Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
ت َّ ََولَقَ ْد َك َّر ْمنَا َبنِي آدَ َم َو َح َم ْلنَا ُه ْم فِي ْال َب ِر َو ْال َب ْح ِر َو َرزَ ْقنَا ُه ْم ِمن
ِ الطيِ َبا
يلً ض ِ َوفَض َّْلنَا ُه ْم َعلَ ٰى َكثِير ِم َّم ْن َخلَ ْقنَا ت َ ْف
1
baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. Al-Israa’ : 70)
BAB II
2
PEMBAHASAN
A. Bunuh Diri
Bunuh diri (bahasa Inggris: suicide, berasal dari kata Latin suicidium,
dari sui caedere, "membunuh diri sendiri") adalah sebuah tindakan sengaja
yang menyebabkan kematian diri sendiri. Bunuh diri seringkali dilakukan
akibat putus asa, yang penyebabnya seringkali dikaitkan dengan gangguan
jiwa misalnya depresi, gangguan bipolar, skizofrenia, ketergantungan
alkohol/alkoholisme, atau penyalahgunaan obat.1
Dalam bahasa Arab, bunuh diri disebut intihaar, yang berasal dari kata
kerja nahara yang berarti menyembellih (dzabaha) dan membunuh (qatala).
Intahara asy-syakshu, artinya seseorang menyembelih dan membunuh dirinya
sendiri.2
3
1. Bunuh diri egoistik, yaitu bunuh diri yang dilakukan oleh orang-orang yang merasa
kepentingan individu lebih tinggi dari pada kepentingan kesatuan sosialnya,
2. Bunuh diri altruistik, yaitu bunuh diri karena adanya perasaan integrasi antar sesama
individu yang satu dengan yang lainnya sehingga menciptakan masyarakat yang
memiliki integritas yang kuat, misalnya bunuh diri harakiri di Jepang,
3. Bunuh diri anomi, yaitu tipe bunuh diri yang lebih terfokus pada keadaan moral
dimana individu yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan dan norma dalam
hidupnya,
4. Bunuh diri fatalistik, tipe bunuh diri yang demikian tidak banyak dibahas oleh
Durkheim. pada tipe bunuh diri anomi terjadi dalam situasi di mana nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat melemah, sebaliknya bunuh diri fatalistik terjadi ketika
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat meningkat dan terasa berlebihan.
Berdasarkan kehendak pelaku, fukha membagi bunuh diri ke dalam dua bagian :
4
Sulaiman Al-Husain, Mengapa Harus Bunuh Diri?, (Jakarta : Qisthi Press, 2005).hal.17
4
2. Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3. Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
4. Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)
5. Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.
Dalam ilmu sosiologi, ada tiga penyebab bunuh diri dalam masyarakat,
yaitu
1. egoistic suicide (bunuh diri karena urusan pribadi),
2. altruistic suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain), dan
3. anomic suicide (bunuh diri karena masyarakat dalam kondisi
kebingungan).
Cara mencegah bunuh diri
Ada beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan, menurut Edwin
Sneidman seorang pelopor yang mengembangkan strategi umum dalam
pencegahan bunuh diri mengungkapkan tiga hal yaitu sebagai berikut:
(Davison. 2006:433)
1. Mengurangi penderitaan dan rasa sakit psikologis yang mendalam Menurut
beberapa ahli pelaku percobaan bunuh diri biasanya memiliki setidaknya
satu gangguan psikologis yang mendasarinya, sehingga penangganan secara
psikologis dianggap upaya yang sangat tepat untuk mencegah bunuh diri.
2. Membuka pandangan, yaitu memperluas pandangan yang terbatas dengan
membantu individu melihat berbagai pilihan selain pilihan ekstreem dengan
membiarkan penderitaan dan ketiadaan terus berlangsung.
3. Mendorong orang yang bersangkutan meskipun hanya selangkah dari
tindakan yang menghancurkan diri sendiri.
B. Euthanasia
Euthanasia berasal dari kata eu berarti baik, dan thanatos artinya mati.
Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Oleh
5
karena itu, euthanasia sering disebut juga dengan mercy killing (mati dengan
tenang)5. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir
al-maut. Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar
kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal
diperingan. Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam
kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan, 1995:145).
Dilihat dari segi orang yang berkehendak, euthanasia bisa muncul dari
keinginan pasien sendiri, permintaan dari keluarga dengan persetujuan pasien
(bila pasien masih sadar), atau tanpa persetujuan pasien (bila pasien sudah
tidak sadar). Tetapi tidak pernah di temukan tindakan authanasia yang
dikehendaki oleh dokter tanpa persetujuan pasien ataupun pihak keluarga,
karma hal ini berkait dengan kode etik kedokteran.
5
Van Hoeve, Eksiklopedia Indonesia, Vol 2, Topik Euthanasia, Jakarta, Ikhtiar Baru, 1987
6
Kondisi seperti sering disebut dengan “fase antara“,yang dikalangan
masyarakat umum diistilahkan dengan “antara hidup dan mati.“
Contoh
euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang
sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang
tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena serangan penyakit
paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita. Dalam
kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat
mempercepat kematiannya (Utomo, 2003:177).
7
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.” ( Q.S An-Nissa: 29)
8
َم ْن ت َ َردَّى ِم ْن:س ْو ُل هللاِ ص ُ َقا َل َر:َع ْن ا َ ِبى ُه َري َْرة َ رض َقا َل
َار َج َهنَّ َم يَت َ َردَّى فِ ْي َها خَا ِلدًا ُمخَلَّدًا فِ ْي َها َ َجبَل فَقَت َ َل نَ ْف
ِ سهُ فَ ُه َو فِى ن
َار
ِ ساهُ ِفى ن َّ س ُّمهُ ِفى َي ِد ِه يَت َ َح ُ َسهُ فَ س ًّما فَقَت َ َل نَ ْف
ُ سى َّ َو َم ْن ت َ َح،ا َ َبدًا
ُ فَ َح ِد ْيدَتُه،سهُ ِب َح ِد ْيدَة َ َو َم ْن قَت َ َل نَ ْف،َج َهنَّ َم خَا ِلدًا ُمخَلَّدًا فِ ْي َها ا َ َبدًا
ِ فِى يَ ِد ِه يَت َ َو َّجأ ُ ِب َها فِى ن
البخارى.َار َج َهنَّ َم خَا ِلدًا ُمخَلَّدًا فِ ْي َها اَبَدًا
و مسلم و الترمذى و النسائى
Dari Abu Hurairah RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa menerjunkan diri dari gunung untuk bunuh diri, maka
dia di neraka jahannam menerjunkan diri di dalamnya, kekal lagi
dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa minum
racun untuk bunuh diri, maka racunnya itu di tangannya dia
meminumnya di neraka jahannam kekal lagi dikekalkan di dalamnya
selama-lamanya. Dan barangsiapa bunuh diri dengan senjata tajam,
maka senjata tajam itu di tangannya dia melukai dengannya di neraka
jahannam, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya”. [HR.
