You are on page 1of 242

PENGARUH EKSTRAK BUAH NAGA SUPER MERAH

(Hylocereus costaricensis) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA


DAN SENSORIS PERMEN SUSU MENGGUNAKAN
EVAPORATOR VAKUM DOUBLE JACKET

SKRIPSI

Oleh :
JATMIKO EKO WITOYO
NIM 125100601111006

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
PENGARUH EKSTRAK BUAH NAGA SUPER MERAH
(Hylocereus costaricensis) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA
DAN SENSORIS PERMEN SUSU MENGGUNAKAN
EVAPORATOR VAKUM DOUBLE JACKET

Oleh :
JATMIKO EKO WITOYO
NIM 125100601111006

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Teknologi Pertanian

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

i
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Pengaruh Ekstrak Buah Naga Super

Merah (Hylocereus costaricensis)


terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris
Permen Susu Menggunakan Evaporator
Vakum Double Jacket
Nama Mahasiswa : Jatmiko Eko Witoyo
NIM : 125100601111006
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Program Studi : Teknik Bioproses
Fakultas : Teknologi Pertanian

Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,

Dr.Ir. Bambang Susilo, M.Sc.Agr Prof. Dr. Ir. Sumardi H.S., MS


NIP. 19620719 198701 1 001 NIP. 19540112 198002 1 001

Tanggal Persetujuan : Tanggal Persetujuan :

ii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pengaruh Ekstrak Buah Naga Super

Merah (Hylocereus costaricensis)


terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris
Permen Susu Menggunakan Evaporator
Vakum Double Jacket
Nama Mahasiswa : Jatmiko Eko Witoyo
NIM : 125100601111006
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Program Studi : Teknik Bioproses
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,

Dr.Ir. Sandra, MP Prof. Dr. Ir. Sumardi H.S., MS


NIP. 19631231 199303 1 021 NIP. 19540112 198002 1 001

Dosen Penguji III, Ketua Jurusan,

Dr.Ir. Bambang Susilo, M.Sc.Agr Dr. Ir.J.Bambang R.W., MS


NIP. 19620719 198701 1 001 NIP. 19560205 198503 1 003

Tanggal Lulus TA :
iii
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Jatmiko Eko


Witoyo yang dilahirkan pada tanggal 20 Juni
1994 di Lamongan. Penulis merupakan
putra pertama dari pasangan Tarkun dan
Watini. Penulis menempuh pendidikan anak
usia dini di TK Pertiwi I (1999 - 2000).
Penulis melanjutkan pendidikan dasar di
SDN Yungyang II (2000 - 2006). Penulis kemudian melanjutkan
pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Modo (2006 – 2009).
Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan lanjutan di
SMAN 1 Bluluk, Lamongan Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2012.
Pada tahun yang sama, Penulis diterima di Program
Studi Teknik Bioproses, Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang melalui jalur
SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Ditahun yang sama pula penulis memperoleh Beasiswa “BIDIK
MISI” dari DIKTI untuk membiayai biaya kuliah dan kehidupan
sehari – hari selama menempuh proses perkuliahan. Selama
menempuh perkuliahan di TBP UB, penulis pernah menjadi
asisten Fisika (2013), Manajemen Operasi Agroindustri (2014 –
2015), Pindah Panas (2015), Teknologi dan Proses Membran
(2015) dan Teknik Bioseparasi (2016). Selain itu penulis juga
aktif sebagai staff Pengelolaan Internal (PI) Himpunan

iv
Mahasiswa Keteknikan Pertanian (HIMATETA) periode 2014-
2015. Penulis juga pernah menjadi anggota devisi acara dalam
kepanitiaan Studi Lapang Jurusan Keteknikan Pertanian tahun
2013.
Pada tahun 2015, penulis menjadi Ketua tim PKM-T
dengan judul “AUTIS” (Automatic Temperature and Moisture
Soil Control) pada Budidaya Cacing Lumbricus rubelus dengan
Media Limbah Jamur Tiram Menggunakan Fuzzy Inference
System di Desa Selorejo Kabupaten Malang yang memperoleh
pendanaan biaya dari DIKTI. Ditahun yang sama, penulis
melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Petrokimia Gresik
dengan judul “Efisiensi Pengeringan Rotary Dryer
M5601 di Pabrik ZA II PT. Petrokimia Gresik, Jawa Timur”
dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS dan
Delfian Luthfiananda, ST. Untuk menyelesaikan program sarjana
Teknik Bioproses, penulis melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Ekstrak Buah Naga Super Merah (Hylocereus
costaricensis) terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris Permen
Susu Menggunakan Evaporator Vakum Double Jacket” di
bawah bimbingan Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr dan Prof.
Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS.

v
Katakanlah: “Sekiranya lautan menjadi tinta
untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis
(ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami
datangkan tambahan sebanyak itu (pula)” (QS. Al
Kahfi: 109)

ALHAMDULLILAH ………… Thanks to ALLAH

This final project special


dedication for my Parents
I do earnestly as evidence
of my responsibility to
achievement of dreams
I want to make you proud
and happy
But it’s not the end, I will
continue pursuing my
dream
Courage me with your pray

= Setiap Warga Negara Berhak Mendapatkan


Pendidikan =
“Undang – Undang Dasar 1945, Pasal 31 Ayat 1”
=== Tidak Semua Yang Dapat Dihitung
Diperhitungkan dan Tidak Semua Yang
Diperhitungkan Dapat Dihitung ===
“Albert Einstein”

vi
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Jatmiko Eko Witoyo


NIM : 125100601111006
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Program Studi : Teknik Bioproses
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul Skripsi : Pengaruh Ekstrak Buah Naga Super
Merah (Hylocereus costaricensis)

terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris


Permen Susu Menggunakan Evaporator
Vakum Double Jacket

Menyatakan bahwa,

Skripsi dengan judul di atas merupakan karya asli penulis


tersebut di atas. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini
tidak benar saya bersedia dituntut sesuai dengan hukum yang
berlaku.

Malang, April 2016


Pembuat Pernyataan,

Jatmiko Eko Witoyo


NIM. 125100601111006

vii
JATMIKO EKO WITOYO. 125100601111006. Pengaruh
Ekstrak Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis)
terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris Permen Susu
Menggunakan Evaporator Vakum Double Jacket. Skripsi.
Pembimbing : Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr dan Prof.
Dr. Ir. Sumardi Hadi S., MS

RINGKASAN

Permen susu adalah sejenis permen yang dibuat dengan


menggunakan bahan dasar susu dan gula yang mengalami
proses pengolahan dengan suhu tinggi untuk dapat mencapai
proses karamelisasi dan mengalami perubahan bentuk menjadi
amorf. Penambahan ekstrak buah naga super merah digunakan
untuk meningkatkan kandungan gizi permen susu dan sebagai
alternatif pewarna alami yang lebih aman bagi kesehatan. Untuk
mempertahankan nilai gizi permen susu digunakan teknologi
pengolahan pangan dengan sistem vakum untuk menurunkan
titik didih suatu bahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penambahan ekstrak buah naga super merah
terhadap sifat fisikokimia dan sensoris permen susu.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak


Kelompok (RAK) dengan faktor tunggal, yaitu penambahan
ekstrak buah naga dengan 5 perlakuan (P) yang berbeda
dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah P0
(tanpa penambahan ekstrak buah naga), P1 (penambahan
ekstrak buah naga 10% dari volume susu), P2 (penambahan
ekstrak buah naga 20% dari volume susu), P3 (penambahan
ekstrak buah naga 30% dari volume susu) dan P4 (penambahan
ekstrak buah naga 40% dari volume susu). Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan analisa ragam. Apabila terdapat
perbedaan diantara perlakuan, maka akan dilanjutkan dengan
Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD).

viii
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penambahan
ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang
nyata terhadap nilai kekerasan, intensitas warna L*a*b*, kadar
protein, kadar gula reduksi, kadar vitamin C, kadar abu, kadar
air, nilai sensoris warna dan nilai sensoris tekstur permen susu
buah naga super merah. Sedangkan penambahan ekstrak buah
naga super merah memberikan pengaruh yang tidak nyata
terhadap nilai sensoris rasa dan aroma permen susu buah naga
super merah dan persentase penambahan ekstrak buah naga
yang menunjukkan perlakuan terbaik menggunakan metode
indeks efektivitas adalah 10% ekstrak buah naga super merah
(v/v) dengan karakteristik yang dihasilkan: nilai kekerasan
(523,17 gF), warna L* (31,03), warna a* (41,53), warna b* (-5,6),
kadar protein (4,74%), kadar vitamin C (14,04 mg/100 gram),
kadar gula reduksi (15,52%), kadar air (8,95%) dan kadar abu
(1,49%) serta nilai sensoris warna (4,96), rasa (4,64), aroma
(3,80) dan tekstur (4,24).

Kata Kunci : Ekstrak buah naga super merah, Evaporator


vakum Double Jacket, Permen susu buah naga

ix
JATMIKO EKO WITOYO.125100601111006. Effect of Super
Red Dragon Fruit (Hylocereus costaricensis) Extract on
Physicochemical and Sensory Properties of Milk Candy
Using Double Jacket Vacuum Evaporator. Undergraduate
Thesis. Supervisor : Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr and
Co-Supervisor : Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS

SUMMARY

Milk candy is a candy which made using milk and sugar


as the main ingredients, it is treated under a high temperature
process to make it caramelized and changed into an amorphous
form. The addition of super red dragon fruit extract used to
improve the nutritional value of milk candy and an alternative to
natural colour that safer for health. To maintenance of nutritional
value of milk candy used vacuum system in food processing to
lower the boiling point of a material. The purpose of this
research to determine the effect of super red dragon fruit extract
on physicochemical and sensory properties of the milk candy.

This research methods used Randomize Complete Block


Design (RCBD) with single factor is the addition of dragon fruit
extract with 5 treatments (P) and repeated 3 times. The
treatment used are P0 (without the addition of fruit extracts
dragon), P1 (the addition of fruit extracts dragon 10% of the
volume of milk), P2 (the addition of fruit extracts dragon 20% of
the volume of milk), P3 (the addition of fruit extracts dragon 30%
of the volume of milk ) and P4 (the addition of dragon fruit
extract 40% of the volume of milk). Data was analyzed by
analysis of variance (ANOVA) and continued by Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT).

