You are on page 1of 16

ALIH TEKNOLOGI PADA INVESTASI ASING LANGSUNG DI INDONESIA

MAKALAH untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Investasi

oleh

Nama NIM Jurusan

: Muh Akbar Ariz Purnomo : 8111409263 : Ilmu Hukum

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kondisi sosial ekonomi merupakan salah satu indikator suatu negara dikatakan berkembang atau maju. Kondisi tersebut akan menimbulkan kegairahan pada dinamika pembangunan infrastruktur maupun suprastruktur suatu negara. Dinamika pembangunan ekonomi suatu negara memerlukan banyak faktor pendukung antara lain; sumber daya alam, sumber daya manusia serta tidak kalah pentingnya adalah stabilitas politik dan hukum. Kerangka hukum yang stabil akan mendorong arus investasi asing. Untuk mewujudkan hal itu diperlukan tidak sedikit modal baik dalam negeri maupun dari luar negeri. Pinjaman modal luar negeri ada yang bersifat lunak artinya bunga yang dikenakan tidak besar dan jangka waktu pengembaliannya lama. Besarnya pinjaman dana dari luar negeri akan mempengaruhi neraca pembayaran negara (Jawa Pos, 1996). Hal ini terbukti pada komitmen bantuan yang disetujui untuk Indonesia dalam Sidang CGI di Paris 19 Juni 1996 adalah sebesr US$ 5,256 miliar (sebagian diantaranya bantuan lunak). Saat ini akumulasi hutang luar negeri Indonesia menjadi penghutang nomor satu di Asia . Untuk membantu mengurangi neraca pembayaran luar negeri tersebut pemerintah mengajak pemodal nasional maupun asing untuk menanamkan modalnya dalam rangka mewujudkan ekonomi potensial yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil yang pada gilirannya akan membantu pembayaran hutang luar negeri. Sejak diundangkannya UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA), peranan modal asing dalam pembangunan ekonomi Indonesia terus menunjukkan peningkatannya. Modal asing yang semula dimaksudkan hanya sebagai

pelengkap dalam pembangunan kini bergeser tidak hanya sebagai pelengkap lagi atau dengan kata lain sangat dibutuhkan. Ada atau tidaknya modal asing akan ikut mempengaruhi cepat atau lambatnya laju pertumbuhan ekonomi secara nasional (Asril Noer: Pelaksanaan PP No. 20 Tahun 1994 dan SK Menives No. 15 Tahun 1994, 1994: 21). Tidak adanya kewajiban untuk melaporkan adanya alih teknologi dalam bentuk yang luas melalui investasi asing langsung, mengakibatkan tidak terdeteksinya banyaknya alih teknologi tersebut.

B. Rumusan Masalah 1. 2. 3. Apakah pengertian dari alih teknologi dalam investasi? Apa yang dimaksud dengan investasi asing langsung? Bagaimana manfaat alih teknologi dalam investasi asing langsung di Indonesia?

C. Tujuan Masalah 1. 2. Untuk mengetahui pengertian alih teknologi dalam investasi Untuk menetahui apa itu investasi asing langsung (Foreign direct investment) 3. Untuk mengetahui manfaat alih teknologi dalam investasi asing langsung di Indonesia

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Alih Teknologi

Teknologi memiliki nilai yang tinggi, karena proses penemuan membutuhkan waktu, tenaga, fikiran dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu pemiliknya diberi hak eksklusif untuk menggunakan atau memanfaatkan teknologinya guna keperluan industri atau bidang ekonomi. Dengan demikian, pihak lain tidak mempunyai hak untuk menggunakan teknologi tersebut, kecuali atas izin pemiliknya. Sampai saat ini, negara-negara maju memiliki kemampuan besar dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta besarnya dana yang dipergunakan untuk penelitian dan pengembangan. Untuk mempercepat proses penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta untuk mengejar kemajuan teknologi, diperlukan alih teknologi. Sebelum membahas masalah alih teknologi, penulis menganggap perlu untuk mengawalinya dengan difinisi teknologi itu sendiri. Istilah teknologi berasal dari perkataan Yunani technologia, dari akar kata techne yang berarti seni atau ketrampilan dan kata logos yang berarti perkataan atau pembicaraan. Dalam perkembangannya teknologi diartikan sebagai seni

memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya. Kemudian berkembang menjadi penggunaan ilmu pengetahuan sesuai dengan kebutuhannya. (The Liang Gie, 1984: 31) Definisi para ahli tentang teknologi pun berbeda-beda. Menurut Lowell W. Steelle, teknologi diartikan sebagai kumpulan pengetahuan, ketrampilan dan kebiasaan yang memberikan kemampuan menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa,

merancang dan mengembangkan hal-hal baru bilamana perlu, menerapkan semua itu pada keperluan-keperluan khusus pelanggan, membangun dan merawat semua itu. Alih teknologi merupakan salah satu masalah dalam investasi asing langsung. Masalah ini biasanya menjadi konflik sejak terjadi perbedaan pandangan mengenai alih teknologi antara negara pemilik teknologi dengan negara penerima teknologi. Negara pemilik teknologi bermaksud mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin dengan sumber yang terbatas yang dimilikinya (Purnawan, 1995: 75). Pengertian tersebut di atas maksudnya adalah bahwa Teknologi merupakan pengetahuan sistematis untuk membuat suatu produk, menjalankan proses, memberikan servis atau jasa, baik itu berbentuk paten, desain industri, paten sederhana, atau varietas tumbuhan/tanaman baru, informasi teknik atau ketrampilan, ataupun dalam bentuk bantuan jasa-jasa para ahli untuk perencanaan, pemasangan, pengoperasian, pemeliharaan industri, atau untuk manajemen industri, perusahaan komersial dan segala aktivitasnya. Dengan demikian teknologi dapat berupa paten, disain industry. Definisi alih teknologi ada beberapa macam, antara lain: Pada tahun 1989, pengertian alih teknologi tersebut diperbaharui kembali oleh UNCTAD, yaitu bahwa alih teknologi adalah pengalihan pengetahuan sistimatis untuk menghasilkan suatu produk, penerapan suatu proses atau menghasilkan suatu jasa, dan tidak mencakup penjualan atau leasing barang. United Nations Centre on Transnational Corporation (UNCTC)

mendifinisikan .alih teknologi sebagai suatu proses kemampuan teknologi dari luar negeri, yang dapat diurai dalam tiga tahapan yaitu (Khairandy, 1982: 1) : 1. 2. Peralihan teknologi yang ada ke dalam produksi barang dan jasa tertentu; Asimilasi dan difusi teknologi tersebut ke dalam perekonomian negara penerima teknologi tersebut; dan

3.

Pengembangan kemampuan indigeneous technology untuk inovasi. Bhattasali dalam bukunya Transfer of Technology among Developing

Countries seperti dikutip oleh Sunaryati Hartono, menyatakan bahwa pengalihan teknologi bukan hanya sekedar (harus) pemindahan saja, akan tetapi terutama teknologi yang tadinya asing itu, harus diadaptasikan ke dalam lingkungan yang baru, dan kemudian harus terjadi asimilasi serta inovasi sedemikian rupa, sehingga teknologi asing ini akhirnya menjadi bagian dari pada kebudayaan bangsa yang menerima teknologi yang semula asing tersebut (Hartono, 1981: 190).

B. Investasi Asing Langsung (Foreign Direct Invesment) Investasi asing langsung adalah arus modal kewiraswastaan dalam bentuk ramuan ketrampilan manajerial dan pinjaman keuangan. Dalam definisi neraca pembayaran yang lebih spesifik, hal itu berarti setiap arus pinjaman kepada, atau pembelian hak milik dari perusahaan asing yang sebagian besar dimiliki oleh neraga sumber pendapatan yang diperoleh oleh para pemodal langsung merupakan gabungan dari bunga, deviden, ongkos lisensi dan biaya manajerila sebagian IAL terdiri dari investasi di cabang perusahaan asing oleh suatu perusahaan induk yang berpusat di suatu negara sumber tertentu. Dalam kasus lainnya, perusahaan yang melakukan investasi tersebut benar-benar merupakan perusahaan multi-nasional yang negara asalnya tidak jelas Investasi asing langsung tumbuh dengan cepat pada awal kurun waktu setelah perang dan Amerika Serikat merupakan negara penanaman modal terbesar. Sejak awal tahun 1970-an, telah tumbuh lebih lambat dan berubah arah. Investasi langsung dalam bidang pertambangan telah pudar digantikan dengan investasi di bidang manufaktur yang semakin meningkat, khususnya dalam teknologi tinggi.

