You are on page 1of 17

Home > Askeb III (Nifas) > Post Partum Blues

Post Partum Blues


Nov 22, 2010No Commentsby lusa

Keadaan dimana ibu merasa sedih berkaitan dengan bayinya disebut baby blues. Penyebabnya antara lain: perubahan perasaan saat hamil, perubahan fisik dan emosional. Perubahan yang ibu alami akan kembali secara perlahan setelah beradaptasi dengan peran barunya. Gejala baby blues antara lain: 1. Menangis 2. Perubahan perasaan 3. Cemas 4. Kesepian 5. Khawatir dengan bayinya 6. Penurunan libido 7. Kurang percaya diri Hal-hal yang disarankan pada ibu adalah sebagai berikut: 1. Minta bantuan suami atau keluarga jika ibu ingin istirahat 2. Beritahu suami tentang apa yang dirasakan oleh ibu 3. Buang rasa cemas dan khawatir akan kemampuan merawat bayi 4. Meluangkan waktu dan cari hiburan untuk diri sendiri Ibu merasakan kesedihan karena kebebasan, otonomi, interaksi sosial, kurang kemandirian. Hal ini akan mengakibatkan depresi pasca persalinan (depresi post

partum). Depresi masa nifas merupakan gangguanafeksi yang sering terjadi pada masa nifas, dan tampak dalam minggu pertama pasca persalinan. Insidendepresi post partum sekitar 10-15 persen. Post partum blues disebut juga maternity blues atau sindrom ibu baru. Keadaan ini merupakan hal yang serius, sehingga ibu memerlukan dukungan dan banyak istirahat.

Adapun gejala dari depresi post partum adalah: 1. Sering menangis 2. Sulit tidur 3. Nafsu makan hilang 4. Gelisah 5. Perasaan tidak berdaya atau hilang kontrol

6. Cemas atau kurang perhatian pada bayi 7. Tidak menyukai atau takut menyentuh bayi 8. Pikiran menakutkan mengenai bayi 9. Kurang perhatian terhadap penampilan dirinya sendiri 10. Perasaan bersalah dan putus harapan (hopeless) 11. Penurunan atau peningkatan berat badan 12. Gejala fisik, seperti sulit bernafas atau perasaan berdebar-debar Beberapa faktor predisposisi terjadinya depresi post partum adalah sebagai berikut: 1. Perubahan hormonal yang cepat (yaitu hormon prolaktin, steroid, progesteron dan estrogen) 2. Masalah medis dalam kehamilan (PIH, diabetus melitus, disfungsi tiroid) 3. Karakter pribadi (harga diri, ketidakdewasaan) 4. Marital dysfunction atau ketidakmampuan membina hubungan dengan orang lain 5. Riwayat depresi, penyakit mental dan alkoholik 6. Unwanted pregnancy 7. Terisolasi 8. Kelemahan, gangguan tidur, ketakutan terhadap masalah keuangan keluarga, kelahiran anak dengan kecacatan/penyakit Jika ibu mengalami gejala-gejala di dapat atas, maka segeralah memberitahu suami, bidan atau psikiater.

dokter. Penyakitini

disembuhkan

dengan obat-obatan atau konsultasi dengan

Perawatan di rumah sakit akan diperlukan apabila ibu mengalami depresi berkepanjangan. Beberapa intervensi yang dapat membantu ibu terhindar dari depresi post partum antara lain: 1. Pelajari diri sendiri 2. Tidur dan makan yang cukup 3. Olahraga 4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan 5. Beritahukan perasaan Anda 6. Dukungan keluarga dan orang lain 7. Persiapan diri yang baik 8. Lakukan pekerjaan rumah tangga 9. Dukungan emosional 10. Dukungan kelompok depresi post partum 11. Bersikap tulus ikhlas dalam menerima peran barunya DEPRESI BERAT Depresi berat disebut juga dengan sindrom depresif non psikotik pada kehamilan sampai beberapa minggu/bulan Gejala-gejala depresi berat antara lain: 1. Perubahan mood 2. Gangguan tidur dan pola makan 3. Perubahan mental dan libido 4. Pobhia, ketakutan menyakiti diri sendiri atau bayinya setelah kelahiran.

