You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap makhluk hidup, termasuk manusia, akan mengalami siklus


kehidupan yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di
dunia dengan berbagai permasalahannya, serta diakhiri dengan kematian.

Dari proses siklus kehidupan tersebut, kematian merupakan salah satu


yang masih mengandung misteri besar, & ilmu pengetahuan belum berhasil
menguaknya. Untuk dapat menentukan kematian seseorang sebagai individu
diperlukan kriteria diagnostik yang benar berdasarkan konsep diagnostik yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Manusia adalah makhluk yang amat sempurna bila dibandingkan


dengan makhluk-makhluk yang lain yang pernah diciptakan Allah SWT,
seperti yang telah dijelaskan dalam firman-Nya, QS. At-Tin : 4 dan QS. Al-
Israa’ : 70

َ ‫سانَ فِي أ َ ْح‬


‫س ِن ت َ ْق ِويم‬ ِ ْ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا‬
َ ‫اْل ْن‬
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. (QS. At-Tin : 4)

‫ت‬ َّ َ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا َبنِي آدَ َم َو َح َم ْلنَا ُه ْم فِي ْال َب ِر َو ْال َب ْح ِر َو َرزَ ْقنَا ُه ْم ِمن‬
ِ ‫الطيِ َبا‬
‫يل‬ً ‫ض‬ ِ ‫َوفَض َّْلنَا ُه ْم َعلَ ٰى َكثِير ِم َّم ْن َخلَ ْقنَا ت َ ْف‬

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut


mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-

1
baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. Al-Israa’ : 70)

Kesempurnaan manusia adalah dengan dikaruniakannya akal sehat


agar ia senantiasa berpikir yang baik untuk dirinya, jangan sampai ia
cenderung melakukan yang merugikan dan dilarang dalam agama, islam
adalah agama yang hak, ia mengatur segala macam persoalan kehidupan
manusia dengan berbagai konsep hukum dan nilai sosial, konsep ini di doktrin
kepada manusia untuk mengamalkannya agar mendapatkan kesejahteraan
hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.

1.2 Rumusan masalah


Apa pengertian bunuh diri dan euthanasia ?
Bagaimana pandangan islam terhadap bunuh diri dan euthanasia?
Bagaimana kode etik kedokteran terhadap bunuh diri dan euthanasia?
Bagaimana pandangan KUHP terhadap bunuh diri dan euthanasia?
1.3 Tujuan masalah
Untuk mengetahui pengertian bunuh diri dan euthanasia
Untuk mengetahui pandangan islam terhadap bunuh diri dan euthanasia
Untuk mengetahui kode etik kedokteran terhadap bunuh diri dan euthanasia
Untuk mengetahui pandangan KUHP terhadap bunuh diri dan euthanasia
1.4 Manfaat Penulisan
Tak lepas dari semua penjelasan diatas, penulis berharap agar tulisan ini
tentunya bermanfaat bagi masyarakat banyak juga untuk penulis pribadi.
Penulis juga berharap mendapat pengetahuan serta arti yang sesungguhnya
dari karya tulis ini dan dapat menghindarkan diri dari segala hal yang bisa
berdampak negatif,salah satunya adalah tanggapan/persepsi bunuh diri dan
euthanasia sebagai jalankeluar.

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bunuh Diri Dan Euthanasia

A. Bunuh Diri

Bunuh diri (bahasa Inggris: suicide, berasal dari kata Latin suicidium,
dari sui caedere, "membunuh diri sendiri") adalah sebuah tindakan sengaja
yang menyebabkan kematian diri sendiri. Bunuh diri seringkali dilakukan
akibat putus asa, yang penyebabnya seringkali dikaitkan dengan gangguan
jiwa misalnya depresi, gangguan bipolar, skizofrenia, ketergantungan
alkohol/alkoholisme, atau penyalahgunaan obat.1

Dalam bahasa Arab, bunuh diri disebut intihaar, yang berasal dari kata
kerja nahara yang berarti menyembellih (dzabaha) dan membunuh (qatala).
Intahara asy-syakshu, artinya seseorang menyembelih dan membunuh dirinya
sendiri.2

Durkheim, pakar sosiologi terkenal, mendefinisikan bunuh diri sebagai


“semua kasus kematian yang diakibatkan secara langsung, maupun tidak
lansungoleh perbuatan positif maupun negative yang dilakukan oleh korban
sendiri, dan dia menyadari bahwa perbuatannya akan mengantarkannya pada
hasil ini (kematian).

