You are on page 1of 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gastroenteritis


1. Pengertian
Gastroenteritis atau diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit
secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih
buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Suriadi dan
Yuliani, 2010)
Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan
usus halus yang di tandai dengan muntah-muntah dan diare yang
berakibat kehilangan cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi
dan gejala keseimbangan elektrolit (Betz.2002).
Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular menyerang pada
lambung dan usus yang di tandai berak-berak encer 5 kali atau lebih.
Gastroenteritis adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari
dapat atau tanpa lender dan darah ( Murwani. 2009).
Penyebab utama gastroenteritis adalah adanya bakteri, virus, parasit
(jamur, cacing, protozoa). Gastroenteritis akan di tandai dengan
muntah dan diare yang dapat menghilangkan cairan dan elektrolit
terutama natrium dan kalium yang akhirnya menimbulkan asidosis
metabolic dapat juga terjadi cairan atau dehidrasi (Setiadi, 2009).
2. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan
Menurut Syaifuddin, (2003), susunan pencernaan terdiri dari :
a. Mulut
Terdiri dari 2 bagian :
1) Bagian luar yang sempit/vestibula yaitu ruang diantara gusi,
gigi, bibir, dan pipi.

7
8

Gambar 2. Sistem Pencernaan


(sumber : Http://www.google.com)

a) Bibir
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah
dalam di tutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot
orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli ori mengakat
dan depresor anguli oris menekan ujung mulut.
b) Pipi
Di lapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila,
otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator.
c) Gigi
2) Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut
yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan
mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring.
a) Palatum
Terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras)
yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang
maksilaris dan lebih kebelakang yang terdiri dari 2 palatum.
Palatum mole (palatum lunak) terletak dibelakang yang
9

merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak,


terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lender
b) Lidah
Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,
kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah. ujung
lidah. Pada pangkal lidah yang kebelakang terdapat
epligotis. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat
putingputing pengecapatau ujung saraf pengecap. Fenukun
Lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada
bagian bawah kira-kira ditengah-tengah, jika tidak
digerakkan ke atas nampak selaput lender.
c) Kelenjar Ludah
Merupakan kelenjar yang mempunyai ductus bernama
ductus wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2
yaitu kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris)
yang terdapat di bawah tulang rahang atas bagian tengah,
kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang
terdapat di sebelah depan di bawah lidah. Di bawah
kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah bawah
lidah di sebut koronkula sublingualis serta hasil sekresinya
berupa kelenjar ludah (saliva). Di sekitar ronggamulut
terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu kelenjar parotisyang
letaknya dibawah depan dari telinga di antara prosesus
mastoid kiri dan kanan os mandibular, duktusnya
duktusstensoni, duktus ini keluar dari glandula parotis
menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator).
Kelenjar submaksilaris terletak di bawah rongga mulut
bagian belakang, duktusnya duktus watoni bermuara di
rongga mulut bermuara di dasar rongga mulut. Kelenjar
ludah di dasari oleh saraf-saraf tak sadar.
10

d) Otot Lidah
Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (m
mandibularis, oshitoid dan prosesus steloid) menyebar
kedalam lidah membentuk anyaman bergabung dengan
otot instrinsik yang terdapat pada lidah. M genioglosus
merupakan otot lidah yang terkuat berasal dari permukaan
tengah bagian dalam yang menyebar sampai radiks lingua.
3) Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus), di dalam lengkung faring terdapat
tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit.
4) Esofagus
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada
dekat dengan kolumna vertebralis, di belakang trakea dan
jantung. Esofagus melengkung ke depan, menembus
diafragma dan menghubungkan lambung. Jalan masuk
esofagus ke dalam lambung adalah kardia.
5) Gaster ( Lambung )
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang
paling banyak terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri
dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus
melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma di depan
pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fudus uteri.
6) Intestinum minor ( usus halus )
Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum, panjang +
6 meter. Lapisan usus halus terdiri dari :
a) lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar (
m.sirkuler)
11

