You are on page 1of 16

Ekonomi Pancasila dan Kesejahteraan Rakyat

Oleh: Wayu Eko Yudiatmaja


Memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) dari Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Andalas dengan prediket cum laude (2009). Saat ini sedang menempuh studi pascasarjana (S2) pada Program Studi Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL Universitas Gadjah Mada. Aktif di Bidang Kajian Strategis Himpunan Mahasiswa Pascasajana UGM.

Peringatan: Bagi yang mengutip isi tulisan ini mohon dituliskan dengan jelas sumbernya sebagai referensi demi menjaga etika dan kaidah penulisan ilmiah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai karya orang lain.

Ekonomi Pancasila dan Kesejahteraan Rakyat

Tanggal 13 Agustus 2010 atau empat hari menjelang peringatan HUT kemerdekaan RI ke 65, Baiq Suryani (38), warga Desa Jenggik, Kecamatan Kopang, Nusa Tenggara Barat tega menjual bayi yang baru dilahirkannya seharga Rp300.000. Suryani berani melakukan itu karena ia tidak berdaya menghadapi impitan kebutuhan ekonomi keluarganya. Suryani memiliki enam orang anak, sedangkan suaminya kabur entah kemana saat dirinya hamil anak ke enam. Ia terpaksa menjual anak terakhirnya karena dililit kebutuhan ekonomi. Peristiwa yang sama juga terjadi pada awal Juli lalu di Denpasar, Bali. Siti Munawaroh, wanita asal Surabaya, Jawa Timur, juga menjual bayi laki-lakinya Karena tidak mampu membayar biaya persalinan sebesar Rp 6 juta di RSU Sari Darma Denpasar.1

Pendahuluan Cerita tentang Suryani dan Munawaroh di atas adalah sebagian kecil kisah sendu warga negara Indonesia yang tertindas oleh kemiskinan. Kemiskinan seringkali menjadi alasan bagi setiap orang melakukan tindakan-tindakan yang tidak dapat diterima dengan nalar sehat. Namun, itulah kemiskinan, musuh bersama yang senantiasa bergentayangan di tengah-tengah kita. Kemiskinan memang telah menjadi momok bagi suatu bangsa, tidak hanya di negara sedang berkembang tetapi juga di negara maju, karena kemiskinan dapat berimplikasi secara sosial dan politik. Sudah lebih dari setengah abad Republik Indonesia merdeka, tetapi negara belum bisa mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat konstitusi. Argumentasi yang patut diperdebatkan adalah ternyata kemerdekaan saja tidak serta merta membuat ekonomi suatu bangsa menjadi maju. Namun, yang jauh lebih penting adalah kemandirian (selfhelp) secara ekonomi dan politik karena adakalanya suatu negara sudah merdeka tetapi tidak mandiri. Secara fisik, kita memang tidak lagi mengalami penjajahan, namun secara formal kita mengalami penjajahan secara ekonomi, politik, moral, ideologi, dan kultur.2 Lebih tragis lagi, kita dijajah oleh saudara sebangsa dan

M. Sanusi, Arti Kemerdekaan Buat Si Miskin, Opini dalam Joglosemar 19 Oktober 2010, halaman 20. 2 Amien Rais mengungkapkan dengan sangat mengesankan bahwa the history repeat agaian (sejarah kembali terulang) dimana Indonesia telah terperangkap neokolonialisme dan neoimperialisme. Baca M. Amien Rais, Selamatkan Indonesia: Agenda Mendesak Bangsa, PPSK Press, Yogyakarta, 2008.

setanah air. Hal ini semakin menguatkan tesis Marx, bahwa negara adalah alat penindas kaum lemah dan marginal. Negara telah gagal mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengapa bisa demikian? Marilah kita tukikkan sedikit pandangan kita pada aspek ekonomi karena ekonomi adalah pisau analisis yang bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan di atas. Ekonomi merupakan ilmu yang menjelaskan mengapa manusia berbuat sesuatu untuk memilih (to choose) menggunakan (to employ) sumber-sumber produksi yang langka, memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa kepada orang banyak di dalam masyarakat.3 Ekonomi merupakan instrumen politik suatu negara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi warga negaranya. Naif, kalau kita bicara kesejahteraan rakyat, tetapi tidak memperhatikan aspek ekonomi dan politik perekonomian yang sedang dijalankan oleh suatu negara. Ekonomi bukanlah ilmu yang berdiri sendiri dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat karena sangat bergantung pada faktor politik yang berkembang dalam negara tersebut. Politik bukan lagi menjadi cateris paribus sebagaimana diyakini oleh penganut teori-teori ekonomi konvensional. Akan tetapi, politik sesungguhnya conditio sine quanon dalam proses ekonomi suatu bangsa. Pergeseran Teori Ekonomi Teori-teori ekonomi yang ada dewasa ini memang tidak bisa dilepaskan dari pengaruh barat karena teori-teori tersebut lahir dan berkembang di barat, terutama sejak terjadinya revolusi industri di Inggris. Teori ekonomi liberal klasik merupakan teori yang memiliki pengaruh yang sangat luas. Tidak bisa dipungkiri bahwa Adam Smith merupakan peletak dasar bagi teori ekonomi liberal klasik. Melalui mahakaryanya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nation, atau yang lebih dikenal dengan The Wealth of Nations (1776), Smith mengajarkan tentang pentingnya rasionalitas dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Khuluk manusia menurut Smith adalah makhluk rasional yang akan selalu bertindak sesuai dengan prinsip maximized utility dalam memenuhi kebutuhannya. Smith terkenal dengan pernyataannya bahwa It is not from the
3