Hal terpenting dalam definisi ini adalah penegasan adanya unsur


pengetahuan terhadap hasil , yang membatasi prilaku pada level manusia dan
membedakannya dari kematian mekanis pada level binatang.3

Sosiolog Emile Durkheim (1897, 1951) membedakan bunuh diri menjadi


empat jenis yaitu : (Upe, 2010:99)
1
Hawton K, van Heeringen K (April 2009). "Suicide". Lancet 373 (9672): 1372–81.
2
Sulaiman Al-Husain, Mengapa Harus Bunuh Diri?, (Jakarta : Qisthi Press, 2005).hal.6
3
Sulaiman Al-Husain, Mengapa Harus Bunuh Diri?, (Jakarta : Qisthi Press, 2005), hlm. 6-7

3
1. Bunuh diri egoistik, yaitu bunuh diri yang dilakukan oleh orang-orang yang merasa
kepentingan individu lebih tinggi dari pada kepentingan kesatuan sosialnya,
2. Bunuh diri altruistik, yaitu bunuh diri karena adanya perasaan integrasi antar sesama
individu yang satu dengan yang lainnya sehingga menciptakan masyarakat yang
memiliki integritas yang kuat, misalnya bunuh diri harakiri di Jepang,
3. Bunuh diri anomi, yaitu tipe bunuh diri yang lebih terfokus pada keadaan moral
dimana individu yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan dan norma dalam
hidupnya,
4. Bunuh diri fatalistik, tipe bunuh diri yang demikian tidak banyak dibahas oleh
Durkheim. pada tipe bunuh diri anomi terjadi dalam situasi di mana nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat melemah, sebaliknya bunuh diri fatalistik terjadi ketika
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat meningkat dan terasa berlebihan.

Berdasarkan kehendak pelaku, fukha membagi bunuh diri ke dalam dua bagian :

1. Bunuh diri sengaja,jika seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang dapat


membunuh dirinya sendiri, dan dia mengiginkan hasil dari perbuatan tersebut,
maka ini dianggap sebagai bunuh diri sengaja.
2. Bunuh diri tidak sengaja, jika dia bermaksud menikam binatang buruan atau
membunuh musuh, lalu mengenai dirinya sendiri dan dia mati, maka ini
dianggap sebagai bunuh diri tidak sengaja.4

Motif bunuh diri ada banyak macamnya. Disini penyusun menggolongkan


dalam kategori sebab, misalkan :
1. Dilanda keputusasaan dan depresi

4
Sulaiman Al-Husain, Mengapa Harus Bunuh Diri?, (Jakarta : Qisthi Press, 2005).hal.17

4
2. Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3. Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
4. Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)
5. Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.
Dalam ilmu sosiologi, ada tiga penyebab bunuh diri dalam masyarakat,
yaitu
1. egoistic suicide (bunuh diri karena urusan pribadi),
2. altruistic suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain), dan
3. anomic suicide (bunuh diri karena masyarakat dalam kondisi
kebingungan).
Cara mencegah bunuh diri
Ada beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan, menurut Edwin
Sneidman seorang pelopor yang mengembangkan strategi umum dalam
pencegahan bunuh diri mengungkapkan tiga hal yaitu sebagai berikut:
(Davison. 2006:433)
1. Mengurangi penderitaan dan rasa sakit psikologis yang mendalam Menurut
beberapa ahli pelaku percobaan bunuh diri biasanya memiliki setidaknya
satu gangguan psikologis yang mendasarinya, sehingga penangganan secara
psikologis dianggap upaya yang sangat tepat untuk mencegah bunuh diri.
2. Membuka pandangan, yaitu memperluas pandangan yang terbatas dengan
membantu individu melihat berbagai pilihan selain pilihan ekstreem dengan
membiarkan penderitaan dan ketiadaan terus berlangsung.
3. Mendorong orang yang bersangkutan meskipun hanya selangkah dari
tindakan yang menghancurkan diri sendiri.