Penatalaksanaan depresi berat adalah sebagai berikut: 1. Dukungan keluarga dan sekitar 2. Terapi psikologis 3. Kolaborasi dengan dokter 4. Perawatan rumah sakit 5. Hindari rooming in dengan bayinya PSIKOSIS POST PARTUM Insiden psikosis post partum sekitar 1-2 per 1000 kelahiran. Rekurensi dalam masa kehamilan 20-30 persen.Gejala psikosis post partum muncul beberapa hari sampai 4-6 minggu post partum. Faktor penyebab psikosis post partum antara lain: 1. Riwayat keluarga penderita psikiatri 2. Riwayat ibu menderita psikiatri 3. Masalah keluarga dan perkawinan Gejala psikosis post partum sebagai berikut: 1. Gaya bicara keras 2. Menarik diri dari pergaulan 3. Cepat marah 4. Gangguan tidur Penatalaksanaan psikosis post partum adalah: 1. Pemberian anti depresan 2. Berhenti menyusui 3. Perawatan di rumah sakit Referensi Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 87-96). Irhami. 2010. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas. zikra-myblog.blogspot.com/2010/06/zikraproses-adaptasi-psikologis-ibu.html Diunduh 19 Oktober 2010 Pukul 08.55 PM Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm: 63-69). Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 85-100). The_wie. 2009. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas.the2w.blogspot.com/2009/10/proses-adaptasi-psikologis-ibu-dalam.html Diunduh 19 Oktober 2010 Pukul 08.55 PM

http://www.lusa.web.id/post-partum-blues/

DEPRESI
DEFINISI Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri.

. EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresi berat adalah suatu gangguan yang sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 15 % dan kemungkinan sekitar 25 % terjadi pada wanita. Terlepas dari kultur atau negara, prevalensi gangguan depresi berat dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Rata-rata usia onset untuk gangguan depresi berat kira-kira 40 tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara 20 dan 50 tahun. Beberapa data epidemiologi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi gangguan depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, mungkin berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat-zat lain pada kelompok usia tersebut.

ETIOLOGI
Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga faktor-faktor dibawah ini berperan :

Faktor Biologis
Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan depresi berat adalah berhubungan dengan disregulasi pada amin biogenik (norepineprin dan serotonin). Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi dan pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolik serotonin di dalam cairan serebrospinal yang rendah serta konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit.

Faktor Genetika
Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan depresi berat kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama subyek kontrol untuk penderita gangguan. Faktor psikososial Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya, hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi berat. Gejala dan Penegakan Diagnosis Depresi Untuk menegakkan diagnosa depresi seseorang, maka yang dipakai pedoman adalah ada tidaknya gejala utama dan gejala penyerta lainnya, lama gejaa yang muncul, dan ada tidaknya episode depresi ulang (Rusdi Maslim, 2001). Sebagaimana tersebut berikut ini : 1. Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat 1) Afek depresi 2) Kehilangan minat dan kegembiraan 3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan yang mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

2. Gejala penyerta lainnya: 1) Konsentrasi dan perhatian berkurang 2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang 3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna 4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis 5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri 6) Tidur terganggu 7) Nafsu makan berkurang Untuk episode depresi dan ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. Kategori diagnosis depresi ringan, sedang dan berat hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresi berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresi berulang 1) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Ringan (1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas (2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya (3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu (4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya. 2) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Sedang (1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya (3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu (4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga. 3) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik (1) Semua 3 gejala utama depresi harus ad (2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat (3) Bila ada gejala penting (misal retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan. (4) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. 4) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran.Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

PATOFISIOLOGI
Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di post sinaps sistem saraf pusat.

Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme biokimiawi depresi dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan.

Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena menurunnya pelepasan dan transmisi serotonin (menurunnya kemampuan neurotransmisi serotogenik).
Beberapa peneliti menemukan bahwa selain serotonin terdapat pula sejumlah neurotransmiter lain yang berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolin dan dopamin. Sehingga depresi terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau beberapa neurotransmiter aminergik pada sinaps neuron di otak, terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu teori biokimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut : 1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya kemampuan neurotransmisi serotogenik. 2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi aktivitas norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor presinaptik. 3. Menurunnya aktivitas dopamin. 4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin. Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah menurunnya neurotransmisi akibat kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung oleh bukti-bukti klinis yang menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) dan trisiklik yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat MAOI (Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase.

Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan gangguan pada sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective Serotonin Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan bukan menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki gejala-gejala depresi. Mekanisme biokimiawi yang sudah diketahui tersebut menjadi dasar penggunaan dan pengembangan obat-obat anti depresan. Teori Patofisiologi Depresi The Biogenic Amine Hypothesis The Reseptor Sensitivity Hypothesis The Permissive Hypothesis Hipotesis Amina Teori Amina Biogenik menyatakan bahwa depresi disebabkan karena kekurangan (defisiensi) senyawa monoamina, terutama: nor adrenalin dan serotonin Karena itu, menurut teori ini depresi dapat dikurangi oleh obat yang dapat meningkatkan ketersediaan serotonin dan noradrenalin misalnya MAO inhibitor atau antidepresan trisiklik. Namun, teori ini tidak dapat menjelaskan fakta mengapa onset obatobat antidepresan umumnya lama (6-8 minggu), padahal obat-obat tadi bisa meningkatkan ketersediaan neurotransmittersecara cepat. Munculah hipotesis sensitivitas reseptor. Hipotesis Sensitivitas Reseptor