Results of the research showed the addition of super red


dragon fruit extracts gave a significant effect on the hardness
value, color intensity of L* a* b*, protein content, reducing sugar,
vitamin C content, ash content, moisture content, sensory color
and texture of super red dragon fruit milk candy. But gave
x
no significant effect on sensory flavour and aroma of super red
dragon fruit milk candy. The addition of super red dragon fruit
extracts 10% (v/v) gave a the best result with score of hardness
value was 523.17 gF, color L * was 31.03, color a* was 41.53,
color of b* was -5.6, protein content was 4.74%, vitamin C was
14.04 mg/100 gram, reducing sugar was 15.52%, water content
was 8.95%, ash content was 1.49%, sensory color value was
4.96, sensory flavour value was 4.64, sensory aroma value was
3.80 and sensory texture value was 4.24.

Keywords:, Double Jacket vacuum evaporator, Dragon fruit milk


candy, Super red dragon fruit extract

xi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil „Alamin, Puji Syukur kehadirat


Allah SWT, atas rahmat, karunia, bimbingan, serta hidayahNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Ekstrak Buah
Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) terhadap
Sifat Fisikokimia dan Sensoris Permen Susu Menggunakan
Evaporator Vakum Double Jacket”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat kelulusan program Sarjana pada
Program Studi Teknik Bioproses, Jurusan Keteknikan Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Kedua orangtuaku dan seluruh keluarga besar di rumah,
kata dan perbuatan tidak akan pernah cukup untuk
membalas semua kerja keras, kasih sayang, doa, semangat,
serta dukungan moril dan materil yang telah kalian berikan
selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr selaku Dosen
Pembimbing I dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan ide, bimbingan, arahan, saran dan kritiknya
kepada penulis selama pelaksanaan penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS selaku Dosen
Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan,
saran dan kritiknya kepada penulis selama pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Ir. Sandra Malin Sutan, MP selaku Dosen Penguji yang
telah memberikan arahan dan saran yang membangun
dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.

xii
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (RISTEKDIKTI) atas
bantuan beasiswa “BIDIK MISI” selama penulis menempuh
pendidikan Strata 1 (S1).
6. Dr. Ir. J. Bambang Rahadi W., MS, Yusuf Hendrawan, STP,
M.App. Life.Sc, Ph.D dan Dr. Eng. Evi Kurniati, STP, MT
selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Keteknikan Pertanian
atas pelayanan dan bantuan yang telah diberikan selama
penulis menempuh studi.
7. Dimas Firmanda Al Riza, ST, M.Sc, Dina Wahyu Indriani,
STP, M.Sc, Rini Yulianingsih, STP, MT, Mutiara Nisa Amri,
STP, Ir. Supriyono dan Firman, ST (Depo Inovasi) atas
diskusi dan masukan yang membangun untuk penelitian ini
serta bantuan yang telah diberikan selama penelitian ini.
8. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Keteknikan Pertanian atas
ilmu yang sangat berharga dan pelayanan prima yang
diberikan kepada penulis.
9. Rekan – rekan seperjuangan di Laboratorium Teknik
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP): Alfiana,
Tryas, Indah Ratna, Nia, Riska Mega, Lukas Wahyu, Linda
Luvi, Ravendi, Putu dan kakak – kakak TEP dan TBP 2011
yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Terima kasih
atas kebersamaan dan saran yang saling menguatkan
selama penelitian yang menguras tenaga dan pikiran ini.
10. Teman – teman Kelompok PKM : Lukas Wahyu
Purwosasmitho, c.STP, Riyadhul Badiah,c.STP, Linda Luvi
Nurwindi,c.STP, Rifqi Yudho N., c.STP, Mas Faiq, STP,
Astriviana Santiari, c.STP, Prasti Eka L., c.STP, Rofiatul
Khusna, c.STP, Rahmaddian Permadi, c.STP dan Dikianur
Alvianto,c.STP atas kebersamaan, kekompakan, dan kerja
sama yang tak akan terlupakan sampai kapanpun. Ide kalian
semua sangat brilliant dan infatuate. Semoga kontribusi kita

xiii
untuk Indonesia tidak hanya melalui program ini tapi terus
mengalir dengan cara – cara yang lain.
11. Teman – Teman Jurusan Keteknikan Pertanian ’12,
Khususnya Teknik Bioproses ’12 dan Terkhusus Teknik
Bioproses ’12 Kelas K atas kebersamaan, kekompakan,dan
kekeluargaan kepada penulis selama menempuh studi.
12. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat
disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari


sempurna karena keterbatasan waktu, pengalaman, dan
pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan agar skripsi ini dapat
menjadi lebih sempurna. Akhir kata penyusun mengharapkan
agar skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada setiap orang
yang memerlukannya.

Malang, April 2016

Jatmiko Eko Witoyo


Penulis

xiv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
RIWAYAT HIDUP iv
HALAMAN PERUNTUKAN vi
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR vii
RINGKASAN viii
SUMMARY x
KATA PENGANTAR xii
DAFTAR ISI xv
DAFTAR TABEL xix
DAFTAR GAMBAR xx
DAFTAR LAMPIRAN xxiii
I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Batasan Masalah 4
1.6 Hipotesis 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Permen Susu 7
2.2 Bahan Baku Penyusun Permen Susu 8
xv
2.2.1 Susu 8
2.2.2 Gula 10
2.2.3 Margarin 11
2.2.4 Asam Cuka 12
2.2.5 Buah Naga Super Merah 13
2.3 Proses Pembuatan Permen Susu 16
2.4 Evaporator 18
2.5 Evaporator Vakum Sistem Double Jacket 18
2.6 Sifat Fisik Permen Susu 20
2.6.1 Kekerasan 20
2.6.2 Warna 21
2.6.3 Mikrostruktur 23
2.7 Sifat Kimia Permen Susu 26
2.7.1 Kadar Protein 26
2.7.2 Gula Reduksi 26
2.7.3 Vitamin C 27
2.7.4 Kadar Abu 30
2.7.5 Kadar Air 30
2.8 Sifat Sensoris Permen Susu 32
2.8.1 Aroma 32
2.8.2 Rasa 32
2.8.3 Tekstur 33
III. METODE PENELITIAN 35
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 35
3.2 Alat dan Bahan 35

xvi
3.2.1 Alat 35
3.2.2 Bahan 38

3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 39


3.4 Metode Pelaksanaan 41
3.4.1 Formulasi Bahan 41
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Buah Naga Super Merah 42
3.4.3 Proses Pembuatan Permen Susu pada Evaporator
Vakum 43
3.5 Metode Analisis 46
3.5.1 Analisis Sifat Fisik 46
3.5.1.1 Kekerasan 46
3.5.1.2 Warna 47
3.5.1.3 Mikrostruktur 47
3.5.2 Analisis Sifat Kimia 48
3.5.2.1 Kadar Protein 48
3.5.2.2 Analisis Gula Reduksi 50
3.5.2.3 Analisis Vitamin C 52
3.5.2.4 Kadar Abu 53
3.5.2.5 Kadar Air 54
3.5.3 Analisis Sifat Sensoris 55
3.5.4 Prosedur Penentuan Perlakuan Terbaik 55
3.6 Parameter Penelitian 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 59
4.1 Sifat Fisik Permen Susu Buah Naga 59
4.1.1 Kekerasan 59

xvii
4.1.2 Warna Luminosity (L*) 62
4.1.3 Warna Kemerahan/ Redness (a*) 65
4.1.4 Warna Kekuningan/ Yellowness (b*) 69
4.2 Sifat Kimia Permen Susu Buah Naga 72
4.2.1 Kadar Protein 72
4.2.2 Gula Reduksi 75
4.2.3 Vitamin C 79
4.2.4 Kadar Abu 82
4.2.5 Kadar Air 85
4.3 Sifat Sensoris Permen Susu Buah Naga 88
4.3.1 Warna 88
4.3.2 Rasa 91
4.3.3 Aroma 96
4.3.4 Tekstur 99
4.4 Perbandingan Permen Susu Hasil Penelitian dengan
Penelitian Terdahulu 104
4.5 Pemilihan Perlakuan Terbaik 109
4.6 Mikrostruktur Perlakuan Terbaik dan Terburuk 111
V. KESIMPULAN DAN SARAN 121
5.1 Kesimpulan 121
5.2 Saran 122
DAFTAR PUSTAKA 123
LAMPIRAN 141

xviii
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halama


n
1 Syarat Mutu Permen Susu
9
2 Komposisi Kandungan Susu Sapi
10
3 Zat Gizi Pada Gula Pasir per 100 gram
11
4 Kandungan Gizi Daging Buah Naga
Super Merah per 100 gram 15
5 Kandungan Gizi Jus Buah Naga
16
6 Formulasi Bahan yang digunakan
dalam pembuatan Permen Susu Buah
Naga 41
7 Nilai p pada Uji Multiple Comparison
Antar Kelompok Untuk Parameter
Sensoris Rasa Permen Susu 94
8 Nilai p pada Uji Multiple Comparison
Antar Kelompok Untuk Parameter
Sensoris Tekstur Permen Susu 102
9 Perbandingan dengan
Penelitan Terdahulu 105
10 Nilai Produk Masing – Masing
Perlakuan 110
11 Nilai Kuantitatif Spektrum (ditampilkan
dalam % Berat) 117

xix
DAFTAR GAMBAR
Skema
reak
Nomor Teks si Halam
inver an
1 Ilustrasi Prinsip kerja SEM si
sukr 25
2 Reaksi Oksidasi Vitamin C
osa 28
3 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak sela
Buah Naga Super Merah ma 43
4 Diagram Alir Proses Pembuatan pem
Permen Susu Buah Naga anas 45
5 Grafik Hubungan antara an
Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Nilai xx
60
Kekerasan Permen Susu Buah
Naga Super Merah
6 Grafik Hubungan antara
Persentase Ekstrak Buah Naga 63
Super Merah (v/v) dengan Warna
L* Permen Susu Buah Naga
Super Merah
7 Grafik Hubungan antara 66
Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Warna
Kemerahan (a*) Permen Susu
Buah Naga Super Merah
70
8 Grafik Hubungan antara
Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Warna
Kekuningan (b*) Permen Susu
73
Buah Naga Super Merah
9 Grafik Hubungan antara
Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Kadar
76
Protein Permen Susu Buah Naga
Super Merah
10 Grafik Hubungan antara
78
Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Nilai
Gula Reduksi Permen Susu Buah
Naga Super Merah
Nomor Teks Halaman
12 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) 80
dengan Kadar Vitamin C Permen Susu
Buah Naga Super Merah
13 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) 83
dengan Kadar Abu Permen Susu Buah
Naga Super Merah
14 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) 86
dengan Kadar Air Permen Susu Buah
Naga Super Merah
15 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) 89
dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Warna
Permen Susu Buah Naga Super Merah
16 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) 92
dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Rasa
Permen Susu Buah Naga Super Merah
17 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) 97
dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Aroma
Permen Susu Buah Naga Super Merah
18 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v)
dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan 100
Tekstur Permen Susu Buah Naga Super
Merah
19 Mikrostruktur Permen Susu Buah Naga
Super Merah (A) perlakuan terbaik dan (B)
perlakuan terburuk. (1) pembesaran 1500x 113
dan (2) pembesaran 2000x.

