Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Kadar gula penyusun madu menurut SII selama ini ditentukan berdasarkan total gula pereduksi sehingga
belum bisa diketahui kadar masing-masing gula penyusun madu tersebut. Madu mengandung berbagai jenis gula
pereduksi yaitu glukosa, fruktosa, dan maltosa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa dan fruktosa
dengam metode KCKT terhadap dua jenis madu dari jenis bunga yang berbeda.
Kondisi operasional KCKT diatur pada suhu kolom 80ºC dan laju alir 1 mL/menit, menggunakan kolom
metacarb 87C dan eluen air deionisasi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan detektor indeks bias, dimana
glukosa dan fruktosa dipisahkan pada waktu retensi masing-masing sekitar 6 dan 7 menit. Prosedur tersebut
digunakan untuk penentuan kadar glukosa dan fruktosa pada sampel madu yaitu madu randu dan madu kelengkeng.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar glukosa pada madu randu adalah sebesar 27,13 % dan pada
madu kelengkeng sebesar 28,09 %. Kadar fruktosa pada madu randu sebesar 40,99 % dan pada madu kelengkeng
sebesar 40,03 %. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing sampel yang diteliti memiliki kadar glukosa dan
fruktosa yang sesuai dengan syarat mutu madu nasional dimana kandungan gula pereduksi (glukosa dan frukosa)
total adalah minimal 60%. Kadar gula pereduksi total pada madu randu adalah sebesar 68,12 % sedangkan pada
madu kelengkeng sebesar 68,12 %.
ABSTRACT
Honey is composed of reducing sugars i.e. glucose, fructose, and maltose. The concentration of sugar honey
is determined as total reducing sugars, so the concentration of each sugar which compose the honey is not known.
The research aims to determine the concentrations of glucose and fructose of honey from different cotton tree honey
and longan honey HPLC using.
The HPLC operational condition was as follows 80oC of column temperature and 1 mL/minutes of flow
rate, using metacarb 87C column and deionized watr as eluent. The detection was carried out by using refractive
index detector, where glucose and fructose can be separated at retention times of 6 and 7 minutes.
The result of research showed that the concentration of glucose in cotton tree honey was 27.13 % and in
longan honey was 28.09 %. the concentration of fructose in cotton tree honey was 40.99 % and in longan honey was
40.03 %. Thees results showed that the quality standard on the total concentration of reducing sugar ( 60 %) was met
by both types of honey. The total concentration of reducing sugar of cotton tree honey was 68.12 % and of longan
honey was 68.12 %.
77
JURNAL KIMIA 2 (2), JULIN 2008 : 77-86
78
ISSN 1907-9850
terpisah sempurna maka dikatakan resolusi dua digunakan dua buah sampel dan tiap sampel
komponen tersebut sempurna. Pemisahan dilakukan pengukuran sebanyak dua kali.
masing-masing komponen dengan menggunakan
alat KCKT harus dilakukan pada kondisi Peralatan
optimum. Pemisahan yang baik adalah bila Alat-alat yang digunakan dalam
kromatogram masing-masing komponen tidak penelitian ini antara lain: Seperangkat alat
saling tumpang tindih (Adnan, 1997; Noller, KCKT (buatan ICI Instruments) yang dilengkapi
1990). dengan detektor indeks bias (Shodex RI SE-61)
Penelitian yang dilakukan oleh Dira serta integrator merek Shimadzu CR6A
Swantara (1995) menyatakan bahwa pemisahan Chromatopac; labu ukur 20 mL, 25 mL, 50 mL,
dan analisis senyawa mono- dan disakarida pada pipet volume 1,0 mL, 2,5 mL, 5 mL, 10 mL, 25
madu dan bahan sejenis lainnya dapat dilakukan mL, 2,5 mL, alat sentrifugasi, kertas saring 0,45
dengan menggunakan teknik KCKT. Kolom µm.
yang digunakan adalah µBondapak-NH2 dan
eluen campuran asetonitril:air (75 : 25) yang Cara Kerja
mengandung 1,0 x 10-5 M etanolamin. Laju alir
ditentukan pada 0,6 mL/menit menggunakan Pembuatan Larutan Standar
detektor UV pada panjang gelombang 195 nm. Larutan standar glukosa dan fruktosa
Namun dalam penelitian tersebut tidak dilihat dibuat dengan konsentrasi masing-masing 5 %
pengaruh suhu kolom terhadap pemisahan b/v. Adapun cara pembuatannya adalah sebagai
masing-masing komponen madu. berikut :
Berdasarkan latar belakang tersebut, a. Masing-masing senyawa (glukosa dan
maka dipandang perlu dilakukan penelitian fruktosa) ditimbang sebanyak 1 g.
