You are on page 1of 32

Bab I Pendahuluan

Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani yaitu soma yang artinya tubuh dimana pada gangguan ini yang paling jelas terlihat adalah gangguan dan gejala pada kondisi fisik yang mengarah pada suatu kondisi medis tertentu, walaupun didalam pemeriksaan gejala dan kondisi fisik ini terbukti hasilnya negatif atau tidak dapat diketahui, dan dijelaskan sepenuhnya seperti kita mengetahui gangguan medis lainnya. Jadi gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapatditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya.Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan.Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untukonset, keparahan, dan durasi gejala.Gangguan somatoform adalah tidakdisebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan (Pardamean E,2007). Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejalafisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalah diagnosiskan menjadi somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IV ada 4 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan somatisasi, gangguan konversi dan gangguan nyeri somatoform (Iskandar Y,2009). Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (1istrionic), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujukdokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwaperlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. (PPDGJ III, 1993).

BAB II Tinjauan Pustaka


Definisi Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan, ditandai dengan keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidakdapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik (Nevid, dkk, 2005). Pada gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya.Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan. Etiologi Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolisme suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfernon dominan (Kapita Selekta, 2001). Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid, dkk, 2005): a. Faktor-faktor Biologis Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan somatisasi). b. Faktor Lingkungan Sosial Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti peran sakit yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.

c. Faktor Perilaku Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah: Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder). Adanya perhatian untuk menampilkan peran sakit Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan. d. Faktor Emosi dan Kognitif Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut: Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tandadari adanya penyakit serius (hipokondriasis). Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik(gangguan konversi). Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis). Manifestasi Klinis Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001).Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang

dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005). Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan. Gambaran keluhan gejala somatoform: Neuropsikiatri: - Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik ; - Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya Kardiopulmonal: - Jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati Gastrointestinal: - Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya Genitourinaria: - Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa Musculoskeletal - Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu Sensoris: - Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan membantu Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

Klasifikasi dan Diagnosis Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik

(sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan. Ada lima gangguan somatoform yang spesifik adalah:

Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ. Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis. Hipokondriasis ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu. Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebihlebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat. Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis.

DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan somatoform.

Undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang tidak digolongkan salah satu diatas, yang ada selama enam bulan atau lebih.

Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi : 1. 2. 3. 4. F.45.0 gangguan somatisasi F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci F.45.2 gangguan hipokondriasis F.45.3 disfungsi otonomik somatoform

5.
6. 7.

F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap F.45.8 gangguan somatoform lainnya F.45.9 gangguan somatoform YTT DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh. Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan somatisasi dan hipokondriasis. F. 45.0 Gangguan Somatisasi Definisi Gangguan somatisasi ditandai oleh banyaknya gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan melibatkan sistem organ yang multipel (sebagai contoh, gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini adalah kronis (dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun) dan disertai dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan. Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau pekerjaan. Gangguan ini merupakan pasien-pasien yang terutama menunjukkan keluhan somatis yang tidak dapat dijelaskan dengan adanya gangguan depresif, anxietas atau penyakit medis. Ada dua gangguan yang termasuk dalam kelompok gangguan somatoform: pertama, yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran bahwa gejala yang ada merupakan bukti adanya penyakit (hipokondriasis) atau deformitas (dismorfofobia), dan kedua, yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran tentang gejala somatik itu sendiri (antara lain gangguan somatisasi, disfungsi autonomik persisten, dan gangguan nyeri somatoform

persisten).5 Gambaran somatisasi telah dikenal sejak zaman mesir kuno.Nama awal untuk gangguan somatisasi adalah histeria, suatu kedaan yang secara tidak tepat diperkirakan hanya mengenai wanita. Kata histeria didapatkan dari bahasa yunani untuk rahim, hystera.,2, 5 Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ yang berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem menstruasi/seksual, orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik, gastrointestinal, genitourinaria, kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan ke dokter.Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan pelayanan medis. Keluhankeluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui. Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesarbesarkan, dan orang itu sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama. 2.5.2 Etiologi Penyebab gangguan somatisasi belum diketahui dengan pasti tetapi banyak teori telah diajukan untuk menjelaskan penyebab somatisasi yaitu:
1. Neurologis

Pengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik yang masuk menyebabkan gangguan pada proses atensional.
2. Psikodinamik

Somatisasi merupakan suatu mekanisme pertahanan.

