaikan menurut umur dari PSP adalah 7,4-18 kasus per 100.000 orang per tahun untuk pria dan 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun untuk wanita. Rasio laki-perempuan usia-disesuaikan tingkat adalah 6,2: 1. Pneumotoraks spontan sekunder (SSPS) terjadi lebih sering pada pasien berusia 60-65 tahun. Kejadian yang disesuaikan menurut umur dari SSP adalah 6,3 kasus per 100.000 orang per tahun untuk pria dan 2,0 kasus per 100.000 orang per tahun untuk wanita. Rasio laki-perempuan usia-disesuaikan tingkat adalah 3.2:1. Merokok meningkatkan risiko pneumotoraks spontan pertama oleh lebih dari 20 kali lipat pada pria dan hampir 10 kali lipat pada wanita dibandingkan dengan risiko dalam bukan perokok. Peningkatan risiko pneumotoraks dan kambuh terlihat naik secara proporsional dengan jumlah rokok yang dihisap.

17

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyebab umum dari pneumotoraks spontan sekunder yang mengusung kejadian 26 kasus per 100.000 orang. [30] Pada pria, risiko pneumotoraks spontan adalah 102 kali lebih tinggi pada perokok berat dibandingkan bukan perokok. Pneumotoraks spontan terjadi paling sering pada pria jangkung kurus berusia 20-40 tahun. b. Pneumotoraks iatrogenik dan traumatis Pneumotoraks traumatik dan ketegangan terjadi lebih sering daripada pneumotoraks spontan, dan angka ini tidak diragukan lagi meningkat di rumah sakit AS sebagai modalitas perawatan intensif pengobatan telah menjadi semakin tergantung pada ventilasi tekanan positif, penempatan kateter vena sentral, dan penyebab lain yang berpotensi menimbulkan pneumotoraks iatrogenik. Pneumotoraks iatrogenik dapat menyebabkan morbiditas substansial dan, jarang, kematian. Insiden pneumotoraks iatrogenik adalah 5-7 per 10.000 penerimaan rumah sakit, dengan pasien bedah dada dikeluarkan karena pneumotoraks mungkin hasil yang khas berikut ini operasi. Pneumotoraks terjadi pada 1-2% dari semua neonatus, dengan insiden yang lebih tinggi pada bayi dengan sindrom gangguan pernafasan neonatus. Dalam satu studi, 19% dari pasien tersebut mengembangkan pneumotoraks. c. Ketegangan pneumotoraks Tension pneumothorax adalah komplikasi pada sekitar 1-2% dari kasus-kasus pneumotoraks spontan idiopatik. Sampai akhir 1800-an, TBC adalah penyebab utama pembangunan pneumotoraks. Sebuah studi 1962 menunjukkan frekuensi pneumotoraks sebesar 1,4% pada pasien dengan TB. Kejadian aktual dari tension pneumothorax luar lingkungan rumah sakit tidak mungkin untuk menentukan. Sekitar 10-30% pasien diangkut ke tingkat-1 trauma center di Amerika Serikat menerima thoracostomies pra-rumah sakit jarum decompressive, namun, tidak semua pasien ini benar-benar memiliki tension pneumothorax yang benar. Meskipun ini mungkin tampak tingkat kejadian tinggi, mengabaikan diagnosis mungkin akan mengakibatkan kematian yang tidak perlu. Insiden keseluruhan tension pneumothorax di unit perawatan intensif (ICU) tidak diketahui. Literatur medis hanya memberikan sekilas frekuensi. Dalam satu laporan, tahun 2000 insiden dilaporkan Studi Pemantauan Insiden Australia (AIMS), 17 pneumotoraks aktual atau yang dicurigai terlibat, dan 4 dari mereka didiagnosis sebagai
18

tension pneumothorax. Sebuah tinjauan kematian militer dari trauma toraks menunjukkan bahwa sampai 5% dari korban pertempuran dengan trauma toraks memiliki tension pneumothorax pada saat kematian. d. Catamenial pneumotoraks Pneumotoraks Catamenial merupakan fenomena langka yang umumnya terjadi pada wanita berusia 30-50 tahun. Sering dimulai 1-3 hari setelah onset menstruasi. Risiko endometriosis toraks tidak dapat diprediksi dari situs lesi peritoneal. e. Pneumomediastinum Pneumomediastinum spontan umumnya terjadi pada muda, pasien sehat tanpa penyakit paru yang serius yang mendasarinya, terutama di kedua dekade keempat kehidupan. Sebuah dominasi sedikit pneumomediastinum ada untuk laki-laki. Kondisi ini terjadi pada sekitar 1 kasus per 10.000 penerimaan rumah sakit.