b) otot memanjang ( m. Longitudinal ) dan lapisan serosa


(sebelah luar ).
Pergerakan usus halus ada 2, yaitu
a) Kontraksi pencampur (segmentasi)
Kontraksi ini dirangsang oleh peregangan usus halus
yaitu.desakan kimus
b) Kontraksi Pendorong
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang
peristaltik. Aktifitas peristaltik usus halus sebagian
disebabkan oleh masuknya kimus ke dalam duodenum,
tetapi juga oleh yang dinamakan gastroenterik yang
ditimbulkan oleh peregangan lambung terutama di
hancurkan melalui pleksus mientertus dari lambung turun
sepanjang dinding usus halus. Perbatasan usus halus dan
kolon terdapat katup ileosekalis yang berfungsi mencegah
aliran feses ke dalam usus halus. Derajat kontraksi sfingter
iliosekal terutama diatur oleh refleks yang berasal dari
sekum. Refleksi dari sekum ke sfingter iliosekal ini di
perantarai oleh pleksus mienterikus. Dinding usus kaya
akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat diserap ke
hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir
(yang melumasi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahanpecahan makanan yang dicerna). Dinding usu juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein
gula, dan lemak. Iritasi yang sangat kuat pada mukosa
usus,seperti terjadi pada beberapa infeksi dapat
menimbulkan apa yang dinamakan ”peristaltic rusrf“
merupakan peristaltik sangat kuat yang berjalan jauh pada
usus halus dalam beberapa menit. intesinum minor terdiri
dari :
12

a) Duodenum ( usus 12 jari )


Panjang + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung
ke kiri. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan
bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang
membuktikan di sebut papila vateri. Pada papila veteri
ini bermuara saluran empedu ( duktus koledukus ) dan
saluran pankreas ( duktus pankreatikus ).
b) Yeyenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar + 6 meter. Dua perlima
bagian atas adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3
meter dan ileum dengan panjang ± 4 – 5 meter.
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding
abdomen posterior dengan perantaraan lipatan
peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai
mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar
dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena
mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang
antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk
mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum
tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum
berhubungan dengan seikum dengan seikum dengan
perataraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis,
orifisium ini di perkuat dengan sfingter ileoseikalis dan
pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau
valvula baukini. Mukosa usus halus. Permukaan epitel
yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili
memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini
dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat
memperbesar permukaan usus. Pada penampangan
melintang vili di lapisi oleh epiel dan kripta yang
13

menghasilkan bermacam-macam hormone jaringan dan


enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan
7) Intestinium Mayor ( Usus besar )
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus
besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar,
lapisan otot memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus besar
terdiri dari :
a) Seikum
Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang
berbentuk seperti cacing sehingga di sebut juga umbai
cacing, panjang 6 cm.
b) Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan
membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati
membengkak ke kiri, lengkungan ini di sebut Fleksura
hepatika, di lanjutkan sebagai kolon transversum.
c) Appendiks ( usus buntu )
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari
akhir seikum.
d) Kolon transversum
Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai
ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah
kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat
fleksura linealis.
e) Kolon desendens
Panjang ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri
membunjur dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai
ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
f) Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring
dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf
14

S. Ujung bawahnya berhubung dengan rectum. Fungsi


kolon : Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan
menyimpan feses sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan
kolon ada 2 macam :
(1) Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi
gabungan otot polos dan longitudinal namun bagian luar
usus besar yang tidak terangsang menonjol keluar
menjadi seperti kantong.
(2) Pergarakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu
kontraksi usus besar yang mendorong feses ke arah
anus.
8) Rektum dan Anus
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di
depan os sakrum dan os koksigis. Anus adalah bagian dari
saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan
dunia luar ( udara luar ). Terletak di antara pelvis, dindingnya di
perkuat oleh 3 sfingter :
a) Sfingter Ani Internus
b) Sfingter Levator Ani
c) Sfingter Ani Eksternus
Disini di mulailah proses devekasi akibat adanya mass
movement. Mekanisme :
a) Kontraksi kolon desenden
b) Kontraksi reflek rectum
c) Kontraksi reflek sigmoid
d) Relaksasi sfingter ani
3. Etiologi
a. Bakteri
Salmonella, shigella, compylobacteri, E. coli, yasina acromonas,
clostridium deficite, stophilococcus aureus.
15

