Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
Raisya Nadirawati, S.Kep
NIM 162311101311
A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah patah tulang, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik, dimana kekuatan dari tenaga, kedaan tulang, jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap ( Price & Wilson, 2006). Fraktur antebrachii (fraktur radius-
ulna) adalah terputusnya hubungan tulang radius-ulna yang disebabkan oleh
cedera pada lengan bawah, baik trauma langsung maupun trauma tidak
langsung (Helmi, 2013).
B. Anatomi Tulang pada Regio Antebrachii
1. Os. Radius
Radius adalah tulang lengan bawah yang menyambung dengan humerus
dan membentuk sendi siku. Ujung proksimal radius membentuk caput radii
berbentuk roda dengan letak melintang. Ujung cranial caput radii
membentuk fovea articularis (fossa articularis). Caput radii dikelilingi oleh
facies articularis yang disebut circumferential articularis dan berhubungan
dengan incisura radialis ulnae. Caput radii terpisah dari corpus radii oleh
collum radii. Disebelah caudal collum pada sisi medial terdapat tuberositas
radii. Corpus radii dibagian tengah membentuk margo interossea (crista
interossea), margo anterior (margo volaris) dan margo posterior. Ujung
distal radius melebar kearah lateral membentuk processus styloideus radii,
dibagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis
terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh tendon. Permukaan ujung distal
radius membentuk facies articularis carpi.
2. Os. Ulna
Ujung proksimal ulna lebih besar daripada bagian distal. Pada ujung
proksimal ulna terdapat incisuratrochlearis (incisura semiulnaris),
menghadap kearah ventral membentuk persendian dengan trochlea humeri.
Tonjolan dibagian dorsal disebut olecranon. Di sebalh caudal incisura
trochlearis terdapat processus coronoideus dan tuberositas ulnae, tempat
perlekatan m.brachialis dibagian lateral dan incisura trochlearis terdapat
incisura radialis yang berhadapan dengan caput radii. Disebelah caudal
incisura radialis terdapat cirsta musculisupinatoris. Corpus ulnae
membentuk facies anterior, facies posterior, faciesmedialis, margo
interosseus, margo anterior dan margo posterior. Ujung distal ulna yaitu
caput ulnar berbentuk circumferential articularis dan dibagian dorsal
terdapat processus styloideus serta sulcus m extensoris carpi ulnaris. Ujung
distal ulna berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius.
3. Otot ektremitas atas
4. Sistem nervus
C. Epidemologi
Di Indonesia, trauma dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari
ketinggian adalah yang paling banyak didapatkan. Berdasarkan data dari
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada tahun 2010 jumlah kecelakaan
lalu lintas mencapai 31.186 kasus pertahun. Penyebab paling umum trauma
dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 51.66%, akibat
kecelakaan kerja atau olah raga sebanyak 30% dan akibat kekerasan rumah
tangga sebanyak 18%, sehingga dapat disimpulkan trauma menyebabkan
dibutuhkannya biaya perawatan yang sangat besar, angka kematian yang
tinggi, hilangnya waktu kerja, kecacatan sementara dan permanen. Karenanya
sangat diperlukan penanganan seawal mungkin.
D. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), terjadinya fraktur dapat disebabkan
karena beberapa faktor
1. Faktor traumatik
Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu trauma langsung dan tak
langsung. Trauma langsung dapat terjadi karena adanya ruda paksa
(misal: benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang). Sedangkan
trauma tak langsung dapat dicontohkan pada kondisi seseorang yang
terjatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi yang dapat terjadi fraktur
pada pergelangan tangan
2. Faktor patologis
Faktor ini terjadi karena adanya kelainan / penyakit yang menyebabkan
kelemahan pada tulang (misal: infeksi, tumor, dan kelainan bawaan) hal
ini dapat menyebabkan terjadinya fraktur apabila tulang itu sendiri rapuh
karena adanya riwayat penyakit atau kelainan tersebut.