untuk menentukan kadar glukosa dan fruktosa b. Senyawa-senyawa tersebut dimasukkan ke
dalam madu dari jenis bunga yang berbeda dalam labu ukur 20 mL, kemudian ditambah
dengan metode KCKT. Sehingga kadar glukosa aquades sampai tanda batas (kadar glukosa
dan fruktosa dari kedua jenis madu tersebut dan fruktosa masing-masing 5 % b/v)
dapat dibandingkan. Penentuan kadar dilakukan Dari konsentrasi tersebut dapat dibuat campuran
dengan mengatur laju alir eluen dan suhu kolom dengan konsentrasi masing-masing 1 % ; 0,5 % ;
dengan menggunakan eluen air deionisasi, kolom 0,25 % ; dan 0,125 % dengan cara :
Metacarb 87C dan dideteksi dengan a. Campuran glukosa dan fruktosa 1 %.
menggunakan detektor indeks bias. Kadar Ke dalam labu ukur 50 mL, dipipet masing-
glukosa dan fruktosa yang diukur adalah kadar masing 10,0 mL larutan fruktosa 5 %,
dari dua jenis madu yang telah memenuhi ditambah 10,0 mL larutan glukosa 5 %.
ketentuan SII (kadar gula pereduksi minimal 60 Ditambah dengan aquades sampai tanda
%) yaitu madu kelengkeng dan madu randu. batas.
Madu-madu tersebut berasal dari satu merk b. Campuran glukosa dan fruktosa 0,5 %.
tertentu yang beredar di masyarakat. Ke dalam labu ukur 50 mL, dipipet masing-
masing 5,0 mL larutan fruktosa 5 %
ditambah 5 mL larutan glukosa 5 %.
MATERI DAN METODE Kemudian ditambah dengan aquades sampai
tanda batas.
Bahan c. Campuran glukosa dan fruktosa 0,25 %.
Bahan-bahan yang digunakan dalam Ke dalam labu ukur 50 mL, dipipet masing-
penelitian ini antara lain : air deionisasi, larutan masing 2,5 mL larutan fruktosa 5 %
standar glukosa 5 % dan larutan standar fruktosa ditambah 5 mL larutan glukosa 5 %.
5 %. Sampel penelitian adalah madu randu dan Kemudian ditambah dengan aquades sampai
madu kelengkeng yang telah memenuhi standar tanda batas.
SII dari merk yang sama. Tiap jenis madu d. Campuran glukosa dan fruktosa 0,125%
79
JURNAL KIMIA 2 (2), JULIN 2008 : 77-86
80
ISSN 1907-9850
81
JURNAL KIMIA 2 (2), JULIN 2008 : 77-86
diam, maka interaksinya akan semakin kuat, Resolusi diartikan untuk menjelaskan
sehingga waktu retensi dari senyawa tersebut bagaimana dua buah pita / puncak dapat terpisah
akan semakin lama. satu sama lain. Bila dua puncak kromatogram
dari dua senyawa terpisah sempurna maka
Penentuan Kondisi KCKT untuk Pemisahan dikatakan dua senyawa tersebut terpisah secara
Glukosa dan Fruktosa sempurna atau resolusi dua senyawa tersebut
Kondisi analisis untuk penentuan sempurna. Resolusi antara dua puncak
kandungan glukosa dan fruktosa pada sampel merupakan fungsi dari tiga faktor yaitu : retensi,
madu adalah pada kondisi pemisahan yang selektifitas, dan efisiensi kolom. Retensi dan
terbaik. Kondisi tersebut tercapai jika hasil selektifitas merupakan fungsi sifat kimia fasa
kromatogram masing-masing komponen tidak gerak dan fasa diam. Retensi dapat dinyatakan
tumpang tindih satu dengan yang lain. melalui beberapa cara yakni waktu retensi
Kromatogram yang tidak tumpang tindih absolut, waktu retensi terkoreksi atau faktor
tersebut salah satunya dapat dicapai dengan kapasitas. Selektifitas merupakan ukuran
mengatur suhu kolom dan laju alir dari eluen. kemempuan fasa diam untuk membedakan dua
senyawa. Efisiensi kolom merupakan ukuran
seberapa luas pita-pita komponen menyebar
Tabel 2. Hubungan antara laju alir, suhu dan dalam perjalanannya sepanjang kolom. Suatu
waktu retensi dari campuran senyawa kolom yang lebih efisien akan menghasilkan
standar(glukosa dan fruktosa) puncak yang lebih sempit dari kolom yang
kurang efisien, untuk waktu retensi yang sama.