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasai]6
َّ صلَّى
َُّللا َّ سو ُل
َ َِّللا ُ قَا َل َر: قَا َل،َِّللا َّ ع ْب ِدَ ب ب ِْن ِ َُعن ُج ْند
َ فَ َج ِز، َكانَ فِي َم ْن َكانَ قَ ْبلَ ُك ْم َر ُج ٌل بِ ِه ُج ْر ٌح: سلَّ َم
،ع َ َعلَ ْي ِه َو
:َّللاُ ت َ َعا َلى َ ارقَأ َ الدَّ ُم َحتَّى َم
َّ قَا َل،ات َ فَ َم،ُفَأ َ َخذَ ِس ِكينًا فَ َح َّز ِب َها َيدَه
َ َح َّر ْمتُ َعلَ ْي ِه ال َجنَّة،َبادَ َرنِي َع ْبدِي ِبنَ ْف ِس ِه
6
HR. Al-Bukhâri, no. 5778; Muslim, no. 109; lafazh bagi Al-Bukhâri
9
Dari Jundub bin Abdullah, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu ada seorang laki-laki sebelum
kamu yang mengalami luka, lalu dia berkeluh kesah, kemudian dia
mengambil pisau, lalu dia memotong tangannya. Kemudian darah
tidak berhenti mengalir sampai dia mati. Allâh Azza wa Jalla
berfirman, ‘Hamba-Ku mendahului-Ku terhadap dirinya, Aku
haramkan surga baginya’. [HR. Al-Bukhâri] 7
7
HR. Al-Bukhâri, no. 3463
10
shallallahu 'alaihi wasallam, 'Wahai Rasulullah! Lelaki yang tuan
katakan sebelum ini, bahwa dia merupakan ahli Neraka, pada hari ini
ia telah berjuang dengan penuh semangat dan dia telah mati'. Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dia akan ke
Neraka'. Sebagian kaum muslimin berada dalam keraguan tersebut.
Tiba-tiba datang seseorang melaporkan bahwa dia tidak mati karena
berjuang, tetapi luka parah. Pada malam itu, dia tidak sabar
menghadapi kesakitan lukanya, maka dia membunuh dirinya sendiri,
maka hal itu dilaporkan kepada Rasulullah. Rasulullah terus bertakbir:
'Allahu Akbar, aku bersaksi bahwa aku adalah hamba Allah dan
Rasul-Nya.' Lalu Rasulullah menyuruh Bilal memberitahu semua
orang bahwasanya tidak akan masuk Surga kecuali jiwa atau orang
yang berserah diri (kepada Allah). Dan bahwa Allah telah menguatkan
lagi agama ini dengan seorang lelaki yang gagah perkasa'."[ HR.
Muslim]8
8
Hadits Muslim Nomor 162
11
atau sekalian mengizinkan si pasien di bawa pulang, andaikata pasien
itu meninggal, maka sikap dokter itu tidaklah termasuk perbuatan
pembunuhan.
12
صا ُك ْم ِب ِه َّ ق ۚ ٰذَ ِل ُك ْم َو
ِ َّللاُ ِإ ًَّل ِب ْال َح
َّ س الَّتِي َح َّر َم
َ و ًَل ت َ ْقتُلُوا النَّ ْف...
َ
َلَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْع ِقلُون
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk
membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS
Al-An’aam : 151)
َ َو َما َكانَ ِل ُمؤْ ِمن أ َ ْن َي ْقت ُ َل ُمؤْ ِمنًا ِإ ًَّل َخ
ً...طأ
“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min
(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` :
92)
9
Yusuf al-Qaradhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, terjem. Oleh
Mu’ammal hamidy, Singapura : Himpunan Belia Islam, 1980, h. 452-453
13
sehingga hak untukn hidup secara wajar sebgai mana harkat
kemanusiaannya secara wajar menjadi terjamin.
Didalam pasal 344 KUHP dinyatakan : barang siapa
menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
disebutkannya dengan nyata dengan sesungguhnya, dihukum penjara
selama lamanya 12 tahun.
Berdasarka pasal ini seorang dokter bisa dituntut oleh penegak
hukum, apabila ia melakukan euthanasia walaupun atas permintaan
orang itu sendiri yang disebutkannya dengan nyata dan dengan
sungguh-sungguh dihikum penjara selama-lamanya 12 tahun.
Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri
Kesehatan Nomor: 434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal
10: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya
melindungi hidup makhluk insani.” Kemudian di dalam penjelasan
pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri yang kuat pada
setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah
mempertahankan hidupnya. Usaha untuk itu merupakan tugas seorang
dokter.
Dokter harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup
makhluk insani, berarti bahwa baik menurut agama dan undang-
undang Negara, maupun menurut Etika Kedokteran, seorang dokter
tidak dibolehkan:
14
kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup
manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
15
Al-Husain, Sulaiman, (2005) Mengapa Harus Bunuh Diri ?. Jakarta :
Qisthi Press
16