3. Faktor Stres
Fraktur stres terjadi karena adanya kondisi stres dan terjadi berulang-
ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan (hal ini berkaitan
dengan individu yang mengalami obesitas/ overweight). Fraktur stres
jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.
Nampira (2014) menjelaskan bahwa fraktur Antebrachii (radius-ulna)
dapat terjadi karena cedera langsung pada lengan bawah, kecelakaan lalu
lintas, atau jatuh dengan posisi lengan teregang. Cedera langsung biasanya
menyebabkan fraktur transversa pada tinggi yang sama, bisanya di sepertiga
tengah tulang.
E. Klasifikasi
Menurut Mansjoer (2000), klasifikasi fraktur Antebrachii adalah sebagai
berikut:
1. Fraktur Colles
Menurut Pearce (2008), fraktur Colles adalah patah transvers dari ujung
bawah radius, kira-kira 2,5 cm diatas pergelangan. Pasien terjatuh dalam
keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam
(endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi
supinasi). Fraktur ini terjadi dengan posisi tangan dorsofleksi, segmen fraktur
distal mengalami angulasi ke arah dorsal dan menyebabkan deformitas seperti
“sendok makan” (dinner fork deformity).
G. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
Keluhan nyeri akan terus menerus dan bertambah beratnya akan dirasakan
seseoang sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot Spasme otot yang
menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Krepitasi
Saat ektremitas diperiksa, akan terasa adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yangterasa akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
3. Deformitas
Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan ektremitas yang normal
dengan melihat atau dapat dirasakan bahwa adanya pergeseran pada fraktur.
4. Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi pembengkakan
dan perubahan warna lokal yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
5. Kurangnya sensasi yang dapa terjadi karena adanya gangguan saraf
Dimana biasanya syaraf ini terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidak stabilan
tulang.
7. Pergerakan abnormal
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksakan penunjang yang penting dillakukan adalah pencitraan
/sinar rontgen (X-ray). Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan
jenis fraktur dan bagaimana mekanisme trauma, pada umumnya
menggunakan proyeksi anterior-posterior dan lateral
2. MRI
Pemeriksaan ini digunakan mengobservasi dan mengkaji adanya cedera
pada tulang rawan, ligament dan tendon
3. CT-Scan (Computed Tomography-Scan)
Hal ini digunakan untuk menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
4. Angiografi
Adalah pemeriksaan struktur vaskuler (pemeriksaan sistem arteri) yang
berupa suatu bahan kontras radiopaque yang diijeksikan kedalam arteri
tertentu,dan kemudian diambil foto sinar-X serial sistem arteri yang
dipasok oleh arteri tersebut. Prosedur ini sangat bermanfaat untuk
mengkaji perfusi arteri dan bisa digunakan untuk tingkat amputasi
yangakan dilakukan.
5. Pemeriksaan Laboraturium
Menurut Smeltzer & Bare (2002) pemeriksaan darah dan urine lengkap
dapatmemberikan informasi mengenai masalah muskuloskeletal,
diantaranya :
a. kadar Hb (hemoglobin) biasanya hasil hb dapat lebih rendah dari
biasanya karena terjadi perdarahan karena trauma.
b. Trombosit
Sebelum dilakukannya tindakan pembedahan pasien akan di lakukan
pemeriksaan kadar trombositnya hal ini berkaitan dengan tingkat
pembekuan darah pasien, yang bertujuan untuk mendeteksi
kecenderungan perdarahan karena tulang merupakan jaringan yang
sangat vasukuler.
c. Kadar kalsium
Kadar kalsium akan berubah pada pasien dengan osteomalasia, fungsi
paratiroid,tumortulang metastasis, dan pada pasien dengan imobilisasi
yang lama.
