You are on page 1of 10

ISSN 1907-9850

PENENTUAN KADAR GLUKOSA DAN FRUKTOSA PADA


MADU RANDU DAN MADU KELENGKENG DENGAN
METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

K. Ratnayani, N. M. A. Dwi Adhi S., dan I G. A. M. A. S. Gitadewi

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

ABSTRAK

Kadar gula penyusun madu menurut SII selama ini ditentukan berdasarkan total gula pereduksi sehingga
belum bisa diketahui kadar masing-masing gula penyusun madu tersebut. Madu mengandung berbagai jenis gula
pereduksi yaitu glukosa, fruktosa, dan maltosa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa dan fruktosa
dengam metode KCKT terhadap dua jenis madu dari jenis bunga yang berbeda.
Kondisi operasional KCKT diatur pada suhu kolom 80ºC dan laju alir 1 mL/menit, menggunakan kolom
metacarb 87C dan eluen air deionisasi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan detektor indeks bias, dimana
glukosa dan fruktosa dipisahkan pada waktu retensi masing-masing sekitar 6 dan 7 menit. Prosedur tersebut
digunakan untuk penentuan kadar glukosa dan fruktosa pada sampel madu yaitu madu randu dan madu kelengkeng.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar glukosa pada madu randu adalah sebesar 27,13 % dan pada
madu kelengkeng sebesar 28,09 %. Kadar fruktosa pada madu randu sebesar 40,99 % dan pada madu kelengkeng
sebesar 40,03 %. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing sampel yang diteliti memiliki kadar glukosa dan
fruktosa yang sesuai dengan syarat mutu madu nasional dimana kandungan gula pereduksi (glukosa dan frukosa)
total adalah minimal 60%. Kadar gula pereduksi total pada madu randu adalah sebesar 68,12 % sedangkan pada
madu kelengkeng sebesar 68,12 %.

Kata kunci : glukosa, fruktosa, maltosa, KCKT, Madu

ABSTRACT

Honey is composed of reducing sugars i.e. glucose, fructose, and maltose. The concentration of sugar honey
is determined as total reducing sugars, so the concentration of each sugar which compose the honey is not known.
The research aims to determine the concentrations of glucose and fructose of honey from different cotton tree honey
and longan honey HPLC using.
The HPLC operational condition was as follows 80oC of column temperature and 1 mL/minutes of flow
rate, using metacarb 87C column and deionized watr as eluent. The detection was carried out by using refractive
index detector, where glucose and fructose can be separated at retention times of 6 and 7 minutes.
The result of research showed that the concentration of glucose in cotton tree honey was 27.13 % and in
longan honey was 28.09 %. the concentration of fructose in cotton tree honey was 40.99 % and in longan honey was
40.03 %. Thees results showed that the quality standard on the total concentration of reducing sugar ( 60 %) was met
by both types of honey. The total concentration of reducing sugar of cotton tree honey was 68.12 % and of longan
honey was 68.12 %.

