You are on page 1of 26

BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Pre eklampsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,

dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi

dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya

pada molahidatidosa (Hanifa, 2002). Pre eklampsi adalah kondisi khusus

dalam kehamilan ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan protein uria.

Bisa berhubungan dengan kejang (eklamsia) dan gagal organ ganda pada ibu,

sementara komplikasi pada janin meliputi retriksi pertumbuhan dan abrupsio

plasenta (Sennan & Chappel, 2001). Pre eklamsi ialah sekelompok penyulit

yang timbul pada masa hamil, persalinan, nifas, dan ditandai adanya

hipertensi, protein uriadan edema (Arshita Auliana 2007).

Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa pre

eklamsi adalah suatu keadaan pada masa kehamilan yang ditandai dengan

adanya peningkatan tekanan darah, protein uria dan adanya edema.

B. ETIOLOGI/PREDISPOSISI

Penyabab preeklampsi dan eklampsi sampai sekarang belum

diketahui, tetapi dewasa ini banyak ditemukan sebab pre eklampsi adalah

iskemia plasenta dan kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus,

6
7

arteriola, retensi natrium dan juga koagulasi intravaskuler (wiknjosastro,

1999).

Telah terdapat teori yang mencoba menerangkan sebab mustajab

penyakit pre eklamsi, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang

memuaskan. Teori yang dapat diterima antara lain: Sebab bertambahnya

frekuensi pada primigradivitas, kehamilan ganda, hidromnion dan

molahidatidosa, Sebab bertambahnya frekuensi dan makin tuanya kehamilan,

Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin

dalam uterus, Sebab timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan

koma.

Faktor predisposisi pre eklamsia yang harus diwaspadai antara lain :

Nuliparitas, riwayat keluarga dengan eklamsia dan pre eklamsia, kehamilan

ganda, diabetes, hipertensi kronis dan molahidatidosa

(Hanifa, 1999)

C. PATOFISIOLOGI

Perubahan patofisiologi terjadi dalam sel endotel pada glomerulus tapi

hanya satu sentuh luka ini pada ginjal merupakan / mempunyai karakteristik

yang unik untuk pre eklampsi terutama pada wanita nulipara (85 % ), faktor

ginetik utama adalah tidak adanya peningkatan darah tapi bekunya perfusi

sekunder disebut sebagai vasospasme, vasospasme arteri mengurangi


8

diameter pembuluh darah yang mengganggu aliran darah keseluruhan organ

dan peningkatan tekanan darah fungsi tiap-tiap organ seperti plasenta, ginjal,

hati dan otak tertekan sekitar 40% - 60%.

Rusaknya perfusi plasenta diawali dengan cepatnya umur degeneratif

dari plasenta dan kemungkinan IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)

pada janin. Hal tersebut penting mengingat rusaknya sintesis prostaglandin

mungkin salah satu faktor dalam PIH (Pregnancy Induced Hypertension ).

Aktivitas uterus dan sensitivitas oksitoksin harus dimasukkan dalam laporan

ketika memberikan obat. Hal ini digunakan untuk induksi / tambahan tenaga.

Berkurangnya perfusi ginjal menurunkan kecepatan filtrasi glomerulus

dan mengakibatkan perubahan degeneratif pada glomerulus, protein, albumin

primer keluar bersama urine. Asam urat murni berkurang sodium dan air

tertahan. Menurunnya tekanan osmotik cairan plasma disebabkan oleh

menurunnya tingkat serum albumin. Volume intravaskuler berkurang sebab

cairan berpindah keluar dari bagian intravaskuler yang mengakibatkan

terjadinya hemokonsentrasi, meningkatnya kekebalan darah dan edema

jaringan. Nilai hematokrit meningkat yang disebabkan oleh hilangnya cairan

dari bagian intravaskuler.

Penurunan perfusi hati menyebabkan rusaknya fungsi hati. Edema hati

dan peredaran pembuluh darah dapat dialami oleh wanita hamil yang

menyebabkan terjadinya nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan

atas salah satu sebagian dari tanda eklampsia yang berat. Vasospasme arteri
9

dan penurunan aliran darah keretina menyebabkan gejala-gejala pada

penglihatan seperti skotoma (buta) dan kabur. Kondisi pada patologi yang

sama menyebabkan edema serebral dan perdarahan yang tidak teratur.