Kebijaksanaan-kebijaksanaan sehubungan dengan investasi langsung dan keberadaan perusahaan multinasional baik di negara, negara induk dan dunia sebagai keseluruhan, akan terutama ditekankan pada kebijakan yang berhubungan dengan negeri tuan rumah. Perasaan tidak senang dari negeri tuan rumah terhadap penguasaan asing dari usaha dalam negeri merupakan faktor penting di dalam kebijaksanaan mengenai investasi lengsung kebijaksanaan paling baik adalah melalui peralatan makro ekonomi. Peraturan hukum di bidang investasi asing merupakan instrument yang sangat penting untuk mendorong investasi modal asing dalam pembangunan ekonomi domestik. Pada tahun 1960-an hampir seluruh negara ASEAN mulai membuat peraturan hukum untuk mendorong investasi asing karena modal domestik yang dimilikinya tidak mencukupi. Pada awal pemerintahan orde baru, pemerintah melakukan suatu perubahan kebijakan investasi asing yang sangat penting yaitu dikeluarkannya Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing setelah satu dasawarsa melakukan nasionalisasi dan bermusuhan dengan Penanaman Modal Asing khususnya dari negara-negara Barat. Ketentuan-ketentuan dalam UUPMA tersebut diterapkan terhadap seluruh perusahaan yang modal domestiknya kurang dari 100 % yang beroperasi di bawah pengaturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan lembaga sebelumnya yaitu Panitia Teknis Penanaman Modal Asing. Pasal 1 UU No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA) menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan penanaman modal asing dalam Undang-undang tersebut hanyalah meliputi penanaman modal asing yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut. Dengan

kata lain penanaman modal asing yang diperbolehkan oleh UUPMA adalah investasi langsung (foreign direct invesment). Pengertian secara umum mengenai modal asing pada dasarnya adalah modal yang berasal dari luar negeri dan dimasukkan ke wilayah suatu negara untuk diinvestasikan lebih lanjut melalui berbagai kegiatan yang bersifat ekonomis (Lubis, 1987: 31). Batasan modal asing secara yuridis dapat dilihat dalam Pasal 2 UU No.1 tahun 1967 (UUPMA) yaitu: 1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia; 2. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan, yang dimasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia; 3. Bagian dari hasil perusahaan yang didasarkan Undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. Modal asing dalam kerangka UUPMA berdasarkan ketentuan Pasal 2 tersebut dapat disimpulkan, bahwa modal asing dapat berupa: 1. Berupa alat pembayaran luar negeri atau valuta asing (foreign exchange) yang terdiri dari uang kertas dalam bentuk mata uang asing, wesel, cek, dan lain-lain yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran internasional. 2. Berupa alat-alat, penemuan-penemuan, dan bahan-bahan. Bentuk kedua tersebut dapat berupa: 1. 2. Perangkat lunak (Software) seperti know how Perangkat keras (Hardware), seperti mesin-mesin, peralatan, bahan-bahan, disain yang berwujud atau teknologi.

Pasal 3 UUPMA menyatakan, bahwa perusahaan PMA yang dijalankan untuk seluruhnya atau sebagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk badan hukum menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Badan hukum tersebut harus berbentuk perseroan terbatas. Apabila terjadi sengketa hukum tidak akan menimbulkan persoalan rumit dengan persoalan pilihan hukum. Menurut Lubis (1987: 88) faktor yang sangat penting terhadap manfaat dan biaya investasi asing bagi negara penerima adalah suasana kebijakan negara penerima itu dimana perusahaan Penanaman Modal Asing menawarkan suatu paket produksi, manajemen, dan teknologi serta pemasaran sedangkan negara penerima