Konsentrasi Laju Alir Suhu WR (menit) Resolusi Penelitian yang dikerjakan oleh Dira
(%) (mL / menit) (°C) Glukosa Fruktosa Pemisahan Swantara (1995) menyatakan bahwa pemisahan
dan analisis senyawa mono- dan disakarida pada
75 6,310 7,957 6,76 madu dan bahan sejenisnya dapat dilakukan
0,6
80 6,522 7,895 5,40 dengan teknik KCKT. Dalam penelitian tersebut,
1
70 6,492 7,823 7,85 sampel madu diambil secara acak tanpa melihat
1
80 6,212 7,793 9,32 jenis bunganya. Pada penelitian yang dilakukan,
sampel madu adalah madu yang diambil dari
jenis bunga yang berbeda yaitu randu dan
Tabel 2 menunjukkan bahwa jika laju kelengkeng.
alir dipercepat atau suhu kolom ditingkatkan, Kolom yang digunakan dalam penelitian
maka komponen akan keluar sebagai puncak ini adalah kolom Metacarb 87C dengan eluen air
pada waktu retensi yang lebih pendek. deionisasi. Kolom tersebut dipilih karena
Sedangkan jika laju alir diperlambat atau suhu menggunakan eluen air deionisasi yang relatif
kolom diturunkan, maka komponen akan keluar murah dan tidak beracun. Penelitian sebelumnya
sebagai puncak pada waktu retensi yang lebih menggunakan kolom µBondapak-NH2 dan eluen
lama. campuran asetonitril:air (75 : 25) yang
Penelitian ini dilakukan pada laju alir 1 mengandung 1,0 x 10-5 M etanolamin. Eluen
mL/menit dengan suhu kolom 80°C karena pada yang digunakan pada penelitian tersebut relatif
saat tersebut diperoleh pemisahan yang baik. mahal. Selain itu dalam penelitian ini juga dilihat
Kedua komponen (glukosa dan fruktosa) dapat pengaruh suhu kolom dan laju alir, sedangkan
terpisahkan satu dengan yang lain sampai garis dalam penelitian sebelumnya hanya dilihat
alas. Pada kondisi ini glukosa dan fruktosa pengaruh laju alir terhadap pemisahan masing-
muncul pada waktu retensi yang relatif cepat masing komponen.
daripada kondisi-kondisi lainnya sehingga
memerlukan eluen yang tidak terlalu banyak Evaluasi Kuantitatif
sehingga lebih efisien. Selain itu, pada kondisi Pembuatan Kurva Standar
tersebut diperoleh resolusi yang terbaik. Kurva standar untuk glukosa dan
fruktosa disiapkan dengan pengukuran luas area
82
ISSN 1907-9850
Luas Area
adalah sebagai berikut : 600000
400000
Kolom : Metacarb 87C 200000
Eluen : Air deionisasi 0
Laju Alir : 1 mL / menit 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
1000000
83
JURNAL KIMIA 2 (2), JULIN 2008 : 77-86
4,950x10-4. Sedangkan nilai prosentase koefisien berdasarkan hasil pengukuran telah memenuhi
variansi untuk glukosa adalah 0,1412 % dan kriteria ketelitian analisis, di mana prosentase
untuk fruktosa adalah 0,0481%. Hal ini koefisien variansi (% KV) 5 % (Day dan
menunjukkan bahwa data yang diperoleh Underwood, 1993).
Konsentrasi Konsentrasi
Komponen Luas Area % SB % KV
(%) Rata-rata
1063380
Glukosa 1 1060379 1,0176 1,76 1,437x10-3 0,1412
1062765
950156
Fruktosa 1 949272 1,0295 2,95 4,950x10-4 0,0481
950238
84
ISSN 1907-9850
Tabel 5. Kadar glukosa dan fruktosa dalam pasir, dan pewarna makanan. Pada beberapa
sampel madu kasus madu palsu, kadar total gula pereduksi
(glukosa dan fruktosa) masih dapat memenuhi
Kadar ( % ) ketentuan SII. Ini disebabkan karena jika proses
Sampel penyimpanan madu cukup lama, maka sukrosa
Madu Glukosa Fruktosa yang terdapat pada madu akan mengalami
peruraian membentuk glukosa dan fruktosa.
