You are on page 1of 58

TUGAS MAKALAH

ANEMIA

PEMBIMBING
DR. ANDREAS, SP.PD

DISUSUN OLEH :
Bagus Syahbuddin 1710221060
Isman Setiawan 1710221010
Sendy Widyadiandini 1710221011
Fadhil Wiryawan 1810221014
ANEMIA

DE FI NI SI

• Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah


merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah.
Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada
pria dan di bawah 12 g% pada wanita.
KLASIFIKASI BERDASARKAN FAKTOR-
FAKTOR MORFOLOGIK SDM

NOR MOSI T I K NOR MOK ROM

• SDM memiliki ukuran dan bentuk normal


• Mengandung jumlah Hb normal (mean corpuscular volume (MCV) dan mean
corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) normal atau normal rendah)
• Penyebab : kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis yang meliputi
infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan
penyakit-penyakit infiltrat metastatik pada sumsum tulang.
KLASIFIKASI BERDASARKAN FAKTOR -
FAKTOR MORFOLOGIK SDM

MAK ROSI T I K NOR MOK ROM

• SDM lebih besar dari normal


• Konsentrasi Hb normal (MCV meningkat, MCHC normal)
• Penyebab :
• Terganggunya atau terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) seperti pada
defisiensi B12 atau asam folat atau keduanya.
• Kemoterapi kanker karena agen-agen mengganggu sintesis DNA.
KLASIFIKASI BERDASARKAN FAKTOR -
FAKTOR MORFOLOGIK SDM

MI K ROSI T IK
Mikrositik Hipokrom
H I P OK ROM
Mormositik normokrom Makrositik

MCV < 80 fl MCV 80-95 fl MCV > 95 fl


• Mikrositik  sel lebih kecil
MCH < 27 pg MCH >26 pg
• Hipokromik  pewarnaan yang berkurang
Defisiensi besi Banyak anemia hemolitik Megaloblastik: defisiensi vitamin B12 atau
• Kadar Hb
Thalasemia kurang dari normal
Anemia (MCV
penyakit kronikdan MCHC menurun)
folat
Anemia penyakit kronik
Setelah perdarahan akut
• Keadaan ini mencerminkan insufisiensi sintesis Non-megalobalstik:
heme atau kekuranganalkohol, penyakit hati,
zat besi,
sepertitimbal
Keracunan pada: Penyakit ginjal mielodisplasia, anemia aplastik
Anemia sideroblastik Defisiensi campuran
• Anemia defisiensi besi
Kegagalan sumsum tulang,
• Keadaan sideroblastik
misalnya pasca kemoterapi,
• Kehilangan darah kronis
infiltrasi oleh karsinoma

• Gangguan sintesis globin, yaitu thalasemia


KLASIFIKASI BERDASARKAN ETIOLOGI

K E H I LANGAN DA R A H
• Dapat diakibatkan oleh :
• Trauma
• Ulkus
• Perdarahan kronis karena polip di kolon, keganasan, hemoroid, atau menstruasi
KLASIFIKASI BERDASARKAN ETIOLOGI

B E R K URANGNYA P RODUK SI SE L DAR AH ME R AH


• Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia,
infiltrasi tumor)
• Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)
• Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah (eritro-
poietin pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen
[hipogonadisme]).
• Anemia penyakit kronis/anemia inflamasi, yaitu anemia dengan karakteristik
berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe
dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari ma-krofag,
berkurangnya kadar eritropoietin (relatif) dan sedikit berkurangnya masa hidup
erirosit.
KLASIFIKASI BERDASARKAN ETIOLOGI

PE NI NG KATAN DE ST RUKSI SE L DAR AH ME R AH


• Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya
masa hidup sel darah merah (kurang dari 100 hari).
• Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110120 hari.2 Anemia hemolitik
terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti
lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel
darah merah kira-kira 20 hari
GEJALA