Ketidakteraturan menyebabkan sakit kepala, hiperrefleksi, adanya klonus

pada mata kaki dan kadang-kadang perubahan tersebut dapat berefek

(perubahan-perubahan emosi, perasaan dan perubahan kesadaran adalah

gejala yang ganjil dari edema serebral).

Edema paru disebabkan oleh preeklampsi adalah kategorikan dengan

edema general yang menyeluruh. Pemberian curah infus lewat intravena yang

atrogenik menyebabkan terjadinya kelebihan cairan. Lemah nadi cepat,

peningkatan laju respirasi, penurunan tekanan darah dan rales pada paru

menunjukkan kerusakan pembuluh darah dan rales pada paru menunjukkan

kerusakan pada sirkulasi darah. Cepatnya digitalisasi dan pemberian deuresis

dengan furosemide mungkin dianjurkan. Edema paru dan gagal jantung

kongestive pada hakekatnya hanya diterima sebagai indikasi untuk pemberian

terapi diuretik meningkatkan reduksi aliran darah intervillous yang akan

menyebabkan kesakitan pada janin dan kematian pada janin yang diakibatkan

oleh hipertensi. Resiko paling besar diedema paru terjadi 15 jam setelah janin

lahir.

(Bobak, 2000)
10

D. MANIFESTASI KLINIK

Genetik dapat merupakan faktor imunologi lain. Sibai menemukan

adanya frekuensi preeklampsi dan eklampsi pada anak dan cucu wanita yang

memiliki riwayat eklampsi, yang menunjukkan suatu gen resesif autosom

yang mengatur respons imun maternal. Faktor parental juga sedang diteliti.

1. Pre eklampsi ringan

a. Bila tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan

diastolik 90 mmHg kenaikan 15 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan

yang meninggi ini sekurangnya diukur dua kali dengan jarak 6 jam.

b. Protein urin sebesar 300 mm/dl dalam 24 jam atau > 1 gr/1 secara

rantom dengan memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada

2 waktu dengan jarak 6 jam karena kehilangan protein adalah

bervariasi.

c. Edema dependent, bengkak di mata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak

terdengar. Edema timbul dengan diketahui penambahan berat badan

yang sebanyak ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian

baru edema nampak, edema ini tidak hilang dengan istirahat.

2. Pre eklampsi berat

a. Tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau diastolik lebih dari

110 mmHg pada dua kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam

dengan ibu posisi tirah baring.

b. Proteinuria lebih dari 5 gr dalam urine 24 jam atau kurang lebih 3 pada

pemeriksaan dipstik setidaknya pada 2 kali pemeriksaan acak


11

menggunakan contoh urine yang diperoleh cara bersih dan berjarak

setidaknya 4 jam.

c. Oliguria ≤ 400 ml dalam 24 jam.

d. Gangguan otak atau gangguan penglihatan.

e. Nyeri ulu hati.

f. Edema paru/ sianosis.

3.Eklampsia

a. Kehamilan lebih dari 20 minggu atau persalinan atau nifas.

b. Tanda- tanda pre eklampsia (hipertensi, edema, protein uria)

c. Kejang dan koma

d. Terkadang disertai gangguan fungsi organ.

(Bobak, 2004)

E. KOMPLIKASI

1. Perubahan pada plasenta dan uterus. Menurunnya aliran darah ke plasenta

mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama

pertumbuhan janin terganggu. Pada hipertensi yang lebih pendek bisa

terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi.

2. Perubahan pada ginjal. Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah

kedalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glumerulus

berkurang. Pada penyelidikan biopsi menunjukkan kelainan pre eklampsi

berupa: kelainan glomerulus, hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus, kelainan

pada tubulus-tubulus Henle, dan spasmus pembuluh darah ke glomerulus.


12

3. Hati. Pada pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan perdarahan dan

nekrosis pada tepi lobulus, disertai trombosis pada pembuluh darah kecil,

terutama disekitar vena porta.

4. Otak. Pada pemeriksaan yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan

anemia pada korteks serebri, pada keadaan lanjut dapat ditemukan

perdarahan.

5. Retina. Kelainan yang sering ditemukan pada retina adalah spasmus pada

arteriola-arteriola, terutama pada siklus optikus dan retina.