Keywords : glucose, fructose, maltose, HPLC, honey

77
JURNAL KIMIA 2 (2), JULIN 2008 : 77-86

PENDAHULUAN Komposisi gula pereduksi tiap-tiap madu


kemungkinan dapat mempengaruhi khasiat madu
Sejak ribuan tahun yang lalu sampai terutama dalam proses pengobatan (Purbaya,
sekarang ini, madu telah dikenal sebagai salah 2002; Jarvis, 1995).
satu bahan makanan atau minuman alami yang Glukosa yang terdapat di dalam madu
mempunyai peranan penting dalam kehidupan berguna untuk memperlancar kerja jantung dan
dan kesehatan. Madu merupakan produk alam dapat meringankan gangguan penyakit hati
yang dihasilkan oleh lebah untuk dikonsumsi, (lever). Glukosa dapat diubah menjadi glikogen
karena mengandung bahan gizi yang sangat yang sangat berguna untuk membantu kerja hati
essensial. Madu bukan hanya merupakan bahan dalam menyaring racun-racun dari zat yang
pemanis, atau penyedap makanan, tetapi sering sering merugikan tubuh. Selain itu, glukosa
pula digunakan untuk obat-obatan. Madu dapat merupakan sumber energi untuk seluruh sistem
digunakan untuk menghilangkan rasa lelah dan jaringan otot. Sedangkan, fruktosa disimpan
letih, dan dapat pula digunakan untuk sebagai cadangan dalam hati untuk digunakan
menghaluskan kulit, serta pertumbuhan rambut bila tubuh membutuhkan dan juga untuk
(Purbaya, 2002; Murtidjo, 1991). mengurangi kerusakan hati (Purbaya, 2002;
Madu dihasilkan oleh lebah madu Sarwono, 2001). Fruktosa dapat dikonsumsi oleh
dengan memanfaatkan bunga tanaman. Madu para penderita diabetes karena transportasi
memiliki warna, aroma dan rasa yang berbeda- fruktosa ke sel-sel tubuh tidak membutuhkan
beda, tergantung pada jenis tanaman yang insulin, sehingga tidak mempengaruhi keluarnya
banyak tumbuh di sekitar peternakan lebah insulin. Di samping itu, kelebihan fruktosa
madu. Sebagai contoh madu mangga (rasa yang adalah memiliki kemanisan 2,5 kali dari glukosa
agak asam), madu bunga timun (rasanya sangat (Winarno, 1982; Lehninger, 1990).
manis), madu kapuk/randu (rasanya manis, lebih Penentuan gula pereduksi selama ini
legit dan agak gurih), madu lengkeng (rasa dilakukan dengan metode pengukuran
manis, lebih legit dan aromanya lebih tajam). konvensional seperti metode osmometri,
Selain itu dikenal pula madu buah rambutan, polarimetri, dan refraktometri maupun
madu kaliandra dan madu karet (Sarwono, 2001; berdasarkan reaksi gugus fungsional dari
Suranto, 2004). senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-
Madu yang baik harus dapat memenuhi Schorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-
ketentuan yang ditetapkan oleh Standar Industri lain). Hasil analisisnya adalah kadar gula
Indonesia (SII) tahun 1977 dan 1985. Kadar pereduksi total dan tidak dapat menentukan gula
yang sesuai dengan standar SII hanya mungkin pereduksi secara individual. Untuk menganalisis
terdapat pada madu murni, yaitu madu yang kadar masing-masing dari gula pereduksi
belum diberi campuran dengan bahan-bahan lain. penyusun madu dapat dilakukan dengan
Di pasaran dalam negeri, jaminan akan keaslian menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja
dan mutu madu masih belum ada, oleh Tinggi (KCKT). Metode ini mempunyai
karenanya kecurigaan akan kepalsuan madu beberapa keuntungan antara lain dapat
selalu ada (Suranto, 2004; Sujatmaka, 1988). digunakan pada senyawa dengan bobot molekul
Standar mutu madu salah satunya besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang
didasarkan pada kandungan gula pereduksi tidak tahan panas (Gritter, et al., 1991; Dira
(glukosa dan fruktosa) total yaitu minimal 60 %. Swantara, 1995).
Sedangkan, jenis gula pereduksi yang terdapat Penentuan kadar glukosa dan fruktosa
pada madu tidak hanya glukosa dan fruktosa, dengan kromatografi ini juga harus
tetapi juga terdapat maltosa dan dekstrin. mempertimbangkan berbagai hal antara lain
Sementara itu proses produksi madu oleh lebah pemilihan detektor, kolom, pemilihan eluen, laju
itu sendiri merupakan proses yang kompleks, alir eluen serta suhu kolom. Ini disebabkan
sehingga kemungkinan besar terjadi perbedaan karena hal-hal tersebut dapat mempengaruhi
kadar dan komposisi gula pereduksi di antara resolusi dari tiap-tiap komponen. Bila dua
berbagai jenis madu yang beredar di masyarakat. puncak kromatogram dari dua komponen