b. Virus
Rota virus, norwalk virus, astro virus/corona virus, adeno virus,
pesti virus, carieci virus, porvo virus.
c. Parasit
Entamuba histolitica, clardia lambia, nocros palidium, tricuris
tricuria.
d. Diet
Pemberian susu terlalu dini setelah diare, makanan baru,
pemberian gula yang berlebihan, ingesti yang berlebihan dari
fruktosa.
e. Pengobatan
Antibiotik dan laxant
f. Toxic
Bahan-bahan logam berat (arsentik, mercuri) phospates organik.
g. Fungsional
Iritasi saluran cerna
4. Klasifikasi Diare
Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan
kronis. Diare akut adalah diare awalnya mendadak dan berlangsung
singkat,dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. Diare kronis
adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu pada orang
dewasa dan dua minggu pada bayi anak-anak. Perbedaan diare akut
dan kronis:
a. Diare Akut
Terjadi 72 jam setelah agen diare masuk ke dalam tubuh. Keluhan
yang dialami penderita adalah: feses berair, lemah, perut sakit,
seperti kembung, perut bagian bawah tiba-tiba kejang dan
berbunyi sebagai tanda adanya gangguan pencernaan
b. Diare kronis
Terjadi setelah 2-3 kali agen diare menyerang, biasanya terjadi
lebih dari 14 hari. Menyebabkan turunnya berat badan, selalu lesu
dan anoreksia (selera makan menurun). Demam, yang
16

mengindikasikan bahwa diare disebabkan oleh adanya infeksi.


(Arief Manjoer, 2002)

5. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan gastroenteritis ialah yang
pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
gastroenteritis.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan gastroenteritis pula.
Selain itu gastroenteritis juga dapat terjadi, akibat masuknya
mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati
rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak,
kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan gastroenteritis.
Sedangkan akibat dari gastroenteritis akan terjadi beberapa hal
sebagai berikut:
a. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian
pada gastroenteritis.
17

b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)


Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor
tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena
adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan
ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita
gastroenteritis, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah
menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya
gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika
kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50%
pada anak-anak.
d. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
1) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare
atau muntah yang bertambah hebat.
2) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan
pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
3) Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan
diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
e. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat gastroenteritis dapat terjadi renjatan (shock)
hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi
hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
klien akan meninggal. (Arief Manjoer, 2002)
18

6. Tanda dan Gejala


Sebagai manifestasi klinis dari diare adalah sebagai berikut:
a. Mula-mula bayi cengeng, rewel, gelisah
b. Suhu tubuh biasanya meningkat
c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada.
d. Feses cair biasa disertai lendir atau darah, warna tinja mungkin
berubah hijau karena bercampur dengan empedu.
e. Anus mungkin lecet karena tinja makin asam akibat asam laktat
dari laktosa yang tidak diabsorbsi usus dan sering defikasi.
f. Muntah disebabkan lambung yang turut meradang atau gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit.
g. Bila kehilangan banyak cairan muncul dehidrasi (berat badan
turun, turgor kulit kurang, mata dan ubun-ubun besar cekung,
selaput lendir bibir dan mulut kering)

Tabel 1. Penilaian Derajat Dehidrasi


No Kriteria Ringan Sedang Berat
1 Keadaan Baik, sadar Gelisah, rewel lesu,
umum lunglai atau
tidak sadar
2 Mata Normal Cekung Sangat
cekung
3 Air mata Ada Tidak ada Kering
4 Mulut dan Basah Kering Tidak ada,
lidah sangat
kering
5 Rasa haus Minum biasa, Haus, ingin Malas/tidak
tidak haus minum bisa minum
banyak
6 Turgor kulit Kembali Kembali Sangat
lambat lambat
7 Hasil tanpa Dehidrasi Bila ada
pemeriksaan dehidrasi ringan, satu tanda
sedang, bila ditambah
ada tanda satu atau
ditambah satu lebih tanda
atau lebih lain
tanda lain.
(Sumber Arief Mansjoer, 2002).

7. Pemeriksaan Penunjang
19

Pemeriksaan laboratorium pada diare adalah:

a) Feses

1) Makroskopis dan Mikroskopis

2) pH dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.

