You are on page 1of 39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep Dasar hemorrhagic disease of the newborn (HDN) A. Pengertian Hemorrhagic disease of the newborn (HDN) didefinisikan sebagai perdarahan spontan atau akibat trauma pada bayi yang berhubungan dengan defisiensi vitamin K dan menurunnya aktifitas faktor pembekuan II, VII, IX, dan X dengan fibrinogen dan trombosit normal. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan saluran cerna. Kasus perdarahan pada intracranial jarang di jumpai. Sistem pembekuan darah pada neonatus masih imatur sehingga pada saat lahir kadar protein koagulasinya juga masih rendah. Kadar dari system prokoagulasi seperti protein prekalikrein, faktor V, XI, XII, sert faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (II, VII, IX, X). Kadar faktor koagulasi yang tergantung vitamin K berlangsung kembali ke normal pada usia 7-10 hari. Cadangan vitamin K pada BBL rendah, hal ini disebabkan oleh kurangnya vitamin K ibu, serta tidak adanya cadangan flora normal usus yang mampu mensintesa vitamin K. B. Anatomi Fisiologi Otak Dan Peredaran Darah Otak 1. Anatomi Otak Otak terletak dirongga kranium dan dilindungi oleh tulang tengkorak serta tiga lapis selaput penutup (meningen) yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Berat otak manusia kira-kira 2 % dari total berat badan orang dewasa. Otak menerima 20 % dari curah jantung dan memerlukan sekitar 400 kilo kalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak menggunakan energi dalam seluruh tubuh manusia, yang terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan O2 dan glukosa relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme otak yang merupakan proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti. Bila 20 % pemakaian O2 tubuh, atau sekitar

kadar O2 dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan. Secara garis besar otak terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu : 1) Serebrum (Otak Besar / Hemisfer Serebri) Serebrum merupakan bagian otak yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Serebrum terbagi menjadi dua hemisfer yaitu hemisfer kanan dan kiri, keduanya dipisahkan oleh lekuk atau celah dalam yang disebut visura longitudinalis mayor dan dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang disebut korpus kalosum. Pusat aktivitas sensorik dan motorik pada masing-masing hemisfer dirangkap dua dan sebagian besar berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan, hemisfer sebelah kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer serebri kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontralateral. Bagian luar hemisfer serebri terdiri dari subtansia grisea yang disebut sebagai korteks serebri, terletak diatas substansia alba yang merupakan bagian inti hemisfer yang disebut pusat medula. Fungsi kortek yaitu untuk menjalankan semua fungsifungsi mental yang lebih tinggi seperti penilaian, bahasa, memori (daya ingat), kreativitas dan berfikir abstrak. Berfungsi juga dalam persepsi, penempatan dan interpretasi semua sensasi serta mengatur semua gerak volunter terutama aktivitas motorik diskrit. Basal ganglia terdiri dari sejumlah nukleus dan terletak dibagian terdalam hemisfer serebri. Ganglia basalis yang merupakan kelompok massa substansia grisea tertanam didalam substansia alba. Substansia alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-bagian otak dengan bagian yang lain. Fungsi basal ganglia bertanggung jawab mengontrol gerakan halus tubuh, kedua tangan dan ekstremitas bagian bawah. Fungsi basal ganglia dalam kooperasi dengan bagian-bagian otak yang lebih rendah dalam memberikan sirkuit dalam gerakan tubuh dasar dan dibawah sadar. Basal ganglia ini memberikan latar

belakang tonus otot yang penting untuk gerakan volunter yang mempunyai ciri tersendiri, kehalusan dan koordinasi fungsi-fungsi antagonis otot, dasar gerakan berirama bawah sadar otomatis yang terlibat dalam pemeliharaan keseimbangan dan berjalan. Secara anatomi serebrum hemisfer memiliki 4 lobus dan secara umum terletak dibawah masing-masing tulang tengkorak, yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Beberapa daerah tertentu dari korteks serebri memiliki fungsi spesifik. Lobus tersebut dibagi lagi menjadi 47 area yang lebih dikenal dengan area brodmann yang mempunyai fungsi, yaitu : a) Lobus Frontal (1). Area 4 brodmann merupakan area motorik primer, terletak di sepanjang girus presentralis dan tersusun secara somatotopik. Area ini bertanggung jawab atas gerakan-gerakan volunter. (2). Area 6 brodmann terletak dikenal sebagai korteks premotorik. Area ini bertanggung jawab terhadap gerakan-gerakan terlatih seperti menulis, mengetik atau mengemudi. (3). Area 8 brodmann bersama area 6 bertanggung jawab atas gerakangerakan menyidik volunter dan deviasi konjugat dari mata dan kepala atau sering disebut juga area lapangan pandang frontal. (4). Area 4, 6, 8, 9, dan 46 Brodmann, mengatur gerakan mata volunter. (5). Area 44 dan 45 Brodmann, dikenal sebagai area bicara motorik broca. Terletak di girus frontalis inferior pars operkularis dan triangularis. Area ini bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik berbicara. Hemisfer dominan yang mengatur bicara terletak pada hemisfer kiri. (6). Area 9 sampai 12 Brodmann, merupakan area yang berkaitan dengan kepribadian. Terletak di korteks prefrontalis, fungsinya melakukan kegiatan intelektual seperti fungsi ingatan, ide-ide dan pikiran kreatif. b) Lobus Parietal (1). Area 1 sampai 3 Brodmann, area ini terletak pada girus post sentralis. Area ini dikenal dengan area somestetik primer, fungsinya memproses

dan mengintegrasi informasi sensasi seperti nyeri, suhu, raba, tekan, dan propioseptik. Jika ada lesi diarea ini mengakibatkan gangguan sensorik kontralateral. (2). Area 5 dan 7 Brodmann terletak di lobus parietalis superior dan meluas sampai permukaan medial hemisfer. Fungsinya adalah menerima berbagai modalitas sensorik seperti kualitas, bentuk, berat dan tekstur dan suhu berdasarkan pengalaman-pengalaman masa lalu. Area ini disebut juga area asosiasi somestetik. (3). Area 39 brodmann (Girus Angularis) terletak di lobus parietalis inferior. Fungsinya mengintegrasi kemampuan dalam memahami bahasa tulisan. (4). Area 40 brodmann (Girus Supramarginalis) terletak di lobus parietalis inferior, fungsinya mengintegrasikan kemampuan stereogenesis. c) Lobus Temporal (1). Area 41 (Area auditorik Primer) dan 42 (Area auditorik sekunder) Brodmann, area ini berfungsi sebagai penerima suara. (2). Area 22 Brodmann (Area Asosiasi Auditorik) terletak pada girus temporalis superior. Fungsinya sebagai tempat proses pemahaman atau lebih dikenal dengan nama area Wernicke. d) Lobus Oksipital (1). Area 17 Brodmann (Area Visual Primer), terletak pada sulkus kalkarinus. Fungsinya sebagai penerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. (2). Area 18 dan 19 Brodmann, area ini memegang peranan penting dalam reflek gerakan mata apabila sedang memandang atau mengikuti suatu benda dan menjadikan informasi-informasi penglihatan menjadi berarti.