78
ISSN 1907-9850

terpisah sempurna maka dikatakan resolusi dua digunakan dua buah sampel dan tiap sampel
komponen tersebut sempurna. Pemisahan dilakukan pengukuran sebanyak dua kali.
masing-masing komponen dengan menggunakan
alat KCKT harus dilakukan pada kondisi Peralatan
optimum. Pemisahan yang baik adalah bila Alat-alat yang digunakan dalam
kromatogram masing-masing komponen tidak penelitian ini antara lain: Seperangkat alat
saling tumpang tindih (Adnan, 1997; Noller, KCKT (buatan ICI Instruments) yang dilengkapi
1990). dengan detektor indeks bias (Shodex RI SE-61)
Penelitian yang dilakukan oleh Dira serta integrator merek Shimadzu CR6A
Swantara (1995) menyatakan bahwa pemisahan Chromatopac; labu ukur 20 mL, 25 mL, 50 mL,
dan analisis senyawa mono- dan disakarida pada pipet volume 1,0 mL, 2,5 mL, 5 mL, 10 mL, 25
madu dan bahan sejenis lainnya dapat dilakukan mL, 2,5 mL, alat sentrifugasi, kertas saring 0,45
dengan menggunakan teknik KCKT. Kolom µm.
yang digunakan adalah µBondapak-NH2 dan
eluen campuran asetonitril:air (75 : 25) yang Cara Kerja
mengandung 1,0 x 10-5 M etanolamin. Laju alir
ditentukan pada 0,6 mL/menit menggunakan Pembuatan Larutan Standar
detektor UV pada panjang gelombang 195 nm. Larutan standar glukosa dan fruktosa
Namun dalam penelitian tersebut tidak dilihat dibuat dengan konsentrasi masing-masing 5 %
pengaruh suhu kolom terhadap pemisahan b/v. Adapun cara pembuatannya adalah sebagai
masing-masing komponen madu. berikut :
Berdasarkan latar belakang tersebut, a. Masing-masing senyawa (glukosa dan
maka dipandang perlu dilakukan penelitian fruktosa) ditimbang sebanyak 1 g.
untuk menentukan kadar glukosa dan fruktosa b. Senyawa-senyawa tersebut dimasukkan ke
dalam madu dari jenis bunga yang berbeda dalam labu ukur 20 mL, kemudian ditambah
dengan metode KCKT. Sehingga kadar glukosa aquades sampai tanda batas (kadar glukosa
dan fruktosa dari kedua jenis madu tersebut dan fruktosa masing-masing 5 % b/v)
dapat dibandingkan. Penentuan kadar dilakukan Dari konsentrasi tersebut dapat dibuat campuran
dengan mengatur laju alir eluen dan suhu kolom dengan konsentrasi masing-masing 1 % ; 0,5 % ;
dengan menggunakan eluen air deionisasi, kolom 0,25 % ; dan 0,125 % dengan cara :
Metacarb 87C dan dideteksi dengan a. Campuran glukosa dan fruktosa 1 %.
menggunakan detektor indeks bias. Kadar Ke dalam labu ukur 50 mL, dipipet masing-
glukosa dan fruktosa yang diukur adalah kadar masing 10,0 mL larutan fruktosa 5 %,
dari dua jenis madu yang telah memenuhi ditambah 10,0 mL larutan glukosa 5 %.
ketentuan SII (kadar gula pereduksi minimal 60 Ditambah dengan aquades sampai tanda
%) yaitu madu kelengkeng dan madu randu. batas.
Madu-madu tersebut berasal dari satu merk b. Campuran glukosa dan fruktosa 0,5 %.
tertentu yang beredar di masyarakat. Ke dalam labu ukur 50 mL, dipipet masing-
masing 5,0 mL larutan fruktosa 5 %
ditambah 5 mL larutan glukosa 5 %.
MATERI DAN METODE Kemudian ditambah dengan aquades sampai
tanda batas.
Bahan c. Campuran glukosa dan fruktosa 0,25 %.
Bahan-bahan yang digunakan dalam Ke dalam labu ukur 50 mL, dipipet masing-
penelitian ini antara lain : air deionisasi, larutan masing 2,5 mL larutan fruktosa 5 %
standar glukosa 5 % dan larutan standar fruktosa ditambah 5 mL larutan glukosa 5 %.
5 %. Sampel penelitian adalah madu randu dan Kemudian ditambah dengan aquades sampai
madu kelengkeng yang telah memenuhi standar tanda batas.
SII dari merk yang sama. Tiap jenis madu d. Campuran glukosa dan fruktosa 0,125%