memaksimalkan pangsa pinjaman atas faktor-faktor tersebut sehingga konsisten dengan tujuan pembangunan dalam arti luas. Keberadaan modal asing bagi suatu negara (tidak terkecuali Indonesia) memang diperlukan sebagai pelengkap dalam pembangunan ekonomi nasional (Lubis, 1987: 88), hal ini sedikitnya ada dua alasan yaitu: Pertama: dalam hal investasi asing, banyak negara berupaya menghindarkan ketergantungan terhadap satu atau beberapa negara. Hal ini bukanlah sekedar menyadari kepekaan politik, sentimen nasional atau bahkan kekhawatiran terhadap manipulasi asing melainkan ada alasan-alasan penting secara ekonomis. Kedua: saat ini menurut pengamatan sementara kalangan, ada kecenderungan

perbedaan perilaku para penanam modal asing dari berbagai negara. Hal tersebut termasuk faktor-faktor seperti kecenderungan perusahaan untuk mengekspor, memasuki usaha-usaha patungan dan mengalihkan serta menyesuaikan teknologi. Kedua alasan tersebut sesuai dengan kondisi Indonesia dan dengan demikian kiranya bermanfaat mempelajari komposisi investasi asing berdasarkan negara asal. Hal ini terjadi pada perusahaan Jepang yang sejak Orde Baru merupakan negara yang

dominan dalam menginvestasikan dananya ke Indonesia yang meskipun pada 15 Januari 1974 terjadi demonstrasi massa yang menolak kehadiran modal asing di Indonesia. Hal ini merupakan latar belakang diberlakukannya investasi luar negeri di Indonesia, khususnya pada masa Orde Baru. Bentuk keterlibatan asing tersebut merupakan hal penting bagi Indonesia. Jarang sekali perusahaan dalam sektor manufaktur modern misalnya di Indonesia yang tidak memiliki ikatan komersiil dengan pihak asing kecuali untuk kegiatan tradisional yaitu industri makanan. Pengaturan komersial ini berkisar dari yang sederhana yaitu hubungan informal kadang-kadang mencakup bantuan pemasaranan teknologi sampai pada persetujuan lisensi dimana pemberi lisensi asing secara luas bertanggung jawab besar terhadap operasi perusahaan tersebut. Indikasi lain yang sangat mendekati tentang relatif pentingnya investasi asing langsung dan bentuk lain masuknya teknologi yaitu pola impor barang modal ke Indonesia. Kebanyakan valuta asing langsung berbentuk pembayaran peralatan modal dan mesin impor. Realisasi modal asing dalam bidang manufaktur merupakan bagian kecil dibanding impor barang modal.

C. Alih Teknologi dalam Investasi Asing Langsung di Indonesia Data mengenai investasi asing langsung dipergunakan secara luas sebagai indikator aktivitas perusahaan multi nasional. Dalam konsep, investasi asing langsung berhubungan dengan aliran dana yang menyertai keterlibatan manajerial dan pengawasan yang efektif. International Monetary Fund (IMF) memberikan batasan investasi asing langsung yaitu bahwa investasi itu dibuat dalam rangka memenuhi kepentingan abadi (selamanya) dalam operasi ekonomi perusahaan dengan tujuan dapat mengefektifkan suara dalam manajemen perusahaan:

Teori investasi langsung pada dasarnya adalah untuk mencari jawaban atas pertanyaan mengapa perusahaan-perusahaan melakukan investasi luar negeri langsung sebagai suatu bentuk keterlibatan internasional. Investasi luar negeri langsung biasanya dianggap bentuk lain pemindahan modal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan ataupun orang-orang dalam satu negara dalam aktivitas ekonomi negara lain yang melibatkan beberapa bentuk partisipasi modal di bidang usaha yang mereka investasikan. Investasi luar negeri langsung dapat dibandingkan dengan investasi portofolio yang tidak melibatkan partisipasi manajemen. Stephen Hymer menganggap bahwa investasi luar negeri langsung sebagai arus modal dalam kerangka teori neoklasik mengenai investasi riil yang sesungguhnya belum memuaskan. Ia mengajukan pendekatan organisasi industri yang menekankan peranan keunggulan-keunggulan (Advantages) khas perusahaan dan

ketidaksempurnaan pasar (Imperfection market). Mengalirnya investasi asing ke negara-negara ASEAN pada tahun 1970-an dan 1980-an tidak menunjukkan apa yang akan terjadi pada era 1990-an, meskipun tahun 1990-an untuk saat ini mencerminkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan investasi asing langsung (Direct foreign invesment) di wilayah tersebut. Alasan utama dari keberhasilan negara ASEAN tersebut dibandingkan dengan negara Asia serta negara berkembang lainnya adalah karakteristik kebijakan dan hukum yang secara bersama-sama mendukung pendekatan secara terpadu terhadap investasi asing langsung dan pembangunan disektor swasta. Keberhasilan perdagangan barang-barang ke luar negeri, sering diikuti dengan alih teknologi terhadap produsen asing (lokal), hal ini mendorong keyakinan pengusaha Amerika untuk mendirikan perusahaan atau melakukan investasi ke luar negeri.