General Sensory area Somesthetic Association area Visual Association area Occipital lobe Parietal lobe

Primary Motor area

Premotor area

Primary Visual area Auditory Association area Temporal lobe

Frontal lobe

Brocas Speech area Primary Gustatory area Primary Auditory area

Gambar 2.1 Fungsi dari Otak menurut area Brodmann

2)

Batang Otak (Trankus Serebri)

Sumber : Solomon, Davis (1983:300)

Bagianbagian batang otak dari atas ke bawah adalah diensefalon, mesensefalon (otak tengah), pons varolli dan medula oblongata. a) Diensefalon Merupakan fosa bagian tengah yang terisi talamus, hipotalamus dan kelenjar hipofisis. Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel sebagai pusat pemancar sensorik dan motorik. Aktivitasnya adalah sebagai penyambung sensasi bau yang diterima. Talamus memancarkan impulsimpuls sensorik seperti penglihatan dan pendengaran ke kortek serebri juga sebagai kesadaran kasar dari sensasi tertentu yang terbanyak adalah nyeri. Hipotalamus terletak pada anterior dan inferior talamus. Hipotamus berfungsi mengontrol dan mengatur sistem saraf otonom. Hipotalamus juga bekerja sama dengan hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan vasokontriksi atau vasodilatasi dan mempertahankan sekresi hormonal. Hipotalmus juga sebagai pusat lapar dan mengontrol berat badan. Sebagai pengatur tidur, tekanan darah, prilaku agresif, seksual dan pusat respon emosional. Kelenjar hipofisis dianggap sebagai master kelenjar karena sejumlah hormon dan

fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Dengan hormon-hormonnya hipofisis dapat mengontrol fungsi ginjal, pankreas, organ-organ reproduksi, tiroid, kortek adrenal dan organ-organ lain. b) Mesensefalon (otak tengah) Merupakan bagian pendek dari batang otak yang letaknya diatas pons. Substansia nigra dan nukleus ruber terletak dalam mesensefalon dan merupakan bagian dari jaras ekstra piramidal atau jaras impuls motorik involunter. c) Pons Varolli Merupakan jembatan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum, serta menghubungkan mesensefalon disebelah atas dengan medulla oblongata dibawah. Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan pernapasan. d) Medula Oblongata Merupakan pusat refleks untuk jantung, vasokontriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah.

Diencephalon

Third ventricle

Thalamus
Mid brain

Trochlear Nerve (IV) Pons Trigeminal Nerve (V) Abducen Nerve (VIII) Facial Nerve (VII) Fourth ventricle Medulla Oblongata Glosopharyngeal Nerve (IX) Hypoglossal Nerve (XII) Vagus Nerve (X) Spinal Cord Accessory Nerve (XI) C1 C2

Gambar 2.2 Struktur batang otak dan Saraf Kranial

Di seluruh batang otak banyak ditemukan jaras-jaras yang berjalan naik dan turun. Batang otak merupakan pusat relai dan refleks dari susunan saraf pusat. Jaras-jaras tersebut adalah jaras motorik dan jaras sensorik. Jaras motorik Setiap serabut otot yang mengatur gerakan disadari melalui dua kombinasi sel-sel saraf, salah satunya terdapat pada kortek motorik, serabutserabutnya berada tepat pada traktus piramida atau penyilangan traktus piramida dan serat lainnya berada pada ujung anterior medula spinalis, seratseratnya berjalan menuju otot. Pertama disebut sebagai neuron motorik atas / Upper Motor Neuron (UMN) dan yang kedua disebut sebagai neuron motorik bawah / Lower Motor Neuron (LMN). Setiap saraf motorik yang menggerakan setiap otot merupakan komposisi gabungan ribuan saraf-saraf motorik bawah. Jaras motorik dari otak ke medula spinalis dan juga dari serebrum ke batang otak dibentuk oleh UMN. UMN mulai didalam kortek pada sisi yang

Sumber : Robert Carola, et. al (1986:369)

berlawanan di otak menurun melalui kapsul interna, menyilang ke sisi yang berlawanan di dalam batang otak, menurun melalui traktus kortikospinal dan ujungnya berakhir pada sinaps LMN. UMN seluruhnya berada dalam sistem saraf pusat (SSP). LMN menerima impuls di bagian ujung posterior dan berjalan menuju sambungan mioneural, berbeda dengan UMN, LMN berakhir didalam otot. Lesi pada UMN dapat melibatkan kortek motor, kapsul interna, medula spinalis dan struktur-struktur lain pada otak dimana sistem kortikospinal menuruninya. Jika UMN rusak atau hancur sering menyebabkan stoke, paralisis (kehilangan gerak yang disadari). Hemiplegi (paralisis satu tangan kaki pada sisi tubuh yang sama) adalah salah satu contoh paralisis UMN. Jika terjadi hemoragi, embolus atau trombus dapat merusak serat-serat pada daerah motor di kapsula interna, tangan dan kaki pada sisi yang berlawanan menjadi kaku dan sangat lemah atau lumpuh, kondisi ini disebut paraplegi. Lesi pada LMN yaitu pada satu saraf motor antara otot dan medula spinalis berakibat rusak berat pada jaras ke otot. Akibatnya otot menjadi lumpuh dan orang tersebut tidak mampu menggerakan otot. Saraf tidak mengambil peran pada gerakan-gerakan reflek, otot menjadi lemah dan atropi karena otot tidak digerakan. Rentetan kejadian ini terjadi pada poliomielitis anterior, paralisis flaksid (kelumpuhan dan atropi) pada otot-otot adalah tanda spesifik pada penyakit LMN. Jaras sensorik Transisi impuls sensorik dari titik asal menuju serebral melibatkan tiga jalur neuron. Dimana ketiga jaras mayor ini dilalui oleh sensasi dan bergantung pada tipe sensasi yang ada. Akson pada saraf yang mengandung impuls sensori memasuki medula spinalis melalui akar posterior. Akson yang membawa sensasi panas, dingin dan nyeri segera saat memasuki kolumna grisea posterior di medula spinalis, dimana akson ini membuat hubungan dengan sel-sel neuron sekunder. Serabut-serabut nyeri dan temperatur segera menyilang ke sisi yang berlawanan pada medula dan jalan ke atas menuju