79
JURNAL KIMIA 2 (2), JULIN 2008 : 77-86

Campuran glukosa dan fruktosa 0,25 % pada Validasi Prosedur Analisis


(c) dipipet 25,0 mL, dimasukkan ke dalam a. Ketepatan
labu ukur 50 mL. Campuran tersebut Ketepatan dari metode yang digunakan
ditambah dengan aquades sampai tanda ditentukan dengan melakukan beberapa kali
batas. pengukuran konsentrasi dari senyawa standar
Masing-masing campuran glukosa dan fruktosa dengan konsentrasi yang sama. Ketepatan
tersebut disaring dengan kertas saring 0,45 µm. dinyatakan dengan perbandingan antara nilai
konsentrasi yang terukur dengan nilai
Penentuan Kondisi KCKT untuk Pemisahan konsentrasi yang sebenarnya. Dari data yang
Glukosa dan Fruktosa diperoleh dicari prosentase kesalahan
Kondisi analisis untuk penentuan relatifnya dengan rumus :
kandungan glukosa dan fruktosa pada sampel
madu adalah pada kondisi pemisahan yang x −
terbaik. Kondisi tersebut tercapai jika hasil % = x 100 %
kromatogram masing-masing komponen tidak
tumpang tindih satu dengan yang lain.
Kromatogram yang tidak tumpang tindih dimana : x = konsentrasi rata-rata larutan
tersebut salah satunya dapat dicapai dengan standar terukur
mengatur suhu kolom dan laju alir dari eluen. µ = konsentrasi larutan standar
Kondisi pemisahan dapat ditentukan pada saat (konsentrasi sebenarnya)
pengukuran larutan standar, di mana eluen yang
digunakan adalah air deionisasi pada kolom b. Ketelitian
metacarb 87C dan dideteksi dengan Prosedurnya sama dengan prosedur ketepatan,
menggunakan detektor indeks bias. kemudian data yang didapat dihitung
simpangan bakunya (SB) dan % koefisien
Pembuatan Kurva Standar variansi (KV) dengan rumus :
Larutan standar glukosa dan fruktosa
0,125 % diinjeksikan sebanyak 20 µL dengan
menggunakan auto syringe injector. Biarkan
sampai semua komponen keluar dan terpisah dari Σ ( xi - x )²
SB =
kolom. Waktu retensi untuk masing-masing n -1
komponen (glukosa dan fruktosa) dicatat.
Langkah tersebut diulangi dengan SB
menginjeksikan 20 µL larutan standar glukosa Kv = x 100 %
dan fruktosa 0,25 % kemudian dengan larutan x
standar 0,5 % dan 1 %. Plot hubungan antara
konsentrasi larutan standar dengan luas puncak dimana : SB = Simpangan baku
dari masing-masing komponen. Hubungan antara KV = Koefisien variansi
konsentrasi dengan luas puncak dapat dibuat x = Konsentrasi rata-rata larutan
persamaan regresi liniernya yaitu y = a + bx , standar terukur
dimana :
c. Batas Deteksi
Batas deteksi merupakan kadar analit yang
y − b. x memberikan kadar analit yang memberi signal
a= sebesar signal blanko ditambah 3 kali simpang
n
blanko.
n xy − x. y y = yB + 3 sB
b=
n x 2 − ( x) 2 dimana : yB = signal blanko
sB = simpang baku blanko

80
ISSN 1907-9850

Dari persamaan regresi yang telah dibuat, HASIL DAN PEMBAHASAN


dapat dihitung batas deteksi untuk alat dengan
mengasumsikan : Penelitian ini telah melibatkan
pengamatan sifat kromatografi senyawa –
senyawa standar secara individual yaitu glukosa
yB = a dan fruktosa, yang dilanjutkan dengan
pemisahan senyawa-senyawa standar tersebut
sB = Sy/x dalam campurannya dengan menggunakan
metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Kondisi-kondisi pemisahan diperoleh
(Yi − Y )
1
2 2
dari pengukuran senyawa-senyawa glukosa dan
dimana : Sy/x = fruktosa tersebut kemudian diaplikasikan untuk
n−2
penentuan kadar senyawa tersebut pada sampel
madu randu dan madu kelengkeng.
Eluen yang digunakan adalah air
Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa deionisasi, di samping murah juga tidak beracun.
Analisis Sampel Air deionisasi memiliki sifat kepolaran yang
Masing-masing madu dipipet 0,5 mL sesuai dengan karbohidrat dan ternyata dengan
dan diencerkan sampai volumenya tepat 50 mL eluen tersebut pemisahan glukosa dan fruktosa
kemudian disentrifugasi selama 30 menit. menghasilkan resolusi yang baik. Penelitian ini
Sampel tersebut disaring dengan kertas saring menggunakan detektor indeks bias karena
0,45 µm. Sampel diinjeksikan sebanyak 20 µL detektor tersebut sesuai untuk pemisahan
pada alat kromatografi dan sistem dibuat dengan komponen-komponen karbohidrat.
kondisi pemisahan terbaik, semua komponen
dibiarkan terpisah. Hasil yang diperoleh Kromatografi Campuran Senyawa Standar
dilakukan uji kualitatif dan uji kuantitatif (Nur, Untuk kromatografi campuran senyawa
et al., 1992). standar, dipilih beberapa kondisi yang
diharapkan dapat menghasilkan pemisahan
Perhitungan Kadar Glukosa dan Fruktosa glukosa dan fruktosa dengan resolusi yang baik.
Kromatogram yang dihasilkan berupa
puncak-puncak untuk setiap senyawa yang Tabel 1. Hubungan antara laju alir dan waktu
dianalisis. Luas area diukur secara otomatis oleh retensi dari masing-masing komponen
alat pengolah data. Uji kualitatif untuk
komponen glukosa dan fruktosa dalam sampel Laju Alir
dilakukan dengan mencocokkan waktu retensi Komponen Konsentrasi (%) WR (menit)
dari masing-masing puncak pada kromatogram
(mL/menit)
sampel dengan waktu retensi senyawa standar. GLUKOSA 5 1 6,025
Untuk uji kuantitatif, luas area komponen- FRUKTOSA 5 1 7,822
komponen yang dianalisis diplot ke dalam
persamaan regresi linier.
Tabel 1 menunjukkan bahwa glukosa
Uji Statistik
Untuk menguji ada tidaknya variasi yang muncul sebagai puncak pada waktu retensi yang
lebih cepat daripada fruktosa. Hal ini disebabkan
nyata pada kadar glukosa dan fruktosa dari tiap
sampel madu, maka akan dilakukan uji statistik karena adanya interaksi yang lebih kuat antara
BNT terhadap data hasil analisis (kadar glukosa fruktosa (yang mengandung gugus keton)
dengan fase diam daripada interaksi antara
dan fruktosa). Uji stastistik dilakukan dengan
glukosa (yang mengandung gugus aldehid)
menggunakan metode uji F.
dengan fase diam. Semakin mirip sifat kepolaran
antara senyawa yang dipisahkan dengan fase