Sifat dasar dan ruang lingkup mengenai masalah-masalah yang timbul dalam alih teknologi di negara berkembang tergantung pada bentuk, luas dan metode yang diambil atau dipakai untuk mengalihkan seperti masalah teknologi, ekonomi dan sistem hukum yang berlaku di negara penerima alih teknologi tersebut. Negara berkembang (termasuk Indonesia) hampir selalu membeli dan jarang sekali menjual teknologi. Negara berkembang (NB) mempunyai ketergantungan terhadap sumber-sumber eksternal mengenai pengetahuan teknologi dari pada negara maju. Berdasarkan pandangan kebijakannya, NB percaya bahwa ilmu, teknologi dan pengetahuan merupakan bagian dari warisan umat manusia dan harus serta dapat berharga bagi manusia dengan beberapa pembatasannya. Mereka juga berkeinginan untuk menghasilkan sebanyak mungkin teknologi yang dimilikinya atau paling tidak memakai teknologi yang tersedia sebagai dasar dalam perdagangan setelah melalui proses seleksi yang serius. Modal asing yang masuk ke Indonesia saat ini menunjukkan angka yang menggembirakan. Persetujuan BKPM terhadap proyek Penanaman Modal Asing sampai pada tanggal 15 September 1996 mencapai nilai US $ 13.853,5 juta atau 56,28 %. Angka tersebut lebih kecil jika dibandingkan nilai investasi asing yaitu; US $ 26.892,1 juta atau 67,37 %, hal ini dikarenakan tahun ini tidak ada mega proyek asing yang mengajukan permohonan investasi. Perusahaan-perusahaan modal asing (investasi asing langsung) di Indonesia dalam mengoperasikan perusahaannya menggunakan teknologi mulai dari teknologi ringan, menengah maupun tinggi. Jepang, Taiwan dan Korea sebagai contoh, mempergunakan teknologi rendah di bidang tekstil, tetapi di bidang produk-produk elektronik, kimia atau mesin, mereka menggunakan teknologi tinggi industri. B.N. Bhattasali menggambarkan, bahwa secara garis besar, teknologi dapat dialihkan melalui saluran-saluran sebagai berikut:

1.

Kerjasama antara dua negara atau lebih yaitu baik berupa pinjaman (kredit) atau bantuan.

2.

Kerjasama antara dua perusahaan. Melalui saluran ini, alih teknologi didasarkan atas kontrak; technical assistance contract, franchice, joint venture, license contract, management contract, technical international sub contracting. services, turn key contract,

3.

Kerjasama antara lembaga-lembaga international United Nations Centre on Transnational Corporation (UNCTC) membagi

kontrak-kontrak teknologi ke dalam dua kategori utama yaitu: Pertama, licencing agreements, kontrak semacam ini antara lain mencakup kontrak yang berkaitan dengan paten, know how, merek perdagangan dan franchise. Kedua, kontrak-kontrak yang berhubungan dengan bantuan teknik (technical assistance), yang termasuk dalam kategori kedua ini antara lain: turn key contract, contract for providing technical assistance, dan design and engineering contract. Perbedaan tersebut didasarkan pada tujuan kontrak, kewajiban para pihak, hubungan kontraktual dan cara-cara pembayaran teknologi yang dialihkan. Perbedaan utama kedua kategori tersebut terletak pada fakta, bahwa kontrak lisensi adalah suatu hak yang dilindungi, sedangkan kontrak-kontrak yang berkaitan dengan batuan teknik mempunyai karakteristik perjanjian jual beli. Setiap negara memerlukan alih teknologi yang tepat guna, agar dapat membawa kemajuan dan menyerap tenaga kerja. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam alih teknologi: 1. Mempekerjakan tenaga-tenaga ahli asing