3) Biakan dan uji resisten.

b) Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan


menentukan pH dan cadangan alkalin atau dengan analisa gas
darah.

c) Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

d) Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam serium.

e) Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis jasad

8. Penatalaksanaan

Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah


pemberiannya.

a. Cairan per oral

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral


berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan glukosa. Untuk
diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90
mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-
sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut
oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula
yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan
sukrosa.

1) Cairan parentral

Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan


rincian sebagai berikut:
20

a) Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg

(1) 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt


( ias a set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit
(set ias a 1 ml=20 tetes).

(2) 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt


(infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit
(set ias a 1 ml=20 tetes).

(3) 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit

b) Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15
kg. 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

c) Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-
25 kg

(1) 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1


ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

(2) 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1


ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

(3) 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.

d) Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg

Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250


ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1
bagian NaHCO3 1½ %. Kecepatan : 4 jam pertama : 25
ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8
tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).

e) Untuk bayi berat badan lahir rendah

Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4


bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
21

b. Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan
berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
1) Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah
dan lemak tak jenuh
2) Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi
tim)
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang
ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan
asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan
cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat
lain.
9. Komplikasi
Akibat diare karena kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak
dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut :
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipofolomi
c. Hipokalemi
d. Hipoglikemi
e. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik
f. Malnutrisi ias a protein (akibat muntah dan diare jika lama atau
kronik)
10. Konsep Tumbuh Kembang
Pertumbuhan (growth) merupakan peningkatan jumlah dan besar sel
diseluruh bagian tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri dan
menyintesis protein-protein baru. Menghasilkan penambahan jumlah
berat secara keseluruhan atau sebagian.
Perkembangan (development), adalah perubahan secara berangsur-
angsur dan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkat
22

dan meluasnya kapasitas seseorang melalui pertumbuhan,


kematangan, atau kedewasaan, dan pembelajaran. (wong, 2000)
a) Tahap tumbuh kembang Bayi (1 bulan sampai 1 tahun)
Dalam tahap ini bayi memiliki kemajuan tumbuh kembang yang
sangat pesat. Bayi pada usia 1-3 bulan mulai ias mengangkat
kepala,mengikuti objek pada mata, melihat dengan tersenyum dll.
Bayi pada usia 3-6 bulan mulai ias mengangkat kepala 90°, mulai
ias mencari benda-benda yang ada di depan mata dll. Bayi usia
6-9 bulan mulai ias duduk tanpa di topang, ias tengkurap dan
berbalik sendiri bahkan ias berpartisipasi dalam bertepuk tangan
dll. Bayi usia 9-12 bulan mulai ias berdiri sendiri tanpa dibantu,
berjalan dengan dtuntun, menirukan suara dll. Perawat disini
membantu orang tua dalam memberikan pengetahuan dalam
mengontrol perkembangan lingkungan sekitar bayi agar
pertumbuhan psikologis dan sosialnya ias berkembang dengan
baik.
b) Perkembangan psikoseksual tahap oral-sensori (lahir sampai usia
12 bulan)
Dalam tahap ini biasanya anak memiliki karakter diantaranya
aktivitasnya mulai melibatkan mulut untuk sumber utama dalam
kenyamanan anak, perasaannya mulai bergantung pada orang
lain (dependen), prosedur dalam pemberian makan sebaiknya
memberkan kenyamanan dan keamanan bagi anak.
c) Perkembangan psikososial Trust vs mistrust – bayi (lahir – 12
bulan)
Erik H Erickson mengungkapkan pendapatnya tentang teori
tentang perkembangan psikososial adalah anak memiliki ias ator
positif yaitu belajar percaya pada orang lain, tetapi selain itu ada
segi negatifnya yaitu tidak percaya, menarik diri dari lingkungan
masyarakat,dan bahkan pengasingan. Pemenuhan kepuasan
untuk makan dan menghisap, rasa hangat dan nyaman, cinta dan
23

rasa aman itu ias menghasilkan kepercayaan. Pada saat


kebutuhan dasar tidak terpenuhi bayi akan menjadi curiga, penuh
rasa takut, dan tidak percaya. Hal ini ditandai dengan perilaku
makan, tidur dan eliminasi yang buruk. (Hidayat, 2006)

