You are on page 1of 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN BEDAH PADA PASIEN DENGAN


TUMOR ABDOMEN INTRA INTESTINAL DI INSTALASI BEDAH
SENTRAL RSD dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
Raisya Nadirawati, S.Kep
NIM 162311101311

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
Laporan Pendahuluan

A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah patah tulang, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik, dimana kekuatan dari tenaga, kedaan tulang, jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap ( Price & Wilson, 2006). Fraktur antebrachii (fraktur radius-
ulna) adalah terputusnya hubungan tulang radius-ulna yang disebabkan oleh
cedera pada lengan bawah, baik trauma langsung maupun trauma tidak
langsung (Helmi, 2013).
B. Anatomi Tulang pada Regio Antebrachii
1. Os. Radius
Radius adalah tulang lengan bawah yang menyambung dengan humerus
dan membentuk sendi siku. Ujung proksimal radius membentuk caput radii
berbentuk roda dengan letak melintang. Ujung cranial caput radii
membentuk fovea articularis (fossa articularis). Caput radii dikelilingi oleh
facies articularis yang disebut circumferential articularis dan berhubungan
dengan incisura radialis ulnae. Caput radii terpisah dari corpus radii oleh
collum radii. Disebelah caudal collum pada sisi medial terdapat tuberositas
radii. Corpus radii dibagian tengah membentuk margo interossea (crista
interossea), margo anterior (margo volaris) dan margo posterior. Ujung
distal radius melebar kearah lateral membentuk processus styloideus radii,
dibagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis
terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh tendon. Permukaan ujung distal
radius membentuk facies articularis carpi.
2. Os. Ulna
Ujung proksimal ulna lebih besar daripada bagian distal. Pada ujung
proksimal ulna terdapat incisuratrochlearis (incisura semiulnaris),
menghadap kearah ventral membentuk persendian dengan trochlea humeri.
Tonjolan dibagian dorsal disebut olecranon. Di sebalh caudal incisura
trochlearis terdapat processus coronoideus dan tuberositas ulnae, tempat
perlekatan m.brachialis dibagian lateral dan incisura trochlearis terdapat
incisura radialis yang berhadapan dengan caput radii. Disebelah caudal
incisura radialis terdapat cirsta musculisupinatoris. Corpus ulnae
membentuk facies anterior, facies posterior, faciesmedialis, margo
interosseus, margo anterior dan margo posterior. Ujung distal ulna yaitu
caput ulnar berbentuk circumferential articularis dan dibagian dorsal
terdapat processus styloideus serta sulcus m extensoris carpi ulnaris. Ujung
distal ulna berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius.
3. Otot ektremitas atas

a. M. Triceps :Adalah otot yang terletak di sepanjang lengan atas.


Berfungsi : meluruskan lengan atas di siku dan meluruskan lengan.
b. M. Biceps :Adalah otot lengan atas.
Berfungsi : untuk menekuk lengan
c. M. BrachialisAdalah otot kecil yang terletak disebelah luar biceps. :
Berfungsi : Sendi Siku (Fleksi)
d. M. Brakiorodialis : Adalah otot lengan bawah
Berfungsi : bertindak untuk melenturkan lengan bawah pada siku.
e. M. Anconeus :Adalah otot kecil pada aspek posterior dari sendi siku.
Berfungsi : meluruskan siku dengan lemah dan memutar ulna untuk
menghadapkan telapak tangan ke bawah.
f. M. Deltoideus :Adalah otot yang membentuk struktur bulat pada bahu
manusia, biasanya digunakan untuk melakukan suntikan indra –
mskular.
Berfungsi :mengangkat lengan menjauhi tubuh ke depan, samping dan
belakang.
g. M. Biceps brachi :Adalah terletak didekat dengan permukaan kulit
sehingga mudah terlihat.
Berfungsi : untuk menekuk lengan atas ke siku dan memutar telapak
tangan ke atas.
h. M. Teres minor :Adalah otot tebal dan bulat kecil ada belikat.
Berfungsi : untuk memtar lengan ke luar.
i. M. Teres major :Adalah otot yang tebal dan bulat.
Berfungsi : untuk melekatkan, melonggarkan dan memutarkan lengan
ke arah medial.
j. M Abdector Polsis brevis : Adalah otot ditangan.
Berfungsi menarik ibu jari kedala menuju telapak tangan
k. . M Aponeurosis Palmar :Adalah otot yang menjadi titik pelekatan bagi
kulit dan melindungi tendon dibawahnya.
l. M Fleksor karpi ulnaris :Adalah otot lengan bawah manusia
Berfungsi : melenturkan tangan, ataupun menekuk dan menarik
pergelangan tangan kedalam.