3. Perilaku Somatisasi merupakan suatu perilaku yang dipelajari sehingga pendorong-pendorong

lingkungan melestarikan perilaku sakit yang abnormal.Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain. 4. Sosiokultural Cara-cara benar menghadapi emosi dan perasaan-perasaan ditetapkan oleh budaya. Teori-teori ini satu sama lain tidak eksklusif, dan kemungkinan somatisasi merupakan suatu fenomena komplek dengan banyak faktor resiko yang memainkan penyebabnya. Pada seorang pasien tertentu, tiga kesatuan atau kelompok faktor berikut dapat ditemukan: a. Faktor predisposisi Termasuk karakteristik biologi, perkembangan, kepribadian, dan sosiokultural pasien. Teori bahwa somatisasi disebabkan oleh pengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik yang masuk (inhibisi kortikufugal). b. Faktor pencetus Termasuk peristiwa-peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres (misal: penyakit) dan konflik antar pribadi. c. Faktor penunjang Termasuk interaksi-interaksi antar pasien, keluarga dan dokter dan sistem sosial. Keuntungan finansial dan bentuk-bentuk lain keuntungan sekunder memperkuat somatisasi, demikian pula faktor-faktor iantrogenik seperti pengujian yang tidak perlu, efek samping obat, dan komplikasi pemeriksaan pemeriksaan invasif.9

2.5.3

Epidemiologi 1) Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda 2) Rasio tertinggi usia 20- 30 tahun 3) Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (berisiko

10-20 kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat)

Penyakit ini sering didapatkan, berkisar antara 2-20 dari 1000 penduduk.Lebih banyak pada wanita. Pasien pada umumnya mempunyai riwayat keluhan fisik yang banyak. Biasanya dimulai sebelum berumur 30 tahun.Sebelumnya pasien telah banyak mendapat diagnosis, makan banyak obat, dan banyak menderita alegi. Pasien ini terus mencari penerangan medis untuk gejala yang dideritanya dan bersedia untuk melakukan berbagai test medis, pembedahan, uji klinik, walaupun dia tahu hal tersebut jarang yang memberikan hasil, biasanya hasilnya adalah normal, atau ada gangguan kecil.10 Fenomena ini dapat berupa spectrum yang ringan yang akan memperberat gangguan somatisasi, pasien yang benar benar masuk kriteria biasanya telah hidup dengan didominasi dengan pengalaman medik dan mungkin telah mengalami gangguan hubungan interpersonal. Riwayat keluarga biasanya menunjukkan hal yang sama terutama pada wanita, dan riwayat anti sosial pada pria.10
2.5.4 Gambaran Klinis

Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulangulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi.8 2.5.5 Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatisasi Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut: 1) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun. 2) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada

kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya. 3) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya. atau: 1) Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun yang terjadi selama periode beberapa tahun dan menyebabkan individu tersebut mencari penanganan atau gangguan yang bermakna pada fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya. 2) Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, yaitu: a) 4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi) b) 2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan) c) 1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan). d) 1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan). 3) Salah satu 1) atau 2): a) Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria 2) tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol) b) Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan social atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium. 4) Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan

atau pura-pura). 2.5.6 Tatalaksana Pada gangguan somatisasi, tujuan pengobatannya antara lain: 1) Mencegah nyata. 2) Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu. 3) Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi). Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial : 1) Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama 2) Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3) Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah social Berikut adalah penanganan pada gangguan somatisasi. 1. Farmakoterapi Tidak ada percobaan klinis terapi obat yang adekuat untuk somatisasi primer. Obatobat yang yang efektif dalam situasi-situasi sebagai berikut : a. Gejala-gejala spesifik yang sulit disembuhkan seperti nyeri kepala, mialgia, dan bentuk-bentuk penyakit kronik lainnya dapat hilang dengan antidepresan trisiklik. Demikian pula pasien-pasien cemas dengan terapi aprazolam, benzodiazepin, atau beta-bloker. Walaupun pasien-pasien tersebut tidak memnuhi kriteria gangguan panik atau kecemasan. b. Obat-obat simtomatik murni (misal: analgetik, antasida)
2.