6. Paru. Yaitu menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena

bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi.

7. Jantung. Biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium.

Sering ditemukan degenerasi lemak serta nekrosis dan perdarahan.

F. PENATALAKSANAAN

1. Pencegahan

a. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali

tanda-tanda sedini mungkin ( pre-eklampsia ringan ) lalu diberikan

pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat

b. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pere-eklampsia

kalau ada faktor – faktor peredisposisi

c. Berikan penerangan tentang mamfaat istirahat dan tidur, ketenangan,


13

serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat

dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

2. Penanganan

Tujuan utama penanganan adalah:

a. Untuk mencegah terjadinya pre-eklampsia dan eklampsia

b. Hendaknya janin lahir hidup

c. Trauma pada janin semaksimal mungkin

Penanganan Pada Pre-Eklampsia Berat

a. Pre-eklampsia berat pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

b. Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan

uji kocok dan rasio L/S, maka penanganan adalah sebagai berikut :

1) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr IM

kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr IM setiap 4 jam

(selama tidak ada kontraindikasi)

2) Jika ada perbaikan jalannya penyaki, pemberian sulfas magnesikus

dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-

eklampsia ringan (kecuali ada kontraindikasi)

3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor,

serta BB ditimbang seperti pada pre-eklampsia ringan, sambil

mengawasi timbunya lagi gejala.

4) Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi

kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung

keadaan.
14

a) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan

paru janin maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada

kehamilan diatas 37 minggu.

b) Pre-eklampsia berat pada usia kehamilan diatas 37 minggu.

c) Penderita rawat inap

 Istirahat mutlak dan ditempatkan pada kamar isolasi

 Berikan diit rendah garam dan tinggi protein

 Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr IM, 4 gr dibokong

kanan dan 4 gr d bokong kiri

 Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam

 Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif,

diuresis 100 cc dalam 4 jam terakhir, respirasi 16 kali

permenit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium

glukonas 10 % dalam amp 10 cc

5) Infus dextrosa 5 % dan ringer laktat

a) Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 amp IM dan

selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau

2 kali ½ tablet sehari

b) Diuretika tidak diberikan kecuali bila terdapat oedema paru

dan kegagalan jantung kongestif. Untuk ini dapat disuntikan 1

amp IV lasix

c) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan

induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi


15

dipakai oksitosin ( pitosin atau sintosinon ) 10 satuan dalam

infus tetes

d) Kala II harus dipersingkat dengan VE atau FE, jadi ibu

dilarang mengedan

e) Jangan berikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi

pendarahan yang disebabkan atonia uteri

f) Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi,

kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam selama 24

jam postpartum

g) Bila ada indikasi obstetrik dilakukan SC.

G. PENGKAJIAN FOKUS

1. Sirkulasi

a. Peningkatan tekanan darah menetap melebihi nilai dasar setelah 20

minggu kehamilan.

b. Riwayat hipertensi kronis.

c. Nadi mungkin menurun.

d. Dapat mengalami memar spontan, perdarahan lama, atau epistaksis

(trombositopenia)
16

2. Eliminasi

Fungsi ginjal mungkin menurun (kurang dari 400 ml/ 24 jam atau tidak

ada)

3. Makanan atau cairan

a. Mual/ muntah.

b. Malnutrisi (kelebihan atau kurang berat badan 20% atau lebih besar),

masukan protein / kalori kurang.

c. Edema mungkin ada, dari ringan sampai berat / umum dan dapat

meliputi wajah, ekstremitas dan sistem organ (misal : hepar, otak).

4. Neurosensory

a. Pusing, sakit kepala frontal.

b. Diplopia, penglihatan kabur.

c. Hiperrefleksia.

d. Kacau mental – tonik, kemudian fase tonik klonik, diikuti dengan

periode kehilangan kesadaran.

e. Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukkan edema atau spasme

vaskuler.

5. Nyeri / ketidaknyamanan.

Nyeri epigastrik (kuadran kanan atas)


17

6. Pernafasan

a. Pernafasan mungkin kurang dari 14 kali / menit.

b. Krekles mungkin ada.