G. Patogenesis Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun nonpenetrasi. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan pneumotoraks. Ketika udara masuk ke dalam rongga pleura yang dalam keadaan normal bertekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer, paru akan kolaps sampai batas paru tertentu. Sehingga paru akan mengempes karena tidak ada lagi tarikan ke luar dnding dada. Pengembangan dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti dengan pengembangan paru yang baik atau bahkan paru tidak mengembang sama sekali. Tekanan pleura yang normalnya negatif akan meningkat hingga menyebabkan gangguan ventilasi pada bagian yang mengalami pneumotoraks. Mediastinum akan bergeser ke arah paru yang kolaps dan dapat berpindah bolak balik selama siklus pernapasan, sewaktu udara keluar masuk rongga paru.10,11 Penyebab pneumotoraks iatrogenik meliputi: Aspirasi jarum biopsi nodul transthoracic paru (penyebab yang paling umum, akuntansi untuk 32-37% kasus) Transbronkial atau biopsi pleura Thoracentesis Penyisipan kateter vena sentral, biasanya jugularis subklavia atau internal Interkosta blok saraf
19

Trakeostomi Resusitasi cardiopulmonary (CPR): Pertimbangkan kemungkinan pneumotoraks jika ventilasi menjadi semakin sulit.
Distres sindrom pernafasan akut ( ARDS ) dan ventilasi tekanan positif di ICU: tekanan

puncak tinggi dapat diterjemahkan ke dalam jalan napas barotrauma pada sampai dengan 3% dari pasien pada ventilator dan sampai 5% pasien dengan ARDS. Makan tabung nasogastrik penempatan

Gambar 3. Pneumothorak http://www.medicinenet.com/pneumotho rax/article.htm

H. Manifestasi klinis1,5-10 Keluhan Subyektif Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah : Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Lindskog dan Halasz menemukan 69% dari 72 pasien mengalami nyeri dada. Rasa nyeri bersifat menusuk di daerah hemitoraks yang terserang dan bertambah berat pada saat bernafas, batuk dan bergerak. Nyeri dapat menjalar ke arah bahu, hipokondrium atau tengkuk. Rasa nyeri ini disebabkan oleh perdarahan yang terjadi akibat robekan pleura viseralis dan darah menimbulkan iritasi pada pleura viseralis Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien Tidak menunjukan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5-10% dan biasanya pada PSP (Loddenkemper, 2003).
20

Gejala-gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan menurut Mills dan Luce derajat gangguannya bisa mulai dari asimtomatik atau menimbulkan gangguan ringan sampai berat. Pneumotoraks kecil bisa asimtomatik Pneumotoraks sedang-besar : nyeri dada mendadak disertai sesak adalah gejala yang paling sering dijumpai. Terdapat hiperinflasi dengan menurunnya ekspansi paru dan melemahnya bunyi napas. Emfisema subkutan bisa terjadi akibat bocornya udara ke kulit dan jaringan subkutan, yang terasa meretas (crackling) dalam kulit. Bisa disertai pembengkakan wajah dan gangguan salurn pernapasan. Pneumotoraks tension menyebabkan dispnea yang berat, deviasi trakea, takikardia, dan hipotensi. Cara Menentukan Ukuran (Persentase) Pneumotoraks5 Volume paru dan hemitoraks dihitung sebagai diameter kubus. Jumlah (isi) paru yang kolaps ditentukan dengan rata-rata diameter kubus paru dan toraks sebagai nilai perbandingan (rasio). Misalnya : Diameter kubus rata-rata hemitoraks 10 cm dan diameter kubus rata-rata paru yang kolaps 8 cm, maka rasio diameter kubus adalah 83/103 = 512/1000, sehingga diperkirakan ukuran pneumotoraksnya 50%. Cara lain untuk menentukan luas atau persentase pneumotoraks adalah dengan menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal ditambah dengan jarak terjauh celah pleura pada garis horizontal ditambah dengan jarak terdekat celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi 3 dan dikalikan 10.

I. Penatalaksanaan Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya permukaan

pneumotoraks. Tujuan dari penatalaksanaan ini yaitu untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura, sehingga paru-paru bisa kembali mengembang. Pada pneumotoraks yang kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan masalah pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan diserap. British Thoracic Society dan American College of Chest Physicians telah memberikan rekomendasi penanganan pneumotoraks adalah :9

