Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils, atau
volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal dari daun,
bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Setidaknya ada 150 jenis minyak atsiri
yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional dan 40 jenis di antaranya dapat
diproduksi di Indonesia (lihat web.DAI) Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang
bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah
berkembang dan sedang dikembangkan di Indonesia.
Kegunaan minyak atsiri sangat banyak, tergantung dari jenis tumbuhan yang
diambil hasil sulingannya. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam perisa
maupun pewangi (flavour and fragrance ingredients). Industri kosmetik dan parfum
menggunakan minyak atsiri kadang sebagai bahan pewangi pembuatan sabun, pasta
gigi, samphoo, lotion dan parfum. Industri makanan menggunakan minyak atsiri
setelah mengalami pengolahan sebagai perisa atau menambah cita rasa. Industri
farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri.
Fungsi minyak atsiri sebagai fragrance juga digunakan untuk menutupi bau tak sedap
bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan
pengawet dan bahan insektisida.
Industri pengolahan minyak atsiri di Indonesia telah ada sejak zaman
penjajahan. Namun dilihat dari kualitas dan kuantitasnya tidak mengalami banyak
perubahan. Hal ini disebabkan sebagian besar unit pengolahan minyak atsiri masih
menggunakan teknologi sederhana/tradisional dan umumya memiliki kapasitas
produksi yang terbatas.
Indonesia merupakan negara agraris, dengan kekayaan alam yang luar biasa
melimpah ruah, berbagai jenis tanaman tumbuh dengan varietas yang beraneka ragam
jenisnya. Di era tahun 1960-an Indonesia tercatat sebagai salah satu penghasil minyak
atsiri yang besar.
2
Sumber: Indesso
Meskipun demikian industri minyak atsiri memiliki persoalan utama yaitu mutu
yang rendah serta harga yang rendah dan berfluktuasi. Mutu yang rendah sangat erat
kaitannya dengan beberapa faktor penyebab, antara lain rendahnya kapasitas SDM
sebagai petani maupun penyuling, pengelolaan bisnis yang tradisional dengan segala
keterbatasannya, dan teknologi serta teknik produksi yang masih tradisional dan
berkualitas rendah. Rendahnya kapasitas SDM industri minyak atsiri merupakan salah
satu penyebab rendahnya mutu dan rendahnya harga minyak atsiri dan sekaligus
merupakan tantangan dan ancaman bagi kelangsungan usaha industri minyak atsiri
dimasa yang akan datang.
3
Indonesia sebagai negara pengekspor minyak atsiri yang penting di dunia harus
mengupayakan pengembangan, kualitas dan nilai minyak atsiri dan produk turunannya.
Produksi minyak atsiri merupakan proses yang kompleks. Peningkatan efisiensi
produksi memerlukan peningkatan produktivitas tanaman, perbaikan penanganan pasca
panen, ekstraksi dan peningkatan nilai tambah yang didukung pengendalian dan
jaminan mutu agar diperoleh mutu tinggi dan konsisten.
Peningkatan Atsiri Indonesia merupakan keharusan dioptimalkannya beberapa
hal mencakup mutu (quality), biaya (cost), dan penyediaan (delivery). Perlu
menetapkan visi bersama untuk mencapai mutu produk yang sesuai dengan permintaan
pasar, dan diimplementasikan di semua rantai nilai mulai penyediaan bahan baku
berkualitas, penerapan GAP (Good Agricultural Practices) maupun GMP (Good
Manufacturing Practices), efisiensi biaya proses, tataniaga, serta sistem pasokan bahan
baku dan produk yang terkendali untuk mencapai kapasitas tepat jumlah dan waktu
sesuai permintaan.
Sistem pemasaran minyak atsiri harus dibangun sehingga terjamin ketersediaan
pasokan dengan harga yang adil. Pada saat ini, sistem pemasaran yang kurang efisien
masih sering terjadi, mengingat produsen minyak atsiri adalah industri kecil menengah
yang berbasis bahan baku alam, maka sering terjadi kekurangan stok atau kelangkaan.