Paul A. Samuelson, Economics: An Introductory Analysis (Fifth Edition), Kogakusha Company, Tokyo, 1961, halaman 6.

benevolence of the butcher, or the baker, that we expect our dinner, but from their regard to their own self-interest.4 Mekanisme harga ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran di pasar. Harga akan terbentuk dengan sendirinya karena dikendalikan oleh invisible hand (tangan-tangan yang tidak kentara). Smith juga menekankan pentingnya jaminan terhadap pemilikan pribadi dan penguasaan sumber ekonomi oleh kaum kapitalis. Smith sangat menentang campur-tangan negara dalam menentukan harga karena hal itu dapat mendistorsi pasar. Negara menurut Smith, tidak boleh campur tangan dalam perekonomian nasional. Negara sebaiknya hanya menyediakan regulasi, menjaga kedaulatan negara dari serangan pihak lain, menjalankan tertib hukum, dan melindungi warga negara. Oleh karena doktrin anti negara (depolitisasi) ini, maka Smith dan para pendukungnya dianggap sebagai penganut aliran ekonomi liberalis-kapitalis. Tokoh-tokoh lainnya yang patut diperhitungkan dalam ekonomi liberalis-kapitalis adalah David Ricardo, Thomas Robert Malthus, dan John Stuart Mill. Pendapat Smith ditentang oleh para ahli yang menganut ideologi sosialis, terutama Karl Marx. Marx bersama Frederick Engels menulis Das Kapital guna menyerang ideologi kapitalis secara akademis. Sebenarnya dalam Das Kapital, Marx tidak hanya bicara tentang ekonomi, tetapi juga sosial, politik dan demokrasi. Menurut Marx ideologi ekonomi kapitalis hanya akan menyengsarakan masyarakat karena pemilikan modal oleh kaum kapitalis dapat menyebabkan penindasan bagi kaum proletar (buruh dan petani). Oleh karena itu, Marx mengajarkan pentingnya kepemilikan bersama (commons property) atas alat-alat dan sumber-sumber ekonomi. Ajaran Sosialis-Marxis didasarkan atas argumentasi bahwa kepemilikan faktor-faktor produksi di tangan kaum kapitalis dapat melahirkan kelas borjuasi yang akan mengeksploitasi kelas proletar. Kaum kapitalis akan selalu memupuk keuntungan dengan meningkatkan penguasaan mereka atas sumber-sumber ekonomi guna meningkatkan kapital, sedangkan kaum proletar akan tetap berada pada kondisi yang lemah karena menerima upah dari kelas kapital. Bahkan, pemilik modal sering menggunakan cara-cara yang tidak etis dalam mencari

Adam Smith, An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, Pennsylvania State University Press, Pennsylvania, 2005, halaman 19. Edisi pertama diterbitkan tahun 1776.

