You are on page 1of 9

Tentang Filologi

Halaman ini menyajikan sekelumit artikel tentang Filologi, yang diambil dari makalah, paper, ataupun sumber lain.
Halaman Muka Artikel Tentang Linguistik Tentang Sastra Tentang Filologi Arsip KMSN

SERAT AJISAKA Sebuah Tinjauan Singkat Secara Filologis

1. Pendahuluan Kajian tentang penanganan serta pembacaan dan analisis karya-karya klasik di Indonesia, mau tidak mau harus mengadopsi sebuah disiplin ilmu dari para sarjana barat. Adapun disiplin ilmu tersebut adalah Filologi atau dalam istilah bahasa Inggrisnya disebut Philology. Berdasarkan pengertian secara harfiahnya istilah ini adalah pecinta kata-kata1[1]. berasal dari kata latin Philos dan logos2[2]. Itulah sebabnya filolog selalu asyik dengan kata-kata atau teks. Kata-kata dipertimbangkan, dibetulkan, diperbandingkan,dijelaskan asal-usulnya dan sebagainya, sehingga jelas bentuk dan artinya3[3] . Meskipun pada awal perkembangannya filologi selalu ditekankan pada kajian serta telaah teks Injil baik perjanjian lama maupun perjanjian baru, namun karena dipandang berhasil dalam memecahkan masalah penelusuran naskah asli dari sekian banyak turunannya, maka ruang lingkup kajian tentang teks ini terus berkembang, tidak hanya pada teks-teks yang dipandang mempunyai nilai agamis (sacral text) namun pada setiap teks peninggalan masa lalu dalam bentuk arkaisnya dengan kakhasan

1[1] Robson (1994 ; 12). 2[2] Philos, mencintai dan logos ilmu, kemudian diartikan pecinta kebijaksanaan atau kata-kata. 3[3] Djamaris, Edwar (2002 ; 6).

ciri masing-masing. Pada dasarnya dalam filologi yang terpenting adalah bagaimana sebuah teks yang kuno dengan aksara serta bahasa yang sudah mati menjadi hidup, terbaca dan terkuak isinya. Untuk mencapai tujuan itu tentu saja harus melalui cara atau metode, cara ini terdiri dari beberapa langkah antara lain ; studi katalog, inventarisasi, deskripsi, pengurangan, suntingan, telaah, catatan, dan terjemahan. Namun pada tahap penangannya langkah ini terbagi dua. Pertama penelitian filologi yang berfokus pada teks disebut kritik teks (textual criticism) atau tekstologi (textology). Kedua penelitian filologi yang berfokus pada naskahnya atau bahan yang digunakan untuk menuliskan teks itu, disebut kodekologi (codexology)4[4]. Dalam kaitannya dengan kritik teks, Reynolds dan Wilson menekankan pada dua tahapan, pertama resensi yaitu tahap (1) untuk menentukan hubungan antar teks yang selamat satu dengan lainnya. (2) untuk mengurangi pertimbangan yang diperoleh dengan sendirinya dari naskah yang selamat lain dan oleh karena itu tidak mempunyai nilai yang bebas. (eliminatio,codicum descriptorum), dan (3) untuk memakai penentuan hubungannya yang tersisa (idealnya terlihat dalam bentuk stemma codicum atau pohon silsilah) untuk merekonstruksi naskah yang hilang atau naskah yang turun dari saksi utuh. Kemudian langkah yang kedua terdiri ; pengujian apakah termasuk teks yang asli atau bukan (examinatio), jika bukan maka tugas kita memperbaikinya (emendatio) kesalahan5[5]. Menurut Robson ada dua hal yang harus dilakukan agar sebuah karya sastra klasik terbaca/dimengerti yaitu dengan menyajikan dan menafsirkannya 6[6]. Kedua proses tersebut merupakan aktivitas yang tak bisa dilepaskan keberadaannya satu dan lainnya. Proses penyajian naskah dari bahan mentah dengan
4[4] Ibid. h.7 5[5] Reynolds & Wilson, (1974 ; 186-187). 6[6] Ibid. Robson