xxi
Nomor Teks Halaman
20 Spektrum Kandungan Eleman yang
Terkandung dalam Perlakuan Terbaik 116
Permen Susu Buah Naga Super Merah

21 Spektrum Kandungan Eleman yang


Terkandung dalam Perlakuan Terburuk 117
Permen Susu Buah Naga Super Merah

xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman

1 Lama Waktu Proses Pembuatan 142


Permen Susu Buah Naga
2a Form Penilaian Uji Sensoris Produk 143

Permen Susu Buah Naga


2b Lembar Penilaian Uji Sensoris 144
Produk Permen Susu Buah Naga
yang telah diisi oleh Panelis
3a Form Lembar Penilaian Tingkat 145
Kepentingan Panelis
3b Form Lembar Penilaian Tingkat 146
Kepentingan Panelis yang telah
diisi oleh Panelis
4 Hasil Uji Sifat Fisikokimia Permen 147
Susu
5a Hasil Analisa Sidik Ragam Nilai 148
Kekerasan
5b Hasil Uji Lanjut Duncan Nilai 149
Kekerasan
6a Hasil Analisa Sidik Ragam Warna L* 150
6b Hasil Uji Lanjut Duncan Warna L* 151
7a Hasil Analisa Sidik Ragam Warna a* 152
7b Hasil Uji Lanjut Duncan Warna a* 153
8a Hasil Analisa Sidik Ragam Warna b* 154
8b Hasil Uji Lanjut Duncan Warna b* 155
9a Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar 156
Protein
9b Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar 157
Protein
10a Hasil Analisa Sidik Ragam Gula 158
Reduksi

xxiii
Nomor Teks Halaman
10b Hasil Uji Lanjut Duncan Gula 159
Reduksi
11a Hasil Analisa Sidik Ragam Vitamin 160

C
11b Hasil Uji Lanjut Duncan Vitamin C 161
12a Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar 162
Abu
12b Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu 163
13a Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Air 164
13b Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air 165
14a Rekapitulasi Data Uji Sensoris 166
Terhadap Parameter Warna
14b Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap 168
Parameter Sensoris Warna
15a Rekapitulasi Data Uji Sensoris 169
Terhadap Parameter Rasa
15b Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap 171
Parameter Sensoris Rasa
15c Hasil Uji Lanjut Multiple 172
Comparasions Terhadap Parameter
Sensoris Rasa
16a Rekapitulasi Data Uji Sensoris 174
Terhadap Parameter Aroma
16b Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap 176
Parameter Sensoris Aroma
17a Rekapitulasi Data Uji Sensoris 177
Terhadap Parameter Tekstur
17b Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap 179
Parameter Sensoris Tekstur
17c Hasil Uji Lanjut Multiple 180
Comparasions Terhadap Parameter
Sensoris Tekstur
18 Analisa Perlakuan Terbaik dengan 182
Metode De Garmo

xxiv
Nomor Teks Halaman
19 Mikrostruktur Perlakuan Terbaik dan 193
Perlakuan Terburuk Permen Susu
dengan Berbagai Pembesaran
20a Detail Spektrum Permen Susu 195
Perlakuan Terbaik
20b Detail Spektrum Permen Susu 198
Perlakuan Terburuk

xxv
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Susu merupakan salah satu bahan pangan yang
memiliki kandungan nutrisi penting bagi tubuh manusia karena
mengandung zat – zat pangan yang lengkap dan seimbang
meliputi protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin (Saleh,
2004). Kandungan nutrisi tinggi yang terkandung dalam susu
merupakan media yang paling baik bagi pertumbuhan dan
perkembangan mikroba sehingga dapat menurunkan kualitas
susu. Cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
adalah pengolahan dan pengawetan. Pengolahan susu
bertujuan untuk mencegah dan menghambat kerusakan susu,
meningkatkan daya simpan dan menambah nilai ekonomis.
Salah satu cara pengolahan dan pengawetan susu adalah
pembuatan permen susu.
Permen susu adalah sejenis permen yang dibuat dengan
menggunakan bahan dasar susu dan gula dengan sistem
karamelisasi untuk perubahan bentuk menjadi amorf. Oleh
karena itu, pembuatan permen susu merupakan suatu alternatif
pengolahan produk susu yang cukup mudah untuk
diimpementasikan sebagai suatu alternatif pengolahan untuk
memanfaatkan susu bermutu rendah (Anggraini, 2010). Namun,
produk ini dirasa kurang menarik perhatian masyarakat

1
sehingga perlu dilakukan subtitusi dengan bahan lain seperti
ekstrak buah naga super merah agar dapat meningkatkan nilai
gizi dan cita rasa pada permen susu.
Pemilihan buah naga super merah dalam pembuatan
permen susu dikarenakan buah naga memiliki kandungan gizi
yang beragam dan bermanfaat bagi kesehatan. Buah naga
merupakan buah yang kaya akan serat, vitamin C, dan mineral.
Secara umum nilai gizi per 100 gram buah naga terdiri atas 0.68
gram abu, 0.61 gram lemak, 0.9 gram serat, 36.1 mg fosfat,
0.012 g karoten, 0.222 gram protein, 83 gram air, 8.8 mg
kalsium, 0.045 mg riboflavin, 0.43 mg niasin dan 9 mg vitamin
C. Buah naga juga kaya akan phytoalbumin yang berfungsi
sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas (Zainoldin
and Baba, 2009). Selain itu, buah naga super merah
mengandung zat warna alami betasianin yang cukup tinggi.
Betasianin merupakan zat warna yang berperan memberikan
warna merah dan merupakan golongan betalain yang
berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat
dijadikan alternatif pewarna alami yang lebih aman bagi
kesehatan (Wybraniec et al., 2007).
Permasalahan lain yang ditimbulkan pada proses
pembuatan permen secara tradisional adalah proses
pemanasan yang tidak terkontrol sehingga menyebabkan
menurunnya nilai gizi dan mutu sensoris pada permen. Oleh

2
karena itu diperlukan teknologi pembuatan permen untuk
menghasilkan permen dengan nilai gizi yang lebih baik. Salah
satu teknologi yang umum digunakan adalah teknologi vakum
dengan menggunakan evaporator vakum. Prinsip kerja dari
evaporator vakum adalah mengkondisikan proses penguapan
terjadi pada tekanan dibawah 1 atm dan berlangsung pada
kondisi suhu rendah, sehingga kerusakan yang disebabkan oleh
suhu dapat dikurangi. Keunggulan lain dari evaporator vakum
yaitu dapat mempertahankan kualitas bahan pertanian yang
sensitif terhadap panas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan
sebelumnya maka didapat rumusan masalah dari penelitian ini
adalah Bagaimana pengaruh penambahan ekstrak buah naga
super merah terhadap sifat fisikokimia dan sensoris permen
susu?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak buah
naga super merah terhadap sifat fisikokimia dan sensoris
permen susu.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:

3
1. Bagi masyarakat : Memberikan informasi mengenai proses
pembuatan permen susu buah naga menggunakan
evaporator vakum dan diharapkan dapat memperbaiki
kualitas produk permen susu yang dibuat dalam industri kecil
menengah.
2. Bagi peneliti
a. Mengetahui pengaruh variasi penambahan ekstrak buah
naga terhadap sifat fisikokimia dan sensoris permen susu.
b. Mengetahui persentase penambahan estrak buah naga
super merah yang menunjukkan perlakuan terbaik
terhadap sifat fisikokimia dan sensoris permen susu.
3. Bagi peneliti selanjutnya : Penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan acuan yang dapat dipertanggung jawabkan
apabila mengadakan pengembangan penelitian yang
sejenis.
1.5 Batasan Masalah
Agar pembahasan masalah ini tidak terlalu melebar jauh
dan terarah dengan benar maka perlu dilakukan pembatasan
masalah sebagai berikut :
1. Skala penelitian yang digunakan adalah skala laboratorium.
2. Model pengendalian kontrol pada fluida transmisi
menggunakan metode Fuzzy.
3. Tidak membahas perancangan fuzzy logic control (FLC).

4
4. Tidak menghitung analisis biaya, neraca energi dan neraca
massa.
1.6 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah variasi
penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan
pengaruh yang nyata terhadap karakteristik fisikokimia dan
sensoris permen susu buah naga super merah.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Permen Susu


Permen susu adalah permen yang dibuat dari campuran
gula, essens, agar-agar dan susu murni. Gula, essens, agar-
agar serta protein dari susu akan mempengaruhi pembentukan
kristal dan perubahan warna menjadi coklat karena reaksi
pencoklatan (Maillard reaction). Protein merupakan faktor
penting yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi
warna, rasa dan tekstur permen susu. Penambahan gula dapat
meningkatkan kekerasan permen susu yang dikenal dengan
istilah grainy. Reaksi pencoklatan yang terjadi pada proses
pembuatan permen susu akan menghasilkan flavour, aroma dan
warna coklat. Hal ini diakibatkan oleh adanya reaksi antara gula
pereduksi dan protein susu (Handayani, 2007). Usmiati dan
Abubakar (2009) mendefinisikan permen susu atau karamel
susu adalah produk olahan susu yang berwarna coklat, rasa
yang gurih, manis, tekstur lunak, lembut, dan mempunyai aroma
khas yang memikat. Warna coklat pada karamel susu akibat
adanya proses karamelisasi dari gula pasir dan gula susu saat
pemanasan.
Faktor yang berpengaruh pada pembuatan permen
adalah suhu pemasakan. Sedangkan faktor yang berasal dari
dalam biasanya berasal dari bahan penyusun permen itu
sendiri. Parameter mutu yang penting dalam pembuatan
permen adalah warna atau kenampakan, aroma dan tekstur.
7
Tekstur meliputi kekerasan, plastisitas, viskositas, dan
konsistensi (Sularjo, 2010). Syarat mutu permen susu menurut
SNI ditunjukkan pada Tabel 1.
2.2 Bahan Baku Penyusun Permen Susu
2.2.1 Susu
Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing/mamae
dari ternak. Susu ini diperoleh dari pemerahan ambing mamalia
yang sehat dan mengandung lemak, protein, laktosa serta
berbagai jenis garam dan vitamin. Susu adalah cairan yang
bernilai gizi tinggi baik untuk manusia maupun hewan muda dan
cocok untuk media tumbuh mikroorganisme karena
menyediakan berbagai nutrisi. Pada dasarnya komposisi susu
terdiri atas air, lemak, dan bahan kering tanpa lemak yang terdiri
atas protein, laktosa, mineral, asam (sitrat, format, asetat, dan
oksalat), enzim (peroksidase, katalase, fosfatase, dan lipase),
gas (oksigen dan nitrogen), vitamin (A,C,D,tiamin, dan
riboflavin), serta trace element (Susilorini dan Sawitri, 2007).
Susunan zat-zat yang terkandung didalam air susu sapi secara
umum dapat dilihat pada Tabel 2.
Titik beku susu di Indonesia adalah -0,520 °C,
sedangkan titik didihnya adalah 100,16 °C. Susu segar
mempunyai sifat amfoter, artinya dapat berada di antara sifat
asam dan sifat basa. Secara alami pH susu segar berkisar 6,5–
6,7. Bila pH susu lebih rendah dari 6.5, berarti terdapat
kolostrum ataupun aktivitas bakteri (Grahatika, 2009).