keuntungan, misalnya dengan membayar upah buruh di bawah harga pasar. Menurut Marx sistem ekonomi kapitalis hanya akan melahirkan penindasan manusia atas manusia lainnya (homo homini lupus). Oleh karena itu, negara harus berperan aktif dalam mengendalikan perkekonomian guna menciptakan keadilan bagi semua. Tidak lama setelah munculnya teori ekonomi sosialisme, muncul teori ekonomi yang menentang gagasan ekonomi sosialis-marxis. Tokohnya yang terkenal adalah Alfred Marshall dan John Maynard Keynes. Menurut penganut, teori ini mereka percaya bahwa perekonomian sebaiknya diserahkan kepada kekuatan pasar. Bagi mereka pasar adalah institusi yang paling efektif dan efisien dalam menciptakan harga. Campur tangan yang berlebihan dari pemerintah dapat mengganggu kestabilan harga. Dengan kata lain, teori yang muncul belakangan ini mimiliki cara pandang yang hampir sama dengan teori ekonomi liberal klasik. Oleh karena itu, penganut teori ini disebut dengan aliran ekonomi neoklasik. Perbedaannya adalah para penganut ekonomi neoklasik menekankan bahwa perlu peran pemerintah dalam perekonomian, tetapi peranan pemerintah hanya terbatas pada upaya mengendalikan distorsi pasar, tidak lebih. Lalu bagaimana praktiknya dalam dunia nyata? Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa Barat merupakan negara yang menjalankan prinsip ekonomi liberalisme. Sedangkan ideologi Marx dianut dan diterapkan oleh negaranegara Uni Soviyet. Ketika Soviyet pecah, Rusia sangat gigih mempertahankan ideologi ini, utamanya pada masa pemerintahan Lenin, Stalin dan Kruschev. Di Cina ideologi sosialisme dilanggengkan oleh penguasa bertangan besi Mao TseTung. Di Asia, Vietnam juga pernah mewarisi ideologi sosialis-komunis dari Soviyet. Sejak berakhirnya Perang Dingin, hampir tidak ada persaingan antara kedua idelogi ini karena Amerika tidak lagi memiliki saingan yang berarti. Francis Fukuyama dalam The End of History and the Last Man, berpendapat bahwa ideologi kapitalis tampil sebagai pemenang sedangkan komunis adalah pecundang. Namun kenyataan hari ini adalah hampir tidak ada ideologi murni. Apa yang dipraktikkan oleh beberapa negara di dunia dewasa ini tidak bisa lagi dinegasikan secara tajam atas liberalis-sosialis, karena pada kenyataannya banyak negara

kapitalis mempraktikkan kebijakan ekonomi berbau sosialis, sebaliknya negaranegara sosialis juga tidak ketinggalan dalam mempraktikkan cara kerja liberalis dalam sistem perekonomiannya. Apalagi semenjak diterapkannya ide negara kesejahteraan (welfare state). Amerika Serikat misalnya, di bawah kepemimpinan Presiden Barrack Obama tengah berupaya untuk mewujudkan UU jaminan kesehatan yang notabene adalah kebijakan tersebut merupakan salah satu prinsip sosialis. Begitu juga Cina yang sudah menunjukkan gaya-gaya kapitalisme walaupun secara ideologis Cina adalah negara sosialis. Perangkap Neoliberalisme Liberalisme-kapitalisme telah menjadi ideologi populer dewasa ini, semenjak dimodifikasi menjadi neoliberalisme. Neoliberalisme adalah bentuk lain dari liberalisme. Dalam bidang ekonomi, disebut dengan ekonomi neoliberalisme. Ekonomi neoliberalisme masih menggunakan prinsip-prinsip liberalisme klasik dalam menjalankan agendanya. Ekonomi neoliberalisme merupakan anak ideologi kapitalis yang lebih berorientasi pada pertumbuhan di level makro melalui penanaman investasi oleh kalangan pemilik modal secara massif.
The concept of neo-liberalism has a plethora of uses; it can be understood as a trend, a project, an ideology, or a particular phase of capitalist development. Here, neo-liberalism is considered a strategy of engagement with an established ideological standpoint and a tangible set of policy objectives that emerged in the mid-1970s a respon to the stagflationary crisis. The logic of neo-liberalism was to move the economy toward and investment based growth paradigm and maintain small sustained macroeconomic growth levels.5

Neoliberalisme sebenarnya tidak lebih dari upaya negara-negara maju, terutama Amerika Serikat untuk melakukan neokolonialisme dan neoimperialisme terhadap negara-negara miskin dan berkembang. Agen-agen neoliberalisme yaitu General Agreement on Tariff and Trade (GATT), Consultative Group for Indonesia (CGI), World Bank (Bank Dunia), International Monetary Fund (IMF), World Trade Organization (WTO), Asian Development Bank (ADB), dan Group of Twenty (G20). Di Indonesia, agenda-agenda ekonomi neoliberalisme masuk melalui berbagai perangkap yang diciptakan oleh lembaga-lembaga perekonomian dan
5

Johnna Montgomerie, The Logic of Neo-Liberalism and the Political Economy of Consumer Debt-led Growth, Neoliberalism: State Power and Global Governance, Editors: S. Lee and McBride, Springer, Dordrecht, The Netherlands, 2007, halaman 158.

keuangan

internasional.