Dengan cara ini, teknologi relatif mudah didapatkan, teknologi disini berupa teknik dan proses manufakturing yang tidak dipatenkan. Umumnya cara ini cocok untuk

industri kecil dan menengah, seperti berbagai macam industri engineering, makanan dan costumer good lainnya. 2. Menyelenggarakan suplai dari mesin-mesin dan sarana lainnya. Suplai ini dilaksanakan dengan kontrak tersendiri dan biasanya untuk peralihan operasional teknologi. Ada kalanya dalam kontrak ini dicantumkan ketentuan-ketentuan khusus seperti training yang ekstensif untuk tenaga-tenaga lokal atau bantuan suplier dalam plant operation. 3. Perjanjian lisensi atau kontrak lisensi Dengan cara ini pemilik teknologi mengalihkan teknologinya dengan jalan memberikan lisensi kepada pihak lain dalam ikatan perjanjian untuk melaksanakan teknologinya seperti lisensi paten, disain produk industri maupun merek. Berdasarkan kontrak teknologi atau cara-cara pengalihan teknologi yang disebut di atas, kontrak lisensi merupakan cara yang terpenting dan terefektif. Sebagai buktinya dapat dilihat pada investasi asing langsung Jepang ke Indonesia dari tahun 1981-1991 yaitu terdapat 157.25 alih teknologi dengan cara lisensi.

BAB III

PENUTUP

A.

Kesimpulan Secara teoritis, masuknya modal asing ke Indonesia dewasa ini ikut

mendorong bangkitnya penanaman modal dalam negeri dengan memperhatikan keunggulan mutlak maupun komparatifnya. Investasi asing tersebut merupakan salah satu bentuk perdagangan internasional, baik itu antara negara, negara dengan pihak swasta asing, maupun antara swasta lokal dengan swasta asing. Alih teknologi yang terjadi di Indonesia dalam rangka investasi asing langsung, ternyata tidak berjalan secara otomatis, artinya apa yang isyaratkan dalam pasal 11 dan 12 UUPMA tidak berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan bahwa pihak asing selalu berusaha mendapatkan keuntungan lebih dari investasi tersebut, sehingga alih teknologi yang dikehendaki oleh pihak nasional baru dapat direalisasikan apabila diadakan kontrak tersendiri untuk kepentingan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Asril Noer, Bidang-bidang Usaha yang Prospektif bagi PMDN/PMA dalam rangka GATT dan APEC, makalah pada seminar dua hari Pelaksanaan PP No. 20 tahun 1994 dan SK Menives No. 15 tahun 1994, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 9 Desember 1994. Erman Rajagukguk, Hukum Investasi, tidak diterbitkan, UI, Jakarta, 1995. Hal Hill, Investasi Asing dan Industrialisasi di Indonesia, cetakan pertama, LP3ES, Jakarta, 1991. J.G. Castle, A.L.C. de Mestral, W.C. Graham, The Canadian Law and Practice of International Trade with Particular Emphasis on Export and Import of Goods and Services, Emond Montgomery Publication Ltd, Toronto, Canada, 1991. Leonard J. Theberger, Law and Economic Development, Journal of International Law and Policy, Vol. 9. 231, 1980. M. Edhie Purnawan, Japanese Foreign Direct Invesment and Its Technology Transfer in Indonesia, Kelola, No. 10/IV/1995. Ralph H. Folsom, Michael Wallace Gordon, John A. Spanogle, Jr, International Business Transaction: A Problem Oriented Coursebook, West Publishing Co, St. Paul, Minn, 1995. Ridwan Khairandy, Pengaturan Hukum dan Implementasi man Modal Asing (PMA) Patungan (Joint Venture), Laporan Penelitian, Yogyakarta, tidak diterbitkan, 1993. Sue S. C. Tang, The Legislative Framework for Direct Foreign Invesment in ASEAN, ASEAN Economic Bulletin, Vol. 10 No. 2, November 1993. T. Mulya Lubis, Hukum dan Ekonomi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1987. WIPO, Licencing Guidefor Developing Countries, Geneva, 1977.

You might also like