8
Tabel 1. Syarat Mutu Permen Susu
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
(sesuai label)
2 Kadar Air % fraksi Maks. 7,5
massa
3 Kadar Abu % fraksi Maks. 2,0
massa
4 Gula reduksi (dihitung % fraksi Maks. 20,0
sebagai gula inversi) massa
5 Sakarosa % fraksi Min. 35,0
massa
6 Cemaran Logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0
6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
6.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
7 Cemaran Arsen mg/kg Maks. 1,0
8 Cemaran mikroba
8.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 5 x 102
8.2 Bakteri caliform APM/g Maks. 20
8.3 E. coli APM/g <3
8.4 Staphylococcus aerus koloni/g Maks. 1 x 102
8.5 Salmonella Negatif/ 25 g
8.6 Kapang/khamir koloni/g Maks. 1 x 102
Sumber : BSN (2008)
9
Tabel 2. Komposisi Kandungan Susu Sapi
Komposisi Susu Persentase (%)
Protein 3,3
Laktosa 4,8
Lemak 3,8
Mineral 0,71
Asam Organik* 0,17
Total Solid 12,8

Sumber : Nugraheni (2013) dan * Walstra et al. (2006)


2.2.2 Gula
Gula pasir atau sukrosa adalah oligosakarida yang
mempunyai peran penting dalam pengolahan makanan dan
banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor
(Winarno, 2008). Gula pasir atau sukrosa adalah hasil dari
penguapan nira tebu (Saccharum officinarum). Gula pasir
berbentuk kristal berwarna putih dan mempunyai rasa manis.
Menurut Fenemma (1997), gula berfungsi sebagai sumber
nutrisi dalam bahan makanan, sebagai pembentuk tekstur dan
pembentuk flavor melalui reaksi pencoklatan. Menurut Buckle
dkk (1987), daya larut yang tinggi dari gula dan daya
mengikatnya terhadap air merupakan sifat-sifat yang
menyebabkan gula sering digunakan dalam pengawetan bahan
pangan. Konsentrasi yang cukup tinggi pada olahan pangan
dapat mencegah pertumbuhan bakteri, sehingga dapat berperan

10
sebagai pengawet. Kandungan gizi pada gula pasir per 100
gram dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Zat Gizi Pada Gula Pasir per 100 gram
Zat Gizi Kandungan

Energi (kkal) 364


Protein (g) 0
Lemak (g) 0
Karbohidrat (g) 94
Kalium (mg) 5
Fosfor (mg) 1

Sumber : Darwin (2013)

2.2.3 Margarin
Margarin merupakan salah satu produk pangan hasil
olahan dari minyak. Margarin termasuk jenis lemak yang siap
dikonsumsi. Margarin mempunyai bentuk, bau, rasa, dan nilai
gizi yang hampir sama dengan mentega.Margarin juga
merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan
mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang digunakan
dapat berupa lemak hewani maupun nabati. Lemak hewani
yang sering digunakan adalah lemak babi atau sapi, sedangkan
lemak hewani yang biasa digunakan adalah minyak kelapa,
minyak kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak biji kapas
(Winarno, 2008). Kandungan dalam margarin antara lain

11
16,22% air, 2,15% abu, 3,06% protein, dan 78,55% lemak
(Handayani dkk, 2011).
Dalam bidang pangan penggunaan margarin telah
dikenal secara luas terutama baking dan cooking yang bertujuan
memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa pangan. Margarin
juga digunakan sebagai bahan pelapis misalnya pada roti yang
bersifat plastis dan segera mencair didalam mulut (Winarno,
1994). Margarin juga berfungsi untuk menghasilkan flavour yang
menarik dan karakteristik khas pada karamel susu (Koswara,
2009).
2.2.4 Asam Cuka
Asam cuka atau asam asetat dengan rumus CH3COOH
biasa dikenal dengan asam ethanoat merupakan salah satu
bahan kimia organik. Dalam keadaan murni asam asetat bebas
dari air (asam asetat glasial) merupakan cairan bening yang
menyerap air dari lingkungan (bersifat higroskopis) dan

membeku dibawah suhu 16,7 0C (62 0F) menjadi sebuah kristal


padat tidak berwarna (Lim, 2012). Penambahan cuka pada
pembuatan permen susu dimaksudkan untuk menimbulkan
suasana asam yang dapat mempercepat hidrolisis sukrosa yang
akan mempercepat pula terbentuknya karamel. Zat aditif kimia
adalah substansi gizi yang ditambahkan ke dalam bahan
makanan dalam jumlah tertentu untuk memperbaiki
kenampakan dan citarasa. Menurut Enie dan Supriatna (1993),

12
asam cuka yang ditambahkan pada produk permen antara 5 –
20 gram.
2.3 Buah Naga Super Merah
Buah naga, termasuk jenis super merah (super red)
merupakan kelompok tanaman kaktus atau famili Cactaceae
(subfamili Hylocereanea). Buah ini termasuk genus Hylocereus
yang terdiri dari beberapa spesies, diantaranya adalah buah
naga yang biasa dibudidayakan dan bernilai komersial tinggi.
Secara lengkap, klasifikasi buah naga super merah adalah
sebagai berikut (Hardjadinata, 2010):
Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji)
Subdivisi : Agiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo : Cactales
Famili : Cactaceae
Subfamili : Hylocereanea
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus costaricensis (daging super merah
atau super red)
Buah naga termasuk kedalam jenis buah batu yang
berdaging dan berair. Buah berbentuk bulat agak memanjang
atau bulat agak lonjong. Kulit buah ada yang berwarna merah
menyala, merah gelap, dan kuning, tergantung dari jenisnya
sedangkan ketebalannya berkisar antara 1 – 2 cm. Disekujur
kulitnya dihiasi dengan jumbai – jumbai menyerupai sisik ular

13
naga. Berat buah beragam berkisar antara 80 – 800 gram,
tergantung dari jenisnya. Daging buah berserat sangat halus
dan didalam daging buah bertebaran biji – biji hitam yang
sangat banyak dan berukuran sangat kecil. Sedangkan daging
buahnya ada yang berwarna merah, putih, dan hitam,
tergantung dari jenisnya. Daging buah bertekstur lunak dan
rasanya sangat manis sedikit masam (Cahyono, 2009).
Buah naga disebut juga buah kesehatan. Hal ini
dikarenakan buah naga mempunyai kandungan gizi yang
beragam seperti air, protein, lemak, serat, abu, kalsium dan
fosfor. Buah naga merah kaya akan kandungan antioksidan dan
vitamin C (Petter, 2008). Buah naga super merah memiliki rasa
yang enak dan sehat untuk dikonsumsi. Selain itu, buah naga
super merah juga memiliki khasiat seperti menguatkan fungsi
ginjal, tulang, dan kecerdasan otak, menguatkan ketajaman
mata, mencegah kanker usus, menguraikan kolestrol, keputihan
dan sebagai perawatan kecantikan (Sukarman dkk, 2010).
Menurut Halimah et al. (2009) menyatakan bahwa buah naga
dapat menurunkan kadar kolestrol, menyeimbangkan kadar
darah, mencegah kanker usus, menguatkan daya kerja otot,
meningkatkan ketajaman mata, dan menghaluskan kulit. Secara
lengkap kandungan gizi daging buah naga super merah dapat
dilihat pada Tabel 4 serta kandungan gizi jus buah naga dapat
dilihat pada Tabel 5.

14
Tabel 4. Kandungan Gizi Daging Buah Naga Super Merah per
100 gram
Komposisi Nutrisi Kandungan
Kadar gula (brix)* 13 – 18
Air (g) 82,5 – 83,0
Karbohidrat (g)* 11,5
Asam (g)* 0,139
Protein (g) 0,16 – 0,23
Lemak (g) 0,21 – 0,61
Serat (g) 0,7- 0, 9
Kalsium (mg) 6,3 – 8,8
Fosfor (mg) 30,2 – 36,1
Betakaroten (mg) 0,005 – 0,012
Magnesium (mg)* 60,4
Vitamin C (mg) 8– 9
Vitamin B1 (mg) 0,28 -0,30
Vitamin B2 (mg) 0,043 – 0,045
Thiamin (mg) 0,28 – 0,30
Riboflavin (mg) 0,043 – 0,044
Niasin (mg) 1,297 – 1,300
Abu (g) 0,28
Komponen Lain (g) 0,54 – 0,68

Sumber : Taiwan Food Industry Develop & Research Authorities


(2005) dalam Wahyuni (2010) dan *Kristanto (2003)

15
Tabel 5. Kandungan Gizi Jus Buah Naga
Parameter Kandungan
Kadar air (%) 87,87 – 87,93
Kadar abu (%) 0,48 – 0,52
Gula reduksi (%) 4,46 – 4,54
Gula non-reduksi (%) 3,49 – 3,51
Total Gula 7,99 – 8,01
TSS 10,97 – 11,03
pH 4,18 – 4,22
Tingkat Keasaman (%) 0,44 – 0,46
Vitamin C (mg/100 g) 9,86 – 9,94

Sumber : Islam et al. (2012)

2.4 Proses Pembuatan Permen Susu


Proses pembuatan permen susu pada prinsipnya adalah
pemasakan campuran antara susu dan gula pasir dengan
penambahan bahan – bahan lain sebagai pembangkit rasa
hingga diperoleh produk susu yang kental dan berwarna coklat.
Secara garis besar, proses pembuatan permen susu meliputi
pencampuran bahan, pemasakan, pencetakan, pemotongan,
dan pengemasan. Pembentukan warna coklat pada pemasakan
permen susu disebabkan reaksi pencoklatan enzimatis. Hal ini
dikarenakan di dalam susu terdapat protein, gula, dan lemak
yang berperan didalam reaksi pencoklatan tersebut
(Wahyuningsih, 2004). Pembuatan permen susu diawali dengan
melarutkan gula dalam susu dipanaskan sampai seluruh air
16
menguap sehingga cairan yang ada pada akhirnya adalah
cairan gula yang lebur. Apabila keadaan ini telah tercapai dan
terus dipanaskan sampai suhunya melampaui titik leburnya,
maka mulailah terjadi bentuk amorf yang berwarna coklat tua
(Koswara, 2009).
Pemanasan dengan suhu yang tinggi akan mempengaruhi
flavor, odor, viskositas dan lemak. Flavor dan odor berubah
disebabkan oleh pengaruh panas terhadap protein dan laktosa
susu. Viskositas akan berkurang pada suhu pasteurisasi dan
akan bertambah pada suhu mendidih. Pengaruh lain dari
pemanasan tinggi adalah terbentuknya warna coklat karena
terjadinya reaksi antara amino group (protein, asam amino,
peptida) dengan gula, reaksi ini disebut reaksi Maillard. Kadar
air yang rendah menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme
dapat ditekan, sehingga pada akhirnya masa simpan menjadi
lebih panjang (Amri, 2015). Proses pemanasan dianggap telah
selesai apabila adonan terlihat lepas atau tidak lengket pada
penggorengan, atau dapat dilakukan pengujian kematangan
adonan yaitu dengan cara mengambil sedikit adonan yang
sedang dimasak dengan sendok, dan masukkan ke dalam gelas
berisi air dingin, apabila adonan dapat mengeras maka proses
pemanasan telah selesai (Susilawati dan Dewi, 2011).