Puncaknya

adalah

ketika

Presiden

Soeharto

menandatangani Letter of Intent (LoI) peminjaman utang dengan IMF pascakrisis keuangan yang melanda Indonesia tahun 1997. Maka sejak saat itulah, sebenarnya kedaulatan bangsa ini telah digadaikan kepada pihak asing. Dengan berkedok sebagai juru selamat, IMF mencoba memaksakan resep-resep ekonomi untuk memulihkan ekonomi Indonesia. Alih-alih ingin menyelamatkan, IMF malahan mencoba menekan Indonesia agar menerapkan beberapa kebijakan ala kapitalis yang dibungkus dalam paket program penyesuaian struktural (structural adjustment programs/SAPS). SAPS terdiri dari kebijakan anggaran ketat dan penghapusan subsidi, liberalisasi sektor keuangan, liberalisasi perdagangan dan privatisasi BUMN.6 Gonta-ganti pemerintahan tidak menjamin bahwa ekonomi Indonesia akan keluar dari mainstream neoliberalisme karena faktanya agenda-agenda neoliberalisme masih tetap dijalankan oleh setiap pemimpin bangsa. Sejak pemerintahan Habibie hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) praktik-praktik ekonomi neoliberalisme yang kurang populis, tetapi tetap menjadi sandaran kebijakan ekonomi pemerintah. Beberapa kebijakan ekonomi yang kurang populis itu antara lain; dicabutnya subsidi minyak tanah, liberalisasi sektor migas dan melego BUMN ke pihak asing guna mendapatkan dana segar. Akibatnya, masyarakat marginal di akar rumput (grass root) menjadi semakin terjepit dan mengakibatkan bertambahnya angka kemiskinan. Pemerintahan SBY boleh berbangga hati, karena secara makro, setiap tahunnya perekonomian Indonesia selalu menunjukkan trend positif. Bahkan ketika resesi ekonomi tengah melanda AS dan beberapa Negara maju lainnya pada tahun 2008, ekonomi Indonesia tetap tumbuh di tengah badai krisis. Namun, demikian pertumbuhan ekonomi yang salah satunya diukur dari PDB (Produk Domestik Bruto/Gross Domestic Product) tidak menjadi jaminan bagi terwujudnya pemerataan dan berkurangnya kemiskinan karena PDB hanyalah pertumbuhan barang dan jasa di suatu wilayah dalam periode tertentu.

Revrisond Baswir, Manifesto Ekonomi Kerakyatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, halaman 111.

Grafik 1. Laju Pertumbuhan PDB Selama Triwulan I 2009 dan Triwulan I 2010 (Dalam Persen)

Sumber: Badan Pusat Statistik (2010a: 10)

Dari segi teori ekonomi pembangunan, pembangunan ekonomi disebut berhasil apabila ada kenaikan besar dalam volume dan nilai produksi barang dan jasa, sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat, akan tetapi dalam praktik belum tentu barang dan jasa yang diproduksi suatu bangsa bisa dibagi merata, karena sering terjadi ada sebagian warga belum dapat ikut menikmatinya.7 Dengan demikian pertumbuhan di tingkatan makro saja belum bisa menjamin kondisi mikro. Oleh karena itu, ilmu ekonomi memiliki tanggung-jawab moral dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Ilmu ekonomi yang mewujudkan kesejahteraan masyarakat inilah yang dikenal dengan ekonomi kesejahteraan. Ekonomi kesejahteraan diarahkan untuk memberikan pemerataan (equality) dan mencegah ketimpangan (disparity) pendapatan antarmasyarakat. Fakta di lapangan mengungkapkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia masih tetap tinggi. Tabel di bawah menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah penduduk miskin tidak mengalami penurunan yang signifikan. Di samping itu, kesenjangan (gap) penduduk miskin yang bermukim di desa dan di kota masih sangat timpang dimana penduduk miskin desa hampir mencapai dua kali banyaknya penduduk miskin kota. Artinya, kebijakan pembangunan ekonomi belum merata dan masih terkonsentrasi di kawasan perkotaan.

Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2000, halaman 24.

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah (1996-2010)

Sumber: Badan Pusat Statistik (2010b: 63)

Pada titik ini, semakin nyatalah bahwa perekonomian yang teralu bertumpu pada teori-teori ekonomi konvensional dan berhaluan neoliberalisme ternyata tidak bisa menjamin terciptanya kesejahteraan. Ekonomi yang terlalu bertumpu pada standar-standar makro dan lebih pro-kapitalis terbukti telah gagal total dalam memberikan kesejahteraan. Kita perlu merevitalisasi politik perkonomian menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur sebagaimana yang dicita-citakan bersama. Ekonomi Pancasila: Kembali ke Khittah Sistem ekonomi kapitalisme dan neoliberalisme dibangun di atas prinsip persaingan bebas (free fight liberalim). Sistem kapitalisme didasarkan pada persaingan kekuatan di pasar. Pemenangnya, yang kuat, akan memperoleh imbalan kekayaan material, yang akibatnya menambah kekuatan atau daya saingnya dalam kompetisi. Sedangkan yang lemah hanya bisa mempertahankan hidupnya, dengan daya saing yang tidak bertambah.8 Masyarakat pelaku ekonomi kelas menengah dan kelas bawah akan kesulitan bersaing dengan para pelaku ekonomi besar karena
Arief Budiman, Demokrasi Ekonomi: Sebuah Sketsa Pemikiran, Sosok Demokrasi Ekonomi Indonesia: Empat Puluh Tahun Surabaya Post, Editor: Hotman M. Siaahan dan Tjahjo Purnomo, Yayasan Keluarga Bhakti, Surabaya, 1993, halaman 301.
8