G E J A L A A N E M I A D I S E B A B K A N O L E H 2 FA K TO R

• Berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan


• Pasokan oksigen dapat dipertahankan pada keadaan istirahat dengan mekanisme
kompensasi peningkatan volume sekuncup, denyut jantung dan curah jantung pada
kadar Hb mencapai 5 g% (Ht 15%). Gejala timbul bila kadar Hb turun di bawah 5 g%,
pada kadar Hb lebih tinggi selama aktivitas atau ketika terjadi gangguan mekanisme
kompensasi jantung karena penyakit jantung yang mendasarinya.
• Adanya hipovolemia (pada penderita dengan perdarahan akut dan masif)
• Anemia yang disebabkan perdarahan akut berhubungan dengan komplikasi
berkurangnya volume intraseluler dan ekstraseluler. Keadaan ini menimbulkan gejala
mudah lelah, lassitude (tidak bertenaga), dan kram otot. Gejala dapat berlanjut menjadi
postural dizzines, letargi, sinkop; pada keadaan berat, dapat terjadi hipotensi persisten,
syok, dan kematian.
PEMERIKSAAN FISIK

• Adanya takikardia, dispnea, hipotensi postural.


• Pucat: sensitivitas dan spesifi sitas untuk pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau konjungtiva
sebagai prediktor anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%.
• Ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus sering sulit dideteksi di ruangan
dengan cahaya lampu artifi sial. Pada penelitian 62 tenaga medis, ikterus ditemukan pada 58%
penderita dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68% penderita dengan bilirubin 3,1 mg/dL.
• Penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia.
• Lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe.
• Limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri tulang dapat disebabkan
oleh adanya ekspansi karena penyakit infi ltratif (seperti pada leukemia mielositik kronik), lesi litik (
pada mieloma multipel atau metastasis kanker).
• Petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain.
• Kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defisiensi Fe.
• Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell, sferositosis herediter, anemia sideroblastik familial).
• Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun.
TEMUAN LABORATORIUM

I NDE K S E R I T ROSI T
• Merupakan klasifikasi yang paling bermanfaat.
• Membagi anemia menjadi mikrositik, normositik, dan makrositik.

J UML AH L E UKOSIT DAN T ROMB OSI T

• Membantu membedakan anemia “murni” dengan “pansitopenia” (penurunan


jumlah eritrosit, granulosit, dan trombosit).
• Pada anemia yang disebabkan oleh hemolisis atau perdarahan  jumlah netrofil
dan trombosit seringkali meningkat.
• Pada infeksi dan leukemia  jumlah leukosit seringkali meningkat dan mungkin
terdapat prekursor netrofil dan leukosit abnormal.
TEMUAN LABORATORIUM

H I T UNG R E T I K ULOSIT
• Jumlah normal  0,5-2,5%
• Jumlah ini seharusnya meningkat pada anemia karena terjadinya peningkatan
eritopoietin dan makin tinggi jika anemia berat.

SE DI AN AP US DAR AH
• Sangat penting dilakukan.
• Morfologi eritrosit abnormal atau inklusi eritrosit dapat mengarah pada
diagnosis tertentu.
TEMUAN LABORATORIUM

PE ME R I KSAAN SUMSUM T UL ANG


• Dilakukan dengan aspirasi atau biopsi trephin.

E R I T ROP OE SIS I NE FE KT IF

• Tidak seluruhnya efisien karena sekitar 10-15% dari eritroblas yang sedang
berkembang, mati di dalam sumsum tanpa menghasilkan sel matur 
eritopoiesis inefektif.
• Keadaan ini sangat meningkat pada beberapa anemia kronik.
ANEMIA DEFISIENSI BESI

DE FI NI SI
• Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron
store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

PR E VAL ENSI

Prevalensi Anemia Defisiensi Besi di Dunia


Afrika Amerika Latin Indonesia
Laki dewasa 6% 3% 16-50%
Wanita tak hamil 20% 17-21% 25-48%
Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%
KLASIFIKASI DERAJAT DEFISIENSI BESI

DE PL E SI B E SI
• Cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis belum
terganggu.

E R I T ROPOE SIS DE FI SI ENSI BE SI

• Cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoiesis terganggu, tetapi


belum timbul anemia secara laboratorik.

ANE MI A DE FI SI ENSI B E SI

• Cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.


ETIOLOGI

K E H I L A N G A N B E S I S E B AG A I A K I B AT P E R DA R A H A N M E N A H U N

• Saluran cerna: akibat tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker kolon, diverticulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang.
• Saluran genitalian perempuan: menorrhagia atau metrorhagia.
• Saluran kemih: hematuria.
• Saluran napas: hemoptoe.