B. Konsep Dasar Keperawatan Gastroenteritis


1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan diare akut menurut Doengoes (2002),
adalah :
a. Identitas pasien
Terdiri dari nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, status,
pendidikan terakhir, pekerjaan. Identitas penanggung jawab nama,
umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
b. Aktivitas/istirahat:
Gejala : Kelelelahan, kelemahan atau malaise umum, Insomnia,
tidak tidur semalaman karena diare. Gelisah dan ansietas.
c. Sirkulasi:
Tanda : Takikardia (reapon terhadap dehidrasi, demam, proses
inflamasi dan nyeri). Hipotensi, kulit/membran mukosa : turgor
jelek, kering, lidah pecah-pecah
d. Integritas ego:
Gejala : Ansietas, ketakutan,, emosi kesal, perasaan tak berdaya
Tanda : Respon menolak, perhatian menyempit, depresi
e. Eliminasi
Gejala : Tekstur feses cair, berlendir, disertai darah, bau
anyir/busuk. Tenesmus, nyeri/kram abdomen
Tanda : Bising usus menurun atau meningkat. Oliguria/anuria.
f. Makanan dan cairan
Gejala : rasa haus
g. Anoreksia
24

Mual/muntah, penurunan berat badan, intoleransi diet/sensitif


terhadap buah segar, sayur, produk susu, makanan berlemak.
Tanda : Penurunan lemak sub kutan/massa otot, kelemahan tonus
otot, turgor kulit buruk. Membran mukosa pucat, luka, inflamasi
rongga mulut
h. Nyeri dan Kenyamanan
Gejala : nyeri/nyeri tekan kuadran kanan bawah, mungkin hilang
dengan defekasi
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi.
2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan diare akut (Doengoes, 2002) antara lain:
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan muntah dan sering
buang air besar.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, gangguan absorbsi di usus.
c. Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit
d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan dan perubahan
status kesehatan anak.
e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan buang air besar
sering.
3. Perencanaan dan pelaksanaan
Adapun perencanaan dan pelaksanaan pada klien dengan diare akut
(Doengoes, 2002), adalah :
a. Devisit volume cairan
Hasil yang diharapkan :
1) Mempertahankan volume cairan adekuat dibuktikan dengan
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian baik,
tanda-tanda vital stabil.
2) Adanya keseimbangan antara haluaran/pemasukan.
Intervensi :
25

1) Monitor tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi.


Rasional : Demam dapat menunjukkan respon terhadap
kehilangan cairan.
2) Monitor tanda-tanda dehidrasi
Rasional : Menunjukkan kehilangan cairan yang berlebihan.
3) Monitor intake dan output cairan tiap jam secara adekuat.
Rasional : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan
dan memastikan kebutuhan cairan harian tercukupi.
4) Anjurkan untuk minum air yang banyak.
Rasional : meningkatkan input cairan dapat membantu
mencegah terjadinya dehidrasi.
5) Timbang berat badan tiap hari.
Rasional : penurunan berat badan menunjukan kehilangan
cairan.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan parenteral
dan obat diare.
Rasional : mengganti cairan yang hilang. Pemberian obat
penting dilakukan setelah penyebab diare diketahui.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan berat badan yang stabil dan tidak adanya tanda
malabsorbsi nutrisi.
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan
berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin).
Rasional : Serat tinggi, lemak, air terlalu panas / dingin dapat
merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap
atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
Rasional : situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu
makan.
26

3) Pertahankan oral higiene klien.


Rasional : mulut yang bersih meningkatkan rasa makanan.
4) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang
berlebihan.
Rasional : mengurangi pemakaian energi yang berlebihan.
5) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
Rasional : memberikan informasi tentang keseimbangan
cairan.mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah
makanan.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan (dokter dan ahli gizi).
Rasional : memberikan diit yang sesuai (diit rendah serat)
membantu mengurangi kerja lambung dan pemberian obat
mempercepat dalam proses penyembuhan.
c. Nyeri.
Hasil yang diharapkan :
Melaporkan nyeri hilang/tampak rileks.
Intervensi :
1) Kaji faktor yang menyebabkan meningkatnya nyeri.
Rasional : menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor
pemberat terjadinya komplikasi.
2) Kaji lokasi dan skala nyeri.
Rasional : karakteristik nyeri menunjukkan penyebaran
penyakit dan komplikasi.
3) Berikan tindakan nyaman, misal pijatan di punggung, atur
posisi.
Rasional : meningkatkan relaksasi dan rasa nyaman.
4) Bersihkan area kulit sekitar anus dengan sabun ringan dan air
setelah buang air besar dan berikan perawatan kulit.
Rasional : melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah
iritasi.
4) Kolaborasi dalam pemberian analgesik.
27