mereka mempunyai modal, koneksi, dan kekuatan produksi. Jadi, dalam ekonomi kapitalis para pemiliki modal (investor) adalah pelaku ekonomi utama, sedangkan buruh atau pekerja, pengusaha kecil dan menengah adalah subordinasi kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Sistem ekonomi kapitalisme jelas bertentangan dengan falsafah dan ideologi Indonesia. Sistem ekonomi kapitalisme terlalu percaya pada kekuatan pasar. Padahal, pasar bukanlah institusi yang bebas nilai (unvalue free) dan selalu tepat (can do no wrong). Oleh karena itu, pasar harus dikelola dan diintervensi oleh pemerintah yang bersih.9 Menurut Surbakti, pemerintah memiliki tiga peranan penting dalam mewujudkan keadilan sosial, yakni pengarahan ekonomi, pengaturan kegiatan ekonomi, redistribusi pendapatan, serta pengadaan barang dan jasa publik (public goods).10 Namun demikian, yang lebih penting adalah pemerintah bukan hanya menjamin keamanan dan membuat regulasi sebagaimana yang diajarkan oleh teoritikus ekonomi liberal klasik, tetapi juga harus aktif dalam perekonomian guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Negara bukanlah lembaga pasif yang tidak peka terhadap gejolak pasar dan efek negatif pasar. Sistem ekonomi suatu negara sangat bergantung pada ideologi negara tersebut. Indonesia menganut ideologi Pancasila yang salah satu misi sucinya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ideologi Pancasila juga menjadi dasar bagi perekonomian Indonesia yang kemudian disebut dengan sistem ekonomi Pancasila. Bicara tentang ekonomi Pancasila tidak bisa dilepaskan dari sosok Bung Hatta, Bapak Proklamator sekaligus konseptor ekonomi Pancasila.11 Ekonomi Pancasila menurut Hatta adalah salah satu bentuk
9

Sri-Edi Swasono, Globalisasi, Kompetsisi, dan Kooperativisme, Majalah Perencanaan Pembangunan Edisi 20, 2000, halaman 3. 10 Ramlan Surbakti, Demokrasi Ekonomi: Keadilan dan Kerakyatan, Sosok Demokrasi Ekonomi Indonesia: Empat Puluh Tahun Surabaya Post, Editor: Hotman M. Siaahan dan Tjahjo Purnomo, Yayasan Keluarga Bhakti, Surabaya, 1993, halaman 340. 11 Mohammad Hatta (Bapak Koperasi Indonesia) adalah orang Minangkabau, dilahirkan pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera BaratBumi Minangkabau (Sumatera Barat) memang terkenal sebagai tempat lahirnya tokoh-tokoh nasional. Selain Hatta, tokoh-tokoh nasional lainnya yang berasal dari Sumatera Barat, yaitu Buya Hamka, Tan Malaka, Sjahrir, Agus Salim, Syafruddin Prawiranegara. Hatta memperoleh gelar kesarjanaan (Drs.) dalam bidang ekonomi dari Rotterdam Handels Hogeschool (Sekolah Tinggi Dagang) di Rotterdam, Negeri Belanda. Hatta aktif menulis, dari tulisan-tulisannya dapat diketahui bahwa Hatta tidak saja menguasai ekonomi, tetapi juga ilmu sosial, ilmu politik dan ilmu filsafat. Atas kepakarannya itu Hatta dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa (Dr.Hc.) dari beberapa universitas terkemuka di Indonesia, yaitu Universitas Gadjah Mada (1956), Universitas Padjajaran (1967), Universitas Hasanuddin (1974) dan Universitas Indonesia

demokrasi ekonomi

yang memiliki cita-cita yang luhur guna mewujudkan

kesejahteraan bersama. Hatta juga yang merumuskan blueprint ekonomi Indonesia dengan membuat rumusan pasal 33 dan 34 UUD 1945. Pasal 33 dan 34 UUD 1945 adalah tujuan politik ekonomi Indonesia.
...Demokrasi politik saja tidak dapat melaksanakan persamaan dan persaudaraan. Di sebelah demokrasi politik harus pula berlaku demokrasi ekonomi. Kalau tidak, manusia belum merdeka, persamaan dan persaudaraan tidak ada. Sebab itu cita-cita demokrasi Indonesia adalah demokrasi sosial, meliputi seluruh lingkungan hidup manusia. Cita-cita keadilan sosial ..., dijadikan program untuk dilaksanakan di dalam praktek hidup nasional di kemudian hari.12 Sistem Ekonomi Pancasila, berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis-liberal yang selama ini secara malumalu atau sembunyi-sembunyi kita laksanakan di Indonesia, adalah sistem ekonomi moral yang amat mementingkan pemerataan, dan harus tanpa ragu-ragu dan secara konkrit mampu menciutkan perbedaan kayamiskin, kuat-lemah, dan menutup jurang yang ada antara ekonomi rakyat dan ekonomi konglomerat.13