FAK TOR NUT R I SI

• Akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vit C dan
rendah daging).
ETIOLOGI

K E B UT UHAN B E SI ME NI NGK AT
• Seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.

G ANG GUAN AB SOR B SI B E SI

• Gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.a


MANIFESTASI KLINIK

G E J ALA K H AS ADB
• Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical
dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
• Atrofi papil lidah: permukaan lidah mengkilap dan licin, karena papil lidah
menghilang.
• Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
• Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
• Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
• Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem, dll.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

• Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit


• Hb menurun (ringan-berat)
• MCV, MCHC, MCH menurun
• MCV <70 fl Hanya didapatkan pada ADB dan thalassemia mayor
• RDW (red cell distribution width) meningkat menandakan anisositosis
• Apusan darah : anemia hipokromik mikrositer,poikilositosis,anulosit,sel pensil, kadang-kadang
sel target.
• Leukosit dan trombosit normal
• Eosinophilia pada ADB karena cacing tambang.
• Trombositosis pada ADB dengan episode perdarahan akut
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Konsentrasi besi serum menurun (<50 mg/dl)
• TIBC (total iron binding capacity) meningkat (>350 mg/dl)
• Saturasi transferrin <15%
• Kadar serum ferritin <20 mg/dl
• Protoporfirin eritrosit meningkat (>100 µg/dl)
• Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-
kecil dominan
• Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain)menunjukkan
cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negative)
• Pemeriksaan penyebab ADB, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi
tersebut
• contoh: pemeriksaan feses untuk cacing tambang.
DIAGNOSIS

• Tahap pertama: menentukan adanya adanya anemia dengan mengukur kadar


Hemoglobin atau hematocrit. Cut off point tergantung kriteria yang dipilih
(WHO atau klinik).
• Tahap kedua: memastikan adanya defisiensi besi
• Tahap ketiga: menentukan penyebab dari defisiensi besi
DIAGNOSIS

• Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80fl dan MCHC <31%
dengan salah satu dari :
• Dua dari tiga parameter dibawah ini:
• Besi serum <50 mg/dl
• TIBC >350 mg/dl
• Saturasi transferrin <15%, atau
• Feritin serum <20 mg/l, atau
• Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain)menunjukkan cadangan besi yang
negative (butir hemosiderin negative), atau
• Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200mg/hari (atau preparat besi yang setara) selama 4 minggu
disertai kenaikan kadar hemoglobin >2g/dl
DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Diagnosis Diferensial Anemia Defisiensi Besi


Anemia Anemia Akibat Trait Anemia
Defisiensi Besi Penyakit Kronik Thalassemia Sideroblastik
Derajat
Ringan-berat Ringan Ringan Ringan-berat
Anemia
MCV Menurun Menurun/N Menurun/N Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
Besi serum Menurun <30 Menurun <50 N/meningkat N/meningkat
TIBC Meningkat >360 Menurun <300 N/menurun N/menurun
Saturasi Menurun/N 10-
Menurun <15% meningkat >20% Meningkat >20%
transferin 20%
Bsei sumsum Positif dengan
Negatif Positif Positif kuat
tulang ring sideroblast
Protoporfirin
Meningkat Meningkat Normal Normal
eritrosit
Menurun Normal 20-200 Meningkat >50 Meningkat >50
Feritin serum
<20µg/l µg/l µg/l µg/l
Elektrofoiesis
N N Hb A2 meningkat N
Hb
TERAPI

PE MB E R IAN P R E PAR AT B E SI

• Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh:


• Besi per-oral : obat pilihan pertama karena efektif, murah dan aman.
• Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah, efektif) dosis 3 x 200
mg.
• Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate. Harga lebih mahal,
efektivitas dan efek samping hampir sama.
• Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung dalam keadaan kosong.
Efek samping: mual, muntah, konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan
setelah kadar Hb normal untuk mengisi cadangan besi tubuh.
TERAPI

PE MB E R IAN P R E PAR AT B E SI
• Besi parenteral: efek samping lebih berbahaya, harga lebih mahal. Indikasi:
• Intoleransi obat berat
• Kepatuhan berobat kurang
• Colitis ulserativa
• Perlu peningkatan Hb dengan cepat(missal: preoperasi, hamil trimester akhir)
• Preparat: iron dextron complex, iron sorbitol citric acid complex. (i.m atau i.v)
• Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
perut, dan sinkop.
• Dosis : Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3
TERAPI