hal

ini

bisa

dilakukan

dengan

memisahkan

berbagai tingkat kesukaran yang ada kemudian baru proses penafsiran dimulai untuk menguak apa yang terkandung dalamnya Dari beberapa langkah penanganan teks, pada akhirnya tetap bermuara akhir pada sebuah teks yang terbaca. Baik teks tersebut merupakan sebuah teks hasil perbaikan karena disana-sini terdapat tambal sulam ataukah teks yang bebas mengaktualisasikan dirinya dalam bentuk yang lebih memungkinkan tersentuh dan terbaca oleh khalayak, tanpa kehilangan jatidirinya sebagai sebuah teks yang otonom7[7]. di

2. Desksripsi singkat serat Ajisaka kode naskah SK.118[8]. Judul Bentuk gubahan Panjang naskah Lebar naskah Tebal naskah Panjang teks Lebar teks Bahasa Huruf Sikap Goresan Warna tinta Koleksi Sanabudaya Yogyakarta. Dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 1 Museum Sonobudoyo Yogyakarta suntingan behrend, naskah ini diberi judul Serat Ajisaka. Meskipun pada h.i tertulis dalam aksara
7[7] Otonom yaitu dimana posisi teks benar-benar mewakili apa adanya ia dengan segala kelebihan serta kekurangannya, hingga ia bisa terbebas dari vonis naskah yang tidak berwibawa ataupun naskah yang harus disisihkan. Kecuali naskah tersebut berisi teks-teks keagamaan (sacral text). 8[8] Behrend, (1990 ; 11). Dengan kode naskah S 11

: Serat Panji : puisi (macapat) : 32,5 cm : 21 cm : 3,5 cm : 29 cm : 19 cm : Jawa / Jawa bercampur Melayu : Jawa : tegak / miring : sedang / tipis : hitam : Perpustakaan Museum Negeri

Jawa Punika serat Panji, Kagunganipun Bendara Raden Ayu Kaptin, ing Ngayogya,1802. Sebetulnya Naskah ini tergolong unik karena di dalamnya terdapat tiga jenis tulisan dari tiga orang yang berbeda, selain itu di naskah ini juga dijumpai penggunaan bahasa melayu ; Bait 12 pupuh Dhandhanggula ; // Siniwaka kapapak waduaji/ para ratu sayid lan ambiya/ pra ngalimulana akeh/ angandika sang prabu/ tuwan-tuwan para sayidi/mulana waliullah/ kita minta tulung/ niyan tanah pulo Jawa/ teluh jahat sudah kali dua kami/ angreksa itu orang // Bait 13 pupuh Dhandhanggula ; // Tuwan samya dedunga myang Widi/ beta minta jimat dengan tumbal/ donga besar-besar kabeh/ sampun asudah unjuk/ heh nakoda dengen bupatih/ lu lagi pegang Jawa/bawa tumbal itu/orang duwa kasih sembah/ sudah mesat tak liyat jalan apatih/ nakoda dapat Jawa //. Selain itu isi dari naskah ini hampir menyerupai kronik sejarah dari Sanghyang Ngatunggal sampai pada banjaransari sampai galuh-mataram. Hal ini semakin jelas dengan adanya daftar isi pada h.ix. yang menurut behrend merupakan tulisan tambahan dari orang lain yang bukan penyalinnya. Kondisi naskah ini cukup bagus secara fisik belum ada kerusakan, hanya saja sampul naskah patah padahal terakhir penulis menyunting kondisinya masih bagus tapi satu hari kemudian sudah patah dua. 3. Deskripsi singkat serat Ajisaka kode naskah PB.A 369[9]. Judul Bentuk gubahan Panjang naskah Lebar naskah Tebal naskah Panjang teks Lebar teks
9[9] Behrend, (1990 ; 11). Dengan kode naskah S 16.

