You are on page 1of 15

BAB III

TINJUAN NORMATIVE DAN KONSEPTUAL TENTANG UNDANG-

UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN

WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

A. TINJAUAN NORMATIVE
Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”.

Penulis mengartikan berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni segala sesuatu yang berada dalam

wilayah Indonesia harus sesuai dengan hukum (norma) yang berlaku, sehingga

harus tunduk dan patuh terhadap hukum yang berlaku di Indonesia

Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan Presiden berhak mengajukan

rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Peneliti

berpendapat dalam pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007

Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dapat diartikan

bahwa presiden berhak mengajukan peraturan perundang-undangan terkait

dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 Negara mengakui dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
57

Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Peneliti berpendapat dalam pembetukan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil harus

mempertimbangkan dalam segala aspek hak-hak hukum masyarakat adat dan

tradisional. Negara harus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat

hukum adat beserta hak-hak tradiosional dalam ruang lingkup wilayah tersebut

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25A UUD 1945 menyebutkan Negara Kesatuan Republik

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan

wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Inilah yang juga menjadikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007

Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil lahir agar dapat

mengembangkan seluruh sumber daya alam yang berpotensi untuk kemakmuran

rakyat Indonesia.

Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyebutkan Bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat. Tujuan utama pembentukan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil adalah untuk memakmuran rakyat Indonesia.


58

Ayat (4) menyebutkan Perekonomian Nasional diselenggarakan

berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Seluruh ketentuan UUD 1945 diatas menjadi dasar pembentukan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil di dalam pertimbangan pembentukan Peraturan

perundang-undangan tersebut antara terdiri dari Pasal 5 ayat (1), Pasal 18B ayat

(2), Pasal 20, Pasal 25A, serta Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Subyek hukum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007

Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yakni Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah yang diwakili oleh Menteri dan Gubernur beserta

masyarakat dan mitra bahari. Dari setiap subyek hukum tersebut memiliki peran

masing-masing dan mempunya hak dan tanggung jawab tersendiri.

Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan :

Angka 32. Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri atas Masyarakat


Hukum Adat, Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional yang
bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Angka 33. Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang


secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara
59

Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul


leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam,
memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah
adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Angka 34. Masyarakat Lokal adalah kelompok Masyarakat yang


menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang
sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum, tetapi tidak
sepenuhnya bergantung pada Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil tertentu.

Angka 35. Masyarakat Tradisional adalah Masyarakat perikanan


tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan
kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah
tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah
hukum laut internasional.

Angka 38. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

Angka 39. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disebut DPR, adalah


Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Angka 40. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah


Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Angka 41. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.

Angka 42. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan


pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Angka 43. Mitra Bahari adalah jejaring pemangku kepentingan di


bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam
penguatan kapasitas sumber daya manusia, lembaga, pendidikan,
penyuluhan, pendampingan, pelatihan, penelitian terapan, dan
pengembangan rekomendasi kebijakan.
60

Angka 44. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan


pemerintahan dibidang kelautan dan perikanan.

Selanjutnya Objek yang dikaji hukum dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau

Kecil Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

Angka 1. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah


suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan
pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang
dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antar sektor,
antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan
manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Angka 2. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem
darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Angka 3. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama
dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi) beserta kesatuan
Ekosistemnya.
Angka 10. Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan
yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan
hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya
diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
Angka 18. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan untuk
memanfaatkan ruang dari sebagian Perairan Pesisir yang mencakup
permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut
pada batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian
pulau-pulau kecil.
Angka 18A. Izin Pengelolaan adalah izin yang diberikan untuk
melakukan kegiatan pemanfaatan sumber daya Perairan Pesisir dan
perairan pulau-pulau kecil.
Istilah diatas yang kemudian menjadi objek hukum dalam penjelasan di

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.


61

Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 50 menyebutkan:

(1) Menteri berwenang memberikan HP-3 wilayah perairan pesisir lintas


provinsi dan Kawasan Strategis Nasional Tertentu
(2) Gubernur berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir
sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah
laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan, dan Perairan Pesisir
lintas kabupaten/kota,
(3) Bupati/walikota berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan
Pesisir 1/3 (satu pertiga) dari wilayah kewenangan provisinsi.

Aturan tersebut sebelum di amandemen yang kemudian ada perubahan

Pasal 50 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan:

(1) Menteri berwenang memberikan dan mencabut Izin Lokasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) di wilayah Perairan Pesisir dan pulau-
pulau kecil lintas provinsi, Kawasan Strategis Nasional, Kawasan
Strategis Nasional Tertentu, dan Kawasan Konservasi Nasional.
(2) Gubernur berwenang memberikan dan mencabut Izin Lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) di wilayah Perairan
Pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan kewenangannya.
(3) Bupati/wali kota berwenang memberikan dan mencabut Izin Lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) di wilayah Perairan
Pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 16 Ayat (1) menyebutkan Setiap Orang yang melakukan

pemanfaatan ruang dari sebagian Perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian

pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki Izin Lokasi. Pasal 19 Ayat (1)

menyebutkan Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya Perairan

Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil untuk kegiatan: a. produksi garam; b.