adopsi

dari

rasa

sakit,

invalidasi

(tidak

membenarkan

pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan

Konsultasi psikiatrik

Kita harus merujuk pasien pada suatu pelayanan hubungan konsultasi atau kepada seorang dokter ahli jiwa.konsultasi mengakibatkan intervensi psikiatrik jangka pendek selain strategi-strategi penatalaksanaan yang dianjurkan oleh dokter di perawatan primer. Pasien dengan somatisasi kronik berat mungkin mendapatkan perbaikan dengan program-program terapi rawat inap.9 3. Strategi penatalaksanaan Terapi perilaku kognitif (CBT, cognitive behavior therapy) akan bermanfaat jika diadaptasi untuk keluhan somatisasi utama. Pasien mungkin perlu dibantu untuk mengenali dan mengatasi stresor sosial yang dialami.5 Terapi kognitif-behavioral, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara menyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas Terapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan untuk menangani stress, dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seseorang.Terapi ini berusaha untuk membantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya. Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik : 1) Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2) Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi 3) Anti anxietas dan antidepresan

2.5.7

Prognosis Sebagian besar pasien dengan gejala-gejala somatik fungsional sembuh tanpa intervensi khusus. Faktor-faktor yang lebih prognostik antara lain awitan yang akut dan durasi gejala yang singkat, usia muda, kelas sosioekonomi tinggi, tidak ada penyakit organik, dan tidak ada gangguan kepribadian. Prognosa jangka panjang untuk pasien gangguan somatisasi dubia ad malam, dan biasanya diperlukan terapi sepanjang hidup.Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.Bila somatisasi merupakan sebuah topeng atau gangguan psikiatrik lain, prognosanya tergantung pada prognosis masalah primernya. Gejala-gejala konversi mempunyai prognosis yang lebih baik.Gejala-gejala ini mungkin dapat hilang secara spontan bila sudah tidak diperlukan lagi atau berespons baik terhadap psikoterapi spesifik.9

F.45.1 Gangguan Somatoform Tak Terperinci Etiologi Tidak diketahui Epidemiologi Pada Amerika Serikat bervariasi pada 10%-12% terjadi pada usia dewasa dan sekitar 20% menyerang wanita. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang tak terperinci Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akantetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasitidak terpenuhi; Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas,akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya. atau : - Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan gastrointestinal atau saluran kemih)

- Salah satu (1) atau (2) Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskansepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dari suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat,atau alkohol): Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium. - Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis ataugangguandalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi pentinglainnya. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan. - Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik. - Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura. Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial Aksis I: Gangguan somatoform Tak Terperinci Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III Aksis IV: Aksis V: GAF Scale 61-70 Tatalaksana Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan

bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata).
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, tata laksana, dan

pengobatan. 3. kondisi. Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid memperparah

1. Pengobatan yang konsisten yang ditangani oleh dokter yang sama 2. Jadwal teratur dengan interval waktu kedatangan yang memadai

3.

Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala personal dan masalah sosial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik


1. Hanya diberikan bila indikasinya jelas

2. 3. Prognosis

Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi Anti anxietas dan antidepressant (kalau perlu)