R1 27,57 ± (3,53x10-4) 41,62 ± (7,07x10-5) Penelitian yang dilakukan oleh Dira
Swantara (1995) menunjukkan bahwa kadar total
R2 27,04 ± (4,60x10-3) 40,37 ± (1,41x10-4) glukosa dan fruktosa pada madu diperoleh
Rata- sekitar 79 %, dimana kadar fruktosa lebih besar
27,13 40,99 daripada kadar glukosa. Penelitian tersebut juga
rata
melihat kadar sukrosa dari masing-masing
K1 28,23 ± (1,41x10-4) 41,26 ± (1,41x10-4) sampel. Namun, kadar sukrosa jauh lebih rendah
daripada glukosa dan fruktosa. Pada beberapa
K2 27,94 ± (2,83x10-4) 38,79 ± (5,66x10-4) madu yang diduga palsu, ternyata kadar sukrosa
Rata- lebih tinggi daripada kadar glukosa dan fruktosa.
28,09 40,03
rata
85
JURNAL KIMIA 2 (2), JULIN 2008 : 77-86
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Gritter, R. J., Bobbit, J. M., Schwarting, A. E.,
tentang kandungan senyawa sakarida lain 1991, Pengantar Kromatografi, Edisi
selain glukosa dan fruktosa dalam madu Kedua, a.b. Kosasih Padmawinata, ITB,
seperti sukrosa, maltosa,dan laktosa. Bandung
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai syarat Jarvis M. D. D. C., 1995, Pengobatan
mutu madu selain glukosa dan fruktosa Tradisional Dengan Madu dan Apel /
untuk menentukan kualitas madu seperti Folk Medicine, Pionir Jaya, Bandung
enzim, dan kadar dekstrin. Lehninger, A. L., 1990, Dasar-dasar Biokimia,
Jilid I, a.b. M. T. Awidjaja, Erlangga,
Jakarta
UCAPAN TERIMA KASIH Murtidjo, B. A. , 1991, Memelihara Lebah
Madu, Kanisius, Yogyakarta
Penulis mengucapkan terima kasih Nollet, L. M. L., Ed, 1990, Food Analysis by
kepada Bapak Drs. I Wayan Suarsa, M.Si., Ibu HPLC, Industriele Huges School Van
Sri Rahayu Santi, S.Si., M.Si., dan Bapak I Heet, Gemeen Schap Sonder Wijs, C. T.
Wayan Sudiarta, S.Si., M.Si. atas saran dan L., Marcel Dekker Inc., Printed in USA,
kerjasamanya dalam penyelesaian tulisan ini. p. 257-271
Nur, M. A., Juwana H. A., dan Kosasih, 1992,
Teknik Laboratorium, Departemen
DAFTAR PUSTAKA Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Adnan, M., 1997, Teknik Kromatografi Untuk Universitas Ilmu Hayat, IPB Bogor
Analisis Bahan Makanan, Edisi Purbaya, J. R. ,2002, Mengenal dan
Pertama, Andi, Yogyakarta Memanfaatkan Khasiat Madu Alami,
Day, R. A. dan A. L. Underwood, 1993, Pionir Jaya, Bandung
Quantitative Analysis, Sixth Edition, Sarwono, B. , 2001, Kiat Mengatasi
Prantice-Hall of India Private Limited, Permasalahan Praktis Lebah Madu,
New Delhi Agromedia Pustaka, Tangerang.
Dira Swantara, I M., 1995, Kromatografi Cair Sujatmaka, 1988, Menghasilkan Madu
Kinerja Tinggi Beberapa Senyawa Berkualitas Tinggi, Trubus, 4 (I) : 24-25
Mono- dan Disakarida Serta Suranto, A. , 2004, Khasiat dan Manfaat Madu
Penerapannya Untuk Analis Madu dan Herbal, Agromedia Pustaka, Tangerang
Bahan Jenis Lainnya, Tesis, Universitas Winarno, F. G. , 1982, Madu Teknologi, Khasiat
Padjadjaran, Bandung dan Analisa, Ghalia Indonesia, Bogor
86