62

biofarmakologi laut; c. bioteknologi laut; d. pemanfaatan air laut selain energi;

e. wisata bahari; f. pemasangan pipa dan kabel bawah laut; dan/atau g.

pengangkatan benda muatan kapal tenggelam, wajib memiliki Izin Pengelolaan.

Untuk memberikan atau mengeluarkan Izin dalam Pasal 50 Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil harus memperhatikan Pasal yang berkaitan dengan

reklmasi tersebut yakni Pasal 16 Ayat (1) dan Pasal 19 Ayat (1).

Syarat pengeluaran Izin Reklamasi dalam Pasal 50 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antara

lain:

a. Wajib memiliki Izin Lokasi;

b. wajib memiliki Izin Pengelolaan;

c. Menteri berwenang memberikan Izin di wilayah Perairan Pesisir dan

pulau-pulau kecil lintas provinsi, Kawasan Strategis Nasional,

Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Kawasan Konservasi

Nasional;

d. Gubernur berwenang meberikan Izin Pengelolaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) di wilayah Perairan Pesisir dan pulau-

pulau kecil sesuai dengan kewenangannya;

e. Bupati/walikota berwenang memberikan di wilayah Perairan Pesisir

dan pulau-pulau kecil sesuai dengan kewenangannya.


63

Apabila dilihat dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54

Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok,

Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur Pasal 1 Angka 4 menyebutkan Kawasan

Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena

mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan

negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau

lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

Pasal 1 Angka 5 menyebutkan “Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,

Bekasi, Puncak, Cianjur, yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan

Jabodetabekpunjur, adalah kawasan strategis nasional yang meliputi seluruh

wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebagian wilayah Provinsi

Jawa Barat, dan sebagian wilayah Provinsi Banten”. Pasal 1 Angka 10

menyebutkan Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan yang terkait

dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs

warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan

nasional.

Jika membaca Pasal 50 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan

Penjelasan kawasan strategis nasional (KSN) Pasal 1 Angka 4 dan 5 tersebut

sudah jelas dikatakan kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin lokasi

reklamasi dikeluarkan oleh menteri karena Jakarta termasuk dalam Kawasan

Strategis Nasional. Pengertian Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT)


64

dalam Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

23/Permen-Kp/2016 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil sama dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007

Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kawasan Laut

adalah Kawasan Strategis Nasional, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan

Kawasan Antar wilayah. Kawasan Strategis Nasional Tertentu, yang selanjutnya

disebut dengan KSNT, adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara,

pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang

pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang

Reklamasi Di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Pasal 16 juga

menyebutkan:

(1) Untuk memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi,


Pemerintah, Pemerintah Daerah dan setiap orang wajib terlebih
dahulu mengajukan permohonan kepada Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota.
(2) Menteri memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada
Kawasan Strategis Nasional Tertentu, kegiatan reklamasi lintas
provinsi, dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola
oleh Pemerintah.
(3) Pemberian izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan
Strategis Nasional Tertentu dan kegiatan reklamasi lintas provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah mendapat
pertimbangan dari bupati/walikota dan gubernur.
(4) Gubernur dan bupati/walikota memberikan izin lokasi dan izin
pelaksanaan reklamasi dalam wilayah sesuai dengan kewenangannya
dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh
pemerintah daerah.

Mengenai penerbitan izin Pasal 16 ayat (2) menyebutkan “Menteri

memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan Strategi
65

Nasional Tertentu, kegiatan Lintas provinsi, dan kegiatan reklamasi di

pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah”.

Pasal 32 ayat (1) ketentuan peralihan juga menyebutkan “Permohonan

izin lokasi reklamasi dan izin pelaksanaan yang diajukan sebelum ditetapkannya

Peraturan Presiden ini diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini”. Pasal 32

ayat (2) juga menyebutkan “Izin lokasi reklamasi dan izin pelaksanaan reklamasi

yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini dinyatakan

tetap berlaku sampai dengan jangka waktu izin berakhir”.

Pasal peralihan tersebut juga sudah menjelaskan bahwa izin yang

dikeluarkan tetap berlaku sebelum ditetapkan peraturan perundang-undangan.

Meskipun dalam Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 Pasal 4 yang

menyebutkan, “wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantura berada pada

Gubernur kepala daerah Khusus Ibuka Jakarta”. Kemudian Keputusan Presiden

Nomor 52 tahun 1995 inilah Pasal 4 tersebut menjadi dasar mengeluarkan izin

pengelolaan reklamasi pantai utara, tetapi Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun

1945 Tentang Reklamasi Pantai Utara Pasal 4 tersebut sudah digantikan dengan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang

Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Sehingga peraturan-

perundang yang digunakan yakni yang terbaru sesusi dengan asas posterior

derogat legi periori (peratuan perundang-udangan yang baru mngenyampingkan

peraturan perundang-udangan yang lama).