4. Sistem nervus
C. Epidemologi
Di Indonesia, trauma dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari
ketinggian adalah yang paling banyak didapatkan. Berdasarkan data dari
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada tahun 2010 jumlah kecelakaan
lalu lintas mencapai 31.186 kasus pertahun. Penyebab paling umum trauma
dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 51.66%, akibat
kecelakaan kerja atau olah raga sebanyak 30% dan akibat kekerasan rumah
tangga sebanyak 18%, sehingga dapat disimpulkan trauma menyebabkan
dibutuhkannya biaya perawatan yang sangat besar, angka kematian yang
tinggi, hilangnya waktu kerja, kecacatan sementara dan permanen. Karenanya
sangat diperlukan penanganan seawal mungkin.

D. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), terjadinya fraktur dapat disebabkan
karena beberapa faktor
1. Faktor traumatik
Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu trauma langsung dan tak
langsung. Trauma langsung dapat terjadi karena adanya ruda paksa
(misal: benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang). Sedangkan
trauma tak langsung dapat dicontohkan pada kondisi seseorang yang
terjatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi yang dapat terjadi fraktur
pada pergelangan tangan
2. Faktor patologis
Faktor ini terjadi karena adanya kelainan / penyakit yang menyebabkan
kelemahan pada tulang (misal: infeksi, tumor, dan kelainan bawaan) hal
ini dapat menyebabkan terjadinya fraktur apabila tulang itu sendiri rapuh
karena adanya riwayat penyakit atau kelainan tersebut.
3. Faktor Stres
Fraktur stres terjadi karena adanya kondisi stres dan terjadi berulang-
ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan (hal ini berkaitan
dengan individu yang mengalami obesitas/ overweight). Fraktur stres
jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.
Nampira (2014) menjelaskan bahwa fraktur Antebrachii (radius-ulna)
dapat terjadi karena cedera langsung pada lengan bawah, kecelakaan lalu
lintas, atau jatuh dengan posisi lengan teregang. Cedera langsung biasanya
menyebabkan fraktur transversa pada tinggi yang sama, bisanya di sepertiga
tengah tulang.
E. Klasifikasi
Menurut Mansjoer (2000), klasifikasi fraktur Antebrachii adalah sebagai
berikut:
1. Fraktur Colles
Menurut Pearce (2008), fraktur Colles adalah patah transvers dari ujung
bawah radius, kira-kira 2,5 cm diatas pergelangan. Pasien terjatuh dalam
keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam
(endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi
supinasi). Fraktur ini terjadi dengan posisi tangan dorsofleksi, segmen fraktur
distal mengalami angulasi ke arah dorsal dan menyebabkan deformitas seperti
“sendok makan” (dinner fork deformity).

Gambar 1. Fraktur Colles


Gambar 2. Fraktur Colles
Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari
radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi
oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi
4 tipe yaitu:
1) Tipe IA : Fraktur radius ekstra artikuler
2) Tipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler
3) Tipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio karpal
4) Tipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio karpal
1) Tipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio ulnar
2) Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio ulnar
3) Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan
sendi radioulnar
4) Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio karpal
dan sendi radio ulnar
2. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan kebalikan dari fraktur Colles, dengan angulasi ke
arah anterior (volar) dari fraktur radius. Fraktur ini biasa terjadi pada orang
muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan
dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis
patahan biasanya transversal, kadang intraartikular. Penggeseran bagian distal
radius bukan ke dorsal, melainkan ke arah palmar. Patah tulang ini lebih
jarang terjadi.
Gambar 2. Fraktur Smith

3. Fraktur montegia, yaitu fraktur ulna proksimal disertai dengan dislokasi


sendi radius ulna proksimal

Gambar 3. Fraktur Montegia


Penyebabnya biasanya trauma langsung terhadap ulna, misalnya sewaktu
melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang tangkis.
Dislokasi ini dapat terjadi ke lateral dan juga ke posterior. Terdapat 2 tipe
yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi gaya
yang terjadi mendorong ulna kearah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan
pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan kearah fleksi yang
menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior

4. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur bagian radius distal disertai dengan


dislokasi sendi radius ulna distal

Gambar 5. Fraktur Galeazzi


Kondisi ini disebabkan ketika posisi pasien jatuh dengan tangan terbuka
yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi
pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi. Pada
fraktur ini tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi kedorsal, dan
pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.
F. Patofisiologi
Menurut Corwin (2009) tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai
kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena adanya kerusakan atau patah tulang, dan
perdarahan tersebut terjadi di sekitar tempat patah dan masuk ke dalam
jaringan lunak di sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya mengalami
kerusakan akibat cedera. Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah patah
tulang. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan
peningkatan aliran darah ke area tersebut. Fagositosis dan pembersihan debris
dimulai. Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan
berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
segera terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, yang disebut kalus.
Bekuan fibrin segera direabsorpsi dan tulang baru secara perlahan mengalami
remodelling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan
kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi (pengerasan). Penyembuhan
dapat terganggu atau terhambat apabila hematoma fraktur atau kalus rusak
sebelum tulang sejati terbentuk atau apabila sel tulang baru rusak selama
kalsifikasi dan pengerasan.

G. Manifestasi Klinis

1. Nyeri
Keluhan nyeri akan terus menerus dan bertambah beratnya akan dirasakan
seseoang sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot Spasme otot yang
menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Krepitasi
Saat ektremitas diperiksa, akan terasa adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yangterasa akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
3. Deformitas
Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan ektremitas yang normal
dengan melihat atau dapat dirasakan bahwa adanya pergeseran pada fraktur.
4. Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi pembengkakan
dan perubahan warna lokal yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
5. Kurangnya sensasi yang dapa terjadi karena adanya gangguan saraf
Dimana biasanya syaraf ini terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidak stabilan
tulang.
7. Pergerakan abnormal
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksakan penunjang yang penting dillakukan adalah pencitraan
/sinar rontgen (X-ray). Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan
jenis fraktur dan bagaimana mekanisme trauma, pada umumnya
menggunakan proyeksi anterior-posterior dan lateral
2. MRI
Pemeriksaan ini digunakan mengobservasi dan mengkaji adanya cedera
pada tulang rawan, ligament dan tendon
3. CT-Scan (Computed Tomography-Scan)
Hal ini digunakan untuk menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
4. Angiografi
Adalah pemeriksaan struktur vaskuler (pemeriksaan sistem arteri) yang
berupa suatu bahan kontras radiopaque yang diijeksikan kedalam arteri
tertentu,dan kemudian diambil foto sinar-X serial sistem arteri yang
dipasok oleh arteri tersebut. Prosedur ini sangat bermanfaat untuk
mengkaji perfusi arteri dan bisa digunakan untuk tingkat amputasi
yangakan dilakukan.
5. Pemeriksaan Laboraturium
Menurut Smeltzer & Bare (2002) pemeriksaan darah dan urine lengkap
dapatmemberikan informasi mengenai masalah muskuloskeletal,
diantaranya :
a. kadar Hb (hemoglobin) biasanya hasil hb dapat lebih rendah dari
biasanya karena terjadi perdarahan karena trauma.
b. Trombosit
Sebelum dilakukannya tindakan pembedahan pasien akan di lakukan
pemeriksaan kadar trombositnya hal ini berkaitan dengan tingkat
pembekuan darah pasien, yang bertujuan untuk mendeteksi
kecenderungan perdarahan karena tulang merupakan jaringan yang
sangat vasukuler.
c. Kadar kalsium
Kadar kalsium akan berubah pada pasien dengan osteomalasia, fungsi
paratiroid,tumortulang metastasis, dan pada pasien dengan imobilisasi
yang lama.
d. Kadar serum kreatinin kinase (CK) dan serum glutamic- oxaloacetic
transminase (SGOT) akan meningkat pada kerusakan otot
e. Kadar kalsium urine meningkat pada destruksi tulang (mis: disfungsi
paratiroid, tumor tulang metastasis, mieloma multipel)
I. Kemungkinan Komplikasi
Long (2000) menjelaskan bahwa kemungkinan komplikasi faktur yang
terjadi antara lain:
1. Immediate complication yaitu komplikasi awal dengan gejala:
a. Syok neurogenik
b. Kerusakan organ syaraf
2. Early complication
a. Kerusakan arteri
b. Infeksi
c. Sindrom kompartemen
d. Nekrosa vaskuler
e. Syok hipovolemik
3. Late Complication
a. Mal union
b. Non union
c. Delayed union
J. Penatalaksanaan Farmokologi
Menurut Maringga (2011), Sebagian besar manajemen farmakologi yang
dilakukan pada pasien fraktur bertujuanuntuk meredakan nyeri yang
dialami oleh pasien. Nyeri pada fraktur disebabkan olehperdarahan,
pembengkakan, pergerakan abnormal pada jaringan lunak di sekitarnya,
danpelepasan mediator-mediator inflamasi. Nyeri yang dialami oleh pasien
fraktur biasanyamerupakan nyeri yang sangat hebat, sehingga analgesik
opioid, seperti morfin menjadi sebuahpilihan terakhir jika analgesik
lainnya tidak berhasil mengurangi nyeri, beberapa obat untuk
penatalaksanaan nyeri adalah sebagai berikut:
1. Ketorolak
Ketorolak termasuk anti non-steroid dengan sifat analgetik yang kuat
dan efek anti inflamasi sedang. Ketorolak dapat dipakai sebagai
pengganti morfin dan penggunaanya dengan analgesik opioid dapat
mengurangi kebutuhan opioid 20-50%
2. Morfin
Morfin bekerja secara agonis pada reseptor µ. Morfin menimbulkan
alalgesik dengan cara berikatan pada reseptor opioid pada SSP dan
medula spinalis yang berperan pada transmisi dan modulasi nyeri
3. Metadon
Metadon diberikan untuk meredakan nyeri yang dapat dipengaruhi
oleh morfin. Metadon biasanya diberikan sebagai pengganti morfin
karena untuk mencegah timbulnya putus obat.