Ketimpangan pada pengambilan nilai tambah dan panjangnya rantai pemasaran juga
menyebabkan sulit berkembangnya industri minyak atsiri dan cenderung terbentuk
kelompok yang dominan dalam pemasaran.
Pembinaan yang lebih intensif dan terarah dari pemerintah/lembaga litbang dan
kemitraan dengan eksportir sangat diperlukan.
6. Penguatan Kelembagaan Petani/Penyuling. Hampir semua petani/penyuling
minyak atsiri mempunyai posisi tawar yang lemah terhadap berbagai pihak.
Terbentuknya kelembagaan kelompok petani/penyuling yang berfungsi baik
dapat memperbaiki akses kepada modal usaha dan pasar.
7. Peningkatan Nilai Tambah. Nilai tambah produksi minyak atsiri Indonesia
masih rendah. Di lain pihak telah tersedia kapasitas litbang di Perguruan Tinggi
dan Lembaga Penelitian untuk menghasilkan produk turunan minyak atsiri yang
bernilai tambah tinggi. Pemanfaatan hasil kegiatan penelitian dan
pengembangan melalui diseminasi ke pelaku usaha dalam rangka peningkatan
nilai tambah produk minyak atsiri Indonesia. Misalnya proses ekstraksi dan
fraksinasi minyak atsiri menjadi turunan/derivatnya (flavour and fragrance).
8. Pengembangan Minyak Atsiri Baru. Setidaknya terdapat 7 jenis minyak
atsiri baru yang sangat potensial untuk dikembangkan secara komersial. (1)
Minyak anis (anis oil), (2) Minyak permen (cornmint oil), (3) Minyak kemangi
(basil oil, Reunion Type), (4) Minyak sereh (lemongrass, East Indian Type), (5)
Minyak sereh dapur (lemongrass, West Indian Type), (6) Minyak jeringau
(calamus oil), dan (7) Minyak bangle.
Industri pengguna minyak atsiri terbesar adalah industri flavour & fragrance
yang nilai perdagangan globalnya diperkirakan sebesar USD 18 milyar p.a dan nilai
import Indonesia diperkirakan sebesar USD 400 – 500 juta p.a. Industri pengguna
lainnya diantaranya adalah Spa/Aromatherapi, farmasi, insektisida, dll.
Bahan baku industri flavour & fragrance ada yang berasal dari produk
alam/natural yang jumlahnya mencapai sekitar 250 produk dan 150 minyak atsiri
utama. Produk alam tersebut berasal dari tumbuhan seperti bunga, kelopak, gagang,
daun, kulit buah, akar, getah, dll. serta sebagian kecil dari binatang (castoreum,
ambregris) dengan pengkategoriannya adalah sbb. :
- Citrus Oil (pressed), misalnya orange oil, lemon oil , grapefruit oil.
- Minyak Atsiri/Essential Oils (distilled), misalnya cananga oli, clove oil, nutmeg
oil, patchouli oil, eucalyptus oil dsb.
- Absolute, Resinoid/Concrete, dan Flower Extract, misalnya benzoin absolute,
perubalsam, tolubalsam, tuberose absolute, vanilla oleoresin/extract, dsb.
Selain itu, bahan baku industri flavour & fragrance juga berasal dari produk aroma
chemical yang diturunkan dari isolate produk alam atau sintetik melalui berbagai reaksi
kimia. Terdapat lebih dari 3.000 aroma chemical yang dipakai dengan harga yang
7
Secara keseluruhan sebanyak 700 jenis aroma chemicals diproduksi oleh China
akhir-akhir ini dengan produk utama seperti tabel dibawah.