81
JURNAL KIMIA 2 (2), JULIN 2008 : 77-86

diam, maka interaksinya akan semakin kuat, Resolusi diartikan untuk menjelaskan
sehingga waktu retensi dari senyawa tersebut bagaimana dua buah pita / puncak dapat terpisah
akan semakin lama. satu sama lain. Bila dua puncak kromatogram
dari dua senyawa terpisah sempurna maka
Penentuan Kondisi KCKT untuk Pemisahan dikatakan dua senyawa tersebut terpisah secara
Glukosa dan Fruktosa sempurna atau resolusi dua senyawa tersebut
Kondisi analisis untuk penentuan sempurna. Resolusi antara dua puncak
kandungan glukosa dan fruktosa pada sampel merupakan fungsi dari tiga faktor yaitu : retensi,
madu adalah pada kondisi pemisahan yang selektifitas, dan efisiensi kolom. Retensi dan
terbaik. Kondisi tersebut tercapai jika hasil selektifitas merupakan fungsi sifat kimia fasa
kromatogram masing-masing komponen tidak gerak dan fasa diam. Retensi dapat dinyatakan
tumpang tindih satu dengan yang lain. melalui beberapa cara yakni waktu retensi
Kromatogram yang tidak tumpang tindih absolut, waktu retensi terkoreksi atau faktor
tersebut salah satunya dapat dicapai dengan kapasitas. Selektifitas merupakan ukuran
mengatur suhu kolom dan laju alir dari eluen. kemempuan fasa diam untuk membedakan dua
senyawa. Efisiensi kolom merupakan ukuran
seberapa luas pita-pita komponen menyebar
Tabel 2. Hubungan antara laju alir, suhu dan dalam perjalanannya sepanjang kolom. Suatu
waktu retensi dari campuran senyawa kolom yang lebih efisien akan menghasilkan
standar(glukosa dan fruktosa) puncak yang lebih sempit dari kolom yang
kurang efisien, untuk waktu retensi yang sama.
Konsentrasi Laju Alir Suhu WR (menit) Resolusi Penelitian yang dikerjakan oleh Dira
(%) (mL / menit) (°C) Glukosa Fruktosa Pemisahan Swantara (1995) menyatakan bahwa pemisahan
dan analisis senyawa mono- dan disakarida pada
75 6,310 7,957 6,76 madu dan bahan sejenisnya dapat dilakukan
0,6
80 6,522 7,895 5,40 dengan teknik KCKT. Dalam penelitian tersebut,
1
70 6,492 7,823 7,85 sampel madu diambil secara acak tanpa melihat
1
80 6,212 7,793 9,32 jenis bunganya. Pada penelitian yang dilakukan,
sampel madu adalah madu yang diambil dari
jenis bunga yang berbeda yaitu randu dan
Tabel 2 menunjukkan bahwa jika laju kelengkeng.
alir dipercepat atau suhu kolom ditingkatkan, Kolom yang digunakan dalam penelitian
maka komponen akan keluar sebagai puncak ini adalah kolom Metacarb 87C dengan eluen air
pada waktu retensi yang lebih pendek. deionisasi. Kolom tersebut dipilih karena
Sedangkan jika laju alir diperlambat atau suhu menggunakan eluen air deionisasi yang relatif
kolom diturunkan, maka komponen akan keluar murah dan tidak beracun. Penelitian sebelumnya
sebagai puncak pada waktu retensi yang lebih menggunakan kolom µBondapak-NH2 dan eluen
lama. campuran asetonitril:air (75 : 25) yang
Penelitian ini dilakukan pada laju alir 1 mengandung 1,0 x 10-5 M etanolamin. Eluen
mL/menit dengan suhu kolom 80°C karena pada yang digunakan pada penelitian tersebut relatif
saat tersebut diperoleh pemisahan yang baik. mahal. Selain itu dalam penelitian ini juga dilihat
Kedua komponen (glukosa dan fruktosa) dapat pengaruh suhu kolom dan laju alir, sedangkan
terpisahkan satu dengan yang lain sampai garis dalam penelitian sebelumnya hanya dilihat
alas. Pada kondisi ini glukosa dan fruktosa pengaruh laju alir terhadap pemisahan masing-
muncul pada waktu retensi yang relatif cepat masing komponen.
daripada kondisi-kondisi lainnya sehingga
memerlukan eluen yang tidak terlalu banyak Evaluasi Kuantitatif
sehingga lebih efisien. Selain itu, pada kondisi Pembuatan Kurva Standar
tersebut diperoleh resolusi yang terbaik. Kurva standar untuk glukosa dan
fruktosa disiapkan dengan pengukuran luas area