K. Penatalaksanaan Non Farmokologi


Menurut Mansjoer (2000), penatalaksanaan fraktur antebrachii adalah sebagai
berikut:
1. Fraktur Colles
a. Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi
dengan pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu.
Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup.
Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan
volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan
diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi
dilakukan selama 4 - 6 minggu.
b. Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur
dibebat dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan
bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya.
c. Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan
dengan gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar,
dengan pen proksimal yang mentransfiksi radius dan pen distal,
sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga.
d. Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan
dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu
(kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk
melepaskan fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke
tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum sambil
memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan
pronasi.
Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Jika posisi memuaskan,
dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku
sampai leher metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu.
Slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep.
Posisi deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat
saja pada tiap arah.
2. Fraktur Smith
Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi
dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan
posisi Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6
minggu.
3. Fraktur Galeazzi
Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral
untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.
4. Fraktur Montegia
Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong
melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah
supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke
tempat semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan
posisi siku fleksi 90° dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal,
dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-
screw).

Pada pasien dengn perawatan post operatif pada pasien dengan


fraktur antebrachii dengan melakukan rehabilitation exercise dengan
tujuan utama dalam progam latihan yaitu untuk mengebalikan fungsi,
kinerja, kekuatan otot dan daya tahan ke tingkat sebelum terjadinya
trauma. Terapi latihan yang dapat dilakukan antara lain:
1) Active Exercise
Pasien diinstruksikan untuk menggerakkan sendi melalui
gerakan penuh atau parsial sesuai dengan keinginannya sendiri.
Tujuan latihan ini untuk menghindari kehilangan ruang gerak yang
ada pada sendi. Latihan ini diindikasi pada fase awal penyembuhan
tulang, saat tidak ada atau sedikitnya stabilitas pada tempat fraktur.
Umpan balik sensorik langsung pada pasien dapat membantu
mencegah gerakan yang dapat menimbulkan nyeri atau
mempengaruhi stabilitas tempat fraktur (Kuncara, 2011).
Gambar 14. Active Exercise

2) Active Assisted ( Gerak aktif dengan bantuan)


Pasien dilatih dengan menggunakan kontraksi ototnya sendiri
untuk menggerakkan sendi, sedangkan professional yang melatih
memberikan bantuan atau tambahan tenaga. Latihan ini sering
digunakan untuk keadaan kelemahan atau inhibisi gerak akibat nyeri
atau rasa takut, atau untu meningkatkan kisaran gerak yang ada. Pada
latihan ini dibutuhkan stabilitas pada tempat fraktur, seperti jika sudah
ada penyembuhan tulang atau sudah dipasang fiksasi fraktur
(Kuncara, 2010).
Gambar 15. Active Assisted

3) Resisted Exercise
Latihan penguatan meningkatkan kemampuan dari otot. Latihan ini
meningkatkan koordinasi unit motor yang menginervasi suatu otot
serta keseimbangan antara kelompok otot yang bekerja pada suatu
sendi. Latihan penguatan bertujuan untuk meningkatkan ketegangan
potensial yang dapat dihasilkan oleh elemen kontraksi dan statis
suatu unit otot-tendon.