d. Kadar serum kreatinin kinase (CK) dan serum glutamic- oxaloacetic
transminase (SGOT) akan meningkat pada kerusakan otot
e. Kadar kalsium urine meningkat pada destruksi tulang (mis: disfungsi
paratiroid, tumor tulang metastasis, mieloma multipel)
I. Kemungkinan Komplikasi
Long (2000) menjelaskan bahwa kemungkinan komplikasi faktur yang
terjadi antara lain:
1. Immediate complication yaitu komplikasi awal dengan gejala:
a. Syok neurogenik
b. Kerusakan organ syaraf
2. Early complication
a. Kerusakan arteri
b. Infeksi
c. Sindrom kompartemen
d. Nekrosa vaskuler
e. Syok hipovolemik
3. Late Complication
a. Mal union
b. Non union
c. Delayed union
J. Penatalaksanaan Farmokologi
Menurut Maringga (2011), Sebagian besar manajemen farmakologi yang
dilakukan pada pasien fraktur bertujuanuntuk meredakan nyeri yang
dialami oleh pasien. Nyeri pada fraktur disebabkan olehperdarahan,
pembengkakan, pergerakan abnormal pada jaringan lunak di sekitarnya,
danpelepasan mediator-mediator inflamasi. Nyeri yang dialami oleh pasien
fraktur biasanyamerupakan nyeri yang sangat hebat, sehingga analgesik
opioid, seperti morfin menjadi sebuahpilihan terakhir jika analgesik
lainnya tidak berhasil mengurangi nyeri, beberapa obat untuk
penatalaksanaan nyeri adalah sebagai berikut:
1. Ketorolak
Ketorolak termasuk anti non-steroid dengan sifat analgetik yang kuat
dan efek anti inflamasi sedang. Ketorolak dapat dipakai sebagai
pengganti morfin dan penggunaanya dengan analgesik opioid dapat
mengurangi kebutuhan opioid 20-50%
2. Morfin
Morfin bekerja secara agonis pada reseptor µ. Morfin menimbulkan
alalgesik dengan cara berikatan pada reseptor opioid pada SSP dan
medula spinalis yang berperan pada transmisi dan modulasi nyeri
3. Metadon
Metadon diberikan untuk meredakan nyeri yang dapat dipengaruhi
oleh morfin. Metadon biasanya diberikan sebagai pengganti morfin
karena untuk mencegah timbulnya putus obat.
3) Resisted Exercise
Latihan penguatan meningkatkan kemampuan dari otot. Latihan ini
meningkatkan koordinasi unit motor yang menginervasi suatu otot
serta keseimbangan antara kelompok otot yang bekerja pada suatu
sendi. Latihan penguatan bertujuan untuk meningkatkan ketegangan
potensial yang dapat dihasilkan oleh elemen kontraksi dan statis
suatu unit otot-tendon.
4) Hold Relax
Latihan yang menggunakan otot secara isometric kelompok
antagonis dan diikuti relaksasi otot tersebut. Kontraksi isometric
kemudian otot menjadi rileks sehingga gerakan kearah agonis lebih
mudah dilakukan dan dapat mengulur secara optimal. Mekanisme
kontraksi isometric terjadi karena sarcomere otot yang semula
memendek akan dapat memanjang kembali dan berakibat
kembalinya fungsi otot secara normal kemudian diikuti dengan
relaksasi grup otot antagonis, mobilitas menjadi baik, nyeri
berkurang, sehingga pasien akan lebih mudah untuk menggerakkan
sendi yang semula terbatas. Menurut Adler (2008) tujuan dari latihan
ini adalah untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak
sendi (LGS). Indikasi dilakukannya latihan ini yaitu pasien
mengalami penurunan LGS, dan nyeri, sedangkan kontraindikasi
latihan ini pada pasien yang tidak dapat melakukan kontraksi
isometric. Latihan ini dilakukan dengan cara pasien atau terapis
menggunakan sendi siku kearah fleksi sampai batas nyeri pasien,
lalu pasien diminta untuk mengkontraksikan kelompok antagonis
tersebut tanpa terjadi gerakan atau kontraksi isometric, kontraksi
dipertahankan selama 5-8 detik, kemudian hitungan ke 8 pasien
rileks, tunggu sampai pasien benar-benar rileks kemudian terapis
melakukan penguluran kearah pola agonis, penguatan pola gerak
agonis dengan cara menambah LGS pasien. Gerakan ini diulang
hingga 6-8 kali (Adler, 2008).