Bervariasi, karena prognosisnya bergantung pada gejala yang lebih dominan. F.45.2 Gangguan Hipokondriasis Definisi Hipokondriasis adalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar medis untuk keluhan yang ditemukan.Berbeda dengan gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang sering menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien takut untuk makan obat karena dicurigai dapat menambah keparahan dari sakitnya. Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa symptom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut menetap meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidakberdasar. Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat terjadi di usia berapapun. Penderita hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri.Berbeda dengan gangguan konversi yang biasanya ditemukan sikap ketidak pedulian terhadap gejala yang muncul, penderita hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada gejala dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan. Pada gangguan ini, penderita menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam

sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan gejala fisik dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Mereka memiliki kekhawatiran lebih lanjut akan kesehatan, cenderung kea rah gejala psikiatrik, dan mempersepsikan kesehatan yang lebih buruk daripada orang lain. Sebagian besar penderita juga memiliki gangguan psikologis lain, terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan. Pada masa kanak-kanak biasanya penderita hipokondriasis sering sakit, sering membolos karena alasan kesehatan, maupun mengalami trauma masa kecil seperti kekerasan seksual atau fisik. Etiologi Menurut DSM IV, kriteria diagnostik hipokondriasis dinyatakan bahwa gejala mencerminkan misinterpretasi gejala-gejala tubuh. Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa orang hipokondriakal meningkatkan dan membesarkan sensasi somatiknya, mereka memiliki ambang dan toleransi terhadap ganggguan fisik yang lebih rendah. Penderita hipokondriakal mungkin berpusat pada sensasi tubuh, salah menginterpretasikannya karena skema kognitif yang keliru. Walaupun beberapa studi kasus yang diduga terkait dengan suatu hipokondriasis, sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab dari hipokondriasis.1 Teori yang kedua bahwa hipokondriasis dapat dimengerti berdasarkan model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan peranan sakit oleh seseorang yang mendapatkan masalah berat dan tidak terpecahkan. Peranan sakit menawarkan suatu jalan keluar, karena penderita dibiarkan menghindari kewajiban yang menimbulkan kecemasan dan menunda tantangan yang tidak disukai dan ditolerir dari kewajibannya.1 Teori ketiga penyebab hipokondriasis adalah bentuk varian dari gangguan mental lain. Gangguan yang paling sering dihipotesiskan berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan kecemasan. Diperikirakan 80 persen pasien dengan hipokondriasis diperkirakan memiliki gangguan depresif atau gangguan kecemasan yang ditemukan bersama-sama. 1 Teori keempat tentang hipokondriasis adalah bidang psikodinamika, yang menyatakan bahwa harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain dipindahkan

(melalui represi dan pengalihan) kepada keluhan fisik. Kemarahan pasien hipokondriakal berasal dari kekecewaan, penolakan dan kehilangan di masa lalu tetapi pasien mengekspresikan kemarahannnya dengan meminta pertolongan dan perhatian dan selanjutnya menolak karena ketidak puasan. Hipokondriasis juga dipandang sebagai rasa bersalah, rasa keburukan yang melekat, suatu ekspresi yang rendah dan tanda perhatian terhadap diri sendiri (self-concern )yang berlebihan. Nyeri dan somatik selanjutnya dialami sebagai hukuman yang dapat diterimanya atas kesalahan di masa lalu (baik nyata maupun khalayan) dan perasaan jahat dan memalukan.1 Epidemiologi Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria sama Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, harus memenuhi dua syarat: Keyakinan yang menetap sekurang-kurangnya satu penyakit fisik serius melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang tidak memenuhi keluhan penderita, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya belum ke taraf waham. Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis: - Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru. - Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat. - Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh). - Preokupasi menyebabkan manifestasi klinis yang bermakna atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain selama sekurangnya 6 bulan gangguan. - Preokupasi tidak dapat disamakan dengan oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau

gangguan somatoform lain. Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial Aksis I: Gangguan somatoform, hipokondriasis Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III Aksis IV: Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang Tatalaksana Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan

bahwa gejala hanya ada dalam pikiran.


2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis dan pengobatan

yang tidak perlu. 3. kondisi) Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, pada dokter yang sama 2. Jadwal teratur dengan interval waktu kedatangan yang memadai

Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah

3. 4. 1. 2.

Terapi difokuskan ke gejala personal dan sosial. Therapi kognitif-behaviour Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan SSRI (Fluoxetine 60-80

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

mg/ hari)dibandingkan dengan obat lain. Prognosis 10 % pasien sembuh, 65 % berlanjut menjadi kronik dengan onset yang berfluktuasi, 25 % prognosisnya buruk.