66

Berkenanaan dengan kewenangan dalam Pasal 8 Undang-Undang

Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi

Pemerintahan menyebutkan:

(2) Setiap Keputusan dan/atau Tindakan harus ditetapkan dan/atau


dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
berwenang.
(3) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menggunakan
Wewenang wajib berdasarkan:
a. peraturan perundang-undangan; dan
b. AUPB.
(4) Pejabat Administrasi Pemerintahan dilarang menyalahgunakan
Kewenangan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan
dan/atau Tindakan.

Pasal 9 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014

tentang Admistrasi Pemerintahan menyebutkan:

(1) Setiap Keputusan dan/atau Tindakan wajib berdasarkan ketentuan


peraturan perundang-undangan dan AUPB.
(2) Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar Kewenangan;
dan
b. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dalam
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
(3) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau
melakukan Keputusan dan/atau Tindakan wajib mencantumkan atau
menunjukkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar Kewenangan dan dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan
Keputusan dan/atau Tindakan.
(4) Ketiadaan atau ketidakjelasan peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak menghalangi
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang untuk
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan
sepanjang memberikan kemanfaatan umum dan sesuai dengan AUPB.

Berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 30

Tahun 2014 tentang Admistrasi Pemerintahan, wewenang hukum publik adalah

wewenang untuk menimbulkan akibat hukum yang sifatnya hukum publik,


67

seperti mengeluarkan aturan-aturan, mengambil keputusan atau menetapkan

suatu rencana dengan akibat-akibat hukum.1 Kewenangan membuat keputusan

publik hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan atribusi atau

delegasi.2

B. TINJAUAN KONSEPTUAL

a. Pengertian Izin

Menurut Sjachran Basah “Tidaklah mudah memberikan definisi apa

yang dimaksud dengan izin?”. Apa yang dikatakan Sjachran basah agaknya

sama dengan yang berlaku di negara Belanda, seperti dikemukakan Van Der

Pot, “het is uiterst moelijk voor begrip vergunning een definitie venden”,

“sangatlah sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin”. Hal

ini disebabkan karena antara pakar tidak terdapat persesuaian paham, masing-

masing dilihat dari sisi yang berlainan terhadap obyek yang didefinisikannya.

Sukar menerbitkan definisi bukan berarti tidak terdapat definisi, bahkan

ditemukan sejumlah definisi yang beragam.3

Bagirmanan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti

persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk

membolehkan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.4

b. Pengertian Pengelolaan

1
Wiratno, Pengantar Hukum Admistrasi Negara , Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti,
2016, hlm. 101.
2
Ibid. Hlm.119.
3
Ibid hlm.37.
4
Ibid hlm.158.
68

Istilah pengelolaan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti proses

melakukan suatu kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain

atau proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat

dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.5 Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan,

pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah,

antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan

manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.6

c. Pengertian Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah

rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi

biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara

sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky

mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky

mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling

menyesuaikan.7

Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata pelaksanaan

bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.

Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan sekedar

5
Pengertian pengelolaan KBBI.web.id, Jumat 7 April 2017 Pukul 15:15 WIB.
6
Lihat Pasal 1 peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 20008 Tentang Rencana tata ruang
Wilayah Nasional.
7
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada, 2002, hlm. 7.
69

aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-

sungguh berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan

untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah

dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat

yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya

mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian

kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang

terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun

operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran

dari program yang ditetapkan semula.8

Pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan

bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan oleh

pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan

maupun di luar lapangan. Yang mana dalam kegiatannya melibatkan

beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat

penunjang.

d. Pengertian Reklamasi

Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang dalam

rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut

lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan

8
Abdullah Syukur, Kumpulan Makalah “Study Implementasi Latar Belakang Konsep
Pendekatan dan Relevansinya Dalam Pembangunan”, Persadi, Ujung Pandang, 1987, hlm. 40.
70

atau drainase.9 Istilah reklamasi merupakan turunan dari istilah Inggris

reclamation yang berasal dari kata kerja reclaim yang berarti mengambil

kembali, dengan penekanan pada kata “kembali”. Didalam teknik

pembangunan, istilah reclaim juga dipergunakan di dalam misalkan me-

reclaim bahan dari bekas bangunan atau dan puing-puing, seperti batu dam

krikil dan bekas konstruksi jalan, atau kerikil dari puing beton untuk dapat

digunakan lagi.10

9
Lihat Pasal 1 ayat (23) nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor
27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
10
Audy Rahmat, B111 10 273, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, dengan Judul
“Pengawasan Pelaksanaan Perizinan Reklmasi pantai di Makassar”, 2013.

You might also like