Sekitar 80% produksi aroma chemicals China diekspor, dan sisanya 20%
dipakai di dalam negeri. Sejalan dengan berkembangnya industri Aroma chemicals,
berkembang pula industri hilirnya yang tumbuh pesat. Dengan demikian China tidak
hanya memproduksi aroma chemicals saja, tapi juga memproduksi flavour dan
fragrance, yang mulai diekspor ke berbagai negara termasuk ke Indonesia.
Mengingat Indonesia memiliki sumber bahan baku minyak atsiri yang sangat
beragam jenisnya dan hampir semuanya minyak atsiri ini diekspor dalam bentuk apa
adanya, maka ke depan perlu ditumbuhkan industri hilir berupa industri flavour dan
fragrance di Indonesia, agar supaya nilai tambah lebih banyak dapat dinikmati di
dalam negeri. Indonesia memiliki potensi pasar dalam negeri yang cukup besar
untuk membangun industri flavour dan fragrance, sehingga pasar minyak atsiri tidak
mutlak tergantung dengan pasar ekspor tetapi tercipta kebutuhan dalam negeri..
Dengan begitu maka lambat laun dimulai dengan yang sederhana kebutuhan flavour
dan fragrance di dalam negeri akan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri,
ketimbang mengimpor produk jadinya, yang akan menghabiskan banyak devisa.
Disamping itu keberadaan industri flavor dan fragrance dapat berfungsi sebagai
lokomotif untuk menumbuhkan industri2 penunjang lainnya antara lain industri aroma
chemical berbasis turpentine yang selama ini hampir semuanya diekspor ke India
untuk memenuhi industri flavor dan fragrance disana. Nilai ekspor minyak atsiri
Indonesia sebesar USD 150 juta p.a, dapat saja tidak tumbuh atau bahkan menurun jika
sebagai gantinya tumbuh industri2 penunjang tersebut.
Apabila kita tidak segera menumbuhkan industri flavour dan fragrance,
dikhawatirkan Indonesia akan seterusnya menjadi negara tujuan pasar produk flavour
dan fragrance baik dari negara2 barat Amerika dan Eropa maupun dari China dan atau
dari India. Dalam road map DAI pada Sasaran Pengembangan jangka panjang sudah
dicanangkan dikembangkannya industri bahan perisa dan bahan pewangi (flavour and
fragrance) di tanah air yang kompetitif. Untuk mewujudkan keinginan tersebut harus
segera dirintis dari awal, dimulai dari pengenalan minyak atsiri disekolah-sekolah
pendidikan tingkat pertama, dan menengah atas. Sehingga saat di universitas
mahasiswa dengan mudah mengenal hal-hal yang berkaitan dengan minyak atsiri.
11
Untuk itu peran perguruan tinggi yang memiliki fakultas tehnologi pangan atau
bidang kimia lainnya dapat menyesuaikan programnya dengan merancang kurikulum
mulai dari prosessing minyak atsiri sampai menjadi bahan perisa dan bahan pewangi.
Dengan begitu nantinya akan diperoleh tenaga peracik fragrance (Fragrance Creator,
Perfumer) maupun tenaga peracik flavor (flavor Creator, Flavourist) yang terdidik
melalui Perguruan Tinggi. Para ahli kimia yang tergabung dalam Himpunan Kimia
Indonesia Jawa Tengah diharapkan dapat mendesain kurikulum ini dengan masukkan
dari pelaku2 business dibidang ini baik yang ada di dalam negeri maupun diluar negeri.
sehingga kedepan tersedia tenaga ahli yang siap pakai sejalan dengan didorongnya
pembangunan industri hilir minyak atsiri di Indonesia. Semoga !
------------------------------------------------------------
*) Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dengan tema: Kimia Bervisi SETS (Science,
Environment, Technology, Society) Kontribusi Bagi Kemajuan Pendidikan dan Industri,
diselenggarakan Himpunan Kimia Indonesia Jawa Tengah, pada tanggal 21 Maret 2009, di
Semarang.