: Serat Ajisaka : puisi (macapat) : 31,5 cm : 20 cm : 3,15 cm : 25,5 cm : 14 cm

Bahasa Huruf Sikap Goresan Warna tinta Koleksi Sanabudaya Yogyakarta.

: Jawa : Jawa : miring : tebal : hitam memudar (mbleber) : Perpustakaan Museum Negeri

Naskah ini pada awalnya dikoleksi oleh Panti Boedojo, hal ini nampak pada cap dengan tinta merah dilembar pertama naskah pojok kiri atas. Sampul naskah sudah mengalami perbaikan, kondisi kertas sudah rapuh ujung-ujungnya sudah mulai patah, kondisi tinta pada tulisan sudah mulai mbleber hingga tulisan seolah berbayang.

4. Suntingan singkat teks Ajisaka SK 11 dan teks Ajisaka PB.A 36 ; 1. Dasar-dasar penyuntingan teks Penyuntingan teks Ajisaka SK 11 dan teks Ajisaka PB.A 36 merunut pada ejaan yang disempurnakan untuk penulisan latin bahasa daerah. Adapun beberapa prinsip dasar penyuntingannya adalah sebagai berikut ; a. Penyajian teks dalam bentuk Scriptio Continua 10[10], yaitu dengan membuat pemisahan huruf berdasarkan pemisahan kata sesuai dengan ungkapan bahasanya dalam huruf latin. Gustiallahkarsaamijeni gusti allah arsa amijeni. Nagrijawakangkinaryamarga nagri jawa kang kinarya marga b. Huruf h pada awal kata tidak ditulis apabila huruf h tersebut merupakan anuswara untuk menuliskan vokal diawal kata yang bukan ditulis dalam huruf swara.
10[10] Suastika, (1997;51).

Hamijeni amijeni. Hinggih inggih. Bahe bae Kahe kae c. Huruf h tetap ditulis jikalau kata tersebut memang memiliki h utuh. Heh heh d. Variasi ejaan antara b dan bh; d dan dh; t dan th disederhanakan dengan menuliskan b dan bh menjadi b; d dan dh menjadi d; t dan th menjadi t. Pandhita pandita Dhuk duk Dhumateng dateng Prabhu pra e. Teks Ajisaka SK.11 dan teks Ajisaka PB.A 36 disunting dalam huruf latin bait demi bait, berdasarkan jumlah baris dalam sesuai pupuh-pupuh. f. Tanda-tanda bacaan pada suntingan teks Ajisaka SK.11 dan teks Ajisaka PB.A 36, misalnya tanda awal dan akhir bait (//), ganti baris (/). Tanda ditambahkan. [....] tanda huruf atau kata yang dihapus pada bacaan. <....> apabila teks tidak terbaca serta kemungkinan dibacanya. a. Huruf kapital dipakai untuk nama diri atau orang, tempat dan awal bait. Allah, Adam, Kedu. 5. Suntingan teks Ajisaka SK.11 Pupuh II Dhandhanggula // Gusti Allah karsa amijeni/ nagri Jawa kang kinarya marga/ (.....) tanda huruf atau kata yang