82
ISSN 1907-9850

kromatogram dari masing-masing senyawa


Kurva Standar Glukosa
standar yang diperoleh dengan menyuntikkan
larutan standar campuran pada sistem 1200000
kromatografi yang bekerja pada kondisi 1000000
pemisahan terbaik. Sistem kromatografi tersebut 800000

Luas Area
adalah sebagai berikut : 600000

400000
Kolom : Metacarb 87C 200000
Eluen : Air deionisasi 0
Laju Alir : 1 mL / menit 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Suhu Kolom : 80oC Konsentrasi (%)

Detektor : Indeks bias

Gambar 1.Kurva Standar Glukosa


Tabel 3. Data luas area dari kromatogram
campuran glukosa dan fruktosa pada
berbagai konsentrasi Kurva Standar Fruktosa

1000000

Konsentrasi Luas Area 800000


Luas Area
600000
(%) Glukosa Fruktosa 400000

70940 ± 80924 ± 200000


0,125
1103,087 977,222 0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
236790 ± 195161 ±
0,25 Konsentrasi (%)
958,837 881,055
428752 ± 351812 ±
0,5
10431,946 749,533
Gambar 2 Kurva Standar Fruktosa
1061880 ± 949714 ±
1
2122,028 625,082
Validasi Ketepatan dan Ketelitian
Serangkaian validasi metode analisis
Berdasarkan data pada Tabel 3, maka
perlu dilakukan untuk menguji kestabilan dan
dapat dihitung persamaan regresi linier untuk
validitas alat. Pengujian ini bertujuan agar hasil
glukosa dan fruktosa. Persamaan regresi linier
yang diperoleh dari suatu alat memiliki ketepatan
untuk glukosa dan fruktosa adalah sebagai
dan ketelitian yang tinggi sehingga dalam
berikut :
mengambil kesimpulan menjadi tepat.
Ketepatan analisis dapat dilihat dari % kesalahan
Glukosa : y = -73545,652 + 1116023,791 x
relatif suatu analisis, dimana % kesalahan relatif
(r = 0,9960)
untuk glukosa adalah 1,76 %, sedangkan untuk
fruktosa dengan cara yang sama diperoleh nilai
Fruktosa : y = -69966,565 + 990654,539 x
% kesalahan relatif sebesar 2,95 %. Ini berarti
(r = 0,9918)
data yang diperoleh berdasarkan hasil
pengukuran telah memenuhi kriteria ketepatan
Dari persamaan regresi linier diatas,
analisis, dimana prosentase kesalahan relatif
maka dapat dibuat kurva standar glukosa dan
(% ) ≤ 5 % (20). Ketelitian analisis dapat dilihat
fruktosa yang disajikan pada Gambar 1. dan
dari nilai simpangan baku dan % koefisien
Gamar 2.
variansi. Nilai simpangan baku untuk glukosa
adalah 1,437x10-3 dan untuk fruktosa adalah

83
JURNAL KIMIA 2 (2), JULIN 2008 : 77-86

4,950x10-4. Sedangkan nilai prosentase koefisien berdasarkan hasil pengukuran telah memenuhi
variansi untuk glukosa adalah 0,1412 % dan kriteria ketelitian analisis, di mana prosentase
untuk fruktosa adalah 0,0481%. Hal ini koefisien variansi (% KV) 5 % (Day dan
menunjukkan bahwa data yang diperoleh Underwood, 1993).