PE NG OB ATAN L AI N
• Diet: makanan bergizi tinggi protein terutama yg berasal dari protein hewani
• Vitamin c: 3x100 mg/hari untuk meningkatkan absorbs besi
TERAPI

PE NG OB ATAN L AI N
• Transfuse darah: jarang. Indikasi pada ADB:
• Adanya penyakit jantung anermik dengna ancaman payah jantung
• Anemia yg sangat simtomatik
• Penderita memerlukan peningkatan kadar Hb yg cepat
• Jenis darah yg diberikan adalah PRC (packed red cell).

• Respon terapi baik, bila: • Respon terapi tidak baik, bila:


• Retikulosit naik pada minggu pertama, menjadi normal setelah 10-14 hari • Pasien tidak patuh minum obat
• Kenaikan Hb 0.15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu • Dosis besi kurang
• Hb menjadi normal setelah 4-10 minggu • Masih banyak perdarahan
• Ada penyakit lain
• Diagnosis salah
ANEMIA PENYAKIT KRONIS

• Anemia penyakit kronis (Anemia of Chronic Disease, ACD) sering dijumpai pada
pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun keganasan. Anemia ini
umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan berat
badan dan disebut sebagai anemia pada penyakit kronis. Pada umumnya anemia
pada penyakit kronis ditandai oleh kadar Hb berkisar 7-11 g/dl, kadar Fe serum
menurun disertai TIBC (Total Iron Binding Capacity) yang rendah, cadangan Fe
yang tinggi di jaringan serta produksi sel darah merah berkurang. Selain itu,
indeks dan morfologi eritrosit yang normositik normokromik atau hipokrom
ringan (MCV jarang <75 fL)
EPIDEMIOLOGI

• Anemia penyakit kronis merupakan anemia terbanyak ke dua setelah anemia


defisiensi besi. Tidak ada data epidemiologi yang secara rinci menjelaskan setiap
jenis anemia, termasuk anemia penyakit kronis. Dari hasil penelitian di RSUP Dr.
Kariadi Semarang, didapatkan prevalensi anemia pada pasien penyakit ginjal
kronis yang menjalani hemodialisis reguler adalah 86%. Jenis anemia
berdasarkan kemungkinan etiologi yang paling sering ditemukan adalah anemia
penyakit kronik.
ETIOLOGI

• Laporan/data akibat penyakit TB, abses paru, endocarditis bakteri subakut,


osteomyelitis dan infeksi jamur kronik serta HIV membuktikan bahwa hampir
semua infeksi supuratif kronis berkaitan dengan anemia. Derajat anemia
sebanding dengan berat ringanyya gejala, seperti demam, penurunan berat
badan, dan debilitas umum. Untuk terjadinya anemia memerlukan waktu 1-2
bulan setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi keseimbangan antara
produksi dan penghancuran eritrosit dan Hb menjadi stabil.
MANIFESTASI KLINIK

• Karena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan dan sedang, sering kali
gejalanya tertutup oleh gejala penyakit dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11
gr/dl umumnya asimptomatik. Meskipun demikian apabila demam atau debilitas
fisik meningkat, pengurangan kapasitas transpor O2 jaringan akan memperjelas
gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya.
• Pada pemeriksaan fisik umumnya hanya dijumpai konjungtiva yang pucat tanpa
kelainan yang khas dari anemia jenis ini, dan diagnosis biasanya tergantung dari
hasil pemeriksaan laboratorium.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

• Anemia umumnya adalah normokrom-normositer, meskipun banyak pasien


mempunyai gambaran hipokrom dengan MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin
Capacity) <31 g/dl dan beberapa mempunyai sel mikrositer dengan MCV (Mean
Corpuscular Volume) <80 fL. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal dan
trombosit tidak konsisten, tergantung dari penyakit dasarnya.