F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform Kriteria diagnostik yang diperlukan : - Ada gejala berulang seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang sifatnya menetap dan mengganggu - Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas) - Preokupasi dengan dan penderitaan (distres) mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius dari sistem atau organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaanpemeriksaan berulang, maupun penjelasan-penjelasan dari beberapa dokter; - Tidak adanya gangguan yang bermakna pada struktur/fungsi dari sistem/organ yang dimaksud - Tambahan kriteria: F.45.30 = Jantung dan Sistem Kardiovaskular F.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian Atas F.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian Bawah F.45.33 = Sistem Pernapasan F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria F.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap Definisi Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Wanita lebih sering mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya secara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau berlangsung bertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikian tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya (Tomb, 2004). Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih rinci dalam memberikan gambaran sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi bertambah sakit atau sebaliknya (Adler et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah bertindak sebaliknya.

Etiologi Tidak diketahui

Epidemiologi Terjadi pada semua tingkatan usia, di AS 10-15% pasien datang dengan keluhan nyeri punggung. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri - Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis; - Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. - Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannya nyeri. - Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura). - Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia. Contoh Penulisan Diagnosis Multiaksial Aksis I: gangguan somatoform, nyeri menetap Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II Aksis III: tidak ada Aksis IV: Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

Tatalaksana Tujuan pengobatan


1. Meringankan rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala

hanya terdapat pada pikiran tidak pada kenyataan. 2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu 3. kondisi) 4. 5. Jika nyerinya akut (<6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas timbul indikasi pemberian obat simptomatik apabila terdapat nyeri akut. tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial 1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama 2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. 4. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitifMelakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah

behavioural Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. 3. 4. Prognosis : Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan,cenderung buruk (cenderung menjadi kronik). F.45.8 Gangguan Somatoform Lainnya Pedoman Diagnostik : - Keluhan yang ada tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pada bagian Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi Akut: acetaminophen dan NSAIDS atau sebagai tambahan pada opioid Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID

tubuh/sistem tertentu - Tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan - Termasuk di dalamnya, pruritus psikogenik, globushistericus(perasaan ada benjolan di kerongkongan >>> disfagia) dan dismenore psikogenik F.45.9 Gangguan Somatoform YTT (Yang Tidak Tergolongkan) Gangguan somatoform YTT merupakan kategori untuk pasien yang memiliki gejala diperkirakan sebagai gangguan somatoform tetapi tidak memenuhi kriteria spesifik untuk salah satu jenis gangguan somatoform. Bisa jadi pasien tersebut memiliki gejala yang tidak ada pada kategori lain seperti pseudocyesis atau tidak memenuhi kriteria waktu 6 bulan4. Kriteria Diagnosis kategori Gangguan somatoform tidak tergolongkan (somatoform disorders not otherwise specified) berdasarkan DSM-IV TR antara lain4 :
a. Pseudocyesis. Suatu kepercayaan yang salah bahwa diri sedang hamil diikuti tanda

obyektif kehamilan seperti pembesaran abdomen, berkurangnya aliran mens, amenorea, sensasi subjektif gerakan fetal, mual, perbesaran dan sekresi payudara, nyeri seperti mau melahirkan pada hari perkiraan kelahiran. Dapat terjadi perubahan endokrin tetapi tidak dapat dijelaskan melalui penjelasan medis umum seperti adanya tumor pensekresi hormon b. Gangguan melibatkan gejala hipokondriasis non-psikotik dengan durasi kurang dari 6 bulan
c. Gangguan melibatkan gejala fisik yang tak dapat dijelaskan dalam durasi kurang

dari 6 bulan dan bukan disebabkan gangguan mental lain.