B. Euthanasia
Euthanasia berasal dari kata eu berarti baik, dan thanatos artinya mati.
Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Oleh

5
karena itu, euthanasia sering disebut juga dengan mercy killing (mati dengan
tenang)5. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir
al-maut. Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar
kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal
diperingan. Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam
kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan, 1995:145).
Dilihat dari segi orang yang berkehendak, euthanasia bisa muncul dari
keinginan pasien sendiri, permintaan dari keluarga dengan persetujuan pasien
(bila pasien masih sadar), atau tanpa persetujuan pasien (bila pasien sudah
tidak sadar). Tetapi tidak pernah di temukan tindakan authanasia yang
dikehendaki oleh dokter tanpa persetujuan pasien ataupun pihak keluarga,
karma hal ini berkait dengan kode etik kedokteran.

Dilihat dari kondisi pasien, tindakan euthanasia bisa dikategorikan


menjadi dua macam, yaitu aktif dan pasif .

Euthanasia Aktif adalah suatu tindakan mempercepat proses


kematian, baik dengan memberikan suntikan ataupun melepaskan alat-alat
pembantu medika,seperti sebagainya. Yang termasuk tindakan mempercepat
proses kematian di sini adalah jika kondisi pasien, berdasarkan ukuran dan
pengalalman medis masih menunjukan adanya harapan hidup. Dengan kata
lain, tanda-tanda kehidupan masih terdapat pada penderita ketika tindakan itu
dilakukan. Apalagi jika penderita ketika itu masih sadar.

Sedangkan yang dimaksud dengan Euthanasia Pasif adalah suatu


tindakan membiarkan pasien atau penderita yang dalam keadaan tidak sadar
(comma), berdasarkan pengalaman maupun ukuran medis sudah tidak ada
harapan hidup, atau tanda-tanda kehidupan tidak terdapat lagi padanya,
mungkin karena salah satu organ pentingnya sudah rusak atau lemah, seperti
bocornya pembuluh darah yang menghubungkan ke otak (stroke) akibat
tekanan darah yang terlalu tinggi, tidak berfungsinya jantung dan sebagainya.

5
Van Hoeve, Eksiklopedia Indonesia, Vol 2, Topik Euthanasia, Jakarta, Ikhtiar Baru, 1987

6
Kondisi seperti sering disebut dengan “fase antara“,yang dikalangan
masyarakat umum diistilahkan dengan “antara hidup dan mati.“

Contoh
euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang
sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang
tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena serangan penyakit
paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita. Dalam
kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat
mempercepat kematiannya (Utomo, 2003:177).

2.2 Sudut Pandangan Tentang Bunuh Diri Dan Euthanasia

A. Pandangan Islam Tentang Bunuh Diri

Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, seorang ulama terkemuka


dunia, berpendapat tentang bunuh diri, bahwa sesungguhnya
kehidupan manusia bukan menjadi hak milik pribadi sebab dia tidak
dapat membuat dirinya, anggotanya, ataupun sel-selnya. Diri manusia
pada hakikatnya hanyalah sebagai barang titipan yang diberikan Allah.
Oleh karena itu, tidak boleh titipan ini diabaikannya, apalagi
memusuhinya atau melepaskannya dari hidup.

‫س ُن َع َم ًل ۚ َوهُ َو‬َ ‫ت َو ْال َح َياة َ ِل َي ْبلُ َو ُك ْم أَيُّ ُك ْم أ َ ْح‬


َ ‫الَّذِي َخلَقَ ْال َم ْو‬
ُ ُ‫يز ْالغَف‬
‫ور‬ ُ ‫ْال َع ِز‬
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa
lagi Maha Pengampun, ( Q.S al-Mulk: 2)

Allah SWT berfirman:

7
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.” ( Q.S An-Nissa: 29)

Allah SWT berfirman:

Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu


karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak
beriman kepada keterangan ini (Al Qur'an)." (QS. Al-Kahfi ; 6)

Banyak sekali keterangan dari hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa


sallam yang menjelaskan bahaya bunuh diri dan ancaman bagi
pelakunya. Diantaranya, ancaman tidak masuk surga. Jika dia kafir,
maka tidak akan masuk surga selamanya. Namun jika dia Mukmin,
maka dia tidak akan masuk surga dari awal, atau tidak masuk surga
dengan derajat tertentu, wallâhu a’lam.

8
‫ َم ْن ت َ َردَّى ِم ْن‬:‫س ْو ُل هللاِ ص‬ ُ ‫ َقا َل َر‬:‫َع ْن ا َ ِبى ُه َري َْرة َ رض َقا َل‬
‫َار َج َهنَّ َم يَت َ َردَّى فِ ْي َها خَا ِلدًا ُمخَلَّدًا فِ ْي َها‬ َ ‫َجبَل فَقَت َ َل نَ ْف‬
ِ ‫سهُ فَ ُه َو فِى ن‬
‫َار‬
ِ ‫ساهُ ِفى ن‬ َّ ‫س ُّمهُ ِفى َي ِد ِه يَت َ َح‬ ُ َ‫سهُ ف‬َ ‫س ًّما فَقَت َ َل نَ ْف‬
ُ ‫سى‬ َّ ‫ َو َم ْن ت َ َح‬،‫ا َ َبدًا‬
ُ‫ فَ َح ِد ْيدَتُه‬،‫سهُ ِب َح ِد ْيدَة‬ َ ‫ َو َم ْن قَت َ َل نَ ْف‬،‫َج َهنَّ َم خَا ِلدًا ُمخَلَّدًا فِ ْي َها ا َ َبدًا‬
ِ ‫فِى يَ ِد ِه يَت َ َو َّجأ ُ ِب َها فِى ن‬
‫ البخارى‬.‫َار َج َهنَّ َم خَا ِلدًا ُمخَلَّدًا فِ ْي َها اَبَدًا‬
‫و مسلم و الترمذى و النسائى‬
Dari Abu Hurairah RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa menerjunkan diri dari gunung untuk bunuh diri, maka
dia di neraka jahannam menerjunkan diri di dalamnya, kekal lagi
dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa minum
racun untuk bunuh diri, maka racunnya itu di tangannya dia
meminumnya di neraka jahannam kekal lagi dikekalkan di dalamnya
selama-lamanya. Dan barangsiapa bunuh diri dengan senjata tajam,
maka senjata tajam itu di tangannya dia melukai dengannya di neraka
jahannam, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya”. [HR.
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasai]6

َّ ‫صلَّى‬
ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ قَا َل‬،ِ‫َّللا‬ َّ ‫ع ْب ِد‬َ ‫ب ب ِْن‬ ِ ُ‫َعن ُج ْند‬
َ ‫ فَ َج ِز‬،‫ َكانَ فِي َم ْن َكانَ قَ ْبلَ ُك ْم َر ُج ٌل بِ ِه ُج ْر ٌح‬: ‫سلَّ َم‬
،‫ع‬ َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬
:‫َّللاُ ت َ َعا َلى‬ َ ‫ارقَأ َ الدَّ ُم َحتَّى َم‬
َّ ‫ قَا َل‬،‫ات‬ َ ‫ فَ َم‬،ُ‫فَأ َ َخذَ ِس ِكينًا فَ َح َّز ِب َها َيدَه‬
َ‫ َح َّر ْمتُ َعلَ ْي ِه ال َجنَّة‬،‫َبادَ َرنِي َع ْبدِي ِبنَ ْف ِس ِه‬

6
HR. Al-Bukhâri, no. 5778; Muslim, no. 109; lafazh bagi Al-Bukhâri

9
Dari Jundub bin Abdullah, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu ada seorang laki-laki sebelum
kamu yang mengalami luka, lalu dia berkeluh kesah, kemudian dia
mengambil pisau, lalu dia memotong tangannya. Kemudian darah
tidak berhenti mengalir sampai dia mati. Allâh Azza wa Jalla
berfirman, ‘Hamba-Ku mendahului-Ku terhadap dirinya, Aku
haramkan surga baginya’. [HR. Al-Bukhâri] 7

‫سلَّ َم ُحنَ ْينًا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو ِل‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ‫ع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة َ قَا َل‬
ُ ‫ش ِه ْدنَا َم َع َر‬ َ
‫ض ْرنَا ْال ِقتَا َل‬ ِ َّ‫اْلس َْل ِم َهذَا ِم ْن أ َ ْه ِل الن‬
َ ‫ار فَلَ َّما َح‬ ِ ْ ‫عى ِب‬َ ‫فَقَا َل ِل َر ُجل ِم َّم ْن يُ ْد‬
‫الر ُج ُل الَّذِي‬ َّ ‫سو َل‬
َّ ِ‫َّللا‬ ُ ‫صابَتْهُ ِج َرا َحةٌ فَ ِقي َل يَا َر‬َ َ ‫شدِيدًا فَأ‬ َ ‫الر ُج ُل قِت َ ًاًل‬
َّ ‫قَات َ َل‬
َ ‫شدِيدًا َوقَ ْد َم‬
‫ات فَقَا َل‬ َ ‫ار فَإِنَّهُ قَات َ َل ْاليَ ْو َم ِقت َ ًاًل‬
ِ َّ‫ت لَهُ آنِفًا إِنَّهُ ِم ْن أ َ ْه ِل الن‬ َ ‫قُ ْل‬
‫اب‬َ َ ‫ض ْال ُم ْس ِل ِمينَ أ َ ْن يَ ْرت‬
ُ ‫ار فَ َكادَ َب ْع‬ ِ َّ‫سلَّ َم إِلَى الن‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ُّ ِ‫النَّب‬
َ‫شدِيدًا فَلَ َّما َكان‬ َ ‫ت َولَ ِك َّن بِ ِه ِج َرا ًحا‬ ْ ‫علَى ذَ ِل َك إِ ْذ قِي َل إِنَّهُ لَ ْم يَ ُم‬ َ ‫فَبَ ْي َن َما ُه ْم‬
‫علَ ْي ِه‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫سهُ فَأ ُ ْخ ِب َر النَّ ِب‬
َ ‫علَى ْال ِج َراحِ فَقَتَ َل نَ ْف‬ َ ‫ص ِب ْر‬ ْ ‫ِم ْن اللَّ ْي ِل لَ ْم َي‬
‫سولُهُ ث ُ َّم أ َ َم َر ِب َل ًًل َفنَادَى‬ َّ ُ ‫َّللاُ أ َ ْك َب ُر أ َ ْش َهد ُ أ َ ِني َع ْبد‬
ُ ‫َّللاِ َو َر‬ َّ ‫سلَّ َم ِبذَ ِل َك فَقَا َل‬َ ‫َو‬
َّ ‫س ُم ْس ِل َمةٌ َوأ َ َّن‬
َ‫َّللاَ ي َُؤ ِيد ُ َهذَا الدِين‬ ٌ ‫اس أَنَّهُ ًَل َي ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ ِإ ًَّل نَ ْف‬ ِ َّ‫فِي الن‬
ِ َ‫الر ُج ِل ْالف‬
‫اج ِر‬ َّ ‫ِب‬

Dari [Abu Hurairah] dia berkata, "Kami bersama Rasulullah


shallallahu 'alaihi wasallam sedang melakukan peperangan terhadap
Hunain, maka beliau bersabda kepada seorang lelaki yang diakui
sebagai seorang muslim: 'Orang ini termasuk ke dalam golongan ahli
Neraka'. Saat kami sedang dalam kancah, kami lihat lelaki itu
berperang dengan bersungguh-sungguh hingga menyebabkan dia
terluka parah. Lalu ada yang melaporkan kepada Rasulullah

7
HR. Al-Bukhâri, no. 3463

10
shallallahu 'alaihi wasallam, 'Wahai Rasulullah! Lelaki yang tuan
katakan sebelum ini, bahwa dia merupakan ahli Neraka, pada hari ini
ia telah berjuang dengan penuh semangat dan dia telah mati'. Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dia akan ke
Neraka'. Sebagian kaum muslimin berada dalam keraguan tersebut.
Tiba-tiba datang seseorang melaporkan bahwa dia tidak mati karena
berjuang, tetapi luka parah. Pada malam itu, dia tidak sabar
menghadapi kesakitan lukanya, maka dia membunuh dirinya sendiri,
maka hal itu dilaporkan kepada Rasulullah. Rasulullah terus bertakbir:
'Allahu Akbar, aku bersaksi bahwa aku adalah hamba Allah dan
Rasul-Nya.' Lalu Rasulullah menyuruh Bilal memberitahu semua
orang bahwasanya tidak akan masuk Surga kecuali jiwa atau orang
yang berserah diri (kepada Allah). Dan bahwa Allah telah menguatkan
lagi agama ini dengan seorang lelaki yang gagah perkasa'."[ HR.
Muslim]8

B. Pandangan Islam Tentang Euthanasia

Parah tokoh Islam di Indonesia sangat menentang dilakukannya


euthanasia. Prof. Dr. Amir syarifuddin menyebutkan bahwa
pembunuhan untuk menghilangkan penderita si sakit, sama dengan
larangan Allah membunuh anak untuk tujuan menghilangkan
kemiskinan. Tindakan dokter dengan memberi obat atau suntikan
dengan sengaja untuk mengakhiri hidup pasien adalah termasuk
pembunuhan disengaja.

Ia berarti mendahului takdir Tuhan, meskipun niatnya adalah


untuk melepaskan penderitaan pasien atau juga melepaskan
tanggungan keluarga. Akan tetapi apabila dokter tidak lagi memberi
pasien obat, karena yakin obat yang ada sudah tidak bisa menolong,

8
Hadits Muslim Nomor 162

11
atau sekalian mengizinkan si pasien di bawa pulang, andaikata pasien
itu meninggal, maka sikap dokter itu tidaklah termasuk perbuatan
pembunuhan.

K.H Syukron Makmun juga berpendapat bahwa kematian itu


adalah urusan Allah, manusia tidak mengetahui kapan kematian itu
akan menimpa dirinya. Soal sakit, menderita dan tidak kunjung
sembuh adalah qudratullah. Kewajiban kita hanya berikhtiar.
Mempercepat kematian tidak dibenarkan. Tugas dokter adalah
menyembuhkan, bukan membunuh. Kalau dokter tidak sanggup
kembalikan kepada keluarga.

Jadi apapun alasanya, apabila tindakan itu berupa euthanasia


aktif, yang berarti suatu tindakan mengakhiri hidup manusia pada saat
yang bersangkutan masih menunjukan adanya tanda-tanda kehidupan,
Islam mengharamkanya.

Sedangkan terhadap euthanasia pasif, para ahli, baik dari


kalangan kedokteran, ahli hukum pidana, maupun para ulama sepakat
membolehkanya.

Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk


dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun
niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya
tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau
keluarganya.

Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil


yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain,
maupun membunuh diri sendiri.

Misalnya firman Allah SWT :

12
‫صا ُك ْم ِب ِه‬ َّ ‫ق ۚ ٰذَ ِل ُك ْم َو‬
ِ ‫َّللاُ ِإ ًَّل ِب ْال َح‬
َّ ‫س الَّتِي َح َّر َم‬
َ ‫و ًَل ت َ ْقتُلُوا النَّ ْف‬...
َ
َ‫لَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْع ِقلُون‬
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk
membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS
Al-An’aam : 151)

َ ‫َو َما َكانَ ِل ُمؤْ ِمن أ َ ْن َي ْقت ُ َل ُمؤْ ِمنًا ِإ ًَّل َخ‬
ً...‫طأ‬
“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min
(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` :
92)

Dr. Yusuf Al-Qaradhawi mengatakan, bahwa kehidupan


manusia bukan menjadi hak milik pribadi, sebab dia tidak dapat
menciptakan dirinya, organ tubuhnya, ataupun sel-selnya. Diri
manusia pada hakikatnya adalah barang titipan yang diberikan Allah,
oleh karenanya ia tidak boleh diabaikan, apalagi dilepaskan dari
kehidupannya.

Islam menghendaki setiap muslim untuk selalu optimis, Islam


tidak membenarkan dalam situasi apa pun untuk melepaskan nyawa
hanya ada musibaah yang menimpa atau gagal dalam cita-cita.
Seorang mukmin diciptakan justru untuk berjuang, bukan untuk lari
dari kenyataan. Setiap mukmin mempunyai senjata yang tidak bisa
meleset, dan mempunyai kekayaan yang tidak bisa habis, yaitu iman
dan kekayaan budi.9

C. Pandangan Kode Etik dan KUHP Tentang Euthanasia


Prinsip umum UU hukum pidana (KUHP) yang berkaitan
dalam masalah jiwa manusia adalah memberikan perlindungan

9
Yusuf al-Qaradhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, terjem. Oleh
Mu’ammal hamidy, Singapura : Himpunan Belia Islam, 1980, h. 452-453

13
sehingga hak untukn hidup secara wajar sebgai mana harkat
kemanusiaannya secara wajar menjadi terjamin.
Didalam pasal 344 KUHP dinyatakan : barang siapa
menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
disebutkannya dengan nyata dengan sesungguhnya, dihukum penjara
selama lamanya 12 tahun.
Berdasarka pasal ini seorang dokter bisa dituntut oleh penegak
hukum, apabila ia melakukan euthanasia walaupun atas permintaan
orang itu sendiri yang disebutkannya dengan nyata dan dengan
sungguh-sungguh dihikum penjara selama-lamanya 12 tahun.
Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri
Kesehatan Nomor: 434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal
10: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya
melindungi hidup makhluk insani.” Kemudian di dalam penjelasan
pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri yang kuat pada
setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah
mempertahankan hidupnya. Usaha untuk itu merupakan tugas seorang
dokter.
Dokter harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup
makhluk insani, berarti bahwa baik menurut agama dan undang-
undang Negara, maupun menurut Etika Kedokteran, seorang dokter
tidak dibolehkan:

a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus).

b. Mengakhiri hidup seseorang penderita, yang menurut ilmu dan


pengalaman tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia).

Jadi sangat tegas, para dokter di Indinesia dilarang melakukan


euthanasia. Di dalam kode etika itu tersirat suatu pengertian, bahwa
seorang dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan

14
kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup
manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian di atas maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut :

Bunuh diri adalah suatu tindakan mematikan dari seseorang


terhadap dirinya, sedangkan euthanasia adalah tindakan medis yang
dilakukan dokter terhadap pasien yang berpenyakit parah dan
menyengserakan.

Bunuh diri dan euthanasia adalah berbeda karena bunuh diri


dilakukan oleh pribadi seseorang, sedangkan euthanasia orang lain
yang melakukan terhadap seseorang.

Hukum bunuh diri adalah haram karena syara’ melarangnya, dan


euthanasia juga haram bila seorang dokter itu bersifat aktif dengan
memberikan obat yang overdosis terhadap orang sakit dengan maksud
agar mempercepat matinya, namun bila dokter bersifat pasif dengan
tidak mengobati seorang pasien yang sekarat, supaya ia cepat
meninggal dunia, maka ada dua pendapat para imam mazhab ada yang
membolehkan da nada yang tidak membolehkan. Jumhur ulama
membolehkan, imam Syafi’I, Imam Ahmad, dan imam Hanabila, tidak
membolehkan, karena menurut pandangannya berobat adalah wajib
hukumnya.

DAFTAR PUSTAKA

15
Al-Husain, Sulaiman, (2005) Mengapa Harus Bunuh Diri ?. Jakarta :
Qisthi Press

Hasan,M.Ali,(1995)Masail Fiqhiyah Al Haditsah. Jakarta : Rajawali


Pers

Shihab,M.Quraish, (2008) Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang


Patut Anda Ketahui. Jakarta : Lentera Hati

Yasid, Abu, (2005) Fiqh Realitas,Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Zuhdi, Masjfuk, (1997) Mashail Fiqhiyah. Jakarta : Toko Gunung


Agung

Yusuf al-Qaradhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, terjem. Oleh

Mu’ammal hamidy, Singapura : Himpunan Belia Islam, 1980

Sulaiman Al-Husain, Mengapa Harus Bunuh Diri?, (Jakarta : Qisthi


Press, 2005), hlm. 6-7

16

You might also like