Sistem ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi sosialisme yang diridhoi oleh Tuhan YME. Kekuatan ekonomi Pancasila terletak pada upayanya untuk memampukan rakyat secara keseluruhan, terutama rakyat di lapisan bawah dan menengah, sehingga ekonomi Pancasila seringkali disamakan dengan ekonomi kerakyatan. Ekonomi Pancasila digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sangat memegang erat semangat kekeluargaan dan kegotong royongan. Oleh karena itu, dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1 dinyatakan bahwa; Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Usaha bersama berdasarkan asas kekelurgaan dalam konteks ini diasosiasikan dengan koperasi. Ekonomi Pancasila tidak menghendaki kemakmuran orang seorang tetapi kemakmuran bagi semua masyarakat. Kemakmuran tersebut dapat diraih dengan bersatu dalam organisasi koperasi. Mengenai koperasi secara tegas Hatta mengatakan bahwa;

(1975). Hatta pernah mengajar di FISIPOL UGM antara tahun 1955-1960 untuk mata kuliah Sistem Kepartaian. Uniknya, guru besar Ilmu Administrasi Negara FISIPOL UGM, Prof. Drs. Moeljarto Tjokrowinoto, MPA, Ph.D (alm.) adalah asisten beliau dalam mata kuliah Politik Kepartaian. 12 Mohammad Hatta, Lampau dan Datang: Pidato pada Penerimaan Gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 27 November 1956, Membangun Ekonomi Indonesia, Editor: I Wangsa Widjaja dan Meutia Farida Swasono, Inti Idayu Press, Jakarta, 1985, halaman 67. 13 Mubyarto, Reformasi Sistem Ekonomi: Dari Kapitalisme Menuju Ekonomi Kerakyatan (Cetakan Kedua Edisi Kedua), Aditya Media, Yogyakarta, 1999, halaman 32.

10

Yang dimaksud dengan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan ialah koperasi. Indonesia terlalu lama dijajah oleh kapital asing dengan organisasinya yang rapi, berupa badanbadan industri, dagang, dan transpor. Terhadap kapital asing yang begitu kuat, yang mempergunakan orang-orang Cina dan orang-orang Asia lainnya sebagai kaki tangannya ke dalam masyarakat Indonesia, rakyat Indonesia tidak akan dapat memperbaiki ekonominya, apabila tidak ada organisasinya. Bagi saudagar Indonesia yang ingin memperoleh tempat dalam lapisan kam tengah, mereka dapat mendirikan firma atau perseroan terbatas untuk menjamin kedudukannya. Tetapi itu hanya mungkin untuk beberapa puluh atau beberapa ratus orang saja. Tetapi bagi rakyat yang berpuluh juta yang lemah dan tidak mempunyai modal hanya koperasi yang terpakai untuk mempertahankan hidupnya.14

Ekonomi Pancasila mengamanatkan bahwa Cabang-cabang perekonomian yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasasi oleh negara (Pasal 33 ayat 2). Negara seharusnya memegang kendali atas sektorsektor perekonomian strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Sektor-sektor strategis ini seperti migas, telekomunikasi, pertambangan, industri pertanian, dan perdagangan. Namun, ekonomi Pancasila bukanlah ekonomi etatisme yang meminggirkan keterlibatan swasta dalam sektor ekonomi. Pihak swasta tetap diberi kesempatan dalam perekonomian, termasuk dalam sektorsektor strategis tadi, tetapi kepemilikan tetap berada di tangan pemerintah. Negara juga harus menguasai Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat 3). Artinya, kekayaan alam Indonesia dan segala yang terkandung di dalamnya tidak boleh dijual kepada pihak asing. Pihak asing boleh mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia asalkan; (1) Kontrak kerjasama harus memberikan porsi keuntungan yang lebih besar kepada bangsa Indonesia, (2) Ada itikad baik dari pihak asing untuk alih teknologi sehingga kelak di kemudian hari bangsa Indonesia bisa mengolahnya sendiri, (2) Memperhatikan dampak ekologi yang ditimbulkan atas eksploitasi tersebut, (3) Tidak diperkenankan beraktivitas dalam waktu yang sangat lama atau puluhan tahun, (4) Menghormati, memberdayakan, dan memperkuat

14

Mohammad Hatta, Teori Ekonomi, Politik Ekonomi dan Orde Ekonomi: Pidato pada Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Luar Biasa dalam Politik Perekonomian di Universitas Padjajaran, Bandung 17 Juni 1967, Membangun Ekonomi Indonesia, Editor: I Wangsa Widjaja dan Meutia Farida Swasono, Inti Idayu Press, Jakarta, 1985, halaman 61.