Tabel 4. Validasi Ketepatan dan Ketelitian

Konsentrasi Konsentrasi
Komponen Luas Area % SB % KV
(%) Rata-rata
1063380
Glukosa 1 1060379 1,0176 1,76 1,437x10-3 0,1412
1062765
950156
Fruktosa 1 949272 1,0295 2,95 4,950x10-4 0,0481
950238

Batas Deteksi kemudian diambil 20µL dan disuntikkan ke alat


Batas deteksi didefinisikan sebagai kadar KCKT.
analit terendah yang dapat menghasilkan signal
sebesar signal blanko ditambah tiga kali simpang (b) Pola Kromatogram Sampel
bakunya. Kromatogram-kromatogram sampel
Pengukuran batas deteksi dengan madu mempunyai pola yang sederhana. Pada
menggunakan detektor indeks bias untuk kondisi kromatografi yang digunakan, senyawa
glukosa dan fruktosa masing-masing sebesar standar glukosa dan fruktosa keluar sebagai
0,104 % dan 0,136 %. Ini berarti bahwa puncak dengan waktu retensi masing-masing
6,212 menit dan 7,793 menit.
kadar glukosa terendah yang dapat dideteksi
Berdasarkan pola kromatogram sampel
oleh alat KCKT yang digunakan adalah
yang dianalisis, terlihat bahwa pemisahan
sebesar 0,104 %. Sedangkan untuk fruktosa, glukosa dan fruktosa dalam sampel madu dapat
kadar terendah yang dapat dideteksi oleh alat dilakukan dengan baik. Pada kromatogram juga
KCKT adalah 0,136 %. terlihat adanya komponen-komponen lain yang
kemungkinan merupakan sakarida-sakarida lain
Analisis Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada yang juga menyusun madu seperti sukrosa,
Sampel Madu maltosa, laktosa dan karbohidrat lainnya. Namun
(a) Perlakuan Sampel keberadaan komponen lain tersebut tidak
Sampel madu yaitu madu kelengkeng menganggu identifikasi komponen utama.
dan madu randu dipipet sebanyak 0,5 mL.
Sampel diencerkan sampai volumenya 50 mL. (c) Analisis Kuantitatif (Kadar Glukosa dan
Sampel disentrifugasi selama 30 menit. Tujuan Fruktosa)
dari sentrifugasi adalah untuk memisahkan Hasil perhitungan konsentrasi glukosa
komponen yang larut dalam air dengan yang dan fruktosa dalam sampel madu disajikan pada
tidak larut dalam air. Hasil dari sentrifugasi Tabel 5 berikut.
adalah terbentuknya dua lapisan. Lapisan atas
diambil dan dilakukan penyaringan dengan
kertas saring 0,45 µm. Filtrat hasil penyaringan

84
ISSN 1907-9850

Tabel 5. Kadar glukosa dan fruktosa dalam pasir, dan pewarna makanan. Pada beberapa
sampel madu kasus madu palsu, kadar total gula pereduksi
(glukosa dan fruktosa) masih dapat memenuhi
Kadar ( % ) ketentuan SII. Ini disebabkan karena jika proses
Sampel penyimpanan madu cukup lama, maka sukrosa
Madu Glukosa Fruktosa yang terdapat pada madu akan mengalami
peruraian membentuk glukosa dan fruktosa.
R1 27,57 ± (3,53x10-4) 41,62 ± (7,07x10-5) Penelitian yang dilakukan oleh Dira
Swantara (1995) menunjukkan bahwa kadar total
R2 27,04 ± (4,60x10-3) 40,37 ± (1,41x10-4) glukosa dan fruktosa pada madu diperoleh
Rata- sekitar 79 %, dimana kadar fruktosa lebih besar
27,13 40,99 daripada kadar glukosa. Penelitian tersebut juga
rata
melihat kadar sukrosa dari masing-masing
K1 28,23 ± (1,41x10-4) 41,26 ± (1,41x10-4) sampel. Namun, kadar sukrosa jauh lebih rendah
daripada glukosa dan fruktosa. Pada beberapa
K2 27,94 ± (2,83x10-4) 38,79 ± (5,66x10-4) madu yang diduga palsu, ternyata kadar sukrosa
Rata- lebih tinggi daripada kadar glukosa dan fruktosa.
28,09 40,03
rata