7. Seksualitas

a. Primigravida, gestasi, multipel, hidramnion, mola hidatosa, hidrops

fitalis (antigen antibodi)

b. Gerakan bayi mungkin berkurang.

c. Tanda – tanda abrupsi plasenta mungkin ada.


18

H. PATHWAYS KEPERAWATAN
19

I. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Kekurangan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan kehilangan

protein plasma penurunan tekanan osmotik koloid plasma.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan hematokrit dalam batas

normal, bebas dari tanda-tanda edema.

Kriteria :

a. Volume cairan stabil dengan keseimbangan antara intake dan output

cairan.

b. Tanda-tanda vital dalam batas normal dan tidak ada edema.

c. Hilangnya mual dan muntah.

Intervensi :

a. Timbang berat badan secara rutin, anjurkan klien untuk memantau

berat badan di rumah atau waktu kunjungan.

Rasional : penambahan berat badan bermakna dan tiba-tiba

menunjukkan retensi cairan yang mengakibatkan edema.

b. Bedakan edema kehamilan yang patologis dan fisiologis, pantau

lokasi dan derajat pitting.


20

Rasional : adanya edema pitting pada wajah, tangan, kaki, ateal

sakral atau dinding abdomen/ edema yang tidak hilang

setelah 12 jam tirah baring, adalah bermakna.

c. Perhatikan perubahan pada kadar hemotokrit/ Hemoglobin.

Rasional : Mengidentifikasi derajat hemokosentrasi yang disebabkan

oleh keparahan cairan. Bila Hemotokrit kurang dari 3

kali kadar Hemoglobin, terjadi Hemokonsentrasi.

d. Kaji adanya bunyi paru dan frekuensi pernapasan.

Rasional : Dispneu dan Krekles dapat mengidentifikasikan adanya

edema paru yang membutuhkan tindakan segera.

e. Pantau tekanan darah dan nadi.

Rasional : Peningkatan tekanan darah dapat terjadi karena respon

terhadap Katekolamin, Vasopresin, Prostagalandin dan

sebagai anjuran temuan, terjadi penurunan kadar dari

Prostasiklin.

f. Pantau asam urat serum dan kadar Kenoatinin serta Netrogen Urea

Darah (BUN).

Rasional : Peningkatan kadar khususnya asam urat, menandakan

kerusakan fungsi ginjal, memburuknya kondisi ibu dan

hasil janin buruk.


21

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Hipovolemia/penurunan

aliran balik vena, peningkatan tahanan vaskuler sistemik.

Tujuan : Mengidentifikasi penurunan kerja jantung dan penurunan episode

Dispneu.

Kriteria Hasil :

a. Tidak adanya/menurunnya kejadian dispneu.

b. Mengubah aktifitas sesuai kondisi

Intervensi :

a. Pantau tekanan darah dan nadi.

Rasional : Klien dengan HKK (Hipertensi Karena Kehamilan) tidak

menunjukkan respon kardiovaskuler normal pada

kehamilan (Hipertrofi Ventrikel kiri, peningkatan

volume plasma, relaksasi vaskuler dengan penurunan

tahanan perifer). Hipertensi terjadi karena peningkatan

kepekaan pada angiotensin II, yang meningkatkan

tekanan darah, meningkatakan pelepasan Aldosteron

pada peningkatan rearbsorbsi Natrium/air dari tubulus

ginjal dan mengkonstriksikan pembuluh darah.


22

b. Kaji tekanan arteri pada gestasi Minggu ke 22. Tekanan 90 mmHg

dipertimbangkan prediktif hipertensi karena kehamilan. Kaji Krekels,

dan dispneu perhatikan frekuensi/ upaya pernapasan.

Rasional : Edema paru dapat terjadi pada perubahan tahanan vaskuler

perifer dan penurunan pada osmotik koloid plasma.

c. Lakukan tirah baring pada klien dengan posisi miring ke kiri.

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, curah jantung dan perfusi

ginjal/plasenta.

d. Berikan obat antihipertensi seperti ; Hidralazin (Apnosoline) per

oral/intravena, sehingga diastolik antara 90 dan 110 mmHg. Ikuti

dengan pemberian Metildopa (Aldomet) untuk memperhatikan terapi

sesuai kebutuhan.