21

1. Observasi dan pemberian tambahan oksigen 2. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau tanpa pleurodesis. 3. Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb/bulla 4. Torakotomi Observasi dan pemberian tambahan oksigen Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura perlahanlahan akan diresorbsi. Laju resorbsinya diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks per hari. Laju resorbsi tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan oksigen. Observasi dilakukan dalam beberapa hari (minggu) dengan foto dada serial tiap 12-24 jam selama 2 hari bisa dilakukan dengan atau tanpa harus dirawat dirumah sakit. Jika pasien dirawat di rumah sakit dianjurkan untuk memberikan tambahan oksigen. Pasien dengan luas pneumotoraks kecil unilateral dan stabil, tanpa gejala diperbolehkan berobat jalan dan dalam 2-3 hari pasien harus control lagi.9 Aspirasi dengan jarum dan tube torakostomi Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara drongga pleura (dekompresi). Tindakan dekompresi ini dapat dilakukan dengan cara :9 Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura, sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut. Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra ventil, yaitu dengan : Jarum infuse set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura, kemudian ujung pipa plastic dipangkal saringan tetesan dipotong dan dimasukkan ke dalam botol berisi air kemudian klem dibuka, maka akan timbul gelembunggelembung udara didalam botol. Jarum abbacoth no 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandarin di cabut, dihubungkan dengan pipa infuse set, selanjutnya Water sealed drainage (WSD) : pipa khusus (kateter urin) yang steril dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar dimasukkan ke rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar sela iga ke enam pada linea aksilaris media. Insisi kulit juga bisa dilakukan pada ruang antar iga kedua pada linea mid klavikula. Sebelum melakukan insisi

22

kulit,daerah tersebut harus dibersihkan cairan disinfektan dan dilakukan injeksi anastesi local dengan xilokain atau prokain 2% dan kemudian ditutup dengan kain duk steril. Setelah trokar masuk kedalam rongga pleura, pipa khusus (kateter urin) segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar dicabut sehingga hanya pipa khusus itu yang masih tinggal di ruang pleura. Pemasukan pipa khusus tersebut diarahkan ke bawah jika lubang insisi kulitnya ada diruang antar iga kedua. Pipa khusus atau kateter tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa yang lebih panjang dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di dalam botol. Masuknya pipa kaca ke dalam airvsebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya gelembung udara mudah keluar. Apabila paru sudah mengembang penuh dan tekanan rongga pleura sudah negative, maka sebelum dicabut dilakukan uji coba dengan menjepit pipa tersebut selama 24 jam. Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto dada, apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi atau tekanan rongga pleura menjadi positif lagi. Apabila tekanan rongga pleura menjadi positif lagi maka pipa tersebut belum dapat dicabut. Bila paru sudah mengembang maka WSD dicabut. Pencabutan WSD dilakukan saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.

ADA BEBERAPA MACAM WSD : 1. WSD dengan satu botol Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung. Drainage berdasarkan adanya grafitasi. Umumnya digunakan pada pneumotoraks

Gambar . Skema pemasangan WSD dengan 1 botol Sumber : http://3.bp.blogspot.com/Skema+pemasangan+WSD+dengan+1+botol.JPG 2. WSD dengan dua botol
23

Botol pertama sebagai penampung / drainase Botol kedua sebagai water seal Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level. Dapat dihubungkan sengan suction control

Gambar. Skema pemasangan WSD dengan 2 botol Sumber : http://3.bp.blogspot.com/Skema+pemasangan+WSD+dengan+2+botol.JPG

WSD dengan 3 botol

Botol pertama sebagai penampung / drainase Botol kedua sebagai water seal Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer. Torakoskopi Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop. Torakoskopi yang dipandu dengan video (Video Assisted Thoracoscopy Surgery/VATS) memberikan kenyamanan dan keamanan baik bagi operator maupun pasiennya karena akan diperoleh lapangan pandang yang lebih luas dan gambar yang lebih bagus.9 Torakotomi Tindakan pembedahan ini indikasinya hampIr sama dengan torakoskopi. Tindakan ini dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau jika ada bleb/bulla terdapat di apek paru, maka tindakan torakotomi ini efektif untuk reseksi bleb/bulla tersebut.9

J. Komplikasi 1. Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventil : komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan
24

diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit.3. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau tidak akan berakibat fatal2. 2. Pio-pneumothoraks : terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara bersamaan pada satu sisi paru. Infeksinya berasal dari mikro-organisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus kearah rongga pleura. 3. Hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: pada kurang lebih 25% penderita pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau perfosari esofagus (cairan lambung masuk kedalam rongga pleura). 4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan : Pneumomediastinum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada. Insidennya adalah 15 dari seluruh pneumothoraks. Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan kemungkinan diikuti oleh pergerakan udara yang progresif ke arah mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher (menimbulkan emfisema subkutan). 5. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini timbul sebagai lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan enterstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari perforasi esofagus. 6. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronkopleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.