Teori : depresi merupakan hasil perubahan patologis pada reseptor yang diakibatkan karena terlalu kecilnya stimulasi oleh monoamin. Saraf post-sinaptik akan ber-respon sebagai kompensasi terhadap besar kecilnya stimulasi oleh neurotransmiter. Jika stimulasi terlalu kecil, saraf akan menjadi lebih sensitif (supersensitivity) atau jumlah reseptor meningkat (up-regulasi). Jika stimulasi berlebihan down regulasi. saraf akan mengalami desensitasi atau meningkatkan menormalkan

Obat-obat antidepresan umumnya bekerja neurotransmiter meningkatkan stimulasi saraf kembali saraf yang super sensitif.

Proses ini membutuhkan waktu MENJELASKAN mengapa aksi obat antidepresan tidak terjadi secara segera. Hipotesis permisif Menurut teori ini : kontrol emosi diperoleh dari keseimbangan antara serotonin dan noradrenalin. Serotonin memiliki fungsi regulasi terhadap noradrenalin menentukan kondisi emosi depresi atau manik

Teori ini mempostulatkan : kadar serotonin yang rendah dapat menyebabkan (permit) kadar noradrenalin menjadi tidak normal yang dapat menyebabkan gangguan mood. Jika kadar noradrenalin rendah Jika kadar noradrenalin tinggi depresi. manik.

Menurut postulat ini, meningkatnya kadar 5-HT akan memperbaiki kondisi sehingga tidak muncul bakat gangguan mood. Teori Tebaru Atrofi sel saraf di hippocampus

Berdasarkan MRI 3 dimensi terhadap volume otak : terjadi atrofi sel saraf pengurangan volume hippocampus.

Selain itu juga ada trend berkurangnya reseptor 5 HT di hippocampus. Hippocampus : bagian otak dimana terdapat progenitor sel saraf yang terus membelah dan membentuk sel saraf yang baru. Jenis Depresi Depresi melankolis : termasuk berat, terjadi sepanjang waktu, responsif terhadap obat. Depresi musiman(seasonal) : timbul pada saat/musim tertentu (puncak di musim dingin, sembuh di musim semi atau panas). Depresi post partum : onset terjadi dalam jangka waktu 1 bulan setelah melahirkan bisa ringan (blue baby syndrome) atau berat (pos partum major depression).

PENATALAKSANAAN TERAPI
Bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf hebatnya gejala depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan dengan bijkasana dan penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan pikiran-pikiran bunuh diri kepada orang yang memahami masalahnya, tetapi pada beberapa penderita ada yang tidak memberitahukan keinginan bunuh dirinya kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti depresan. Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti tentang manfaatnya di dalam pengobatan gangguan depresi berat. Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi dalam beberapa golongan yaitu :
1. Golongan trisiklik (Mixed 5 HT/NE re uptake inhibitors ), seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan opipramol.

2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine. 3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine Oxsidase-A), seperti : moclobemide. 4. Golongan atipikal (Antagonis reseptor 5 HT2A) , seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine. 5. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Ada lima proses dalam pengaturan dosis, yaitu :
1. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu I. Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III dan IV, 100 mg/hari pada hari V dan VI. 2. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari selama 7 sampai 15 hari (miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300 mg/hari. 3. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan. Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai dosis pemeliharaan. 4. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari. 5. Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating dosage. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari 100 mg/hari selama 1 minggu, 100 mg/hari 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg/hari 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari 25 mg/hari selama 1 minggu.

Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau kemudian sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya. Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one hour before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan.

EVALUASI OBAT/PRODUK LINI PERTAMA


ATS (anti depresan trisiklik/TCA) Contoh : amitriptilin, klomipramin, Imipramin, Nortriptilin ATS terbukti efektif dalam mengatasi semua tipe depresi, terutama gangguan depresi jenis melankolis yang berat. Semua ATS mempotensiasi aktivitas NE dan 5 HT dengan cara memblok re uptake-nya. ATS juga mempengaruhi sistem reseptor lain, maka selama terapi dengan ATS sering dilaporkan adanya ESO pada sistem kolinergik, neurologik dan kardiovaskular. ESO umum : antikolinergik dan hipotensi orthostatik

SSRI (Selective serotonin re-uptake inhibitor) SSRI memiliki spektrum luas. Efikasinya setara dengan ATS : pasien yang gagal dengan ATS mungkin akan berespon baik terhadap SSRI atau sebaliknya. Memunculkan dugaan : ada perbedaan populasi pasien depresi berdasar patofisiologinya (NE mediated vs 5 HT mediated) sehingga perlu penelitian lebih lanjut. Efek samping sedatif, antikolinergik, kardiovaskular : tidak ada. Tidak/sedikit sekali dieksresikan melalui ASI (aman untuk ibu menyusui). LINI KEDUA Golongan 5-HT atau mixed re-uptake inhibitors. Contoh : venlafaksin, trazodon, bupropion. LINI KETIGA Golongan MAO inhibitors : fenelzin, moklobemid, tanilsipromin.