Keterangan : SIMPULAN DAN SARAN


R1 = Madu randu (sampel 1)
R2 = Madu randu (sampel 2) Simpulan
K1 = Madu kelengkeng ( sampel 1) Berdasarkan hasil penelitian dan
K2 = Madu kelengkeng (sampel 2) pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
Hasil pada Tabel 5 terlihat bahwa pada 1. Pemisahan dan analisis kadar glukosa dan
semua sampel madu, kadar fruktosa lebih tinggi fruktosa pada madu randu dan madu
daripada glukosa. Jika dilihat dari nilai rata-rata kelengkeng dapat dilakukan menggunakan
kadar glukosa, maka kadar glukosa pada madu teknik KCKT. Kolom yang digunakan
kelengkeng lebih tinggi daripada madu randu. adalah kolom metacarb 87C dengan eluen
Sedangkan nilai rata-rata kadar fruktosa pada air deionisasi. Kondisi operasional yang
madu randu lebih tinggi daripada kadar fruktosa terbaik diperoleh pada suhu kolom 80ºC dan
pada madu kelengkeng. Ini berarti bahwa madu laju alir 1 mL/menit dengan menggunakan
randu memiliki rasa yang lebih manis daripada detektor indeks bias.
madu kelengkeng karena fruktosa memiliki 2. Kadar glukosa pada madu randu adalah
kemanisan 2,5 kali dari glukosa. sebesar 27,31 % dan pada madu kelengkeng
Pada ketentuan SII ditetapkan bahwa sebesar 28,09 %. Sedangkan kadar fruktosa
kadar gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) total pada madu randu sebesar 40,99 % dan pada
minimal 60 %. Tabel 5 menunjukkan bahwa madu kelengkeng sebesar 40,03 %.
sampel madu yang dianalisis telah memenuhi 3. Kadar glukosa dan fruktosa dari tiap-tiap
ketentuan SII, dimana kadar gula pereduksi total sampel madu telah memenuhi syarat mutu
pada madu randu sebesar 68,12 % dan pada madu nasional (SII) dimana kadar gula
madu kelengkeng sebesar 68,12 %. Pada madu pereduksi total pada madu randu sebesar
palsu, madu tersebut tidak memenuhi ketentuan 68,12 % dan pada madu kelengkeng sebesar
SII, seperti kadar air yang cukup tinggi, kadar 68,12 %.
sukrosa yang melebihi ketentuan atau total gula
pereduksi yang kurang dari 60 %. Hal ini Saran
disebabkan karena pada madu palsu sering Sesuai hasil penelitian, dapat
dilakukan pengenceran atau ditambah dengan dikemukakan saran sebagai berikut :
komponen lain seperti pemanis buatan, gula

85
JURNAL KIMIA 2 (2), JULIN 2008 : 77-86

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Gritter, R. J., Bobbit, J. M., Schwarting, A. E.,
tentang kandungan senyawa sakarida lain 1991, Pengantar Kromatografi, Edisi
selain glukosa dan fruktosa dalam madu Kedua, a.b. Kosasih Padmawinata, ITB,
seperti sukrosa, maltosa,dan laktosa. Bandung
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai syarat Jarvis M. D. D. C., 1995, Pengobatan
mutu madu selain glukosa dan fruktosa Tradisional Dengan Madu dan Apel /
untuk menentukan kualitas madu seperti Folk Medicine, Pionir Jaya, Bandung
enzim, dan kadar dekstrin. Lehninger, A. L., 1990, Dasar-dasar Biokimia,
Jilid I, a.b. M. T. Awidjaja, Erlangga,
Jakarta
UCAPAN TERIMA KASIH Murtidjo, B. A. , 1991, Memelihara Lebah
Madu, Kanisius, Yogyakarta
Penulis mengucapkan terima kasih Nollet, L. M. L., Ed, 1990, Food Analysis by
kepada Bapak Drs. I Wayan Suarsa, M.Si., Ibu HPLC, Industriele Huges School Van
Sri Rahayu Santi, S.Si., M.Si., dan Bapak I Heet, Gemeen Schap Sonder Wijs, C. T.
Wayan Sudiarta, S.Si., M.Si. atas saran dan L., Marcel Dekker Inc., Printed in USA,
kerjasamanya dalam penyelesaian tulisan ini. p. 257-271
Nur, M. A., Juwana H. A., dan Kosasih, 1992,
Teknik Laboratorium, Departemen
DAFTAR PUSTAKA Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Adnan, M., 1997, Teknik Kromatografi Untuk Universitas Ilmu Hayat, IPB Bogor
Analisis Bahan Makanan, Edisi Purbaya, J. R. ,2002, Mengenal dan
Pertama, Andi, Yogyakarta Memanfaatkan Khasiat Madu Alami,
Day, R. A. dan A. L. Underwood, 1993, Pionir Jaya, Bandung
Quantitative Analysis, Sixth Edition, Sarwono, B. , 2001, Kiat Mengatasi
Prantice-Hall of India Private Limited, Permasalahan Praktis Lebah Madu,
New Delhi Agromedia Pustaka, Tangerang.
Dira Swantara, I M., 1995, Kromatografi Cair Sujatmaka, 1988, Menghasilkan Madu
Kinerja Tinggi Beberapa Senyawa Berkualitas Tinggi, Trubus, 4 (I) : 24-25
Mono- dan Disakarida Serta Suranto, A. , 2004, Khasiat dan Manfaat Madu
Penerapannya Untuk Analis Madu dan Herbal, Agromedia Pustaka, Tangerang
Bahan Jenis Lainnya, Tesis, Universitas Winarno, F. G. , 1982, Madu Teknologi, Khasiat
Padjadjaran, Bandung dan Analisa, Ghalia Indonesia, Bogor

86

You might also like