You are on page 1of 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Batasan Penyakit Diabetes Mellitus

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah istilah kedokteran untuk sebutan penyakit

yang di Indonesia kita kenal dengan nama penyakit gula atau kencing

manis. Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani. Diabetes yang

berarti “sypon” menunjukan pembentukan urin yang berlebihan, yang

menjadi ciri penyakit ini. Mellitus berasal dari kata “meli” yang berarti

madu. Kedua istilah tersebut menunjukan keadaan tubuh penderita yang

sering kencing dan urin penderita tadi mengandung gula (Hartono, A,

1995).

Diabetes Mellitus adalah penyakit yang dalam tingkat nyata

memperlihatkan gangguan metabolisme karbohidrat, sehingga didapat

hiperglikemia dan glukosuria.

2. Etiologi Diabetes Mellitus

Penyebeb penyakit Diabetes Mellitus tidak hanya disebabkan oleh

faktor keturunan saja, tetapi juga dipengaruhi faktor lain yang disebut

faktor resiko, misalnya kegemukan, pola makan yang salah, minum obat-

obatan yang bisa menaikan kadar darah, proses menua, stress, kehamilan

dll.

4
5

3. Gejala-gejala Diabetes Mellitus

Gejala khas Diabetes Mellitus dikenal dengan istilah 3P yaitu

Poliuria (banyak kencing), Polidipsia (banyak minum) dan polipagia

(banyak makan).

a. Poliuria (Banyak kencing)

Merupakan gejala umum pada penderita Diabetes Mellitus, banyaknya

kencing disebabkan kadar gula dalam darah berlebihan, sehingga

merangsang tubuh untuk berusaha mengeluarkannya melalui ginjal

bersama air dan kencing

b. Polidipsia

Merupakan akibat dari banyaknya kencing tersebut, untuk menghindari

tubuh kekurangan cairan, maka secara otomatis akan timbul rasa haus,

sehingga timbul keinginan untuk minum.

c. Polipagia

Merupakan gejala yang tidak menonjol kejadian ini disebabkan karena

habisnya cadangan glukosa di dalam tubuh meskipun kadar glukosa

tinggi.

Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan,

gatal-gatal, mata kabur, luka yang tidak sembuh-sembuh dan badan

lemas.
6

4. Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi penyakit Diabetes Mellitus dapat muncul secara akut dan

secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah

mengidap Diabetes Mellitus.

A. Komplikasi akut Diabetes Mellitus

1. Ketosis diabetik

Kadar insulin yang sangat menurun menyebabkan penderita

diabetes mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, disertai

pembentukan keton (ketogenesis). Keton merupakan asam organik

yang tertimbun dalam sirkulasi (ketosis) karena kecepatan

produksinya melebihi penggunaannya, maka benda keton tersebut

tertimbun.

2. Asidosis dan koma diabetik

Penimbunan keton dapat mengakibatkan ketosis, peningkatan

beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan

ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik

dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolid.

3. Koma non ketotik hiperosmoler

Komplikasi diabetes mellitus ini dapat dihindari dan dapat

diobati, namun dapat pula mematikan. Ditandai oleh hiperglikemia

berat, hiperosmolaritas dan dehidrasi berat tanpa adanya

ketoasidosis.
7

4. Asidosis laktat

Terjadi pada penderita diabetes dan juga bukan pada

penderita diabetes. Asidosis ini disertai oleh suatu kesenjangan

anion dan peningkatan kadar asam laktat.

B. Komplikasi kronik Diabetes Mellitus

1. Komplikasi mata

Katarak lebih sering ditemukan pada penderita diabetes

dalam usia muda dari pada bukan penderita diabetes dan terjadinya

dapat diperlambat atau dicegah dengan memperbaiki pengontrolan

kadar gula darah.

2. Nefropati diabetik

Pasien dengan nefropati diabetik dapat menunjukkan

gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat, sampai

keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan.

3. Neuropati diabetik

Neuropati perifer dan otonom sering menjadi komplikasi

diabetes dan sangat mengganggu pasien. Keluhan yang sering

ditemukan pada neuropati perifer adalah berupa kesemutan dan

rasa lemah. Pada pasien dengan neuropati otonom dapat dijumpai

gejala yang umumnya berupa mual, rasa kembung, muntah dan

diare terutama pada malam hari. (Watts, David. H, 1984)

C. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi Diabetes Mellitus menurut WHO tahun 1985


8

a. Tipe I “ Insulin Dependent Diabetes Mellitus” (IDDM)

Pengobatannya tergantung pada insulin. Penderita tipe ini biasanya

tidak gemuk dan mudah menjadi koma yang umumnya ditemukan

pada dewasa muda dan anak-anak.

b. Tipe II “ Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus” (NIDDM)

Pengobatannya tidak tergantung Insulin. Umumnya penderita pada

tipe ini gemuk dan mudah menjadi koma.

c. Malnutrition Related Diabetes Mellitus (MRDM)

Diabetes yang berkaitan dengan kekurangan makanan

d. Diabetes Mellitus kehamilan

Diketahui pada waktu kehamilan

e. Tipe lain, termasuk diabetes dengan sindrom tertentu (Diabetes

sekunder) misalnya penyakit pancreas, penyakit hormonal, karena

obat atau zat kimia tertentu serta sindrom genetic yang tidak

menentu (Tjokroprawiro, Askandar, 1992)

B. Patogenesis Diabetes Melitus

Diabetes Melitus dapat mengakibatkan hiperglikemia, yaitu suatu

keadaan dimana kadar glukosa dalam darah tinggi yang merupakan gambaran

biokimiawi sentral penyakit Diabetes Mellitus. Hiperglikemia terjadi akibat

gangguan pengangkutan glukosa kedalam sel dan akibat pengangkutan

glukosa oleh hepar kedalam sirkulasi darah. Bila kadar glukosa diatas

160 mg/dl, tubulus ginjal tidak mampu menyerap kembali semua glukosa
9

yang difiltrasi oleh glomerulus. Ambang ginjal terlewatkan dan timbul

glukosuria.

Ekskresi glukosa lewat ginjal memerlukan ekskresi air secara bersamaan

sehingga menimbulkan diuresis osmotik. Kehilangan peningkatan

menyebabkan peningkatan osmolaritas serum yang merangsang pusat haus di

hipotalamus. Tiga gejala “poli” yang klasik pada Diabetes Mellitus (poliuria,

polidipsia, dan polipagia) menjadi jelas dengan memperlihatkan sejumlah

besar air dan glukosa dari dalam tubuh yang membawa kompensasi

bertambahnya rasa lapar serta haus. (Sodeman, 1995)

C. Metabolisme Glukosa

1. Sumber glukosa

Glukosa didalam tubuh, mempunyai tiga sumber yaitu :

a. Makanan

Pencernaan dari karbohirat sudah dimulai di mulut dengan pertolongan

enzim ptyalin, suatu amilase yang dibuat oleh glandula parotis.

Didalam usus kecil hampir semua karbohidrat dipecah dalam tiga

heksosa-heksosa yaitu glukosa, fruktosa, dan galatoksa. Glukosa

terjadi sebagai berikut : (Karbohidrat di dalam usus kecil di hidrolisir

oleh amilase (dikeluarkan bagian eksokrin dari penkreas) menjadi

maltosa dengan pertolongan maltosa (suatu enzim dari usus kecil)

menjadi glukosa. Ketiga heksosa ini di dalam usus kecil di absorsbsi


10

dan masuk ke peredaran darah. Makanan adalah sumber yang terbesar

untuk glukosa.

b. Glikogen dari hepar

Glikogen ini dapat menjadi glukosa dengan bantuan suatu enzim

“Phospatase spesifik” yakni glukosa fosfatase yang terdapat hanya di

dalam hepar. Otot-otot ini tidak mempunyai enzim fosfatase, oleh

karena itu glikogen otot tidak dapat berubah menjadi glukosa.

Meskipun glikogen hepar yang menjadi glukosa hanya 3-5% dari

metabolisme seluruhnya, yang sedikit ini bisa mempunyai arti yang

besar dalam keadaan, dimana tubuh membutuhkan glukosa secara

mendadak.

c. Glukoneogenesa

Terjadi terutama di dalam hepar. Glukosa ini di bentuk dari zat-zat

karbon yang terbuat dari metabolisme protein, lemak dan karbohidrat.

Banyaknya glukosa dari glukoneogenesa ini adalah ±10 x sebanyak

glukosa yang dibuat dari glikogen, sehingga glukoneogenesa ini

mempunyai arti yang penting dalam metabolisme glukosa.

(M.W.Haznam, 1976)

Hormon yang berfungsi dalam pengaturan metabolisme glukosa,

lemak dan protein antara lain adalah :


11

1. Insulin

Insulin adalah suatu polipeptida yang disekresi oleh sel-sel pulau

langerhans disintesa sebagai proinsulin yang mengandung dua

rantai insulin yang dihubungkan oleh peptida C.

Kerja dari hormon insulin ini adalah transport glukosa ke dalam

sel-sel tubuh, penyimpanan glukosa, sintesa asam lemak,

pengambilan asam amino dan sintesa protein.

2. Glukagon

Merupakan hormon yang berperan untuk memobilisasi glukosa dan

asam lemak dari tempat penyimpanannya (antara lain hati dan

jaringan lemak).

3. Somastotatin

Berperan untuk menghambat atau mengatur pengeluaran hormon

insulin dan glukagon (Lisyani suromo, 1987)

2. Metode pemeriksaan Glukosa Urin

Adanya glukosa dalam urin, dapat diperiksa dengan berbagai cara

antara lain :

a. Tes Reduksi Benedict

Prinsip dari pemeriksaaan ini adalah reaksi oksidasi cupro menjadi

cupri oleh glukosa, pemeriksaaan ini mudah dan murah serta dapat

secara luas dipakai screening penduduk dalam penyelidikan

epidemiologi. Pemeriksaaan ini tidak khas untuk glukosa, Karena

dapat positif pada Diabetes Mellitus, glukosa renal (wanita hamil),


12

laktosuria (wanita hamil tri semester III atau laktasi), fruktosuria

(misalnya karena banyak minum madu), pentusoria dan karena obat-

obatan seperti vitamin C, salisilat.

b. Tes Enzimatis

Dasar tes ini adalah glukosa oksidasi suatu enzim pemecah gula, reaksi

ini akan memberikan perubahan warna seperti pada reaksi benedict.

Kelebihan tes ini hanya bereaksi dengan gula tunggalnya saja.

Sehingga kelemahan seperti reaksi benedict dapat dikurangi, dan tes

ini hanya memerlukan waktu singkat. Sedangkan kekurangan dari tes

ini bila berada di daerah tropik (lembab) sering terjadi gangguan dalam

perubahan warna. Juga didapatkan hasil negatif palsu bila urin

mengandung zat-zat produksi seperti vitamin C, keton, dan asam

homogentisat. Penilaian semikuantitatif harus benar-benar menuruti

petunjuk yang diberikan oleh pembuat carik celup mengenai saat

membandingkan warna yang timbul dengan skala warna yang

mendampingi carik celup.

Dengan tes ini selain dapat diperkirakan jumlah glukosa yang keluar

bersama urin, dapat memperkirakan kadar glukosa dalam darah.

Ambang ginjal terhadap glukosa berkisar antara 60-180 mg/dl, angka

di atas nilai glukosa segera keluar bersama urin,jadi bila :

- Reduksi positif satu (+1) : diperkirakan glukosa darah berkisar

antara 160-180 mg/dl.


13

- Reduksi positif dua (+2) : diperkirakan glukosa darah berkisar

antara 180-250 mg/dl

- Reduksi positif tiga (+3) : diperkirakan glukosa darah berkisar

antara 250-300 mg/dl.

- Reduksi positif empat (+4) : diperkirakan glukosa darah berkisar

antara > 300 mg/dl.

Jadi hasil pemeriksaan mulai bermakna bila reduksi positif dua. Bila

hanya berpegang pada tes di atas, salah satu tafsir sering terjadi pada

orang tua, dimana ambang ginjal meninggi karena proses pengerasan

pembuluh darah, akibatnya reduksi masih negatif pada kadar glukosa

yang tinggi. Untuk mengurangi kesalahan tersebut maka pemeriksaan

glukosa darah tetap harus dilakukan.(Ranakusuma, 1987)

D. Keton Urin

1. Pengertian Keton urin

Benda keton adalah asam organik yang terdapat dalam tubuh manusia

yang terdiri dari asam asetoasetat, asam betahidroksibutirat dan aseton.

Peningkatan benda keton mengakibatkan penumpukan benda keton dalam

darah yang disebut ketosis. Ketosis merupakan salah satu komplikasi pada

Diabetes Mellitus oleh karena keasaman tubuh akibat menurunnya Ph

darah. Untuk membuang kelebihan benda keton, maka benda keton

diekskresikan ke dalam urin (ketonuria). Ginjal memerlukan banyak cairan

untuk membuang kelebihan benda keton, akan ditarik cairan dari sel yang
14

mengakibatkan terjadinya dehidrasi seluler yang berakibat kematian

(Ganong, 1983)

2. Metode Pemeriksaan Keton Urin

a. Metode Rothera

Prinsip pemeriksaan

Natrium nitroprussida dalam suasana alkalis dapat mereduksi aseton

dan asam asetoasetat menghasilkan warna ungu

Keuntungan tes Rothera adalah tes ini peka sekali terhadap aseton dan

asam asetoasaetat, kepekaanya terhadap aseton adalah 1 : 20.000,

terhadap asam asetoasaetat 1 : 400.000, sedangkan asam beta

hidroksibutirat tidak dinyatakan dalam reaksi ini.

Kerugian tes ini adalah waktunya yang agak lama, masih perlu

mencampur reagen sendiri.

b. Metode Gerhardt

Prinsip pemeriksaan

Ion ferri chlorida bereaksi dengan asam asetoasetat membentuk zat

warna merah anggur port (warna merah coklat).

Keuntungan metode ini adalah kepekaanya terhadap asetoasetat 1 :

1.000, namun jauh kurang peka dibanding reaksi rothera.

Kerugiannya kurang teliti bila dibandingkan dengan metode Rothera

dan sering terjadi positif palsu, tidak peka terhadap aseton dan asam

beta hidroksibutirat.
15

c. Metode Carik Celup

Prinsip pemeriksaan

Natrium nitroprussida dalam suasana alkalis dapat mereduksi asam

asetoasetat dan aseton menghasilkan warna ungu.

Keuntungan dari metode ini adalah cara kerja yang lebih cepat, tidak

perlu mencampur reagen dan mudah dilakukan.

Kerugiannya adalah apabila digunakan untuk satu kali pemeriksaan

harganya cukup mahal (Gandasoebrata, 1999).

E. Hubungan benda keton dengan penderita Diabetes Mellitus

Pemeriksaan keton urin sangat diperlukan pada penderita Diabetes

Mellitus karena untuk mengetahui keadaan metabolik tubuh. Adanya keton

dalam urin menunjukkan terjadinya ketoasidosis.

Penderita Diabetes Mellitus yang rentan terhadap ketosis adalah Diabetes

Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) atau Diabetes Mellitus Tipe 1 dan

Diabetes Mellitus kehamilan.

a. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)

Apabila penderita DMTI hiperglikemianya parah dan melebihi

ambang ginjal, maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan

mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih

(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia), karena glukosa hilang bersama

kemih, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat

badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan
16

timbul sebagai akibat kehilangan kalori, pasien mengeluh lelah dan

mengantuk. Penderita sering memperlihatkan gejala tersebut selama

beberapa hari atau beberapa minggu. Penderita dapat menjadi sakit berat

dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal apabila tidak segera

mendapatkan pengobatan. Biasanya diperlukan terapi insulin untuk

mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.

b. Diabetes Kehamilan (GDM)

Diabetes kehamilan adalah intoleransi glukosa yang mulai timbul

atau mulai diketahui selama pasien hamil. Karena terjadi peningkatan

sekresi berbagai hormon disertai pengaruh metaboliknya terhadap toleransi

glukosa, Maka kehamilan memang merupakan keadaan diabetogenik.

Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes mungkin akan

memperlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada

kehamilan. Wanita yang menderita diabetes cenderung mengalami abortus

spontan., kematian janin, ukuran janin besar, dan bayi prematur dengan

insidens sindrom distres pernafasan yang tinggi, serta malformasi janin.

Koma dan kematian akibat ketoasidosis saat ini jarang terjadi, karena

pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya

komplikasi ini dan pengobatan ketoasidosis dapat dilakukan sedini

mungkin. Apabila hasil pemeriksaan keton urin pada penderita Diabetes

Mellitus adalah positif (+), maka pasien tersebut tergolong kronik, karena

ketoasidosis dapat menyebabkan koma dan kematian (A,Price, Sylvia,

2000).

You might also like