Tambahan DSM IV Gangguan Konversi Definisi Suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini dinamakan konversi karena

terdapat keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang ditunjukkan ke simptom fisik. Gejala-gejala itu tidak dibuat secara sengaja atau yang disebut malingering. Gejala fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Misalnya tangan seorang tentara dapat menjadi lumpuh saat pertempuran yang hebat. Menurut psikoanalisa Freud dinamakan gangguan konversi karena terdapat keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simptom fisik.Gangguan ini sebelumnya disebut neurosis histerikal atau histeria Menurut DSM IV gejala konversi menyerupai kondisi neurologis atau medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik yang tidak disadari atau fungsi sensoris. Beberapa gejala klasik melibatkan kelumpuhan, epilepsi, masalah dalam koordinasi, kebutaan, dan tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), kehilangan indra pendengaran atau penciuman, atau kehilangan rasa pada anggota badan (anastesi). Gejala-gejala tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi sering tidak sesuai dengan kondisi medis mereka misalnya konversi epilepsi, tidak seperti pasien epilepsi, dapat mempertahankan kontrol pembuangan saat kambuh; konversi kebutaan merupakan orang yang penglihatannya mengalami hendaya tetapi dapat berjalan ke RS tanpa membentur benda; orang yang tidak mampu berdiri atau berjalan tetapi dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal. Etiologi - Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan Freud: mengatakan bahwa seseorang mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan dari kesadaran. - Teori behavioral, Ullman&Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), terjadi karena individu mengadopsi gejala untuk mencapai suatu tujuan. Individu berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik.

Epidemiologi Terjadi 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada anak-anak akhir hingga dewasa awal. Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan setelah 35 tahun. Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi Ciri-ciri diagnostik dari gangguan konversi adalah sebagai berikut: Paling tidak terdapat satu gejala atau defisit yang melibatkan fungsi motorik atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya gangguan fisik. Diperkirakan terdapat hubungan antara factor psikologis dengan gangguan tersebut karena onset atau kambuhnya gejala fisik terkait dengan munculnya Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan gejala fisik tersebut atau berpura-pura memilikinya dengan tujuan tertentu. gejala tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola respon, juga tidak dapat dijelaskan dengan gangguan fisik apa pun melalui landasan pemeriksaan yang tepat. Gejala menyebabkan tekanan emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau lebih area fungsi, seperti fungsi social, pekerjaan, atau pelayanan kesehatan. Gejala tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual, juga tidak disebabkan oleh gangguan mental lain. Akan tetapi, beberapa orang dengan gangguan konversi menunjukkan ketidakpedulian yang mengejutkan terhadap gejala-gejala yang muncul, yang disebut fenomena la belle indifference (ketidak pedulian yang indah). Tatalaksana Tujuan pengobatan 1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata 2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)Khususnya menghindari pembedahan

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial 1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama 2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. 4. 5. 6. pasien Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. 3. Prognosis Baik, jika onset awal ada faktor presipitasi yang jelas, intelegensia masih baik, segera dilakukan pengobatan. Prognosis buruk jika terjadi hal sebaliknya. Gangguan Dismorfik Tubuh Definisi Gangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder) ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuhmengalami cacat. Orang dengan gangguan ini terfokus pada kerusakan fisik yang dibesar-besarkan dalam hal penampilan. Mereka dapat menghabiskan waktu lama untuk memeriksakan diri di depan cermin dan mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, seperti menjalani operasi plastik yang tidak dibutuhkan, menarik diri secara sosial bahkan diam di rumah saja, sampai pada pikiran-pikiran untuk bunuh diri. Orang dengan gangguandismorfik tubuh sering menunjukkan pola berdandan atau mencuci, atau menata rambut secara kompulsif, dalam rangka mengoreksi kerusakan yangdipersepsikan. Contoh lain, seseorang merasa wajahnya seperti piringan,terlalu rata, sehingga tidak mau difoto. Mereka dapat melakukan apa sajauntuk memperbaiki keadaan yang rusak tersebut. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik) Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial Akut: yakinkan, sugesti pasien untuk mengurangi gejala Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik), hipnoterapi, behavioural terapi Kronik:Eksplorasi lebih lanjut mengenai konflik yang bersifat interpersonal pada

Pada gangguan dismorfik tubuh, individu diliputi dengan bayangan mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka. Membuatnya bisa berlama-lama berkaca di depan cermin memandang bentuk tubuh yang dianggapnya kurang, sering pasien mendatangi spesialis bedah dan kecantikan. Etiologi Tidak Diketahui Epidemiologi Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja,dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia sosial, gangguan kepribadian (Phillips&McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring,2004). Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh - Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukans edikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut menjadiberlebihan. - Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi pentinglainnya. - Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh padaanorexia nervosa).