17
2.5 Evaporator
Evaporator adalah suatu alat yang digunakan untuk
operasi pengentalan suatu larutan dengan jalan menguapkan
larutan dengan cara menguapkan sebagian cairan yang ada.
Proses penguapan dengan evaporator vakum digunakan pada
tekanan rendah atau vakum agar titik didihnya rendah. Cairan
akan mendidih jika tekanan cairan mencapai tekanan
disekelilingnya. Kondisi vakum diperlukan unuk mendidihkan
cairan pada suhu yang lebih rendah dan diperoleh dengan cara
mekanis yaitu hisapan uap (Steam Jet Ejector ), pompa vakum
biasanya dikombinasikan dengan kondensor bagi penguap air
yang keluar dari evaporator (Suyitno, 1998). Berbagai
evaporator yang digunakan dalam industri pangan dapat
diklasifikasikan berdasarkan tekanan operasionalnya (vakum
atau tekanan atmosfer), jumlah effect yang dipakai (tunggal atau
jamak), jenis aliran konveksi (alami atau buatan) atau
berdasarkan kontinuitas operasi (batch atau kontinyu)
(Wirakartakusumah dkk, 1989).
2.6 Evaporator Vakum Sistem Double Jacket
Alat penguap vakum (vacuum evaporator) digunakan
untuk menguapkan bahan – bahan yang peka terhadap suhu
tinggi. Alat ini dipakai saat menginginkan penguapan secara
tepat dan tekanan pada bahan tetap dipertahankan lebih rendah
dari atmosfer. Proses terjadinya vakum menyebabkan suhu
antar uap dan bahan pelarut pada bahan dapat mendidih

18
dengan suhu yang relatif mudah, sehingga akan meminimalkan
kerusakan akibat pemanasan (Fellows, 2000).
Menurut Joharman (2006), prinsip kerja dari alat
evaporator vakum adalah cairan yang akan dipekatkan
dimasukkan kedalam wadah stainless steel berbentuk bejana
besar dengan kapasitas ± 40 liter yang bawahnya terdapat
ruang pemanas yang terdapat heater dan air. Pindah panas
terjadi secara konveksi, uap air yang dihasilkan oleh heater
akan merambat ke wadah bejana stainless steel sehingga
menyebabkan suhu cairan yang dimasukkan meningkat dan
terjadi penguapan. Uap air dari cairan tersebut menuju
kondensor dan dikondensasikan oleh semprotan air pendingin
dan dipindahkan kedalam bejana lain. Sehingga semakin lama
kandungan air yang terdapat dalam cairan tersebut semakin
berkurang. Paramawati dkk (2009) menambahkan bahwa suhu
evaporasi diatur sejak awal, dan akan dikendalikan terus
dengan mematikan atau menghidupkan kompor pemanas
secara otomatis melalui kontrol panel. Selanjutnya tekanan
diruang penguapan juga dikendalikan melalui panel kontrol yang
sama, sehingga tetap stabil selama proses evaporasi. Selama
proses berlangsung dilakukan pengadukan dengan kecepatan
antara 15-20 rpm agar tidak terjadi penempelan bahan yang
dapat menimbulkan kerak pada dasar atau dinding tangki
penguapan. Uap air dihisap oleh pompa berkekuatan 1 HP,

19
dialirkan melalui pipa berjaket, kemudian dibuang ke bak
pendingin.
Evaporator vakum dengan double jacket adalah sebuah
inovasi baru dari evaporator yang sudah ada. Secara struktur
sistem double jacket ini menampung fluida sebagai penghantar
panas antar plat stainless steel sehingga perpindahan panas
yang terjadi tidak hanya konduksi tapi mengalami pindah panas
konveksi antara sumbar panas dan bahan. Keuntungan dari
evaporator ini adalah panas yang diberikan ke bahan tidak
bersentuhan langsung (Muhlisin dkk, 2015). Selain itu,
penggunaan sistem double jacket bahan tidak mengalami over
heating (terlalu panas) yang akan menyebabkan kegosongan
dan penurunan kualitas pada produk akhir (Sholikah, 2009).
2.7 Sifat Fisik Permen Susu
2.7.1 Kekerasan
Keras adalah sifat benda atau produk bahan pangan
padat dalam hal daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan
yang tidak bersifat deformasi (Soekarto, 1990). DeMan (1999)
mendefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan
suatu bahan pangan atau produk sehingga terjadi perubahan
bentuk (deformasi) tertentu. Kekerasan juga dapat didefinisikan
sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan
atau produk sehingga terjadi perubahan produk yang diinginkan
(Ranggana, 1986). Menurut Lesmana dkk (2008), kekerasan,
yang dalam hal ini diartikan sebagai firmness (kekokohan)

20
didefinisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk
menghancurkan bahan makanan semi padatan menjadi
keadaan yang siap untuk ditelan.
Kekerasan merupakan salah satu kriteria mutu yang
penting untuk permen. Perubahan kekerasan sampai taraf
tertentu dapat merupakan petunjuk kelayakan permen untuk
dikonsumsi (Ratna, 2004). Sifat ini dipengaruhi oleh kadar air
dan umur bahan. Pada kadar air tinggi diperlukan energi yang
lebih besar dibandingkan pada kadar air rendah (Suryani, 1994
dalam Wuriyandari, 2006). Derajat kelembutan atau kerenyahan
bisa diukur dengan cara menekan produk, atau dengan
menggigit. Pengukuran secara obyektif dapat dilakukan dengan
menggunakan penetrometer yang murah. Cara yang paling
umum untuk mengukur kekerasan adalah dengan mengukur
daya tahan terhadap tekanan atau pounds-force (lbf) (Kitinoja
dan Kader, 2003).
2.7.2 Warna
Warna adalah kenampakan dari bahan pangan yang
dapat diamati dengan indera penglihatan. Penerimaan warna
suatu bahan berbeda – beda tergantung dari faktor alam,
geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima. Selain
sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan
(Winarno, 2008). Warna merupakan nama umum untuk
penginderaan yang berasal dari aktivitas retina mata. Jika

21
cahaya mencapai retina, mekanisme saraf akan menanggapi,
salah satunya memberi sinyal warna. Cahaya tampak adalah
energi radiasi dengan rentang panjang gelombang sekitar 400-
800 nm. Menurut definisi ini warna tidak dapat dipelajari tanpa
sistem penginderaan manusia. Warna yang diterima jika mata
memandang objek yang disinari berkaitan dengan tiga faktor
berikut: susunan sumber spektrum sinar, ciri kimia dan fisika
objek dan sifat-sifat kepekaan spektrum mata (Handayani,
2007).
Menurut DeMan (1999), warna penting bagi makanan,
baik untuk makanan yang tidak diproses maupun untuk yang
dimanufaktur. Warna dapat memberikan petunjuk mengenai
perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan
pengkaramelan. Muchtadi (1989) menambahkan warna pada
bahan makanan dapat disebabkan oleh beberapa sumber, salah
satunya yang terpinting adalah pigmen. Pigmen juga sangat
sensitif terhadap perubahan fisik dan kimia selama pengolahan.
Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan
alat kolorimeter, spektrometer, atau alat-alat lain yang dirancang
khusus untuk mengukur warna. Tetapi alat-alat tersebut
biasanya terbatas penggunaannya untuk bahan cair yang
tembus cahaya seperti sari buah, bir atau warna hasil ekstraksi.
Untuk bahan cairan yang tidak tembus cahaya atau padatan,
warna bahan dapat diukur dengan membandingkannya
terhadap suatu warna standar yang dinyatakan dalam angka-

22
angka (Hardiyanti et al., 2009). Salah satu sistem pengukuran
warna yang umum digunakan adalah sistem warna Hunter
(Lab).
Sistem warna Hunter ini dikembangkan oleh Hunter
tahun 1952. Pengukuran warna dengan metode ini jauh lebih
cepat dengan ketepatan yang cukup baik. Pada sistem ini term
penilaian terdiri atas 3 parameter yaitu L, a dan b. Lokasi warna
pada sistem ini ditentukan dengan koordinat L*, a* dan b*.
Notasi L*: 0 (hitam); 100 (putih) menyatakan cahaya pantul yang
menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Notasi
a* menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan
nilai +a* (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna merah dan nilai
–a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b*
menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai
+b* (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b*
(negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Suyatma, 2009).
2.7.3 Mikrostruktur
Mikrostruktur merupakan salah satu faktor utama yang
mengontrol kekerasan (keteguhan, kelembutan, cohesiveness,
rubberiness, elastisitas, pastiness, dan crumbiness) dan sifat
fungsional dari produk pangan, yang juga berpengaruh pada
fisikokimia dan penyebaran dari kandungan nutrisi produk
pangan. Tekstur dan sifat fungsional bahan pangan merupakan
parameter penting yang dibutuhkan oleh konsumen sehingga
analisis mikrostruktur memegang peranan penting dalam

23
evaluasi kualitas produk untuk mendapatkan produk yang
mempunyai kualitas dan bernilai tinggi serta dapat memuaskan
konsumen (Impoco et al., 2012). Studi tentang mikrostruktur
bahan pangan dibutuhkan untuk memahami komponen bahan
pangan dan hubungan antra mikrostruktur bahan pangan
dengan sifat – sifat bahan pangan penting lainnya yang
menentukan kualitas bahan pangan tersebut (Aguilera and
Stanley, 1999). Menurut Widjajasenaputra (2010), makrostruktur
dan mikrostruktur seringkali merupakan indikator sifat fungsional
bahan pangan (food material) atau sifat makanan itu sendiri.
Pengamatan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)
mampu menghasilkan gambar dalam melakukan karakteristik
struktur bahan myang terbentuk pada masing – masing formula.
Struktur ini yang akan menentukan tekstur produk.
Scanning electron microscopy (SEM) adalah salah satu
jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron
untuk menggambar profil permukaan benda. Prinsip kerja SEM
adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas
elektron berenergi tinggi seperti diilustrasikan pada Gambar 1.
Elektron ini dihasikan oleh sebuah sumber yang disebut
electron gun, disejajarkan oleh anoda dan magnetic lens dan
difokuskan scanning coil dan detektor. Permukaan benda yang
dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas tersebut atau
menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Dari hasil
pantulan tersebut ada satu arah dengan intensitas paling tinggi.