Fraktur
Nyeri
Syok
Hambatan Edema
Hipovolemik Memobilisasi
Mobilitas Fisik asam Lemak
Penekanan Pemb.
Darah
Bergabung
Risiko Sindrom Penurunan dengan
Disuse Perfusi Jaringan trombosit
Gangguan Emboli
Perfusi Jaringan
Menyumbat
Pembuluh darah
M. Proses Keperawatan Berdasarkan Teori
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Pada umunya keluhan utama yang dirasakan oleh pasien yang
mengalami fraktur adalah nyeri. Biasanya sebagian kasus fraktur
ditangani di ruang IGD dan mendapatkan penanganan awal
tergantung dengan kondisi dan lokasi frakturnya. Saat
dilakukannya pengkajian tentang nyeri gunakan pedoman PQRST
agar data nyeri dapat diperoleh secara lengkap
1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi fraktor
presipitasi nyeri
2) Qulity of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk
3) Region: dimana letak/ lokasi nyeri yang dirasa,di bagian tubuh
sebelah mana
4) Severity (scale) of Pain: Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
b. Riwayat penyakit sekarang
Data yang telah terkumpul dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
keperawatan terhadap klien. Data ini dapat berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Kemudian dapat diketahui bagaimana mekanisme terjadinya
kecelakaan yang dialami klien, dan bagaimana upaya yang
dilakukan klien dan keluarganya untuk mengatasi keluhan utama
tersebut (seperti pertolongan awal di tukang pijit, di bawa ke
pelayanan kesehatan terdekat, menggunakan obat-obatan toko, dll)
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka
di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
d. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
e. Pengkajian Keperawatan
1) Persepsi Kesehatan & pemeiharaan kesehatan meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
mengganggu metabolism kalsium, mengkonsumsi alcohol yang
bisa mengganggu keseimbangan dan kebiasaan klien
melakukan olahraga.
2) Pola nutrisi dan Metabolik
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit.
C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang
kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
3) pola aktivitas & latihan:, karena adanya nyeri, keterbatasan
gerak menyebabkan semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan klien membutuhkan bantuan orang lain.
Aktivitas klien sebelumnya juga perlu dikaji terutama
pekerjaan klien, karena ada beberapa jenis pekerjaan berisiko
untuk menyebabkan terjadinya fraktur.
4) Pola tidur & istirahat : durasi, gangguan tidur, keadaan bangun
tidur. Klien fraktur akan mengalami nyeri dan menyebabkan
keterbatasan gerak sehingga menggangu waktu tidur dan
istirahat klien.
5) Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi
dan keadaan indera. Biasanya klien akan mengalami gangguan
pada indra peraba terutama pada bagian distal fraktur.
6) Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri,
ideal diri, dan peran diri. Dampak yang timbul pada klien yang
mengalami fraktur yaitu ketakutan akan kecacatan akibat
fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal dan pandangan akan dirinya yang
salah.
7) Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi
reproduksi. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
nyeri yang dialami.
8) Pola peran & hubungan, klien akan kehilangan peran dalam
keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat
inap.
9) Pola manajemen & koping stress. Mekanisme koping yang
dialami klien dapat menjadi tidak efektif akibat ketakutan klien
akan kecacatan yang dapat timbul pada dirinya.
10) Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat.
Klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama terhadap frekuensi dan konsentrasi dalam
beribadah akibat nyeri dan keterbatasan gerak.
2. Pemeriksaan fisik
Ini dilakukan untuk mengetahui keadaan fraktur yang dialami pasien
secara lebih jelas. Pemeriksaan fisik meliputi primary survey
(dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien) dan secondary
survey (untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih
diangganormal atau tidak). Berikut hal yang harus di kaji:
a. Kedaan umum (GCS, TTV)
b. Pengkajian Fisik berupa inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi:
kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen,
urogenital, ekstremitas, kulit dan kuku, dan keadaan local
1) Kepala
Untuk faraktur Antebrachii, bagian kepala tidak ada gangguan
tidak ada penonjolan tidak ada nyeri kepala
2) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada
3) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema
4) Mata
Jika terjadi perdarahan, maka terlihat ada gangguan di
konjungtiva mata yaitu anemis
5) Telinga
Biasanya tampak normal
6) Hidung
Tidak ada deformitas
7) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
8) Thoraks ( Paru dan Jantung)
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru, pada
jantung jarang ditemukan kelainan dikarenakan penyebab
fraktur femur ,hanya karena kondisi pasien yang mengalami
nyeri hebat akan mengaalami peningkatan nadi (Takhikardi)
9) Keadaan Lokal
Perlu diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler, (untuk status
neurovaskuler 5P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a) Look/inspeksi
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Pada keadaan sindrom kompatemen tampak daerah
fraktur terlihat pucat dan mengalami pembengkakan
(oedem)
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
pemendekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma
pada organ-organ lain
b) Feel/palpasi
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita
biasanya mengeluh sangat nyeri terutama pada pasin
yang mengalami sinrom kompartemen . Hal-hal yang
perlu diperhatikan:
Nyeri tekan
Krepitasi
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma, dapat
terjadi kehilangan /berkurangnya nadi (pulselesness)
akibat adanya penurunan perfusi jaringan pada daerah
trauma
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
c) Move/gerakan
Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan
distal dari daerah yang mengalami trauma
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak
boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti
pembuluh darah dan saraf
Move untuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur
digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang
halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya
ujung-ujung tulangkortikal. Pada tulang spongiosa atau
tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-
gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion
dan kekuatan serta kita melakukan pemeriksaan untuk
melihat apakah ada gerakan tidak normal atau tidak.
Gerakan tidak normal merupakan gerakan yang tidak
terjadi pada sendi, misalnya pertengahan femur dapat
digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya
fraktur yang membuktikan adanya putusnya kontinuitas
tulang sesuai definisi fraktur. Hal ini penting untuk
membuat visum, misalnya bila tidak ada fasilitas
pemeriksaan rontgen.
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Mampu mengontrol nyeri Paint management
fraktur tulang, spasme otot, edema, keperawatan selama 1X6 jam (tahu penyebab nyeri, 1. Kaji nyeri secara
kerusakan jaringan lunak diharapkan nyeri dapat mampu menggunakan komprehensif (lokasi,
tehnik nonfarmakologi karakteristik, durasi,
berkurang
untuk mengurangi nyeri, frekuensi, kualitas, dan
mencari bantuan) faktor presipitasi)
NOC: 2. Melaporkan bahwa nyeri 2. Beri penjelasan mengenai
1. Pain level berkurang dengan penyebab nyeri
2. Pain control menggunakan manajemen 3. Observasi reaksi nonverbal
3. Comfort level nyeri dari ketidaknyamanan
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi, 4. Segera immobilisasi daerah
dan tanda nyeri) fraktur
4. Menyatakan rasa nyaman 5. Tinggikan dan dukung
setelah nyeri berkurang ekstremitas yang terkena
6. Ajarkan pasien tentang
alternative lain untuk
mengatasi dan mengurangi
rasa nyeri
Mansjoer, A. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan Medical Bedah Bruner dan Sudarth.
Jakarta: EGC.
Black, J.M, et al. 1995. Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing
ProcessApproach, 4 th Edition. New York: W.B. Saunder Company.