MAO inhibitors memiliki spektrum yang berbeda dengan ATS sehingga lebih banyak digunakan pada depresi atypical dengan tandatanda mood reactivity, irritability, hypersomnia, hyperphagia dll. Keterbatasan penggunaan MAOI : banyak interaksi dengan obat dan makanan. Contoh : harus disertai dengan pantangan terhadap beberapa macam makanan seperti : keju, daging, MSG, kecap, coklat, apokat dll (kaya tiramin) serangan hipertensi. PENGGUNAAN OBAT PADA KONDISI KHUSUS Pasien geriatri SSRI lebih sering dipergunakan sebagai pilihan pertama karena efek sampingnya yang lebih rendah dari pada TCA. Penggunaan TCA (desipramin dan nortriptilin) juga bisa dilakukan karena range kadar plasma, efikasi dan profil ADRnya sudah diketahui tetapi harus diberikan secara hati-hati. Trazodon, nevazodon, dan bupropion juga dapat dipilih karena efek samping antikolinergik dan kardiovaskulernya rendah. Dosis inisial untuk pasien geriatri sebaiknya setengah dari dosis inisial untuk pasien dewasa, kemudian bisa ditingkatkan pelan-pelan. Anak-anak dan remaja Data yang mendukung masih sedikit, tampaknya SSRI lebih bisa ditoleransi dan lebih aman. Perlu dilakukan pemeriksaan ECG sebelum memulai terapi. Pasien Hamil Secara umum terapi nir obat lebih baik. Nortriptilin dan desipramin bisa dipilih karena sudah banyak data tentang obat ini dan kadar terapeutik plasmanya sudah diketahui dengan baik. Obat-obat SSRI juga terbukti aman bagi kehamilan.

Jika penggunaan TCA akan dihentikan, harus dikurangi dosisnya secara perlahan untuk mencegah gejala putus obat. Jika mungkin tapering dapat dimulai 5-10 hari sebelum hari perkiraan melahirkan. Parameter yang harus dipantau dalam penggunaan antidepresan Hilangnya gejala depresi, perbaikan fungsi sodial dan okupadional. Adverse reaction, spt : sedasi, efek antikolinergik, disfungsi seksual Pasien di atas 40 tahun sebaiknya diperiksa ECG sebelum memulai terapi TCA, dan ECG dapat dilakukan secara periodik selama terapi. Pantau/masih tidaknya ide untuk bunuh diri. Jika pasien mendapat venlafaksin atau TCA yang diberikan bersama natihipertensi yang memblok saraf adrenergik sehingga harus dipantau Tdnya. PROGNOSIS Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini cenderung merupakan gangguan yang kronis dan pasien cenderung mengalami relaps. Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif memiliki kemungkinan 50 % untuk pulih di dalam tahun pertama. Rekurensi episode depresi berat juga sering, kira-kira 30 sampai 50 % dalam dua tahun pertama dan kira-kira 50 sampai 70 % dalam 5 tahun. Insidensi relaps adalah jauh lebih rendah dari pada angka tersebut pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmakologis profilaksis dan pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode depresi. KESIMPULAN Gangguan depresi berat merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada psikomotor, kemampuan kognitif, pembicaraan dan fungsi vegetatif. Penyebab dari gangguan depresi terdiri dari faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial. Pada hipotesis timbulnya depresi

dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter aminergik. Hipotesis tersebut menjadi dasar penggunaan dan pengembangan obat-obat anti depresan. Untuk menegakkan diagnosis gangguan depresi berat, PPDGJ III mensyarati harus didapati tiga gejala utama gangguan depresi dan minimal empat gejala lainnya dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat. Pada gangguan depresi yang sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti depresan. Pemberian anti depresan diberikan melalui tahapan-tahapan, yaitu dosis initial, titrasi, stabilisasi, maintenance dan dosis tapering. Dimana dosis dan lama pemberiannya berbeda-beda. Kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi berat.
Like Be the first to like this post.

This entry was posted on December 23, 2009 at 10:56 am and is filed underUncategorized. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

Leave a Reply

Theme: Kubrick. Blog at WordPress.com. Entries (RSS) and Comments (RSS).


Follow

Follow Faridadic's Blog


http://faridadic.wordpress.com/2009/12/23/depresi/

You might also like