Rasional : Bila tekanan darah tidak berespon terhadap tindakan

konserfatif, mungkin perlu pemberian obat. Obat

antihipertensi bekerja secara langsing pada arteriola untuk

meningkatkan relaksasi otot polos kardiovaskkuler dan

membantu meningkatkan suplai darah ke Serebrum, ginjal,

uterus dan plasenta. Hidrolazin adalah obat pilihan karena

tidak menghasilkan efek samping pada janin.


23

3. Perubahan perfusi jaringan uteru plasenya berhubungan dengan

hipovolemik pada ibu, interupsi aliran darah (Vasospasme Progresif dari

arteri spiral).

Tujuan : Aktifitas janin/frekuensi jantung janin dalam batas normal dengan

mencegah kehamilan prematur dan kematian janin.

Kriteria hasil :

a. Reaktifitas sistem saraf pusat normal

b. Bebas dari deselerasi lanjut

c. Tidak ada penurunan frekuensi jantung janin

Intervensi :

a. Berikan informasi mengenai pemgkajian/percetakan gerakan janin di

rumah setiap hari.

Rasional : Penurunan darah pada plasenta mengakibatkan penurunan

pada pertukaran gas dan kerusakan fungsi nutrisi

plasenta.Penurunan aktifitas janin menandakan kondisi

yang membahayakan janin dan terjadi lebih dulu supaya

perubahan denyut janin dapat dideteksi.


24

b. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas janin.

Rasional : Merokok, penggumnaan obat, kadar glukosa serum,bunyi

lingkungan, waktu dalam sehari dan siklus tidur bangun

dari janin dapat meningkatkan/menurunkan gerakan janin.

c. Tinjau ulang tanda-tanda abrupsi plasenta (misal ; perdarahan vagina,

nyeri tekan uterus, nyeri abdomen, dan penurunan aktifitas janin ).

Rasional : Pengelolaan dan intervensi dini meningkatkan

kemungkinan hasil yang positif.

d. Evaluasi pertumbuhan janin, ukur kemajuan pertumbuhan vundus uteri

setiap kunjungan.

Rasional : Penurunan fungsi plasenta dapat menyertai hipertensi

karena kehamilan. Stress Intrauterus kronis dan

Insufisiensi Uteroplasenta menurunkan jumlah

konstribusi janin pada penumpukan cairan amniotik.

e. Pantau denyut jantung janin secara manual/elektronik sesuai indikasi.

Rasional : Mengevaluasi kesejahteraan janin. Peningkatan denyut

jantung janin dapat menandakan respon kompensasi pada

hipoksia, abrupsi plasenta.


25

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru.

Tujuan : perbaikan O2 jaringan adekuat dalam batas normal dan bebas

gejala distress pernapasan.

Kriteria hasil :

a. Klien merasa nyaman bebas distress pernapasan

b. Bunyi napas bersih

c. Ventilasi adekuat

Intervensi :

a. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan.

Rasional : Untuk mengetahui derajat disterss pernapasan

dan/kronisnya proses penyakit.

b. Tingkatkan kepala tempat tidur, bantu klien untuk memilih posisi yang

mudah untuk bernapas.

Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada

hipoksia.

c. Monitor tanda-tanda vital

Rasional : Perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek

hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.


26

5. Resiko tinggi injuri pada ibu berhubungan dengn edema/hipoksia jaringan,

kejang.

Tujuan : Melindungi dan meningkatkan keamanan untuk mencegah

terjadinya injuri.

Kriteria hasil :

a. Bebas dari tanda-tanda iskemia serebral (gangguan penglihatan, sakit

kepala, perubahan pada mental)

b. Menunjukkan kadar faktor pembekuan dan enzime hepar normal.

Intervensi:

a. Kaji adanya masalah sistem saraf pusat (misal : sakit kepala,

gangguan penglihatan, perubahan pada pemeriksaan funduskopi)

Rasional : edema serebral dan vasokonstriksi dapat dievaluasi dari

masa perubahan gejala, perilaku, retina.

b. Pentingnya klien melaporkan tanda-tanda yang

berhubungan dengan sistem saraf pusat.

Rasional : keterlambatan tindakan gejala-gejala yang dapat

mengakibatkan kejang atau eklampsia.


27

c. Perhatikan perubahan pada tingkat kesadaran.