24
Pada saat dilakukan pengamatan, lokasi permukaan benda
yang ditembak dengan berkas elektron di-scan ke seluruh area
daerah pengamatan (Abdullah dan Khairurrijal, 2009).

Gambar 1. Ilustrasi Prinsip kerja SEM (Abdullah dan


Khairurrijal, 2009).
Scanning Electron Microscopy (SEM) memiliki
pembesaran 10 – 3.000.000 kali, depth of field 4 nm - 0.4 mm
dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari pembesaran
yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik,
kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi
kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan
penelitian dan industri. SEM memfokuskan sinar elektron
(electron beam) di permukaan objek dan mengambil gambarnya
dengan mendeteksi elektron yang muncul dari permukaan
obyek (Russ, 2005).

25
2.8 Sifat Kimia Permen Susu
2.8.1 Kadar Protein
Protein adalah zat makanan yang penting bagi tubuh,
karena mempunyai fungsi antara lain sebagai zat pembangun
dari zat pengatur, serta sebagai sumber tenaga. Protein
merupakan makromolekul yang tersusun oleh asam – asam
amino yang mengandung unsur – unsur utama C, O, H dan N
yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein
mengandung pula fosfor, belarang, dan ada jenis protein yang
mengandung unsur logam yang mengandung unsur logam
seperti besi dan tembaga (Winarno, 2008). Protein merupakan
rantai asam amino dengan ikatan peptida yang terbentuk dari
gugus karboksil dari satu asam amino dengan gugus amin dari
asam amino yang lain. Asam amino terdiri atas gugus asam (-

COOH) dan gugus amin (-NH2). Asam amino digolongkan


menjadi asam amino esensial dan asam amino nonesensial,
asam amino esensial adalah asam amino yang diperlukan tubuh
namun tidak mampu disintesis dalam tubuh, sehingga harus
dipasok dari bahan pangan. Contoh asam amino esensial
adalah metionin dan lisin yang dapat diperoleh dari susu,
daging, ikan, dan sayuran (Yuniati dan Sahara, 2012).
2.8.2 Gula Reduksi
Gula reduksi adalah gula yang mampu mereduksi
senyawa – senyawa pengoksidasi (Lehninger, 1993). Nelson
and Cox (2008) mendefinisikan bahwa gula reduksi adalah gula

26
yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Sifat mereduksi
ini disebabkan adanya gugus hidroksi yang bebas dan reaktif.
Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat
mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat sebagai
reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi
karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini
disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas
dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi

ion – ion logam misalnya ion Cu2+ dan ion Ag+ yang terdapat
pada pereaksi – pereaksi tertentu (Poedjiadi dan Supriyanti,
2006).
Mekanisme kemampuan mereduksi gula terhadap
senyawa lain disebabkan gugus karbonil bebas mudah menjadi
enediol dalam larutan alkali mendidih, dan bentuk enediol ini

sangat reaktif oleh senyawa oksidator lainnya atau oksigen (O 2)


(Widjanarko, 1991). Senyawa yang terkandung dalam kelompok
ini dikenal dengan nama hidroksi glikoaldehid (reduktor). Gula
reduksi mampu berikatan dengan protein dan membentuk reaksi
browning non enzimatis dan menghasilkan warna coklat yang
peka terhadap panas (Winarno dkk, 1980).
2.8.3 Vitamin C
Vitamin C merupakan senyawa yang mudah larut dalam
air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat.
Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam
L-dehidroaskorbat; keduanya mempunyai keaktifan sebagai

27
vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara
reversibel menjadi asam L- dehidroaskorbat. Asam L-
dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami
perubahan lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak
memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno, 2008). Reaksi
oksidasi vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Reaksi Oksidasi Vitamin C (Hacisevki, 2009)


Vitamin C mempuyai rumus empiris C6H8O6 dalam
bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak

berbau dan mencair pada suhu 190 – 192 0C. Nama kimia untuk
vitamin C adalah 2-oxo-L-threo-hexono-1,4 lactone-2,3-enediol.
Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam.
Walaupun vitamin C stabil dalam bentuk kristal, tetapi mudah
rusak atau terdegradasi jika dalam bentuk larutan. Asam
askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh – pengaruh
luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi
gula dan garam, pH, oksigen, enzim, katalisator logam,

28
konsentrasi awal larutan maupun sistem model, dan rasio antara
asam askorbat dan dehidro asam askorbat (Andarwulan dan
Koswara, 1992; Hacisevki, 2009). Menurut Winarno (2008), vitamin
C merupakan vitamin yang mudah rusak. Disamping larut dalam
air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat
oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta oleh katalis
tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C
dibiarkan dalam keadaan asam, atau pada suhu rendah.
Vitamin C berperan penting dalam pembentukan kolagen
intraselular. Vitamin ini tersebar keseluruh tubuh dalam jarigan
ikat, rangka, matriks, dan lain – lain. Vitamin C juga berperan
penting dalam hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin
dan hidroksilisisn yang merupakan bahan pembentuk kolagen.
Selain itu, vitamin C berperan menghambat reaksi – reaksi
oksidasi dalam tubuh yang berlebihan dengan bertindak sebagai
inhibitor (Poedjiadi dan Supriyanti, 2006). Vitamin C juga banyak
hubungannya dengan berbagai fungsi yang melibatkan respirasi
sel dan kerja enzim yang mekanismenya belum sepenuhnya
dimengerti. Diantara peranan – peranan itu adalah oksidasi
fenilalanin menjadi tirosin, reduksi ion feri menjadi fero dalam
saluran pencernaan sehingga besi lebih mudah
terserap,melepaskan besi dar transferi dalam plasma agar
dapat bergabung ke dalam fertin jaringan, serta pengubahan
asam folat menjadi bentuk yang

29
aktif asam folinat. Diperkirakan vitamin C berperan juga dalam
pembentukan hormon steroid dari kolestrol (Winarno, 2008).
2.8.4 Kadar Abu
Abu merupakan residu dari suatu bahan pangan yang
berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan organik
dalam makanan didestruksi atau dapat diartikan bahwa abu
adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik (Sudarmadji dkk, 1997). Dalam penentuan kadar abu,
bahan – bahan organik dalam makanan akan dibakar,
sedangkan bahan – bahan anorganiknya tidak (Winarno, 2008).
Kadar abu suatu bahan menunjukkan banyaknya kandungan
mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang menguap. Kadar
abu dipengaruhi adanya kandungan mineral – mineral awal
dalam suatu bahan. Semakin besar kandungan abu dalam
suatu bahan makanan, menunjukkan bahwa semakin tinggi
kandungan mineral yang terdapat dalam bahan makanan
tersebut (Risky dkk, 2014). Unsur mineral juga dikenal sebagai
zat organik atau kadar abu yang berfungsi dalam proses
metabolisme tubuh dan memegang peranan penting dalam
pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan,
organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Salamah dkk,
2012).
2.8.5 Kadar Air
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh

30
senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam
bahan makanan karena mempengaruhi penampakan, tekstur
serta cita rasa makanan (Winarno, 2008). Kadar air bahan
menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan.
Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air
bahan tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan
berdasarkan bobot basah (wet basis) (Syarief dan Halid, 1993).
Menurut Stroshine (1998), kadar air berat basah (bb) adalah perbandingan
antara berat air yang ada didalam bahan dengan berat total bahan. Kadar air
berat basah dapat ditentukan menggunakan Persamaan 1. Cara lain untuk
menentukan kadar air adalah menggunakan kadar air berat kering. Kadar air
berat kering (bk) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan
pangan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Penentuan kadar air
basis kering adalalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam
waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Kadar air berat kering dapat
ditentukan menggunakan Persamaan 2.
....................................... (1)
…………….................................................... (2)

Dimana :

Mw = Kadar air basis basah (%)


Md = Kadar air basis kering (%)
Ww = Berat air dalam bahan (gram)
Wd = Berat bahan kering mutlak (gram)
31
Wt = Berat total = Ww + Wd (gram)
2.9 Sifat Sensoris Permen Susu
Sifat sensoris adalah sifat dari bahan pangan yang dinilai
dengan menggunakan panca indra, merupakan penilaian yang
bersifat subyektif. Penilaian cara ini banyak digunakan untuk
menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian
cara ini banyak disenagi karena dapat dilaksanakan dengan
cepat dan langsung (Soekarto, 1985). Penilaian sifat sensoris
pada permen susu meliputi :
2.9.1 Aroma
Aroma adalah rangsangan yang dihasilkan oleh permen
susu yang diketehui dengan indera pembau. Indera pembau
adalah instrumen yang paling banyak berperan mengetahui
aroma terhadap makanan. Dalam industri makanan pengujian
terhadap bau dianggap karena dengan cepat dapat memberikan
hasil penelitian terhadap suatu produk. Dalam pengujian
indrawi, bau lebih komplek dari pada rasa. Bau atau aroma akan
mempercepat timbulnya rangsangan kelenjar air liur (Kartika
dkk, 1988).
2.9.2 Rasa
Rasa adalah rangsangan yang dihasilkan oleh permen
susu setelah dimakan terutama dirasakan oleh indera pengecap
sehingga dapat mengidentifikasinya. Instrumen yang paling
berperan mengetahui rasa suatu bahan pangan adalah indera
lidah. Dalam pengawasan mutu makanan, rasa termasuk

32
komponen yang sangat penting untuk menentukan penerimaan
konsumen. Meskipun rasa dapat dijadikan standar dalam
penilaian mutu disisi lain rasa adalah suatu yang nilainya sangat
relatif (Winarno, 2008). Umumnya bahan pangan tidak hanya
terdiri dari salah satu rasa, tetapi merupakan gabungan dari
berbagai rasa secara terpadu sehingga menimbulkan cita rasa
yang utuh (Kartika dkk, 1988). Rasa lebih banyak melibatkan
indera lidah. Rasa merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi nilai penerimaan seseorang terhadap suatu
makanan. Ada empat rasa utama yang dapat dideteksi oleh
indera perasa yaitu asin, manis, asam, dan pahit (Meyer, 1978).
2.9.3 Tekstur
Tekstur adalah istilah yang kompleks dan didefinisikan
sebagai struktur produk pangan. Komponen tekstur meliputi sifat
mekanik (kekerasan, kekompakan, kelengketan, kepadatan, dan
chewiness), sifat geometris (halus, berpasir, kasar, chalky, dan
kental) dan sifat kelembaban (moisture) (juicy, oily or greasy)
(Clark et al., 2009). Tekstur produk pangan juga dapat diartikan
semua atribut rheologi dan struktural, baik geometris dan
permukaan yang dapat diamati secara mekanik, tactile, dan
dapat diterima oleh reseptor mata dan telinga. Tekstur dapat
dirasakan oleh indra penglihatan (secara visual), indra peraba
(kekerasan dari suatu bahan pangan dengan sentuhan), dan
indra pendengaran (melalui bunyi yang dihasilkan) (Lawless and
Heymann, 1998).