• Penurunan kadar transferin setelah suatu jejas • Penurunan Fe serum (hipoferemia) merupakan kondisi sine qua non untuk
terjadi lebih lambat dari pada penurunan Fe diagnosa penyakit anemia karena penyakit kronis. Keadaan ini timbul segera
serum, disebabkan karena waktu paruh setelah timbul onset suatu infeksi atau inflamasi dan mendahului terjadinya
transferin lebih lama (8-12 hari) dibandingkan anemia. Konsentrasi protein pengikat Fe (transferin) menurun menyebabkan
dengan Fe (90 menit) dan karena fungsi saturasi Fe lebih tinggi dari pada anemia defisiensi besi. Produksi Fe ini relatif
metabolik yang berbeda. mungkin mencukupi dengan meningkatkan transfer Fe dari suatu persediaan
yang kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel eritroid imatur.
PENGOBATAN

T R ANSFUSI
• Merupakan pilihan kasus-kasus yang disertai gangguan hemodinamika. Tidak ada
batasan yang pasti pada kadar Hb berapa kita harus memberi transfusi.
Beberapa literatur disebutkan bahwa pasien anemia penyakit kronik yang
terkena infak miokard, transfusi dapat menurunkan angka kematian secara
bermakna. Demikian juga dengan pasien anemia akibat kanker, sebaiknya kadar
Hb dipertahankan 10-11 g/dl.
PENGOBATAN

PR E PAR AT B E SI
• Pemberian preparat besi pada anemia panyakit kronik masih dalam perdebatan.
Sebagian pakar masih memberikan preparat besi dengan alasan besi adapat
mencegah pembentukan TNF-a. Alasan lain, pada penyakit inflamasi usus dan
gagal ginjal, preparat terbukti dapat meningkatkan kadar Hb. Terlepas dari
adanya pro dan kontra, sampai saat ini pemberian preparat besi belum
direkomendsikan untuk diberikan pada pasien anemia penyakit kronik.
PENGOBATAN

E R I T ROP OE T IN
• Data penelitian menunjukkan bahwa pemberian eritropoetin bermanfaat dan
sudah disepakati untuk diberikan pada pasien anemia akibat kanker, gagal ginjal,
myeloma multiple, artritis reumathoid dan pasien HIV. Selain dapat menghindari
transfusi beserta efeknya, pemberian eritropoetin memberikan keuntungan
yaitu : mempunyai efek anti inflamasi dengan cara menekan produksi TNF-a dan
interferon gamma. Dilain pihak pemberian eritropoetin akan menambah
proliferasi sel-sel kanker ginjal serta meningkatkan rekurensi pada kanker
kepala dan leher.
ANEMIA MEGALOBLASTIK

DE FI NI SI
Anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia
megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat besi,
sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel
darah merah. Jika kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik.

E T I OL OGI
Penyerapan yang tidak adekuat dari vitamin B12 (kobalamin) menyebabkan anemia
pernisiosa.
MANIFESTASI KLINIK

Selain mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 juga
mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan:
• Kesemutan di tangan dan kaki
• Hilangnya rasa di tungkai, kaki dan tangan
• Pergerakan yang kaku.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

• Anemia bersifat makrositik dan makrosit tersebut biasanya berbentuk oval


• Hitung retikulosit rendah
• Jumlah leukosit dan trombosit total sedikit menurun, khususnya pada anemia berat
DIAGNOSIS

• Pemeriksaan kadar vitamin B12 serum, folat serum, dan folat eritrosit.
• Kadar B12 serum rendah
• Folat eritrosit turun
TERAPI

Defisiensi vit B12 Defisiensi folat

Senyawa Hidrokso kobalamin Senyawa asam folat

Rute IM Oral

Dosis 1000 mikro gr 5 mg

Dosis awal 6x 1000 mikro gr slama 2-3minggu Tiap hari selama 4 bulan

Pemeliharaan 1000 mikro gr tiap 3 bulan Tergantung penyakit yang mendasari

Profilaksis Reseksi ileum Kehamilan anemia hemoitik berat,


Gastrektomi total dialisis. Prematuritas.
ANEMIA APLASTIK

DE FI NI SI
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai
dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia aplastik
terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan
retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia

E PI DE MIOLOGI
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar
antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun.
KLASIFIKASI BERDASARKAN DERAJAT

Anemia aplastik berat - Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50% dengan <30% sel hematopoietik
residu, dan
- Dua dari tiga kriteria berikut :
 netrofil < 0,5x109/l
 trombosit <20x109 /l
 retikulosit < 20x109 /l
Anemia aplastik sangat berat Sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil <0,2x109/l
Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia aplastik berat atau sangat berat;
Anemia aplastik bukan berat dengan sumsum tulang yang hiposelular dan memenuhi dua dari tiga kriteria
berikut :
- netrofil < 1,5x109/l
- trombosit < 100x109/l
- hemoglobin <10 g/dl
KLASIFIKASI BERDASARKAN ETIOLOGI

• Primer : kongenital dan akuisita idiopatik


• Sekunder :
• Radiasi : radiologi, radioterapi, isotop radio aktif dan pusat tenaga nuklir
• Zat kimia : bensin, dan pelarut organik, TNT, insektisida, cat rambut, dan DDT
• Obat-obatan : vinblastin, khloramfenikol, sulfonamid, dan lain-lain
GEJALA KLINIS

Jenis Keluhan %

Pendarahan 83
Lemah badan 80
Pusing 69
Jantung berdebar 36
Demam 33
Nafsu makan berkurang 29
Pucat 26
Sesak nafas 23
Penglihatan kabur 19
Telinga berdengung 13
PEMERIKSAAN FISIK

Jenis Pemeriksaan Fisik %


Pucat 100
Pendarahan 63
Kulit 34
Gusi 26
Retina 20
Hidung 7
Saluran cerna 6
Vagina 3
Demam 16
Hepatomegali 7
Splenomegali 0
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

• Anemia bersifat makrositik dan makrosit tersebut biasanya berbentuk oval


• Hitung retikulosit rendah
• Jumlah leukosit dan trombosit total sedikit menurun, khususnya pada anemia
berat
DIAGNOSIS

Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan pemeriksaan


sumsum tulang. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia disertai sumsum
tulang yang miskin selularitas dan kaya akan sel lemak sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia dan hiposelularitas sumsum tulang tersebut
dapat bervariasi sehingga membuat derajat anemia aplastik.
DIAGNOSIS BANDING

Penyebab Pansitopenia

• Kelainan sumsum tulang


Anemia aplastik
Myelodisplasia
Leukemia akut
Myelofibrosis
Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia
Anemia megaloblastik
• Kelainan bukan sumsum tulang
Hipersplenisme
Sistemik lupus eritematosus
Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis
TERAPI

• Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi
penyebab anemia aplastik.
• Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
• Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang
dibutuhkan.
• Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.
• Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik
tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan
kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur)
pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang belum mendapat terapi G-CSF.
• Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas
pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.
ANEMIA HEMOLITIK

DE FI NI SI
Anemia Hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis.
Hemolisis adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya
(sebelum masa hidup rata-rata eritrosit yaitu 120 hari).

E T I OL OGI

Etiologi pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas, kemungkinan terjadi
karena gangguan central tolerance, dan gangguan pada proses pembatasan limfosit
autoreaktif residual.
KLASIFIKASI

Sindrom AIHA secara umum dibagi berdasarkan hubungan antara


aktivitas antibodi dan suhu.
A. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat
B. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin

Antibodi tipe hangat yaitu molekul IgG mempunyai afinitas


maksimal pada eritrosit di suhu tubuh. Sedangkan antibodi tipe
dingin yaitu molekul IgM, mempunyai afinitas maksimal pada
eritrosit di suhu rendah.
AIHA TIPE HANGAT

DE FI NI SI
Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, di mana autoantibodi bereaksi
secara optimal pada suhu 37°C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat
disertai penyakit lain.

G E J ALA K L I NIS
Awitan penyakit tersamar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik, dan
demam. Pada beberapa kasus dijumpai perjalanan penyakit mendadak, disertai
nyeri abdomen, dan anemia berat. Urin berwarna gelap karena terjadi
hemoglobinuria. Ikterik terjadi pada 40% pasien. Pada AIHA idiopatik splenomegali
terjadi pada 50-60%, Hepatomegali terjadi pada 30%, dan limfadenopati terjadi
pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan
limfonodi.
AIHA TIPE HANGAT

L AB OR ATOR I U M
Khas pada anemia hemolitik ekstravaskular dengan sferositosis yang menonjol
dalam darah tepi. Hemoglobin sering dijumpai di bawah 7 g/dl. Pemeriksaan
Coomb direk biasanya positif. Autoantibodi tipe hangat biasanya ditemukan dalam
serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel eritrosit.