11

masyarakat yang berada di sekitar wilayah eksploitasi beserta nilai-nilai yang dianutnya. Ideologi ekonomi Pancasila dalam praktiknya tidak dijalankan secara sungguh-sungguh oleh para pemimpin bangsa. Sejak Soeharto berkuasa dan pascawafatnya Hatta, haluan ekonomi Indonesia sudah mulai berubah menuju corak neoliberalisme.15 Hingga saat ini, perekonomian kita masih bercorak neoliberalisme. Namun, kita patut bersyukur karena masih ada beberapa orang ekonom yang istiqomah (concern) memperjuangkan ekonomi Pancasila. Beberapa nama yang bisa disebut sebagai pejuang (defendor) ekonomi Pancasila diantaranya; Sritua Arief (alm.), Sri-Edi Swasono, Mubyarto, Adi Sasono, dan Revrisond Baswir. Sritua Arief pernah resah melihat sistem ekonomi Indonesia yang telah jauh melenceng dari khittah yang sudah digariskan oleh para pemimpin bangsa. Arief berkomentar bahwa;
Saya melihat ada kecenderungan sistem ekonomi kerakyatan yang telah diperjuangkan oleh The Founding Fathers Republik Indonesia akan ditinggalkan oleh pemerintah yang sekarang. Kecenderungan untuk meninggalkan demokrasi ekonomi dalam arti kata yang sebenarnya. Demokrasi politik (dalam tanda petik) telah dijadikan wahana untuk memperalat rakyat kembali menjadi tumbal.16

Dalam rangka menemukan kembali (reinventing) Indonesia, sudah saatnya kita merubah haluan ekonomi menjadi ekonomi Pancasila. Ekonomi Pancasila berupaya menyejahterakan semua rakyat, bukan hanya orang seorang seperti ideologi ekonomi kapitalis-liberalis-neoliberalis. Namun, ekonomi Pancasila tidak sama dengan ekonomi sosialis-marxis karena digali dari falsafah dan nilai-nilai

15

Revrisond Baswir mensinyalir bahwa haluan ekonomi Indonesia sengaja di belokkan oleh teknokrat-teknokrat ekonomi Orde Baru lulusan California University di Berkeley, California, AS. Mereka berhasil menuntut ilmu ekonomi di AS berkat kerjasama yang digalang oleh Sumitro Djojohadikusumo, mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dengan California University dan USAID (United States Agency for International Development) serta Ford Foundation sebagai penyandang dana. Meskipun sebelumnya sempat ditentang oleh Bung Karno karena politik anti neoimperialisme yang dijalankan oleh Orde Lama, tetapi proyek ini tetap berjalan. Oleh karena mereka lulusan dari Berkeley, seringkali mereka ini dipersonifikasikan dengan istilah Mafia Berkeley. Beberapa nama yang dikategorikan sebagai Mafia Berkeley diantaranya Emil Salim, Mohammad Sadli, Frans Seda, Dorodjatun Kuntcorojakti, dan Budiono. Selengkapnya lihat Revrisond Baswir, Mafia Berkeley dan Krisis Ekonomi Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, halaman 17-28. 16 Sritua Arief, Memperingati Satu Abad Bung Hatta: Mengenang Bung Hatta, Bapak Perekonomian Rakyat, Majalah Perencanaan Pembangunan Edisi 28, 2002, halaman 3.

12

luhur yang hidup, tumbuh, dan berkembang di bumi nusantara. Adapun ciri-ciri sistem ekonomi Pancasila adalah:17 1. Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral. 2. Ada kehendak kuat dari seluruh anggota masyarakat untuk mewujudkan keadaan kemerataan sosial-ekonomi. 3. Prioritas kebijakan ekonomi adalah pengembangan ekonomi nasional yang kuat dan tangguh, yang berarti nasionalisme selalu menjiwai setiap kebijakan ekonomi. 4. Koperasi merupakan sokoguru perekonomian nasional. 5. Adanya imbangan yang jelas dan tegas aantara sentralisme dan desentralisme kebijakan ekonomi untuk menjamin keadilan ekonomi dan keadilan sosial dengan menjaga prinsip efisiensi dan pertumbuhan ekonomi. Sejarah telah membuktikan bahwa ketika krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997, ketika itu pula sektor ekonomi bertumbangan satu-persatu. Namun, hanya ekonomi kecil dan menengah yang tidak terlalu merasakan dampak krisis ekonomi, sehingga ekonomi kecil dan menengah tetap eksis. 18 Ekonomi kecil dan menengah adalah ekonomi yang digerakkan oleh rakyat banyak dengan modal yang terbatas, tetapi tidak terlalu bergantung pada bahan baku impor. Dengan demikian, sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian terhadap sektor ini karena merekalah sokoguru perekonomian Indonesia setelah koperasi. Penutup Kita semestinya memikir ulang (rethinking) sistem perkonomian yang selama ini sudah kita terapkan. Ideologi ekonomi neoliberalisme ternyata kurang pas untuk negara yang menganut demokrasi ekonomi seperti Indonesia. Alih-alih ingin menciptakan kesejahteraan, ekonomi neoliberalisme telah merusak (destroy) struktur dan tatanan sosial Indonesia. Ketimpangan pembangunan semakin