Rasional : mengurangi nyeri.


d. Cemas.
Hasil yang diharapkan :
Cemas berkurang dan orang tua dapat berpartisipasi dalam
perawatan anak.
Intervensi :
1) Dorong orang tua klien untuk membicarakan kecemasan.
Rasional : membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan
dan alternatif pemecahan masalah.
2) Kaji tingkat pemahaman orang tua.
Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan orang tua
tentang penyakit anaknya dan membantu dalam memberikan
penjelasan yang tepat.
3) Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum
terjadi pada orang tua klien yang anaknya mengalami masalah
yang sama.
Rasional : membantu menurunkan stres dengan mengetahui
bahwa klien bukan satu-satunya orang yang mengalami
masalah yang demikian.
4) Berikan informasi nyata atau akurat tentang tindakan yang
dilakukan.
Rasional : keterlibatan keluarga dalam perencanaan
keperawatan membantu menurunkan cemas.
5) Ajarkan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan diare.
Rasional : mengetahui tentang proses penyakit, perawatan dan
pengobatan untuk menambah pengetahuan keluarga klien
tentang diare dan mengurangi kecemasan.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah
tamah dan tulus dalam membantu klien.
Rasional : mengurangi rangsangan eksternal yang dapat
memicu peningkatan kecemasan.
28

e. Gangguan integritas kulit.


Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit pada daerah perianal.
Intervensi :
1) Kaji iritasi kulit terutama pada daerah perianal.
Rasional : mengetahui kerusakan integritas kulit perianal.
2) Anjurkan untuk menjaga kondisi perianal agar selalu dalam
keadaan bersih dan kering setelah defekasi.
Rasional : untuk mengurangi iritasi kulit dan mencegah
berkembang biaknya bakteri karena kelembaban.
3) Ajarkan serta libatkan keluarga dalam merawat kulit daerah
perianal.
Rasional : untuk mencegah keparahan iritasi akibat tindakan
perawatan yang salah.
4) Jelaskan tentang pentingnya menjaga kebersihan tangan dan
daerah kulit sekitar perianal.
Rasional : kebersihan mencegah perkembangbiakan penyakit
5) Anjurkan pada keluarga klien untuk mengenakan pakaian dari
katun untuk klien.
Rasional : bahan katun mudah menyerap keringat sehingga
dapat mencegah kelembaban yang berlebihan.
6) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam.
Rasional : melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan
yang lama sehingga mencegah iskemi dan iritasi.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
proses yang terus menerus yang diperlukan untuk menentukan
seberapa baik rencana keperawatan (Doengoes, 2002).
Setelah dilakukan implementasi keperawatan, maka tindakan
selanjutnya yang dilakukan adalah mengevaluasi hasil kegiatan.
Evaluasi berguna untuk menentukan tingkat keberhasilan tindakan
29

yang telah dilakukan. Berdasarkan implementasi di atas maka


evaluasi yang diharapkan (Doengoes, 2002), adalah :
a. Diagnosa 1 : Mempertahankan atau menunjukkan perubahan
keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran
urine adekuat, tanda vital stabil, membran
mukosa lembab, turgor kulit baik.
b. Diagnosa 2 : Kebutuhan nutrisi terpenuhi, berat badan klien
dalam batas normal.
c. Diagnosa 3 : Klien tidak mengalami nyeri, ditunjukkan dengan
data subjektif dan tanda-tanda vital klien dlm
batas normal.
d. Diagnosa 4 : Cemas hilang, klien tampak tenang.
e. Diagnosa 5 : Tidak ada tanda kemerahan dan lecet disekitar
anus, kulit bersih dan kering

You might also like