Rasional : vasokonnstriksi dan vasospasme pembuluh darah serebral

menurunkan konsumsi oksigen 20 % dan mengakibatkan

iskemia serebral.

d. Kaji tabda-tanda eklamsia yang akan datang.

Rasional : edema/ vasokonstriksi umum, dimanifestasikan oleh

masalah sistem saraf pusat berat masalah ginjal, hepar,

kardiovaskuler dan pernafasan mendahului kejang.

e. Implementasikan tindakan pencegahan kejang.

Rasional : meurunkan resiko cidera bila kejang terjadi.

f. Berikan fenobarbital atau diasepam sesuai indikasi.

Rasional : menekan aktivitas serebral, mempunyai efek sedatif bila

kejang tidak terkontrol oleh MgSO4.

g. Lakukan pemeriksaan funduskopi setiap hari.

Rasional : membantu mengevaluasi prubahan atau beratnya masalah

retina.

6. Intoleransi aktifitas pasien berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen.

Tujuan : meningkatkan toleransi aktivitas.


28

Kriteria hasil : Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi toleransi

aktifitas dan penurunannya dengan efek negatif.

Intervensi :

a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas.

Rasional : untuk menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres

aktifitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja

jantung.

b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas.

Rasioonal : stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk

mamajukan tingkat aktivitas individual.

c. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.

Rasional : teknik penghematan rnergi menurunkan penggunaan

energi dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan

oksigen.

d. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas dan

mencegah kelemahan.

7. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan intake untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tidak adekuat.

Tujuan : untuk memenuhi dieyt nutrisi yang tepat.


29

Kriteria Hasil :

a. Menunjukkan penambahan berat badan yang tepat (9 sampai 12 kg

selama masa kehamilan).

b. Klien paham tentang kebutuhan diet.

c. Pengetahuan diet yang tepat.

Intervensi :

a. Kaji status nutrisi klien.

Rasional : untuk menentukan kebutuhan diet klien.

b. Berikan informasi tentang penambahan berat badan normal

pada kehamilan, modifikasi supaya dapat memenuhi kebutuhan klien.

Rasional : klien dengan berat badan kurang, memerlukan diet dengan

kalori lebih tinggi, klien gemuk harus menghindari diet

karena ini membuat janin resiko ketosis.

c. Berikan informasi tentang tindakan dan penggunaan

protein.

Rasional : 1,5/kg masukkan setiap hari cukup untuk menggantikan

kehilangan protein dalam urine dan memungkinkan

tekanan onkotik serum normal.


30

d. Berikan informasi mengenai efek tirah baring dan

penurunan aktivitas pada kebutuhan protein.

Rasional : menurunkan laju metabolisme selama tirah baring dan

pembatasan aktivitas menurunkan kebutuhan protein.

8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi prognosis dan kebutuhan tindakan

berhubungan dengan kurangnya informasi, kesalahan interpretasi.

Tujuan : Pemahamam tentang proses penyakit dan rencana tindakan yang

tepat.

Kriteria hasil :

a. Klien mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan

evaluasi medis.

b. Melakukan prosedur yang ditentukan dengan benar.

c. Perubahan gaya hidup atau perilaku sesuai indikasi.

Intervensi :

a. Kaji pengetahuan klien tentang proses penyakit.

Rasional : penerimaan informasi dapat meningkatkan pemahaman

dan menurunkan rasa takut membantu memudahkan

rencana tindakan klien.


31

b. Berikan informasi tentang tanda dan gejala yang

mengidentifikasi kondisi yang semakin buruk.

Rasional : Membantu menjamin bahwa klien mencari tindakan pada

waktu yang tepat dan mencegah komplikasi tambahan.

c. Bantu anggota keluarga dalam mempelajari, untuk

memonitor tekanan darah sesuai indikasi. Tinjau ulang penatalaksanaan

stres dan pembatasa diet.

Rasional : Peningkatan darah terjadi karena peningkatan curah

jantung. Tinjau ulang pentingnya penguatan tanggung

jawab klien dalam tindakan.

d. Berikan informasi tentang jaminan protein adekuat dalam diet klien

dengan kemungkinan/preeklampsi.

Rasional : Protein penting untuk regulasi cairan intravaskuler dan

ekstravaskuler.

You might also like