17 18

Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia (Cetakan Kedua), LP3ES, Jakarta, 1990, halaman 45. Mubyarto, Development Manifesto: The Resilience of Indonesian Ekonomi Rakyat During the Monetary Crisis, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2005, halaman 16.

13

kentara, pengangguran, dan kemiskinan semakin meningkat serta yang paling penting lagi adalah harkat, martabat dan kedaulatan negara sudah kita gadaikan kepada kaum neoimperialisme melalui serangkaian kerjasama yang telah kita lakukan. Tidak ada jalan lain kecuali kembali ke khittah, kembali ke dasar dan filosofi bangsa yang telah digariskan oleh para pendiri bangsa. Sudah saatnya kita kembali menerapkan ekonomi Pancasila dengan bertumpu pada kekuatan ekonomi rakyat atau usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi sebagai institusinya guna mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Langkah ini perlu segera diambil jika tidak ingin negara-bangsa Indonesia ini terkubur bersama sejarah. Referensi Arief, Sritua. 2002. Memperingati Satu Abad Bung Hatta: Mengenang Bung Hatta, Bapak Perekonomian Rakyat. Majalah Perencanaan Pembangunan Edisi 28. Badan Pusat Satistik. 2010a. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 1 Juni. Badan Pusat Statistik. 2010b. Data Strategis BPS. Jakarta: BPS. Baswir, Revrisond. 2006. Mafia Berkeley dan Krisis Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. . 2009. Manifesto Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Budiman, Arief. 1993. Demokrasi Ekonomi: Sebuah Sketsa Pemikiran. Sosok Demokrasi Ekonomi Indonesia: Empat Puluh Tahun Surabaya Post. Editor: Hotman M. Siaahan dan Tjahjo Purnomo. Surabaya: Yayasan Keluarga Bhakti. Hatta, Mohammad. 1985. Lampau dan Datang: Pidato pada Penerimaan Gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 27 November 1956. Membangun Ekonomi Indonesia. Editor: I Wangsa Widjaja dan Meutia Farida Swasono. Jakarta: Inti Idayu Press. . 1985. Teori Ekonomi, Politik Ekonomi dan Orde Ekonomi: Pidato pada Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Luar Biasa dalam Politik Perekonomian di Universitas Pajajaran, Bandung 17 Juni 1967. Membangun Ekonomi Indonesia. Editor: I Wangsa Widjaja dan Meutia Farida Swasono. Jakarta: Inti Idayu Press.

14

Montgomerie, Johnna. 2007. The Logic of Neo-Liberalism and the Political Economy of Consumer Debt-led Growth. Neoliberalism: State Power and Global Governance. Editors: S. Lee and McBride. Dordrecht, The Netherlands: Springer. Mubyarto. 1990. Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia (Cetakan Kedua). Jakarta: LP3ES. . 1999. Reformasi Sistem Ekonomi: Dari Kapitalisme Menuju Ekonomi Kerakyatan (Cetakan Kedua Edisi Kedua). Yogyakarta: Aditya Media. . 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE. . 2005. Development Manifesto: The Resilience of Indonesian Ekonomi Rakyat During the Monetary Crisis. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Rais, M. Amien. 2008. Selamatkan Indonesia: Agenda Mendesak Bangsa. Yogyakarta: PPSK Press. Samuelson, Paul A. 1961. Economics: An Introductory Analysis (Fifth Edition). Tokyo: Kogakusha Company. Sanusi, M. 2010. Arti Kemerdekaan buat Si Miskin. Opini dalam Joglosemar 19 Oktober. Smith, Adam. 2005. An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Pennsylvania: Pennsylvania State University Press. Surbakti, Ramlan. 1993. Demokrasi Ekonomi: Keadilan dan Kerakyatan. Sosok Demokrasi Ekonomi Indonesia: Empat Puluh Tahun Surabaya Post. Editor: Hotman M. Siaahan dan Tjahjo Purnomo. Surabaya: Yayasan Keluarga Bhakti. Swasono, Sri-Edi. 2000. Globalisasi, Kompetisi, dan Kooperativisme. Majalah Perencanaan Pembangunan Edisi 20.

15

You might also like