33
III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Jurusan
Keteknikan Pertanian dan Laboratorium Pengujian Mutu dan
Keamanan Pangan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya serta Laboratorium
Biosains Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan selama
2 bulan pada bulan Januari – Februari 2016.
3.2 Alat dan
Bahan 3.2.1 Alat
Alat - alat yang digunakan dalam pembuatan permen
susu buah naga adalah sebagai berikut :
1. Evaporator Vakum digunakan untuk proses evaporasi
pemekatan larutan
2. Waterjet digunakan untuk menghisap uap air hasil
pemasakan susu dalam chamber
3. Kondensor digunakan untuk mendinginkan uap pelarut
4. Heater Listrik digunakan sebagai input panas dengan daya
900 W
5. Rangkaian Kontrol Agitator sebagai pengatur putaran
agitator

35
6. Rangkaian Mikrokontroler Atmega 32 sebagai sistem
pengendalian suhu berbasis Logika Fuzzy
7. Sensor LM35 digunakan untuk mengukur suhu minyak
pada evaporator vakum
8. Stopwatch digunakan untuk menghitung waktu
9. Gelas Ukur digunakan untuk mengukur volume susu dan
volume ekstrak buah naga super merah
10. Timbangan digital digunakan untuk menimbang massa gula
11. Wadah Loyang digunakan untuk wadah permen susu
setelah pemasakan
12. Penggaris digunakan untuk mengukur dimensi permen
13. Pisau digunakan untuk memotong sampel permen susu
dan untuk mengupas kulit buah naga dan mengecilkan
ukuran daging buah sebelum dihancurkan dengan blender
14. Blender digunakan untuk menghaluskan buah naga
menjadi ekstrak buah naga
15. Kain Saring digunakan untuk menyaring biji buah naga dan
konsentrat ekstrak buah naga
16. Botol Kaca digunakan untuk menyimpan ekstrak buah naga
sementara sebelum digunakan dalam penelitian
Alat – alat yang digunakan dalam analisa kandungan
permen susu buah naga adalah sebagai berikut:
1. Cawan Alumunium digunakan sebagai wadah saat
melakukan analisa kadar air

36
2. Cawan Porselen digunakan sebagai wadah saat melakukan
analisa kadar abu
3. Timbangan Digital Mettler Toledo/AL204 digunakan untuk
mengukur massa bahan uji
4. Kompor Listrik Maspion digunakan untuk pembakaran saat
analisa kadar abu
5. Tanur Listrik Heraeus/M.110 digunakan untuk mengabukan
sampel
6. Desikator sebagai pendingin cawan pada analisa kadar abu
7. Lemari Asam digunakan sebagai tempat khusus
pembakaran agar aroma tidak menyebar
8. Penjepit digunakan untuk mengambil cawan saat analisa
9. Penetrometer digunakan untuk menguji kekerasan sampel
10. Colour Reader digunakan untuk menguji warna sampel
11. Scanning Electron Microscope digunakan untuk
memperoleh foto mikrostruktur sampel
12. Oven Memmert/U40 digunakan untuk mengeringkan sampel
saat pengujian kadar air
13. Mortal Porselen digunakan untuk memperkecil ukuran
sampel

37
3.2.2 Bahan
Bahan - bahan yang digunakan dalam pembuatan
permen susu buah naga adalah sebagai berikut:
1. Susu Sapi Murni
Susu sapi digunakan sebagai bahan baku utama
pembuatan permen susu didapatkan dari Koperasi Unit
Susu Dau, Malang, Jawa Timur. Susu sapi dibeli setiap hari
untuk menjaga kualitas bahan baku.
2. Gula
Gula sebagai bahan baku tambahan dibeli langsung dalam
jumlah banyak dari penjual yang sama sehingga gula yang
digunakan seragam. Gula yang digunakan adalah Gulaku
yang diperoleh dari Toko Avia, Malang.
3. Mentega
Mentega menggunakan mentega Blue Band yang diperoleh
dari Toko Avia, Malang.
4. Cuka Makanan
Cuka makanan menggunakan cuka makanan yang
diperoleh dari Toko Avia, Malang.
5. Minyak Goreng
Minyak goreng ini merupakan fluida yang menghantarkan
panas dari heater, minyak goreng ini dibeli sekali di awal
dan digunakan selama proses.

38
6. Buah Naga
Buah naga yang digunakan adalah buah naga super merah
(Hylocereus costaricensis) yang diperoleh dari UD Fresh
Fruit, Malang.
7. Kertas Minyak, digunakan untuk wadah awal sampel
setelah pemanenan
8. Alumunium Foil, digunakan untuk membungkus permen
susu
9. Plastik Seal, digunakan untuk menyimpan sampel
Bahan – bahan yang digunakan dalam proses analisa
antara lain : kertas saring, tablet kjedhal, H2SO4 pekat, aquades,
H2SO4 26,5%, NaOH 30%, indikator PP, Asam Borat 2%, HCl,
Asam Oksalat 2%, Chloroform, larutan Dye (Na 2,6 Dicloro
pyenol-Indophenol), Al(OH)3, Na2CO3 anhidrat, larutan Luff-
Schoorl, KI 20%, Natrium Thiosulfat 0,1 N, dan Indikator Pati.
3.3 Rancangan Percobaan dan Analisa Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor
tunggal, yaitu penambahan ekstrak buah naga merah dengan 5
perlakuan dengan 3 kelompok ulangan sehingga didapatkan
total sampel sebanyak 15 sampel. Perlakuan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
P0 = tanpa penambahan ekstrak buah naga merah (kontrol)

P1 = penambahan ekstrak buah naga merah 10% dari

39
volume susu
P2 = penambahan ekstrak buah naga merah 20% dari
volume susu
P3 = penambahan ekstrak buah naga merah 30% dari
volume susu
P4 = penambahan ekstrak buah naga merah 40% dari
volume susu
Secara umum, model matematika yang digunakan
adalah sebagai berikut (Sugandi dan Sugiarto, 1994):

Dimana :
Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke i dan ulangan ke j
µ = Rata – rata umum
i = Penyimpangan hasil dari nilai µ yang disebabkan oleh
pengaruh perlakuan ke i
= Penyimpangan hasil dari nilai µ yang disebabkan oleh
pengaruh perlakuan ke j
= pengaruh acak yang masuk ke dalam percobaan

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik


ragam Two-Way ANOVA menggunakan Software SPSS
Statistics 18.0 trial version. Apabila dari analisa sidik ragam
terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji
jarak berganda duncan (UJBD) dengan taraf nyata 5% untuk
mengetahui perbedaan rataan perlakuan. Untuk analisis data
organoleptik dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis
menggunakan Software SPSS Statistics 18.0 trial version.
Apabila dari hasil analisa uji Kruskal-Wallis terdapat perbedaan
yang nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Multiple

40
Comparison untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
Hasil mikrostruktur dianalisis secara deskriptif kualitatif dan
penentuan perlakuan terbaik menggunakan metode indeks
efektifitas dengan cara pembobotan pada setiap parameter
yang diamati (De Garmo et al., 1984).
3.4 Metode Pelaksanaan
3.4.1 Formulasi Bahan
Formulasi bahan yang digunakan dalam pembuatan
permen susu buah naga dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Formulasi bahan yang digunakan dalam pembuatan
permen susu buah naga

Bahan Satuan Perlakuan


P0 P1 P2 P3 P4
Susu ml 1000 1000 1000 1000 1000
Gula Gram 200 200 200 200 200
Margarin Gram 2 2 2 2 2
Asam Cuka ml 1 1 1 1 1
Ekstrak Sesuai
Buah Naga Perlakuan 0 100 200 300 400
Super (ml)

Merah

41
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Buah Naga Super Merah
Proses pembuatan ekstrak buah naga super merah
menggunakan prosedur modifikasi dari penelitian Islam et al.
(2012). Prosedur modifikasi pembuatan ekstrak buah naga
super merah adalah sebagai berikut:
- Buah naga yang sudah tua dan segar, disortasi dan dicuci
menggunakan air bersih
- Kulit buah naga dikupas dan pengecilan ukuran daging buah
menggunakan pisau
- Daging buah naga dihancurkan menggunakan blender tanpa
penambahan air
- Ekstrak buah naga disaring menggunakan saringan untuk
memisahkan biji dan konsentrat ekstrak.
- Ekstrak buah naga super merah siap digunakan untuk
penelitian, dan apabila diperlukan dapat disimpan pada
freezer untuk menjaga kandungan gizinya.
Diagram alir pembuatan ekstrak buah naga super merah
dapat dilihat pada Gambar 3.

42
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Buah Naga Super
Merah (Modifikasi Islam et al., 2012)

3.4.3 Proses Pembuatan Permen Susu pada Evaporator


Vakum
Proses pembuatan permen susu menggunakan
evaporator vakum adalah sebagai berikut:
a. Pengaturan pengontrolan suhu dan kecepatan pengadukan
Pengontrolan suhu fluida transmisi berbasis logika Fuzzy
0
dilakukan dengan coding dengan set point pada suhu 85 C
dan kecepatan pengaduk diatur pada kecepatan 150 RPM.