Gambar 16. Resisted Exercise

4) Hold Relax
Latihan yang menggunakan otot secara isometric kelompok
antagonis dan diikuti relaksasi otot tersebut. Kontraksi isometric
kemudian otot menjadi rileks sehingga gerakan kearah agonis lebih
mudah dilakukan dan dapat mengulur secara optimal. Mekanisme
kontraksi isometric terjadi karena sarcomere otot yang semula
memendek akan dapat memanjang kembali dan berakibat
kembalinya fungsi otot secara normal kemudian diikuti dengan
relaksasi grup otot antagonis, mobilitas menjadi baik, nyeri
berkurang, sehingga pasien akan lebih mudah untuk menggerakkan
sendi yang semula terbatas. Menurut Adler (2008) tujuan dari latihan
ini adalah untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak
sendi (LGS). Indikasi dilakukannya latihan ini yaitu pasien
mengalami penurunan LGS, dan nyeri, sedangkan kontraindikasi
latihan ini pada pasien yang tidak dapat melakukan kontraksi
isometric. Latihan ini dilakukan dengan cara pasien atau terapis
menggunakan sendi siku kearah fleksi sampai batas nyeri pasien,
lalu pasien diminta untuk mengkontraksikan kelompok antagonis
tersebut tanpa terjadi gerakan atau kontraksi isometric, kontraksi
dipertahankan selama 5-8 detik, kemudian hitungan ke 8 pasien
rileks, tunggu sampai pasien benar-benar rileks kemudian terapis
melakukan penguluran kearah pola agonis, penguatan pola gerak
agonis dengan cara menambah LGS pasien. Gerakan ini diulang
hingga 6-8 kali (Adler, 2008).

Gambar 17. Hold Relax


L. Clinical Pathway

Trauma Langsung Trauma Tidak Langsung Kondisi Patologis

Fraktur
Nyeri

Diskontinuitas Tulang Pergeseran Frakmen Tulang

Perubahan Jaringan Kerusakan Frakmen


Sekitar Tulang

Laserasi Kulit Spasme Otot Tekanan


Pergeseran fragmen Sumsum
tulang tulang > tinggi
Putus Peningkatan dari kapiler
Kerusakan vena/arteri Tekan Kapiler
Intergritas
Deformitas Kulit Reaksi Stres
Perdarahan Pelepasan Klien
Histamin

Gangguan Fungsi Kehilangan Vol. Cairan Protein Pelepasan


Plasma hilang Katekolamin

Syok
Hambatan Edema
Hipovolemik Memobilisasi
Mobilitas Fisik asam Lemak
Penekanan Pemb.
Darah
Bergabung
Risiko Sindrom Penurunan dengan
Disuse Perfusi Jaringan trombosit

Gangguan Emboli
Perfusi Jaringan
Menyumbat
Pembuluh darah
M. Proses Keperawatan Berdasarkan Teori
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Pada umunya keluhan utama yang dirasakan oleh pasien yang
mengalami fraktur adalah nyeri. Biasanya sebagian kasus fraktur
ditangani di ruang IGD dan mendapatkan penanganan awal
tergantung dengan kondisi dan lokasi frakturnya. Saat
dilakukannya pengkajian tentang nyeri gunakan pedoman PQRST
agar data nyeri dapat diperoleh secara lengkap
1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi fraktor
presipitasi nyeri
2) Qulity of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk
3) Region: dimana letak/ lokasi nyeri yang dirasa,di bagian tubuh
sebelah mana
4) Severity (scale) of Pain: Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
b. Riwayat penyakit sekarang
Data yang telah terkumpul dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
keperawatan terhadap klien. Data ini dapat berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Kemudian dapat diketahui bagaimana mekanisme terjadinya
kecelakaan yang dialami klien, dan bagaimana upaya yang
dilakukan klien dan keluarganya untuk mengatasi keluhan utama
tersebut (seperti pertolongan awal di tukang pijit, di bawa ke
pelayanan kesehatan terdekat, menggunakan obat-obatan toko, dll)
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka
di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
d. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
e. Pengkajian Keperawatan
1) Persepsi Kesehatan & pemeiharaan kesehatan meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
mengganggu metabolism kalsium, mengkonsumsi alcohol yang
bisa mengganggu keseimbangan dan kebiasaan klien
melakukan olahraga.
2) Pola nutrisi dan Metabolik
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit.
C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang
kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
3) pola aktivitas & latihan:, karena adanya nyeri, keterbatasan
gerak menyebabkan semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan klien membutuhkan bantuan orang lain.
Aktivitas klien sebelumnya juga perlu dikaji terutama
pekerjaan klien, karena ada beberapa jenis pekerjaan berisiko
untuk menyebabkan terjadinya fraktur.
4) Pola tidur & istirahat : durasi, gangguan tidur, keadaan bangun
tidur. Klien fraktur akan mengalami nyeri dan menyebabkan
keterbatasan gerak sehingga menggangu waktu tidur dan
istirahat klien.
5) Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi
dan keadaan indera. Biasanya klien akan mengalami gangguan
pada indra peraba terutama pada bagian distal fraktur.
6) Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri,
ideal diri, dan peran diri. Dampak yang timbul pada klien yang
mengalami fraktur yaitu ketakutan akan kecacatan akibat
fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal dan pandangan akan dirinya yang
salah.
7) Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi
reproduksi. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
nyeri yang dialami.
8) Pola peran & hubungan, klien akan kehilangan peran dalam
keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat
inap.
9) Pola manajemen & koping stress. Mekanisme koping yang
dialami klien dapat menjadi tidak efektif akibat ketakutan klien
akan kecacatan yang dapat timbul pada dirinya.
10) Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat.
Klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama terhadap frekuensi dan konsentrasi dalam
beribadah akibat nyeri dan keterbatasan gerak.
2. Pemeriksaan fisik
Ini dilakukan untuk mengetahui keadaan fraktur yang dialami pasien
secara lebih jelas. Pemeriksaan fisik meliputi primary survey
(dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien) dan secondary
survey (untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih
diangganormal atau tidak). Berikut hal yang harus di kaji:
a. Kedaan umum (GCS, TTV)
b. Pengkajian Fisik berupa inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi:
kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen,
urogenital, ekstremitas, kulit dan kuku, dan keadaan local
1) Kepala
Untuk faraktur Antebrachii, bagian kepala tidak ada gangguan
tidak ada penonjolan tidak ada nyeri kepala
2) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada
3) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema
4) Mata
Jika terjadi perdarahan, maka terlihat ada gangguan di
konjungtiva mata yaitu anemis
5) Telinga
Biasanya tampak normal
6) Hidung
Tidak ada deformitas
7) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
8) Thoraks ( Paru dan Jantung)
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru, pada
jantung jarang ditemukan kelainan dikarenakan penyebab
fraktur femur ,hanya karena kondisi pasien yang mengalami
nyeri hebat akan mengaalami peningkatan nadi (Takhikardi)
9) Keadaan Lokal
Perlu diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler, (untuk status
neurovaskuler 5P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a) Look/inspeksi
 Bandingkan dengan bagian yang sehat
 Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
 Pada keadaan sindrom kompatemen tampak daerah
fraktur terlihat pucat dan mengalami pembengkakan
(oedem)
 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
pemendekan
 Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma
pada organ-organ lain
b) Feel/palpasi
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita
biasanya mengeluh sangat nyeri terutama pada pasin
yang mengalami sinrom kompartemen . Hal-hal yang
perlu diperhatikan:
 Nyeri tekan
 Krepitasi
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma, dapat
terjadi kehilangan /berkurangnya nadi (pulselesness)
akibat adanya penurunan perfusi jaringan pada daerah
trauma
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
c) Move/gerakan
 Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan
distal dari daerah yang mengalami trauma
 Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak
boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti
pembuluh darah dan saraf
 Move untuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur
digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang
halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya
ujung-ujung tulangkortikal. Pada tulang spongiosa atau
tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
 Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-
gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion
dan kekuatan serta kita melakukan pemeriksaan untuk
melihat apakah ada gerakan tidak normal atau tidak.
Gerakan tidak normal merupakan gerakan yang tidak
terjadi pada sendi, misalnya pertengahan femur dapat
digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya
fraktur yang membuktikan adanya putusnya kontinuitas
tulang sesuai definisi fraktur. Hal ini penting untuk
membuat visum, misalnya bila tidak ada fasilitas
pemeriksaan rontgen.

N. Diagnosa Keperawatan yang mugkin muncul


1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
3. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan, prosedur tindakan
pembedahan dan hasil akhir pembedahan Risiko infeksi b/d
ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
4. Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan
5. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
6. Resiko infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit,
trauma jaringan
7. Resiko Risiko sindrom disuse berhubungan dengan program imobilisasi
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
O. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Mampu mengontrol nyeri Paint management
fraktur tulang, spasme otot, edema, keperawatan selama 1X6 jam (tahu penyebab nyeri, 1. Kaji nyeri secara
kerusakan jaringan lunak diharapkan nyeri dapat mampu menggunakan komprehensif (lokasi,
tehnik nonfarmakologi karakteristik, durasi,
berkurang
untuk mengurangi nyeri, frekuensi, kualitas, dan
mencari bantuan) faktor presipitasi)
NOC: 2. Melaporkan bahwa nyeri 2. Beri penjelasan mengenai
1. Pain level berkurang dengan penyebab nyeri
2. Pain control menggunakan manajemen 3. Observasi reaksi nonverbal
3. Comfort level nyeri dari ketidaknyamanan
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi, 4. Segera immobilisasi daerah
dan tanda nyeri) fraktur
4. Menyatakan rasa nyaman 5. Tinggikan dan dukung
setelah nyeri berkurang ekstremitas yang terkena
6. Ajarkan pasien tentang
alternative lain untuk
mengatasi dan mengurangi
rasa nyeri

7. Ajarkan teknik manajemen


stress misalnya relaksasi
nafas dalam
8. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain dalam
pemberian obat analgeik
sesuai indikasi
2 Kerusakan intergritas kulit/jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari cideraEnvironment management
berhubungan dengan immobilisasi, keperawatan selama 3X24 jam 2. Pasien mampu menjelaskan 1. Kaji kulit untuk luka
penurunan sirkulasi, fraktur terbuka diharapkan cidera/injuri tidak cara/metode untuk terbuka terhadap benda
mencegah injuri/cedera asing, kemerahan,
terjadi
3. Pasien mampu menjelaskan perdarahan, perubahan
faktor resiko dari warna
NOC: lingkungan/perilaku 2. Massage kulit, pertahankan
Risk control personal tempat tidur kering dan
4. Mampu memodifikasi gaya bebas kerutan
hidup untuk mencegah 3. Ubah posisi dengan sering
injury 4. Bersihkan kulit dengan air
5. Menggunakan fasilitashangat
kesehatan yang ada
6. Mampu mengenali 5. Lakukan perawatan luka
perubahan status kesehatan secara steril
3 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien mampu Anxiety reduction (penurunan
status kesehatan, prosedur tindakan keperawatan selama 3X24 jam mengidentifikasi dan kecemasan)
pembedahan dan hasil akhir diharapkan cemas berkurang mengungkapkan gejala 1. Kaji tingkat kecemasan
cemas pasien (ringan, sedang,
pembedahan
2. Mengidentifikasi,
NOC: mengungkapkan dan berat, panik)
1. Anxiety self control menunjukkan tehnik untuk 2. Dampingi pasien
2. Anxiety level mengontrol cemas
3. Coping 3. Vital sign dalam batas 3. Ber support sistem dan
normal motivasi pasien
4. Postur tubuh, ekspresi 4. Beri dorongan spiritual
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya
5. Jelaskan jenis prosedur dan
kecemasan
tindakan pengobatan
4 Risiko syok hipovolemi Setelah dilakukan tindakan 1. Nadi dalam batas yang Shock prevention
berhubungan dengan perdarahan keperawatan 1x6 jam syok diharapkan 1. Monitor status sirkulasi
dapat dihindari 2. Irama jantung dalam batas (tekanan darah, warna
yang diharapkan kulit, suhu kulit, denyut
3. Frekuensi nafas daam batas jantung, ritme, nadi
NOC : yang diharapkan perifer, dan CRT)
4. Irama pernafasan dalam 2. Monitor tanda inadekuat
1. Shock prevention
batas yang diharapkan oksigenasi jaringan
2. Shock management
5. Natrium serum dalam batas
normal 3. Monitor input dan output
6. Kalium serum dalam batas 4. Monitor tanda awal syok
normal 5. Kolaborasi pemberian
7. Klorida serum dalam batas cairan IV dengan tepat
normal
8. Kalsium serum dalam
batas normal
9. Magnesium serum dalam
batas normal
10. Ph darah serum dalam
batas normal
5 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien meningkat dalam Exercise therapy: ambulation
berhubungan dengan keperawatan selama 2X24 jam aktivitas fisik 1. Kaji derajat immobilisasi
nyeri/ketidaknyamanan, gangguan diharapkan pasien mampu 2. Mengerti tujuan dari yang dihasilkan oleh cidera
peningkatan mobilitas 2. Dorong partisipasi pada
fungsi musculoskeletal, melakukan mobilitas fisik
3. Memverbalisasikan aktivitas terapeutik
immobilisasi perasaan dalam 3. Bantu pasien dalam
NOC: meningkatkan kekuatan dan rentang gerak aktif atau
1. Joint movement: active kemampuan berpindah pasif
2. Mobility level 4. Memperagakan 4. Ubah posisi secara periodik
3. Self care: ADLs penggunaan alat bantu 5. Kolaborasi dengan ahli
4. Transfer performance untuk mobilisasi (walker) terapi/okupasi/rehabilitasi
medis
6 Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari tanda Infection control
tidak adekuatnya pertahanan keperawatan 1x6 jam infeksi dan gejala infeksi 1. Inspeksi kulit adanya
primer, kerusakan kulit, trauma dapat dihindari 2. Mendeskripsikan proses iritasi atau robekan
penularan penyakit, faktor kontinuitas
jaringan
yang mempengaruhi 2. Kaji kulit yang terbuka
NOC: penularan serta terhadap peningkatan
1. Immune status penatalaksanaannya nyeri, rasa terbakar,
2. Risk control 3. Jumlah leukosit dalam edema, eritema,
3. Knowledge: Infection batas normal drainase/bau tidak sedap
control 4. Menunjukkan perilaku 3. Berikan perawatan kulit
hisup sehat dengan steril dan aseptik
4. Tutup dan ganti balutan
dengan prinsip steril
5. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain terkait
pemberian obat antibiotik
sesuai indikasi
7 Risiko sindrom disuse Setelah dilakukan tindakan Kriteria Hasil: NIC
keperawatan 1x24 jam pasien , 1. Tentukan batasan
berhubungan dengan program 1. Deviasi radial 20 (R) pergerakan sendi dan
dapat menunjukkkan sikap
imobilisasi 2. Deviasi ulnar 55(R) efeknya terhadap fungsi
aktif padapasien unuk mau
3. Flexi 90 derajat (R)
lathan sendi
4. Ekstensi 70 derajat (R)
5. Deviasi radial 20 (L) 2. Jelaskan pada pasien atau
NOC 6. Deviasi ulnar 55(L) keluarga manfaat dan
1. Pergerakan Sendi: 7. Flexi 90 derajat (L) tujuan melakukan
Pergelangan tangan 8. Eksttensi 70 derajat (L) pergerakan sendi
3. Bantu pasien
1. mendapatkan posisi
tubuh yang optimal untuk
pergerakan sendi pasif
maupun aktif
4. Dukung latihan ROM
aktif, sesuai jadwal yang
teratur dan terencana
5. Lakukan latihan ROM
pasif atau ROM dengan
bantuan, sesuai indikasi
6. Bantu pasien membuat
jadwal latihan ROM aktif
7. Sediakan dukungan
positif dalam melakukan
latihan sendi
Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien dan keluarga Teaching: disease process
keperawatan 1x24 jam pasien menyatakan pemahaman 1. Kaji tingkat pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya akan menunjukkan tentang penyakit, kondisi, pasien dan keluarga
pengetahuan tentang proses prognosis, dan program
paparan informasi yang ada
penyakit dengan benar pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu 2. Jelaskan patofisiologi dari
melaksanakan prosedur penyakit dan bagaimana
NOC: yang dijelaskan secara hal ini berhubungan
1. Knowledge: disease benar dengan anatomi dan
process 3. Pasien dan keluarga mampu fisiologi dengan cara yang
Knowledge: health behavir menjelaskan kembali apa tepat
yang dijelaskan 3. Gambarkan tanda dan
perawat/tim kesehatan gejala yang biasa muncul
lainnya pada penyakit dengan cara
yang tepat dan gambarkan
proses penyakit dengan
cara yang tepat
4. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
5. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku SakuPatofisiologi.Alih bahasa oleh Nike Budhi.


Jakarta: EGC

Doenges M, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pemdokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta: EGC

Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga.Jakarta: EGC

Long, B.C, 2000.Perawatan Medikal Bedah. Edisi VII. Bandung: Yayasan


Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran

Mansjoer, A. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa


oleh Alfrina Hany. Jakarta: EGC

Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC).


Mosby Elsevier.

NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification.Wiley-


Blackwell.

Nurarif,. Amin H, Hardhi Kusuma. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarka Diagnosa Medis da NANDA NIC-NOC. Jogja: Penerbit
Mediaction

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi


6.Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan Medical Bedah Bruner dan Sudarth.
Jakarta: EGC.

Black, J.M, et al. 1995. Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing
ProcessApproach, 4 th Edition. New York: W.B. Saunder Company.

Swanson, E. Dkk. 2012. Nursing Outcome Classification (NOC): Measurenment


of Health Outcomes ed. 5. Elsevier Mosby.
Bulechek, G. M. 2012. Nursing Interventions Classification (NIC)ed. 6. Elsevier
Mosby

You might also like