Tatalaksana Tujuan pengobatan 4. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata 5. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu 6. kondisi) 7. Khususnya menghindari pembedahan Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial 1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama 2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. 4. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial Terapi kognitif-behavioural Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. 3. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriacal dengan SSRI (Fluoxetine 60-80

mg/ hari)dibandingkan dengan obat lain Prognosis Bervariasi

Pendekatan Penanganan Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguansomatoform adalah sebagai berikut: - Penanganan Biomedis Pada penanganan biomedis dapat digunakan antidepresan yang terbatasdalam menangani hipokondriasis yang biasanya disertai dengan depresi. - Terapi Kognitif-Behavioral Terapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping untuk mengatasi stres, dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seseorang. Terapi ini berusaha untukmengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk membantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya. Terapi kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform, membantu

belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yanglebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.

Bab III Penutup


Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapatditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejalafisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya. Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi:gangguan somatisasi, gangguan somatoform tak terperinci, gangguan hipokondriasis, disfungsi otonomik somatoform, gangguan nyeri somatoform menetap, gangguan somatoform lainnya, dan gangguan somatoform YTT. Sedangkan pada DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry vol.2 Wiguna, Imade (editor). 1997. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Jakrta: BinanupaAksara. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : FakultasKedokteran Departemen Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan

6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.

Universitas Tanjungpura. DiagnosisGangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat JenderalPelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta 5. 6. :Jakarta 7. Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam RangkaMenyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. IkatanDokter Indonesia Cabang Jakarta Barat. 8. Tomb, D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan.Airlangga Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga University Press : Surabaya

Diagnosis Banding Gangguan Somatoform


Kk Kelainan fisik/cemas irasional tentang sakit/ penampilan

ya
Keluhan fisik dapat dijelaskan dengan penyakit umum dan keluhan tidak lebih dari yang diharapkan

P Penyakit Umum
S Spesifik (bukan gangguan Ya somatoform

aF

Faktor Psikologik ya memperburuk penyakit

AaFAKTOR PSIKOLOGIK MEMPENGARUHI ya PENYAKIT UMUM

tidak
AA Gejala fisik sengaja dibuat Tidak ada intensif dari luar

ya tidak

GANGGUAN BUATAN

ya

ya

BERPURA-PURA

Riwayat keluhan fisik berulang dengan sedikitnya 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala seksual dan 1 gejala

ya tidak tidak ya

GANGGUAN SOMATISASI

Gejala atau deficit mempengaruhi fungsi motorik / sensorik

tidak

GANGGUAN KONVERSI

ya

tidak
Gejala atau deficit mempengaruhi tidak fungsi seksual DISFUNGSI SEKSUAL

ya tidak
Nyeri merupakan keluhan utama, dan faktor psikologik berperan penting

ya

tidak

GANGGUAN NYERI SOMATOFORM

Kelainan fisik lain sedikitnya berlangsung selama 6 bulan

GANGGUAN SOMATOFORM TAK TERINCI

ya
Preokupasi dengan gagasan sakit serius Kepercayaan seperti waham

tidak
HIPOKONDRIASIS

ya tidak Psikotik Lihat silsilah gangguan

ya
jPr Preokupasi dengan kelainan penampilan GANGGUAN DISMORFIK TUBUH

tidakjuga lihat silsilah

(jika taraf waham

gangguan psikotik

tid ya
As Gejala somatoform yang bermakna secara klinis yang tidak memenuhi tidak kriteria gangguan somatoform spesifik GANGGUAN SOMATOFORM YTT

S Bukan gangguan somatoform (gejala somatoform yang tidak bermakna secara klinis)

You might also like