Sultan ing Rum dalu sare/ pan katurunan wahyu/ nagri Jawi dadi wanadri/ werit tan ana jalma/ karsaning Ywang Agung/ nu[ng]swa tumimbanging Mekah/ keraton wetan ngajam tanah Jawi/ kuloning mring negri sabrang// // Sultan ing Rum wungu denya guling/ ri s(e)dengnya miyos siniwaka/ wadyabala pepak kabeh/ pra ngalim pandita gung/ para ratu bupati mantri/ sigra ngling raja besar/ heh kawulaningsun/ wetan ngajam tanah Jawa/ tan ana jalma suwung dadya wana werit/ catur lurah juragan// // Inggih wonten kelingkung prayugi/ apanjang punjung jembar arata/ loh jinawi banyu akeh/ kaluwar dari gunung/ Sultan ing Rum ngandika malih/ sawruha haning kuna/ pan negara agung/ kang wadya sahur kukila/ tan ana wruhing pandita papat uning/ munggel kitab musarar// // pra pandita matur genti-genti/ pan kawula wruhing tanah Jawa/ wruh munggeling kitab bae/ jeng Sultan ngandika rum/ dawek tuwan kula yun myarsi/ matur pandita Jawa sajarah tunutur/ wus tamat ganti wirayat/dawak cawak kantun pandita satunggil/ ingkang murwa carita// Dalam naskah Ajisaka SK. 11 ini ditemukan kesulitan pemilihan teks yang akan disunting berdasarkan kisah Ajisaka. Karena naskah ini terbagi dalam beberapa bagian, pupuh awal dari naskah ini sebetulnya adalah Asmaradana, adapun pupuh Dhandhanggula yang merupakan awal suntingan dalam tulisan ini adalah pupuh kedua dari naskah. Pupuh Asmaradana menceritakan keadaan kahyangan hingga batara Guru, dan di pupuh kedua baru bercerita tentang raja Rum yang mengirim rakyatnya untuk mengisi pulau Jawa serta pemasangan tumbal dan kedatangan Ajisaka ke tanah Jawa, kemudian ganti bait sudah berganti cerita. Seperti mozaik cerita dalam satu naskah. Pupuh I Amaradana bait 1 // Kasmaran guru sawiji/ guru sangking Ywang Ngatunggal/ iku kang wasesa kabeh/ jaka liru pratelanya/ guru kalih kang juga/ iya

Sang Hyang Guru tuhu/ kalih guru katon ranya// 6. Suntingan teks Ajisaka PB.A 36 Pupuh I Dhandhanggula // Sinekaran ingkang dandanggendis/ duk kalanira wiwit sinerat/ ing soma epon enjinge/ tanggal kaping tri likur/wulan besar ingkang lumaris/tahun be kang lumampah/ windu sancayeku/ anuju kang mangsa asta/ wuku sinta dene sengkalaning warsi/musna <nir> hesti raja// //Amurwani ing carita adi/serat Ajisaka ingkang kinirtya/ kang pinunggel caritane/ Ajisaka puniku/ ingejawa purwane singgih/saking nagari Ngarab/ sekabat jeng Rasul, ananging murtating karsa/ mila prapta ing tanah Jawa mulangi/ sakehing ngelmunira// //Dasarira dereng wonten ngelmi/Ajisaka pan ginuron ing rat/ sangking katahe kawruhe/ prawira ambeg anung/ tur sumbaga rerasa sekti/ wong punjuling ngapapak/ mrojol krerepiku/manjing ajur-ajer bisa/ luput pejah duk nganggit/ ing kendeng singgih jimakir nuju kana// 7. Penutup Suntingan kedua teks tersebut di atas, hanya bisa ditampilkan sebagian, mungkin hanya 1 % dari keseluruhan isi teks. Baik teks Ajisaka SK.11 maupun teks Ajisaka PB.A 36. kemudian proses penerjemahan serta pemberian catatan belum tersentuh pada tulisan singkat ini. Banyak sekali kekurangan di sana-sini berkenaan dengan informasi tentang pendeskripsian naskah maupun teks, ada beberapa poin penting yang seharusnya ada namun belum terpaparkan seperti ; jumlah halaman, jumlah pupuh. Semoga pada kesempatan lain semua kekurangan tersebut bisa ditambal, seiring bertambahnya teori serta referensi penunjang lain.

Daftar Pustaka

Behrend, T.E. 1990. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 1: Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Jakarta : Penerbit Djambatan. Djamaris, Edwar. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta : CV Manasco. Echols, John.M. & Hassan Shadily. 1996. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : Penerbit PT Gramedia. Reynolds, L.D. & N.G. Wilson. 1975. Sribes and Scholar. Edisi II. Oxford : Clarendon Press. Robson, S.O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Jakarta : RUL. Suastika, I.Made. 1997. Calon Arang dalam Tradisi Bali. Yogyakarta : Duta Wacana University Press.

You might also like