T E R AP I
• Kortikosteroid: 1-1.5 mg/kgBB/hari.
• Splenektomi.
• Imunosupresi. Azatioprin 50-200 mg/hari, siklofosfamid 50-150 mg/hari.
• Terapi transfusi.
AIHA TIPE DINGIN

DE FI NI SI
Pada tipe ini, autoantibodi, baik monoklonal (seperti pada sindrom hemaglutinin
dingin idiopatik atau yang terkait dengan penyakit limfoproliferatif) atau poliklonal
(seperti sesudah infeksi) melekat pada eritrosit terutama di sirkulasi perifer
dengan suhu darah yang mendingin. Antibodi biasanya adalah IgM dan paling baik
berikatan dengan eritrosit pada suhu 4°C.

G E J ALA K L I NIS
Dapat terjadi ikterus ringan dan splenomegali. Pasien dapat menderita
akrosianosis di ujung hidung, telinga, jari-jari tangan dan kaki yang disebabkan oleh
aglutinasi eritrosit dalam pembuluh darah kecil. Hemolisis berjalan kronik. Anemia
biasanya ringan dengan Hb 9-12 g/dl.
AIHA TIPE DINGIN

L AB OR ATOR I U M
Anemia ringan, sferositosis, polikromatosia, tes Coombs langsung memperlihatkan
komplemen (C3d) saja pada permukaan eritrosit, eritrosit beraglutinasi dalam
suhu dingin.

T E R API
Menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis, prednisone dan
splenektomi tidak banyak membantu, klorambusil 2-4 mg/hari, plasmaferesis untuk
mengurangi antibodi IgM secara teoritis bisa mengurangi hemolisis, namun secara
praktik hal ini sukar dilakukan.
ANEMIA HEMOLITIK IMUN DIINDUKSI
OBAT
DE FI NI SI
Banyak obat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap eritrosit autolog,
seperti contoh metildopa. Metildopa yang bersirkulasi dalam plasma akan
menginduksi autoantibodi spesifik terhadap antigen Rh pada permukaan sel darah
merah. Jadi yang melekat pada permukaan sel darah merah adalah autoantibodi,
sedangkan obat tidak melekat.

G E J ALA K L I NIS
Adanya riwayat pemakaian obat tertentu. Pasien yang timbul hemolisis melalui
mekanisme hapten atau autoantibodi biasanya bermanifestasi sebagai hemolisis
ringan sampai sedang. Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolisis akan
terjadi secara berat, mendadak, dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah
terpapar obat tersebut, maka hemolisis sudah dapat terjadi pada pemajanan
dengan dosis tunggal.
AIHA TIPE DINGIN

L AB OR ATOR I U M
Anemia, retikulositosis, MCV tinggi, tes coombs positif, leukopenia,
trombositopenia, hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi pada hemolisis
yang diperantarai kompleks ternary.

T E R API
Dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu, hemolisis dapat
dikurangi. Kortikosteroid dan tranfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat.
ANEMIA HEMOLITIK ALOIMUN KARENA
TRANSFUSI

• Hemolisis aloimun yang paling berat adalah reaksi transfusi akut yang
disebabkan karena ketidaksesuaian ABO eritrosit.
• Sebagai contoh transfusi PRC golongan A pada pasien golongan darah O yang
memiliki antibodi IgM anti-A pada serum yang akan memicu aktivasi
komplemen dan terjadi hemolisis intravaskular yang akan menimbulkan DIC
dan infark ginjal.
• Dalam beberapa menit pasien akan sesak nafas, demam, nyeri pinggang,
menggigil, mual, muntah, dan syok. Reaksi transfusi tipe lambat terjadi 3-10 hari
setelah transfusi, biasanya disebabkan karena adanya antibodi dalam kadar
rendah terhadap antigen minor eritrosit
• Setelah terpapar dengan sel-sel antigenik, antibodi tersebut meningkat pesat
kadarnya dan menyebabkan hemolisis ekstravaskular.

You might also like