25

Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan dengan pemeriksaan sinar tembus dada1. Dimana diagnosis pneumotoraks tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya bayangan di luar garis ini5.Pneumotoraks berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis5. K. Pencegahan Pencegahan yang diutamakan untuk mencegah kekambuhan pneumotoraks meliputi pleurodesis. Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik secara kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi cairan maupun udara dalam rongga pleura. Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pleurodesis, namun perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan prosedur serta risikonya agar pasien mendapat manfaat optimal dari tindakan ini. Pemilihan teknik yang tepat, agen sklerosis, kriteria pemilihan pasien merupakan hal yang sering diperdebatkan serta menentukan keberhasilan tindakan.10-12 L. Pronogsis Dengan drainase adekuat, bahkan bila ada penyakit paru, hampir selalu bisa terjadi resolusi. Setelah pneumotoraks spontan primer, 30% pasien mengalami episode kedua dalam waktu 5 tahun. Setelah episode kedua, tingkat rekurensi meningkat di atas 50% dan oleh karenanya penderita disarankan untuk menjalani pleurodesis. Setelah pleurodesis jarang terjadi rekurensi. 6-12

26

BAB III PENUTUP Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks traumatik terjadi setelah trauma toraks tumpul (misalnya kecelakaan lalu lintas) atau tajam (misalnya fraktur iga, luka tusuk) yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks traumatik diperkirakan 40% dari semua kasus pneumotoraks. Pneumotoraks traumatik tidak harus disertai dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Jika pneumothoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu juga iga lebih lebar. Apabila udara terkumpul dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar maka akan mendesak mediastinum ke arah paru yang sehat (ke arah kontralateral). Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumothoraks tergantung pada besarnya lesi dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Sesak napas secara mendadak dan/atau nyeri pleuritik tajam menunjukkan suatu pneumotoraks.

27

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

1. Light RW. Disorders of the pleura, mediastinum, and diaphragm. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrisons principles of internal medicine.15th ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p.1513-6. 2. Santoso M. Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia; 2005. 3. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi 8. Jakarta: Penerbit buku kedokteran;2009. 4. Rumende.C. Pemeriksaan fisis dada dan paru. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009.p.54-64. 5. Hisyam B, Budiono E. Pneumotoraks spontan. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;2009.p.2339-46. 6. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.p..631-7. 7. Price SA. Pathophysiology : clinical concepts of disease process. Jakarta : EGC ; 2006. 8. Davey P. At a glance medicine. Rahmalia A, Novianty C, alih bahasa. Safitri A, editor. Jakarta : Erlangga ;2005. 9. Alsagaff H. Mukty HA.. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179. 10. The Medscape Journal of Medicine. Pneumothorax traumatik. 19 Juli 2011. Diunduh dari www.medscape.com, 16 Juli 2011. 11. Reichman EF, Simon RR, editors. Emergency medicine. New York: McGraw-Hill; 2007.p.98-103. 12. Tambunan KL, Ahmadsyah I, Iskandar N, Madjid AS, Sastrosatomo H. Buku panduan penatalaksanaan gawat darurat. Jilid 1. Jakarta : FKUI ; 1992. 13. Tua P. Pneumotoraks dan hemotoraks. 2009 Diunduh dari:

http://www.scribd.com/doc/29308190/Askep-Pneumotoraks-Dan-Hemotoraks, 15 Juli 2011. 14. Abdurrahman. Anamnesis & pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h.11-20.
28

15. Amin Z. Manifestasi klinik dan pendekatan pada pasien dengan kelainan sistem pernapasan. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5 (III). Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2189-95. 16. Diagnosis dan penatalaksanaan pada pneumotoraks. Diunduh dari:

http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-padapneumotoraks.html, 16 Juli 2011. 17. Santoso M, Kartadinata H, Yuliani IW, Widjaja WH, Nah YS, Rumawas MA. Buku panduan keterampilan medik (skill-lab) semester 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2011. h.55-9 18. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. At a glance sistem respirasi. Edisi II. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007. h. 74-5. 19. Hisyam B, Budiono E. Pneumotorak spontan. Dalam Aw, Setiyohadi B, Alwi I, K Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007.h.1063 20. Sjamsuhidajat R, De Jong W.Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-4. Jakarta; EGC, 2005.h. 408-9. 21. Chang AK. Pneumothorax, Iatrogenic, Spontaneous and Pneumomediastinum. 2007. Available from: http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC469.HTM 22. Hartanto H, Wulansari P, Susi N, Mahani DA. Patofisiologi : konsep Kliis Prosesproses Penyakit. Edisi ke-6. Volume 2. Jakarta; EGC, 2003.h.800-1 23. Mason: Murray & Nadel's. Textbook of Respiratory Medicine, 4th ed., Copyright 2005 Saunders, An Imprint of Elsevier 24. Setyohadi B. Anamnesis. Dalam Aw, Setiyohadi B, Alwi I, K Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007.h.20-1

29

You might also like