talamus. Serabut-serabut yang membawa sensasi sentuhan, tekanan cahaya, dan yang ditempati sensasi-sensasi tersebut tidak segera berhubungan dengan neuron kedua tetapi naik ke medula. Kategori sensasi ketiga dihasilkan oleh stimulus yang timbul dari otototot, sendi-sendi dan tulang termasuk sensasi terhadap posisi dan getaran. Stimulus ini dibawa oleh neuron primer menuju batang otak tanpa adanya proses penyilangan. Terputusnya saraf-saraf sensori menyebabkan kehilangan sensasi total pada area distribusinya. Kerusakan dan degenerasi selektif kolumna medula spinalis posterior berakibat kehilangan indra posisi pada segmen distal lesi tidak disertai hilangnya persepsi.

Gambar 2.3 Muara Sarafsaraf Cranial dan Olfactory Bulbi Sumber : Van de graff, Kent, M. (1984:367)

Dibagian batang otak terdapat nukleus saraf-saraf kranial yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Susunan saraf kranial dapat dilihat pada tabel dibawah ini (ignatavasius, 1995 :1089). Tabel 2.1 Susunan dan Fungsi Saraf Kranial Saraf Kranial Olfaktorius (Nervus I) Optikus Sensorik (Nervus II) Mengangkat kelopak mata Okulomotorius (Nervus III) atas Motorik Kontriksi pupil Sebagaian besar gerakan ekstraokuler Troklearis (Nervus IV) Abdusens Motorik (Nervus V) Otot temporalis dan maseter Motorik Trigeminus (Nervus VI) Sensorik (menutup rahang dan mengunyah) ; gerakan rahang ke lateral Pons Varolli Kulit wajah, dua pertiga depan kulit kepala; mukosa mata; mukosa hidung dan rongga mulut, lidah dan gigi. Deviasi mata ke lateral Pons Varolli Motorik Gerakan mata ke bawah dan kedalam Mid Brain (mesensefalon) Mid Brain (mesensefalon) Penglihatan Kompon en Sensorik Fungsi Muara Saraf Kranial Bulbus olfaktori Mid Brain (mesensefalon)

Penciuman

Otot-otot ekspresi wajah termasuk Motorik Fasialis (Nervus VII) Sensorik sekeliling mulut. Lakrimasi dan salivasi. Pengecapan dua pertiga depan lidah (rasa manis, asam dan asin). Vestibulokokle aris (Nervus VIII) Cabang vestibularis Cabang koklearis Faring : menelan, refleks Glosofaringeus (Nervus IX) Motorik Sensorik muntah. Parotis : salivasi. Faring, lidah posterior, termasuk rasa pahit. Faring, laring :menelan, Sensorik Vagus (Nervus X) Motorik refleks muntah, fonasi, visera abdomen. Faring, laring : refleks muntah, visera leher, toraks dan abdomen. Asesorius Motorik (Nervus XI) Otot sternokleido- mastoideus dan bagian atas dari otot trapezius : pergerakan kepala Medulla Oblongata Medulla Oblongata Medulla Oblongata Sensorik Pendengaran Sensorik Keseimbangan otot mata dahi, serta Pons Varolli

Pons Varolli

dan bahu. Hipoglosus (Nervus XII) Motorik Pergerakan lidah. Medulla Oblongata

3) Serebelum (Otak Kecil) Serebelum terletak pada fosa kranii posterior dan ditutupi oleh durameter yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium yang memisahkan dari bagian posterior serebrum. Serebelum terdiri dari bagian tengah, vermis dan dua hemisfer lateral. Semua aktivitas serebelum ada dibawah kesadaran. Fungsi utamanya sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh. b. Sirkulasi Serebral Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20 % dari curah jantung atau 750

ml/menit. Sirkulasi ini sangat dibutuhkan, karena otak tidak mampu menyimpan makanan, sementara kebutuhan metabolisme otak tinggi. Aliran darah otak sangat unik, karena melawan arah gravitasi. Sirkulasi darah arteri mengalir mengisi dari bawah dan vena mengalir dari atas. Kurangnya aliran darah kolateral dapat menyebabkan jaringan rusak ireversibel, hal ini berbeda dengan organ tubuh lainnya yang akan cepat mentoleransi apabila aliran darahnya menurun. 1). Arteri-arteri Jaringan otak mendapat suplai darah dari 2 arteri besar, yaitu : a). Arteri karotis Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis. Arteri karotis komunis kiri berasal dari arkus aorta, sedangkan arteri korotis komunis kanan berasal dari arteri brakhiosefalika. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan faring. Arteri karotis interna masuk kedalam tengkorak dan bercabang menjadi arteri serebri anterior dan media. Segera sesudah masuk kedalam ruang subarakhnoid dan sebelum bercabangcabang, arteri karotis interna mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk

kedalam orbita dan memperdarahi mata dan isi orbita lainnya, bagian-bagian hidung dan sinus-sinus udara. Bila cabang arteri karotis interna ini tersumbat dapat mengakibatkan kebutaan monokular. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum, serta bagian-bagian lobus frontal dan parietal serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Bila arteri serebri anterior mengalami sumbatan maka akan terjadi hemiplegi kontalateral. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteri ini merupakan sumber darah utama girus pra sentralis dan post sentralis. Korteks auditorius, somestetik, motorik dan premotorik disuplai oleh arteri ini seperti juga korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi integrasi yang lebih tinggi pada lobus sentralis tersebut. Apabila arteri serebri media tersumbat akan menimbulkan afasia, kehilangan sensasi posisi dan diskriminasi taktil dua titik kontralateral. b). Arteri vertebralis kanan dan kiri Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteri inominata, arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris. Arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah dan disini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon.

Right Anterior Cerebral

Right Middle Cerebral Right Posterior Cerebral

Anterior Communicating

Left Internal Carotid Left Posterior Communicating Left Superior Cerebellar Left Vertebral

Basilar Anterior Spinal

Gambar 2.4 Arteri-arteri Otak Sumber : Solomon, Davis (1983:471)

Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ vestibular. Korteks penglihatan primer pada lobus oksipitalis diperdarahi oleh arteri kalkarina yang merupakan cabang dari arteri serebri posterior. Apabila arteri kalkarina tersumbat akan menimbulkan hemianopasi homonim kontralateral. 2). Sirkulasi Willisi Meskipun arteri karotis interna dan vertebrobasilaris merupakan dua sistem arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak, tetapi keduanya disatukan oleh pembuluhpembuluh anastomosis yang membentuk sirkulus arteriosus willisi. Aliran darah dari sirkulus willisi secara langsung mempengaruhi sirkulasi anterior dan posterior serebral, arteri-arteri pada sirkulus willisi memberi rute alternatif pada aliran darah jika salah satu peran arteri mayor tersumbat. Jika arteri tersumbat karena spasme vaskuler, emboli atau karena trobus dapat menyebabkan sumbatan aliran darah kedistal neuron-neuron dan hal ini mengakibatkan sel-sel neuron cepat nekrosis ataupun infark. 3). Vena

Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan bergabung menjadi vena-vena besar. Penyilangan pada sub arachnoid dan pengosongan pada sinus dural yang luas, mempengaruhi vaskular yang terbentang dalam duramater yang kuat. Jaringan kerja pada sinus-sinus membawa vena keluar dari otak dan pengosongan vena jugularis interna menuju sistem sirkulasi pusat. Vena-vena serebri bersifat unik, karena vena serebri tidak mempunyai katup untuk mencegah aliran darah balik darah seperti pada vena-vena lain ditubuh. C. Etiologi 1. Kekurangan vitamin K 2. Trauma kelahiran partus biasa o pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan o disproporsi antara kepala anak dan jalan lahir sehingga terjadi mulase 3. partus buatan (ekstraksi vakum, cunam) 4. partus presipitatus o Bukan trauma kelahiran, umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan (prematur). Faktor dasar ialah prematuritas dan yang lain merupakan faktor pencetus intracranial bleeding (ICB) seperti hipoksia dan iskemia otak yang dapat timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia, dan kejangkejang, kelainan jantung bawaan, hipotermi, juga hiperosmolaritas/hipernatremia D. Klasifikasi Perdarahan Defisiensi Vitamin K (PDVK) dibagi menjadi early, clasiccal dan late berdasarkan pada umur saat kelainan tersebut bermanifestasi (Sutor dkk 1999, Von Kries 1999).
1.

Early Vitamin K defisience bleeding (VKDB) (PDVK dini), timbul pada hari pertama kehidupan. Kelainan ini jarang sekali dan biasanya terjadi pada bayi dari ibu yang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu metabolisme vitamin K. Insidens

yang dilaporkan atas bayi dari ibu yang tidak mendapat suplementasi vitamin K adalah antara 6-12% (tinjauan oleh Sutor dkk 1999).
2.

Classical VKDB (PDVK klasik), timbul pada hari ke 1 sampai 7 setelah lahir dan lebih sering terjadi pada bayi yang kondisinya tidak optimal pada waktu lahir atau yang terlambat mendapatkan suplementasi makanan. Insidens dilaporkan bervariasi, antara 0 sampai 0,44% kelahiran. Tidak adanya angka rata-rata kejadian PDVK klasik yang pasti karena jarang ditemukan kriteria diagnosis yang menyeluruh.

3.

Late VKDB (PDVK lambat), timbul pada hari ke 8 sampai 6 bulan setelah lahir, sebagian besar timbul pada umur 1 sampai 3 bulan. Kira-kira setengah dari pasien ini mempunyai kelainan hati sebagai penyakit dasar atau kelainan malabsorpsi. Perdarahan intrakranial yang serius timbul pada 30-50%. Pada bayi berisiko mungkin ditemukan tanda-tanda penyakit hati atau kolestasis seperti ikterus yang memanjang, warna feses pucat, dan hepatosplenomegali. Angka rata-rata kejadian PDVK pada bayi yang tidak mendapatkan profilaksis vitamin K adalah 5-20 per 100.000 kelahiran dengan angka mortalitas sebesar 30% (Loughnan dan McDougall 1993).

Table klasifikasi Perdarahan Defisiensi Vitamin K (PDVK) pada anak : PDVK dini Umur < 24 jam PDVK klasik PDVK lambat

1-7 hari (terbanyak 3-5 2 minggu 6 bulan hari) trutama 4-6 minggu

Penyebab dan faktor resiko

Obat yang diminum selama hamil

Pemberian makananterlambat

Intake vitamin K inadekuat.

Kadar vitamin K rendah pada ASI

Tidak dapat

profilaksis vitamin K

Intake vitamin K inadekuat

Kadar vitamin K rendah pada ASI

Tidak dapat profilaksis vitamin K

Frekuensi

< 5 % pada kelompok resiko tinggi

0,01-1 % (tergantung pada pola makanan bayi)

Lokasi perdarahan

Sefalhematom,

GIT, umbilicus, hidung,

umbilicus, intrakranial, tempat suntikan, bekas intra abdominal, GIT, intrathorakal. sirkumsisi, intrakranial

Pencegahan

Penghentian/penggantian obat penyebab

Vitamin K profilaksis (oral/im) Asupan vitamin K yang adekuat

Berdasarkan lokasi pendarahan yang terjadi di daerah otak, perdarahan intrakranial pada neonatus dibagi dalam empat daerah yaitu : a. Epidural Hemorrhage, terjadi karena rupturnya cabang-cabang arteri atau vena meningia media di antara tulang kepala dan durameter. Pengumpulan darah di dalam ruangan durameter disebut hematoma epidural. Perdarahan ini sering berlokasi di daerah parietal dan oksipital. Perdarahan epidural biasanya disertai fraktur linier

tulang kepala dan tanda shock hipovolemik. Gangguan fungsi otak bergantung pada luas dan banyaknya perdarahan. Bila perdarahan sedikit, tidak dijumpai tanda-tanda gangguan fungsi otak. Jika perdarahan banyak, dalam beberapa jam setelah lahir akan tampak tanda-tanda dan gejala peninggian tekanan intrakranial seperti iritabel, menangis melengking (cephalic cry), ubun-ubun tegang dan menonjol, deviasi mata, sutura melebar, kejang, hemiparase, atau tanda-tanda herniasi unkal seperti dilatasi pupil homolateral. b. Subdural Hemorrhage dengan laserasi tentorium disebabkan oleh rupturnya vena galen, sinus strait, dan kadang-kadang sinus transversal. Perdarahan ini sering di infratentorial. Bila perdarahan banyak, dapat meluas ke fossa posterior dan menyebabkan kompresi batang otak (brain stemp). Kadang-kadang, perdarahan ini dapat meluas ke permukaan superior atau posterior dari serebellum. Perdarahan subdural dengan laserasi falks serebri terjadi karena rupturnya sinus sagitalis inferior. Perdarahan biasa terjadi di tempat pertemuan falks serebri dan tenterium. Perdarahan ini kurang sering bila dibandingkan dengan laserasi tenterium. Lokasi perdarahan di dalam fisura serebri longitudinal berada di atas korpus kollosum. Rupturnya vena superfisial serebri (bridging vein), mengakibatkan perdarahan subdural pada permukaan hemisfer serebri. Perdarahan ini sering unilateral dan biasanya diikuti perdarahan subaraknoid. c. Subarachnoid Hemorrhage, perdarahan dalam rongga araknoid akibat rupturnya vena-vena dalam rongga araknoid (bridging veins), rupturnya pembuluh darah kecil di daerah leptomeningen, atau perluasan perdarahan. Timbunan darah biasanya berkumpul di lekukan serebral bagian posterior dan di fossi posterior.Hal yang ditakutkan adalah terjadi hidrosefalus karena penyumbatan trabekula araknoid oleh darah dan menyebabkan peninggian tekanan intrakranial. d. Intraventricular hemorrhage adalah pendarahan yang terjadi di bagian lateral ventrikel ketiga dan keempat. Terjadi perdarahan flexus choroid dan pemanjangan dari matriks subependymal atau thalamus. e. Intraparenchymal hemorrhage adalah pendarahan yang terjadi diantara jaringan parenkim otak. Biasanya terjadi edema vasogenik dalam jumlah yang besar.

E. Manifestasi klinis Gejala-gejala Hemorrhagic disease of the newborn (HDN) tidak khas, dan umumnya sukar didiagnosis jika tidak didukung oleh riwayat persalinan yang jelas.Gejala-gejala berikut dapat ditemukan a. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan saluran cerna. b. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik. c. Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100% berupa perdarahan subdural dan subaraknoid. d. Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala peningkatan tekanan intrakranial (TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. e. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar membonjol, pucat dan kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum. 2. Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekanan intrakranial, misalnya pada perdarahan subaraknoid. 3. Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable, twitching, opistotonus. Gejalagejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid oleh robekan tentorium yang luas. 4. Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif.Kadang-kadang ada perdarahan retina, nistagmus dan eksoftalmus. 5. Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajat perdarahan dan kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi pernapasan normal/takipnea dan sianosis intermiten. 6. Cephalic cry (menangis merintih). 7. Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular (snake like flicking of the tongue) menunjukkan perdarahan yang luas dengan kerusakan pada korteks.

8. Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila perdarahan berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis yang menetap. Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak

(monoplegi/hemiplegi) menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim. 9. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan ialah gangguan kesadaran (apati, somnolen, sopor atau koma), tidak mau minum, menangis lemah, nadi lambat/cepat, kadang-kadang ada hipotermi yang menetap. Apabila gejala-gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang 24--48 jam sebelumnya menderita asfiksia, maka PI dapat dipikirkan. Berdasarkan perjalanan klinik, ICB dapat dibedakan 2 sindrom yaitu : a. Saltatory syndrome: gejala klinik dapat berlangsung berjam-jam/berhari-hari yang kemudian berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna tetapi biasanya dengan gejala sisa. b. catastrophic syndrome. gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung beberapa menit sampai berjam-jam dan akhirnya meninggal. F. Patofisiologi Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam pembekuan darah (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan faktor koagulasi yang tidak tergantung pada vitamin K, kadar fibrinogen dan jumlah trombosit masih dalam batas normal. Ada 3 bentuk vitamin K yang diketahui di sintesis oleh flora normal usus seperti Bacteriodes Fragilis dan beberapa strain E. Coli, yaitu : 1. Vitamin K 1 (phytomenadion) berasal dari diet sayuran berwarna hijau. Vitamin K1 bersifat larut dalam lemak 2. Vitamin K 2 (menaquinone) berasal dari sintesis flora intestinal. Vitamin K2 bersifat larut dalam lemak

3. Vitamin K 3 (menadion) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang diberikan kepada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik. Vitamin K banyak terdapat pada hati, kedelai dan sayuran seperti tomat, bayam. Secara fisiologi kadar faktor koagulasi yang tergantung vitamin K dalam tali pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah dalam 42-72 jam setelah kelahiran. Kemudian faktor ini akan bertambah secara perlahan selama beberapa minggu tetapi tetap berada di bawah kadar orang dewasa. Sedangkan bayi baru lahir relative kekurangan vitamin K karena beberapa alas an, seperti: 1. Simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir karena ibu kekurangan zat ini. 2. Sedikitnya perpindahan vitamin K melalui plasenta. 3. Rendahnya kadar vitamin K pada ASI 4. Sterilitas saluran cerna. Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/robekan pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma kelahiran, faktor dasar ialah prematuritas. Pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok-kelok, kadang-kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini terutama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler. Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis ICB yang banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada bayi yang lahir cukup umur daripada bayi yang prematur sebab pada bayi prematur vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi. Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-

minggu, memberikan gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun. Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan fungsi likuor. Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat (kecelakaan). Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler. Dari semua jenis ICB, perdarahan periventrikuler memegang peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75--90% perdarahan periventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral. Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan intraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikan tekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.

G.

Penatalaksanaan 1. Bayi dengan HDN harus di berikan vitamin K1 subkutan atau iv (0,5 -1 mg) dan 2 mg (pada kasus berat) dua atau tiga dosis dengan interval 4-8 jam , dengan kecepatan suntikan kurang dari 1 mg/menit 2. Respons yang cepat terjadi dalam 4-6 jam dengan berhentinya perdarahan dan membaiknya masa protrombin. 3. Bayi yang mengalami perdarahan luas juga harus mendapatkan fresh frozen plasma (FFP) 10 sampai 15 ml/kg. perdarahan yang hebat yang menyebabkan Hb turun (12 mg/dL ) diberikan packed red cells (PRC).

4. Jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa (perdarahan intrakranial) dapat diberikan prothrombin complex-concentrates (PCCs). Diusahakan tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan/kelainan yang lebih parah pada bayi dengan dirawat secara intensif diruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) yaitu dengan : a. Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi kontinu dan pemberian O2 b. Perlu diobservasi secara cermat: suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya dan reaksi pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung

(bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis. Diuresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal baik. c. Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita dalam koma diberikan 02. d. Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan larings oleh lidah dan kepala agak ditinggikan untuk mengurangi tekanan vena serebral. e. Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat dipertimbangkan. f. Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat berupa larutan glukosa (510%) dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1 atau glukosa 5--10% dan Nabik 1,5% dengan perbandingan 4:1. g. Pemberian obat-obatan : 1) valium/luminal bila ada kejang. Dosis valium 0,3--0,5 mg/kgBB, tunggu 15 menit, jika belum berhenti diulangi dosis yang sama. Bila berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum seterusnya. 2) kortikosteroid berupa deksametason 0,5--1 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak. 3) antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi yang berlebihan.

4) Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks. h. Tindakan bedah darurat bila terjadi perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat. Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran likuor, dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan. H. Komplikasi Komplikasi pemberian vitamin K antara lain reaksi anafilaksis (bila diberikan secara IV), anemia hemolitik, hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan hematoma pada lokasi suntikan. I. Pencegahan Health Technology Assesment (HTA) Departemen Kesehatan(Depkes) RI tahun 2003 1. Semua bayi baru lahir harus mendapat profilaksis vitamin K1 2. Dosis yang diberikan 1 mg dosis tunggal IM atau oral 3 kali masing-masing 2 mg pada waktu lahir, umur 3-7 hari, dan saat bayi berumur 1-2 bulan 3. Untuk bayi yang lahir ditolong dukun diwajibkan pemberian vitamin K1 secara oral 4. Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus mendapat vitamin K 5 mg sehari selama trimester ketiga atau 24 jam sebelum melahirkan diberikan vitamin K 10 mg/IM, kepada bayinya diberikan vitamin K 1 mg IM dan diulang 24 jam kemudian. J. Prognosis Karena kemajuan obstetri, ICB oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang. Mortalitas ICB non traumatik 50-70%. Prognosis ICB bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan, umur kehamilan, cepatnya didiagnosis dan pertolongan. Pada perdarahan epidural terjadi penekanan pada jaringan otak ke arah sisi yang berlawanan,

dapat terjadi herniasi unkus dan kerusakan batang otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak mendapat pertolongan segera. Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai spastisitas, gangguan bicara atau strabismus. Kalau ada gangguan serebelum dapat terjadi ataksi serebeler. Perdarahan yang meliputi batang otak pada bagian formasi retikuler, memberikan sindrom hiperaktivitet. Pada perdarahan subdural akibat trauma, hanya 40% dapat sembuh sempurna setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang atau tindakan bedah. Perdarahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat, pernapasan tidak teratur dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek. Pada perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung pada derajat perdarahan. Pada derajat 1-2 (ringan-sedang), angka kematian 10-25%, sebagian besar sembuh sempurna, sebagian kecil dengan sekuele ringan. Pada derajat 3--4 (sedangberat), mortalitas 50--70% dan sekitar 30% sembuh dengan sekuele berat. Sekuele dapat berupa cerebral palsy, gangguan bicara, epilepsi, retardasi mental dan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan komplikasi paling sering (44%) dari perdarahan periventrikuler.

II.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Klien dengan Hemorrhagic disease of the newborn (HDN) Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan menggunakan metodologi proses keperawatan berpedoman pada standar keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan (Depkes,1995:5). Proses keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah klien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana itu atau menugaskan orang lain untuk melaksanakannya, untuk mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang dihadapi (Yura, 1993:5). Proses keperawatan terdiri dari:

1. Pengkajian Pengkajian adalah penilaian dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar dapat mengidentifikasi mengenai masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Pengkajian meliputi: a. Pengumpulan data 1) Identitas klien Meliputi, nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, status bangsa, tanggal masuk RS, nomor medrek, diagnosa medis dan alamat. 2) Identitas Penanggung jawab Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan keluarga dan alamat. 3) Riwayat Kesehatan a) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan yang paling dirasakan klien dengan gangguan sistem persarafan akibat Hemorhagic disease of the newborn (HDN). akan ditemukan adanya gangguan kesadaran, gangguan pernafasan dan adanya anemia. b) Keluhan saat sekarang Pada Hemorhagic disease of the newborn (HDN) biasanya akan ditemukan adanya penurunan tingkat kesadaran dan kemungkinan sampai terjadi koma sehingga klien tidak dapat dilakukan pengajian tentang keluhan utamanya, Dikembangkan pula dengan menggunakan konsep PQRST mulai dari adanya keluhan sampai datang ke rumah sakit untuk meminta pertolongan. PQRST Meliputi:

P : Paliatif artinya apa yang memperberat keluhan yang dialami klien. Q : Qualitas artinya bagaimana keluhan tersebut dirasakan oleh klien. R : Region artinya di manakah gangguan tersebut dirasakan, apakah gangguan tersebut menjalar/menyebar ke area lain, apa yang telah dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan keluhan tersebut. S : Scala artinya seberapa berat keluhan tersebut dirasakan, bagaimana keluhan tersebut mempengaruhi kemampuan fungsi dirinya. T : Time artinya berapa lama keluhan tersebut dirasakan, apakah ada perbedaan intensitas keluhan misal: menghebat pada saat malam hari. c) Riwayat Kesehatan Dahulu Riwayat penyakit dahulu meliputi: adanya riwayat tidak diberikannya vitamin K saat BBL , apakah sebelumnya ibu klien pernah mengkonsumsi obat-obatan pada saat mengandung klien, apakah klien pernah mengalami kecelakaan atau tidak, klien pernah mengalami tindakan invasif yaitu menggunakan vakum dan forcev saat proses persalinan atau kepala klien terjepit lama oleh panggul ibu saat proses persalinan. (1) Riwayat prenatal, natal dan postnatal (a) Riwayat prenatal Apakah kehamilan direncanakan, kondisi Ibu saat hamil, adakah kelainan kehamilan, obat obat yang digunakan oleh Ibu sebelum hamil, penyakit yang diderita Ibu waktu hamil. (b) Riwayat perinatal Lamanya kehamilan, yang membantu persalinan, di mana bersalin, lahir prematur/aterm/postmatur, jenis kelahiran

spontan/dengan alat/operasi, komplikasi waktu persalinan. (c) Riwayat neonatal

Pemberian

nutrisi/ASI,

jumlah

pemberian,

frekuensi,

pemberian makanan tambahan, kapan berhenti minum ASI, berat badan waktu lahir, panjang badan waktu lahir. (d) Riwayat postnatal Lama di Rumah Sakit/Bidan, perubahan berat badan (ada perubahan atau tidak), pola buang air besar. (2) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak: Riwayat pertumbuhan meliputi : berat badan waktu lahir, berat badan sekarang, saat masuk rumah sakit, berat badan saat dikaji, lingkar kepala, lingkar perut, lingkar lengan. (a) Motorik kasar Apakah anak dapat menghisap, menggenggam. (b) Motorik halus Respon tubuh terhadap lingkungan. (c) Bahasa Apakah anak bisa menangis, kapan anak bisa bicara d) Riwayat Kesehatan Keluarga. Riwayat yang pernah atau masih dialami anggota keluarga, penyakit menular, penyakit keturunan, apakah di antara anggota keluarga ada yang menderita penyakit yang dapat diturunkan atau ditularkan, jika ada buat genogram. e) Pemeriksaan fisik Review of system a) Sistem pernapasan Irama pernapasan reguler/irregiler, frekuensi napas, adakah suara napas tambahan, adakah penggunaan otot tambahan, gerak dan bentuk dada simetris/tidak, bunyi napas, keadaan hidung

bersih/tidak, ada sputum atau tidak, keadaan kulit dada ada kelainan atau tidak, kesulitan bernapas, refraksi otot-otot pernapasan. b) Sistem kardiovaskular Frekuensi nadi, tekanan darah sesuai dengan usianya, apakah ada edema atau tidak, adakah palpitasi atau tidak, konjungtiva pucat/tidak, adakah takikardi, peningkatan vena jugularis. c) Sistem pencernaan Adakah nafsu makan/tidak adakah penambahan berat

badan/tidak, adakah rasa mual, muntah, frekuensi bising usus, adakah asites/tidak, keadaan mulut bersih/tidak, ada lesi/tidak, frekuensi buang air besar, keadaan perut kembung/cekung/datar, ada nyeri tekan pada perut/tidak, warna kulit perut ada kelainan/tidak, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas, lingkar perut. d) Sistem urogenital Frekuensi BAK, adakah sumbatan atau tidak, kondisi alat genetalia ada kelainan/tidak, pola urinaria normal/tidak, disurai, retensi urine, warna urine, bau urine, adanya

hematuri/anuria/oliguria, adanya edema pada muka/pada tungkai bawah, warna urine gelap seperti air teh/air cucian daging. e) Sistem integumen (1) Kulit Adakah edema atau tidak, adakah perubahan warna kulit, peningkatan suhu, turgor, tekstur kulit, bersisik/tidak, adakah luka memar dan lesi pada kulit, adakah kelainan integritas kulit akibat edema, keadaan kulit kotor/tidak misal karena kelemahan fisik untuk memenuhi personal hygiene.

(2) Kuku Warna kuku cyanosis atau tidak, lekukan kuku normal atau tidak, keadaan kuku bersih atau tidak, kuku panjang/pendek

(3) Rambut Keadaan rambut bersih/tidak, distribusi merata atau tidak, mudah dicabut/tidak, lebat/jarang, banyak kutu/tidak,

berketombe/tidak, warna rambut hitam. f) Sistem muskuloskeletal (1) Ekstremitas atas Bentuk simetris/tidak, jari-jari tangan lengkap/tidak, pergerakan ROM terbatas/tidak, terdapat atropi dan kaku sendi/tidak, kekuatan otot, pada tangan terpasang infus/tidak. (2) Ekstremitas bawah Bentuk simetris/tidak, jari-jari kaki lengkap/tidak, pergerakan ROM terbatas/tidak, terdapat atropi dan kaku sendi/tidak, kekuatan otot. g) Sistem persarapan Kesadaran klien, penurunan kesadaran sampai koma/tidak, sakit kepala berat/tidak, adanya kejang-kejang, tanda peningkatan tekanan intrakranial, adakah perubahan minat, efek, status mental baik/tidak, tremor, paralise, gangguan bicara/tidak, nilai GCS, penglihatan klien, keadaan mata bersih/tidak, pendengaran

baik/tidak, ada keluaran cairan dari telinga/tidak, penciuman baik/tidak, ada keluaran cairan dari hidung/tidak, perabaan

baik/tidak, apakah klien dapat membedakan rasa manis, asam dan pahit. h) Sistem endokrin Adakah pembesaran kelenjar tyroid atau tidak, pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan tingkat usia, adakah di antara keluarga yang menderita penyakit diabetes/tidak, apakah pernah mengalami penyakit tyroid, keadaan rambut kering/tidak. 4) Pola aktivitas sehari hari Perlu dikaji kebiasaan klien sehari-hari sebelum sakit dan dengan keadaan sekarang pada waktu sakit, meliputi: a) Pola nutrisi Kebiasaan makna sehari-hari, jam makan, frekuensi makan, porsi makan, jenis makanan yang disukai/tidak, obat/diet tambahan yang diberikan, alergi terhadap makanan, masalah yang berhubungan dengan nutrisi. Makanan/cairan: cara pemberian makan/minum, jenis

minuman/makanan, frekuensi, kehilangan cairan yang berlebihan: vomitus, suction lambung dan drainage berlebihan, asupan makanan/minuman, infus. b) Pola eliminasi Kebiasaan buang air besar (BAB), buang air kecil (BAK), ngompol, frekuensi BAK/BAB, warna, bau, masalah yang berhubungan dengan BAK/BAB, keluhan dan kesulitan. c) Istirahat tidur Kualitas, kuantitas dan kebiasaan sebelum tidur, kebiasaan tidur seharihari, jam tidur siang, tidur malam, lama tidur, sering bangun/tidak, masalah yang berhubungan dengan tidur, hal yang membantu tidur. d) Personal hygiene

Kebiasaan mandi, mandi sendiri/dimandikan, kebiasaan cuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian dan gunting kuku. e) Pola aktivitas Aktivitas gerak dengan bantuan/tidak, bermain: mainan kesukaan, tempat bermain, teman bermain, apakah anak lebih sering bermain sendiri/bersama. 5) Data psikologis Biasanya klien/keluarga akan mengalami kecemasan karena kondisi penyakit/tidak, proses hospitalisasi, memikirkan biaya perawatan dan cara keluarga mengatasi masalah. 6) Data sosial Hubungan sosial klien dengan anggota keluarga dan klien dengan lingkungan dimana klien tinggal. 7) Data spiritual Kepercayaan yang dianut klien atau keluarga, nilai dan budaya, pandangan klien atau keluarga terhadap penyakitnya, keyakinan dan harapan. 8) Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan darah Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan hitung jenis leukosit, LED, kadar glukosa , kadar ureum elektrolit, kultur. Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit. b) Pemeriksaan radiologis (1) Foto kepala: periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi. (2) Foto dada. (3) Ct Scan b. Analisa data

Analisa

data

merupakan

proses

berfikir

yang

meliputi

kegiatan

mengelompokkan data, menginterpretasi dan akan membandingkannya dengan standar yang normal. Setelah itu dianalisa sehingga didapat gambaran status kesehatan dan kemungkinan penyebab timbulnya masalah klien, kemudian disimpulkan sehingga didapatkan masalah klien. c. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang dirumuskan berdasarkan data yang terkumpul dan berupa rumusan tentang respon klien terhadap timbulnya masalah yang perlu diatasi dengan tindakan atau intervensi keperawatan (Depkes, 1999:7). Diagnosa Keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. (Hidayat, A. Azis., 2001:12). Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan Hemorhagic disease of the newborn (HDN) menurut Marilynn E. Doenges (1988:290-307); Barbara Engram (1997:633-641); Susan Martin Tucker (1998:485-492), yaitu : a. Gangguan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : hemoragi b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan menurunnya refleks menelan. c. Gangguan aktivitas fisik berhubungan dengan menurunnya kekuatan motorik d. Gangguan rasa aman: cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit anaknya, perawatan dan pengobatannya. e. Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran. 2. Perencanaan a. Gangguan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : hemoragi Tujuan :

Tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan sensori motorik membaik. Kriteria evaluasi : Tanda-tanda vital dalam batas normal Klien tidak mampu menangis

No 1.

Intervensi Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab penurunan perfusi serebral

Rasional Kerusakan dan kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan atau klien harus dipindahkan keruang perawatan kritis.

Pantau status neurologis sesering 2. mungkin dan bandingkan dengan keadaan normal Observasi tanda-tanda vital. Catat 3. irama dan pola pernafasan, catat frekuensi dan irama jantung. ketidakteraturan irama pernafasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral Evaluasi keadaan pupil, catat bentuk, ukuran, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya. Reaksi pupil berguna menentukan apakah batang otak tersebut masih baik atau tidak. Pertahankan keadaan tirah baring, 5. ciptakan lingkungan yang tenang. Aktivitas dan stimulus yang kontinyu dapat meningkatkan TIK. Cegah terjadinya defekasi dan 6. pernapasan yang memaksa (batuk terus menerus). Valsava manuver dapat Mengetahui kecenderungan peningkatan TIK, dan mengetahui kemajuan, atau kerusakan SSP.

4.

No

Intervensi

Rasional meningkatkan TIK.

Berikan oksigen sesuai indikasi. 7. Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral.

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan menurunnya refleks menelan. Tujuan Kriteria : Kebutuhan nutrisi terpenuhi. : Klien tidak lemah. Tidak terjadi penurunan berat badan lebih lanjut atau berat badan naik. No 1 Kaji Intervensi kemampuan Refleks menelan baik. Rasional mengunyah, Dapat menentukan cara pemberian jenis makanan karena klien harus dilindungi dari bahaya aspirasi. 2 Kolaborasi dengan dokter untuk Pemberian nutrisi melalui sonde tidak harus pemasangan sonde feeding. melalui proses mengunyah dan menelan yang dalam hal ini terganggu. 3 Observasi berat badan setiap hari Mengetahui status nutrisi anak, terjadi

menelan, refleks batuk.

penurunan atau penambahan berat badan. 4 Lakukan pemeriksaan hemoglobin Pemeriksaan hemoglobin merupakan salah dengan cara bekerja sama dengan satu indikator status nutrisi seseorang. Untuk bagian laboratorium. memenuhi kebutuhan nutrisi klien karena

Kolaborasi dengan dokter untuk peroral tidak bisa. pemberian nutrisi parenteral.

c. Gangguan aktivitas fisik berhubungan dengan menurunnya kekuatan motorik. Tujuan Kriteria : Aktivitas fisik terpenuhi. : Klien mampu dan pulih kembali dalam mempertahankan fungsi gerak. Tidak terjadi dekubitus dan fraktur sendi, atropi otot.

No 1

Intervensi Observasi kemampuan gerak motorik, dan Untuk tonus otot.

Rasional melihat penurunan atau

peningkatan fungsi motorik.

Lakukan massage perawatan kulit dan Meningkatkan sirkulasi, elastisitas mempertahankan alat-alat tenun bersih dan kulit dan integritas kulit. kering.

Bantu klien seluruhnya dalam memenuhi Bantuan

yang

diberikan

akan

kebutuhan Activity Daily Life (ADL) bila memenuhi kebutuhan ADL. kesadaran belum pulih kembali. 4 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Dengan memberikan terapi fisik (fisiotherapi) dalam terapi fisik. dapat mencegah kontraktor sendi.

d. Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran. Tujuan : Jalan nafas tetap baik dan lancar. Kriteria evaluasi : - Nafas tidak berbunyi - GDA dalam batas normal - Warna kulit normal.

No 1.

Intervensi Ubah posisi semifowler setiap 2 jam sekali.

Rasional Posisi semi fowler dapat mengeluarkan secret dan mencegah aspirasi sehingga membuka jalan nafas dan kebutuhan 02

2. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati selama 10-15 3. detik.

terpenuhi. Dengan dilakukannya pengisapan lendir maka jalan napas akan bersih dan akumulasi Lakukan fisioterapi dada / secret dapat dicegah

sehingga pernafasan akan tetap lancar 4. dan efektif. Dengan melakukan clapping secret dapat pada clapping. membantu melepaskan

daerah bronchus. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2 5. Membantu asupan O2 adekuat dengan menghindari resiko kesalahan

penggunaan (terlalu banyak atau terlalu sedikit) dan komplikasi lanjut Lakukan kolaborasi dengan tim Analisa gas darah dapat menentukan analisis dan melaksanakan analisis gas darah. keefektifan respirator, keseimbangan cairan asam basa dan kebutuhan terapi.

e. Gangguan rasa aman: cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit anaknya, perawatan dan pengobatannya. Tujuan Kriteria : Kebutuhan rasa aman keluarga terpenuhi. : - Cemas berkurang.

- Wawasan orang tua bertambah. No 1 Intervensi Rasional

Kaji tingkat pengetahuan Pengetahuan mempengaruhi aspek psikologis. orang tua.

Berikan penjelasan kondisi Penerangan yang jelas dapat membantu orang tua anak yang sakit. menerima keadaan. Kesiapan orang tua menghadapi anak sakit, kasih sayang orang tua tetap dirasakan kehangatannya oleh anak.

Berikan support mental.

Inform consent tindakan Membina hubungan kerja sama antara perawat dan perawatan. keluarga dalam tindakan.

3. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. (Nursalam, 2001:63).

4. Evaluasi Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, yang menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. (Hidayat, A. Azis., 2001:12). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir. S : Respon subjektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan. O : Respon objektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan. A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau ada masalah baru atau mungkin terdapat data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon

klien.

You might also like