You are on page 1of 4

ANALISA KESALAHAN EJAAN BAHASA INDONESIA DI DALAM SURAT KABAR

Sumber: SUARA MERDEKA, Rabu Kliwon 16 Juni 2010

Berikut adalah kesalahan yang teridentifikasi berserta pembetulan oleh penulis. 1. KUDUS-Pekan ini Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang melalui Tim pengelola Rusunawa, Kesalahan yang terdapat dalam kalimat di atas adalah kurangnya keterangan singkatan Rusunawa. Rusunawa adalah singkatan dari Rumah susun sederhana sewa. Pembetulan: KUDUS-Pekan ini Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang melalui Tim pengelola Rusunawa (Rumah susun sederhana sewa), 2. akan menyelesaikan pengecekan terhadap hunian yang dibangun pemerintah pusat senilai Rp 22,9 miliar lebih itu. Kesalahan yang terdapat dalam kalimat di atas adalah pengulangan kata yang mengandung arti khusus, itu, dianggap tidak efektif karena hunian yang dibangun pemerintah pusat senilai Rp 22,9 miliar lebih sudah bisa dianggap khusus. Pembetulan: akan menyelesaikan pengecekan terhadap hunian yang dibangun pemerintah pusat senilai Rp 22,9 miliar lebih. 3. Pengecekan dilakukan untuk memastikan segala sarana yang digunakan untuk penghuni Rusunawa di Desa Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu sudah siap semua. Kesalahan yang terdapat dalam kalimat di atas adalah pengulangan kata yang menegaskan makna semua, yaitu segala dan semua, sebanyak 2 kali. Pembetulan: Pengecekan dilakukan untuk memastikan sarana yang digunakan untuk penghuni Rusunawa di Desa Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu sudah siap semua. 4. Luas lahan yang ada mencapai 42.400 meter persegi, dan 20.000 meter persegi di antaranya akan disewakan, Kesalahan yang terdapat kalimat dia atas adalah penulisan tanda baca koma sebelum kata dan. Pembetulan: Luas lahan yang ada mencapai 42.400 meter persegi dan 20.000 meter persegi di antaranya akan disewakan,

SISI KELAM SBI

Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) muncul bak cendawan di musim hujan. Tidak hanya sekolah swasta, sejumlah sekolah SD (sekolah dasar), SMP (sekolah menengah pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas) Negeri pun membuat Kelas Internasional. Sekolah yang sudah berpredikat SBI ternyata memang sangat diminati oleh masyarakat. Mungkin dengan alasan itulah SBI sangat heboh. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa SBI memiliki aspek Kognitif keIndonesia-an yang sangat rendah. Menurut M Fajri Siregar, Sarjana Sosiologi Univeristas Indonesia yang meneliti sejumlah SBI di Jakarta Selatan, mengemukakan bahwa sekolah tidak mendorong tumbuhnya identitas sebagai orang Indonesia. Hal ini bisa tercermin secara langsung melalui penghapusan muatan lokal bahasa yang lebih mementingkan porsi bahasa asing. Walaupun Bahasa Indonesia digunakan tetapi kurang dari 50% sepertinya terlampau kecil. Penghargaan kepada Guru lokal dianggap kurang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fajri, mengenai Kurikulum Nasional yang diterapkan di sekolah yang beliau teliti, juga mengadopsi dari University of Cambridge International Examination, pengajarnya yang terdiri dari 37 Pengajar, hanya enam orang yang berasal dari lokal. Selain itu, Jabatan Kepala Sekolahnya juga dijabat oleh orang asing. Sedangkan untuk Guru Indonesia hanya pelajaran umum yang berbau Indonesia seperti Bahasa Indonesia dan Kewarganegaraan. Pakar pendidikan HAR Tilaar juga mengatakan SBI yang bermunculan sekarang merupakan tempat pendidikan yang tidak nasionalis. SBI dan Kelas Internasional lebih menjurus pada korporasi atau komersialisasi Pendidikan. Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu mengatakan munculnya SBI dan Kelas Internasional mengindikasikan bahwa pendidikan telah mengarah pada Neoliberalisme Pendidikan. Beliau juga mengatakan kalau sekarang pendidikan sudah menjadi komoditi yang diperjualbelikan. Apalagi didukung Perpres No 7 Tahun 2007 mengenai investasi asing dalam pendidikan nasional. SBI sebenarnya dalam prakteknya lebih bagus daripada sekolah yang belum berpredikat SBI. Di SBI faktor Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik siswa memang sangat diperhatikan. Akibatnya tersedialah sarana dan prasarana yang lengkap sehingga dapat memfasilitasi kelangsungan Kegiatan Belajar Mengajar. Tetapi, tak bisa dipungkiri bahwa Kurikulum yang sedang dipakai SBI sekarang ini mengancam pengenalan identitas Nasional oleh siswa.

Referensi data: The Jakarta Post, Sabtu 9 Januari 2010

You might also like