43
b. Persiapan bahan baku
Bahan baku sampel meliputi 1 liter susu murni, 200 gram
gula pasir, 2 gram margarin, 1 ml cuka makanan dan
ekstrak buah naga sesuai perlakuan. Semua bahan baku
dimasukkan ke dalam chamber evaporator vakum. Lalu
evaporator vakum dinyalakan.
c. Pemasakan
Bahan baku akan diproses pada mesin evaporator vakum.
Bahan akan terhomogenisasi karena adanya pemasakan
(panas) dan pengadukan selama proses. Proses ini akan
mengurangi kadar air bahan akan berkurang dan menjadi
pekat. Pemasakan dilakukan sampai agitator didalam
chamber sudah tidak mampu memutar lagi (bahan sudah
terlalu pekat). Lama proses pemasakan dapat dilihat pada
Lampiran 1 dengan tekanan sebesar -70 cmHg. Dihitung

dari suhu awal minyak tercatat 45 0C.


d. Pemanenan
Hasil pemanenan permen susu tidak dapat dilakukan
melalui kran output evaporator vakum, karena viskositasnya
yang sudah sangat kental, sehingga pemanenan dilakukan
dengan membuka tutup chamber dan dilakukan
pengambilan manual.
e. Pembuatan Sampel Penelitian
Setelah pemanenan pencetakan permen susu dilakukan
pencetakan sampel penelitian. Pencetakan dilakukan

44
setelah suhu permen susu mulai menurun selanjutnya
adonan diratakan dan dicetak dengan dimensi 3 cm x 3 cm
dengan tebal permen 0.7 cm. cetakan ini kemudian
dibungkus dengan alumunium foil dan disimpan pada
plastik seal untuk menjaga kualitas sampel.
Diagram alir proses pembuatan permen susu buah naga
dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Permen Susu Buah


Naga Super Merah (Modifikasi Amri, 2015)
45
3.5 Metode Analisis
3.5.1 Analisis Sifat Fisik
3.5.1.1 Kekerasan
Metode yang digunakan dalam pengujian kekerasan
adalah metode pengujian kekerasan dengan Penetrometer
(Yuwono dan Susanto, 2001). Prosedur pengujiannya adalah
sebagai berikut:
- Beban dengan batang pemegang dari penetrometer
ditimbang beratnya
- Bahan yang akan diukur diletakkan tepat di bawah jarum
penusuk penetrometer
- Ditentukan waktu pengujian yaitu waktu yang diperlukan
untuk penekanan terhadap bahan
- Lepaskan bahan lalu baca skala petunjuk setelah alat
berhenti
- Pengujian perlu diulang pada berbagai sisi sampel ( 5 – 10
titik , bergantung pada ukuran dan keadaan sampel).
- Membuat rata – rata hasil pengujian
- Penetrasi dihitung menggunakan Persamaan 3.
( )
……(3)

( ) ()

- Penetrasi dinyatakan dalam mm/g. Detik

46
3.5.1.2 Warna
Metode yang digunakan dalam pengujian warna
adalah Sistem Munsell menggunakan Colour Reader (Yuwono
dan Susanto, 2001). Prosedur pengujiannya adalah sebagai
berikut:
- Siapkan sampel, jika sampel cair tempatkan dalam gelas
- Hidupkan Colour Reader
- Tentukan target pembacaan L*a*b* colour space atau L*C*h*
- Ukur warnanya
Bacaan L untuk parameter kecerahan (Lightness), a dan b
adalah koordinat komoditas, C : kroma, h : sudut hue (warna)
3.5.1.3 Mikrostruktur
Analisa mikrostruktur pada permen susu buah naga
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
(Widjajasenaputra, 2010). Prinsip kerja SEM adalah sebagai
berikut :
Scanning Electron Microscope (SEM) terdiri dari empat
komponen utama yaitu electron source, lens system, scan unit,
dan detection unit. Electron source berupa pancaran elektron
yang diemisikan dari sudut penyebaran yang sempit dan
dengan energi terpilih. Pancaran tersebut akan masuk ke dalam
sistem lensa yang mengandung beberapa lensa
elektromagnetik dan keluar tepat mengenai permukaan
spesimen. Area spesimen akan membentuk pola yang
mengubah voltage elektris sebagai signal bagi sistem deteksi

47
signal. Signal dari scan unit tersebut akan menghasilkan
imaginasi pada layar. Sistem deteksi akan menangkap tiga tipe
dasar signal, yaitu backscatter electrons, secondary electrons
dan x-rays, dan mengubahnya menjadi signal elektris yang
dikirimkan ke PC Control dan ditunjukkan pada monitor.
Sedangkan prosedur analisis mikrostruktur dengan Scanning
Electron Microscope (SEM) adalah sebagai berikut:
- Spesimen 1 diletakkan pada sebuah holder yang dilapisi
karbon
- Spesimen dilapisi selapis tipis emas palladium (Au – Pd)
merk Emitech-SC7620 (coating menggunakan sputter coater)
sebagai lapisan logam berat yang merefleksikan elektron
- Pengamatan mikrostruktur spesimen dilakukan dengan FEI-
Inspect S50 Scanning Electron Microscope. Spesimen akan
dipindai dengan pancaran elektron berenergi rendah dan
pola yang muncul dari permukaan sampel akan terkumpul
pada detektor. Oleh karena data dari detektor terdiri dari
signal elektron, bukan hanya imageI visual, maka
dimungkinkan untuk memproses (memproses dan
menganalisis) dengan komputer.
3.5.2 Analisis Sifat Kimia
3.5.2.1 Kadar Protein
Metode yang digunakan dalam pengukuran kadar
protein adalah metode semimikro kjedhal sesuai dengan
metode pengujian dalam SNI 01-2891-1992. Prinsip dalam uji ini

48
adalah senyawa nitrogen diubah menjadi sulfat oleh H 2SO4
pekat. Ammonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan
NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan
kemudian dititar dengan larutan baku. Prosedur pengujiannya
adalah sebagai berikut:
- Ditimbang 0,51 gram sampel dan dimasukkan dalam labu
kjedahl
- Ditambahkan 2 gram campuran selan dan 25 ml H2SO4 pekat
- Dipanaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar
sampai mendidih dan larutan menjadi kehijau – hijauan
(sekitar 2 jam)
- Dibiarkan dingin, kemudian diencerkan dan dimasukkan
kedalam labu ukur 100 ml
- Dipipet 5 ml larutan dan dimasukkan kedalam alat penyuling
dengan ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes
indikator PP
- Disuling selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung
digunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur
indikator
- Dibilasi ujung pendingin dengan air suling
- Dititar dengan larutan 0,01 N
- Dikerjakan dengan penetapan blanko
- Perhitungan menggunakan Persamaan 4
Kadar Protein = ( - )
…… …… (4)
49
Dimana :
W adalah bobot cuplikan
V1 adalah volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran
contoh
V2 adalah volume HCl yang dipergunakan penitaran blanko
N adalah normalitas HCl
f.k. adalah kadar protein dari :
- makanan secara umum 6,25
- susu dan hasil olahanya 6,38
- minyak kacang 5,46
f.p. adalah faktor pengenceran
3.5.2.2 Analisis Gula Reduksi
Metode yang digunakan untuk analisis gula reduksi
adalah metode Luff Scroll (Sudarmadji dkk, 1997). Prosedur
analisis gula reduksi menggunakan meode ini adalah sebagai
berikut:
- Timbang bahan padat yang sudah dihaluskan atau bahan
cair sebanyak 2,5 – 25 gram tergantung kadar gula
reduksinya, dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml,
tambahkan 50 ml aquades dan tambahkan bubur Al(OH)3
atau larutan Pb-Asetat. Penambahan bahan penjernih ini
diberikan tetes demi tetes sampai penetesan dari reagensia
tidak menimbulkan pengeruhan lagi. Kemudian tambahkan
aquades sampai tanda dan disaring.

50
- Filtrat ditampung dalam labu takar 200 ml. Untuk
menghilangkan kelebihan Pb, tambahkan Na2CO3 anhidrat
atau K atau Na- oksalat anhidrat atau larutan Na-fosfat 8%
secukupnya, kemudian ditambah aquades sampai tanda,
digojog dan disaring. Filtrat bebas Pb bila ditambah K atau
Na-oksalat atau Na- fosfat atau Na2CO3 tetap jernih
- Ambil 25 ml filtrat bebas Pb yang diperkirakan mengandung
15 – 60 mg gula reduksi dan tambahkan 25 ml larutan Luff-
Schoorl dengan 25 ml aquades.
- Blanko dibuat dengan 25 ml luff scroll ditambah 25 ml
aquadest ke dalam Erlenmeyer.
- Setelah ditambah beberapa butir batu didih, Erlenmeyer
dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian didihkan.
Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan
dipertahankan selama 10 menit.
- Selanjutnya cepat – cepat didinginkan dan ditambahkan 15
ml KI 20% dan dengan hati – hati ditambahkan 25 ml H 2SO4
26,5%.
- Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan natrium Thio Sulfat
0,1 N dengan penambahan indikator pati sebanyak 2 – 3 ml
untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka
sebaiknya pati diberikan pada saat titrasi hampir berakhir.
Titrasi dianggap selesai bila telah terjadi perubahan warna
biru menjadi putih susu. Setelah diketahui selisih titrasi
sampel dengan blanko kemudian dikonversikan pada tabel

51
hubungan antara banyak penggunaan thio sulfat dengan
banyaknya gula reduksi.
- Perhitungan gula reduksi menggunakan Persamaan 5.

.......................(5)

Dimana :
Faktro konversi = Blanko – Hasil titrasi
P = Angka tabel
3.5.2.3 Analisis Vitamin C
Analisis vitamin C dilakukan mengan metode titrasi
dengan 2,6 Dichlorophenol-Indophenol (Fardiaz, 1984).
Langkah – langkah prosedur pengujiannya adalah sebagai
berikut:
Sampel sebanyak 10 gram ditimbang dan ditempatkan di cawan
porselin dan dihaluskan. Setelah halus dilarutkan dengan
pelarut asam oksalat 2% menggunakan labu ukur 100 ml
sampai tanda garis. Kemudian larutan tersebut dipipet 25 ml
dan dimasukkan ke dalam labu erlemeyer 250 ml setelah
ditambahkan Cloroform 3 ml baru kemudian dititrasi dengan
larutan Dye (Na 2,6 Dicloro pyenol-Indophenol) sampai terjadi
perubahan warna merah jambu. Untuk menghitung persentase
kadar vitamin C, menggunakan Persamaan 6.
mg Vit.Cper100gram/mlsampel
= ……………………… (6)
Dimana:

Fp = Faktor pengenceran
52
BB = