You are on page 1of 16

PPN & PPN.

BM

Pendahuluan

PPN dan PPN.BM diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983


tentang PPN sebagaimana telah diubah tiga kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tanggal 15 Oktober 2009. PPN dan PPN.BM adalah satu jenis
pajak yang memberikan kontribusi penting terhadap penerimaan Negara dan
termasuk jenis pajak yang pemungutannya dan administrasinya dikelola oleh
pemerintah pusat. Ketentuan formil yang berkaitan dengan PPN adalah sama dengan
jenis perpajakan yang lain yakni UU KUP.

PPN adalah pajak tidak langsung atas konsumsi daerah pabean, artinya beban
pajak tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain, sepanjang pihak yang mengalihkan
pajak tersebut memenuhi syarat sebagai PKP

Pengukuhan dan pencabutan sebagai PKP

1. Yang wajib dikukuhkan sebagai PKP


Yang diwajibkan adalah pengusaha yang hendaknya melakukan :
a. Penyerahan BKP berwujud atau tidak berwujud dan atau penyerahan
JKP didalam daerah pabean.
b. Ekspor BKP berwujud atau tidak berwujud atau ekspor JKP.
c. Impor BKP, baik mereka yang bidang usahanya memang importer
atau mereka yang melakukan impor untuk keperluan sendiri atau tidak
untuk dijual.

Daerah pabean adalah wilayah Indonesia yang meliputi wilayah darat,


perairan, dan ruang udara diatasnya, yang didalamnya berlaku undang-undang yang
mengatur mengenai kepabeanansehingga dilakukan pungutan bea masuk dan PPN
apabila dilakukan pemasukan barang, termasuk daerah pabean adalah tempat-tempat
tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen.
Para pengusaha yang memenuhi kategori diatas diwajibkan untuk :

a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP


b. Memungut pajak yang terutang.
c. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran
lebih besar dari pajak masukan yang dapat dikreditkan serta
menyetorkan PPn.BM yang terutang.
d. Melaporkan perhitungan pajak.
2. Wajib memungut PPN tetapi tidak perlu menjadi PKP
Meskipun tidak mesti menjadi PKP, tetapi untuk WP orang pribadi atau badan
yang :
a. Memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean
b. Memanfaatkan JKP dari luar daerah pabean

Wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang yang


perhitungan dan tata caranya diatur dengan keputusan menteri keuangan.

Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah


a. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :

 kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas,


dan pesawat penerima siaran televisi;
 kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga;
 kelompok mesin pengatur suhu udara;
 kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima
siaran radio;
 kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya.
b. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 20% (dua puluh persen), adalah:

 kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas,


selain yang disebut pada huruf a;
 kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen,
kondominium, town house, dan sejenisnya;
 kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor
antena, selain yang disebut pada huruf a;
 kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin
pengering, pesawat elektromagnetik dan instrumen musik;
 kelompok wangi-wangian;

c. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan


bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah:

 kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali
untuk keperluan negara atau angkutan umum;
 kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut
pada huruf a.

d. Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah selain kendaraan


bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 40% (empat puluh persen), adalah :

 kelompok minuman yang mengandung alkohol;


 kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan;
 kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool;
 kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan
untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan
semacam itu;
 kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari
logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran
daripadanya;
 kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain
yang disebut pada huruf c, kecuali untuk keperluan negara atau
angkutan umum;
 kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan,
pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak;
 kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk
keperluan negara;
 kelompok jenis alas kaki;
 kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;
 kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung
cina atau keramik;
 Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari
batu selain batu jalan atau batu tepi jalan.

e. Kelompok Barang kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan


bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 50% (lima puluh persen), adalah:

 kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus;


 kelompok pesawat udara selain yang dimaksud pada huruf d, kecuali
untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga;
 kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut
pada huruf a dan huruf c;
 kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan
negara.

f. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan


bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :

 kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang disebut


pada huruf d;
 kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari
batu mulia dan/atau mutiara atau campuran daripadanya;
 kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau
angkutan umum.

g. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa


kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :

 kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai


dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan motor
bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan
semua kapasitas isi silinder; dan
 kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh)
orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan
motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan
sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder
sampai dengan 1500 cc.
h. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa
kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah :

 kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh)


orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan
motor bakar cetus api atau dengan nyala kompresi (diesel/semi diesel),
dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc; dan
 kendaraan bermotor dengan kabin ganda (Double cabin), dalam bentuk
kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari
3 (tiga) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau
nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar
penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4),
dengan semua kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih
dari 5 (lima) ton.

i. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa


kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah kendaraan bermotor
untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi,
berupa:

 kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar


cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan kapasitas isi
silinder sampai dengan 1500 cc; dan
 kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor
bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan
sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder
sampai dengan 1500 cc.
j. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa
kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah kendaraan bermotor
untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi,
berupa :

 kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon, dengan motor


bakar cetus api, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc;
 kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau
station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2
(dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari
1500 cc sampai dengan 3000 cc; dan
 kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi
diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station
wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc.

k. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa


kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) adalah semua jenis kendaraan
khusus yang dibuat untuk golf.
l. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa
kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 60% (enam puluh persen), adalah:

 kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari
250 cc sampai dengan 500 cc; dan
 kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai,
di gunung, dan kendaraan semacam itu.

m. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa


kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :

 kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh)


orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa
sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan
sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua)
gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000
cc;
 kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi
diesel) berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station
wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan
sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 2500 cc;
 kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih
dari 500 cc;
 trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.

n. Kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan Atas


Barang Mewah adalah:
 kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan
jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan
angkutan umum;
 kendaraan bermotor yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan;
 kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang atau lebih
termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder, yang digunakan
untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI;
 kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI.
Karakteristik PPN

1. Pajak tidak lansung


Berbeda dengan PPh yang bebannya ditanggung oleh WP secara langsung
karena berkaitan dengan penghasilan yang diproleh dan/atau diterima WP,
beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain selaku pembeli Barang atau
penerima jasa karena PPN dikenakan dan dipungut atas transaksi yang
diterima atau dipakai oleh pembeli barang atau penerima jasa tersebut.
2. Pajak objektif
Berbeda dengan PPh yang pengenaa dan pembebanannya dikenakan dan
dirasakan langsung oleh atau melekat kepada subjek pajak, timbulnya
kewajiban membayar PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajaknya,
kondisi subjektif tak dipertimbangkan.
3. Multi-stage tax
PPN dikenakan secara bertahap di setiap dan di seluruh rantai produksi dan
distribusi.
4. Non kumulatif
Meskipun PPN adalah multi-stage tax tetapi PPN tidak bersifat komulatif
karena PPN mekanisme pengkreditan pajak masukan
5. Tarif Tunggal
Tarif PPN sangat sederhana karena hanya ada tarif 10% untuk transaksi
penyerahan barang atau jasa dalam negeri atau 0% atas transaksi ekspor
6. Konsumsi dalam negeri
Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu salah satu
syarat dikenakannya PPN atas suatu transaksi adalah bahwa BKP/JKP
dikonsumsi di dalam Daerah Pabean. Hal inilah yang mendasari pengenaan
PPN dengan tarif 0% atas kegiatan ekspor sedangkan untuk kegiatan impor
tetap dikenakan PPN 10%.
7. Credit method
Menggunakan mekanisme pengkreditan. Sesuai dengan namanya maka pada
hakekatnya PPN hanya dikenakan atas nilai tambah yang terjadi atas BKP
karena adanya proses pabrikasi maupun distribusi. Oleh karena itu PPN yang
terutang dalam suatu Masa Pajak diperhitungkan terlebih dahulu dengan PPN
yang telah dibayarkan oleh PKP pada saat pembelian bahan baku dan faktor
produksi lainnya, sehingga meskipun PPN dikenakan beberapa kali namun
tidak menimbulkan efek pajak berganda.

Tarif Pajak

1. Pajak Pertambahan Nilai


a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol
persen).
c. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-
tingginya 15% (lima belas persen).
2. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
a. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10%
(sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
b. Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak
dengan tarif 0% (nol persen).

Cara Menghitung Pajak


1. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU PPN dengan Dasar Pengenaan
Pajak.
2. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran
untuk Masa Pajak yang sama.
3. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak
Masukan tetap dapat dikreditkan.
4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak
Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus
dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.
5. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih
besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak
yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak
berikutnya.
6. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak
terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat
diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan
yang terutang pajak.
7. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak
terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang
pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan
menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
8. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang
dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dapat dihitung dengan
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
9. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur
dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
 perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum
pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
 perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
 perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station
wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau
disewakan;
 pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
 perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti
pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana;
 perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur
Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5);
 pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
 perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak
Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
 perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak
Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan.
10. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak
Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang
bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum
dilakukan pemeriksaan.
Subjek dan Bukan Subjek PPN

1. Pengusaha
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam
kegiatan atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang atau jasa, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. Tidak mungkin pengusaha tidak
menjadi WP karena sebelum menjadi PKP harus terdaftar sebagai WP.
Pengertian Badan adalah seperti pada PPh yakni sekumpulan orang dan atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha, meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
social, atau organisasi yang sejenis, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk KIK, BUT, KSO.
2. PKP
PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyeraha
JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak termasuk pengusaha
kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan. Dalam
hal pengusaha kecil sukarela memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP maka
pengusaha kecil menjadi PKP.
3. Bukan PKP
Tidak semua pengusaha adalah PKP, dijelaskan dalam UU bahwa PKP adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan JKP yang dikenakan pajak
berdasarkan UU PPN. Ini berarti tidak merupakan PKP, contoh pengusaha
restoran, pada contoh tersebut barang atau jasa diserahkan bukan BKP atau
JKP. Pengusaha yang tidak menghasilkan BKP atau JKP meskipun tidak
termasuk pengusaha kecil adalah bukan PKP, yang termasuk bukan PKP
adalah :
a. Pengusaha kecil, kecuali pengusaha kecil yang bersangkutan sukarela
memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
b. Pengusaha yang menghasilkan dan/atau menyerahkan bukan BKP atau
JKP.
Dasar Hukum
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000
yang tetap dinamakan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa
yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang
Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena
Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2003.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun
2007.

PPn.BM

PnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini
sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN,
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap :

1. penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh
Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di
dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
2. impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.

Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh
pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM
tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun fihak yang memungut
PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau
penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh
importir berbarengan dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.

Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM

1. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan


rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
2. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah;
3. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;
4. perlu untuk mengamankan penerimaan negara;

Pengertian BKP Mewah

1. bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau


2. barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
3. pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan
tinggi; atau
4. barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
5. apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta
mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.

Pengertian Menghasilkan

PPnBM dikenakan pada saat Pengusaha yang menghasilan BKP Mewah


menyerahkan kepada fihak lain. Termasuk dalam pengertian menghasilkan adalah
sebagai berikut ;

1. merakit : menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi


barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang
elektronik, perabot rumah tangga, dan sebagainya;
2. memasak : mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur bahan
lain atau tidak;
3. mencampur : mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk menghasilkan
satu atau lebih barang lain;
4. mengemas : menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda yang
melindunginya dari kerusakan dan atau untuk meningkatkan pemasarannya;
5. membotolkan : memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang
ditutup menurut cara tertentu;

You might also like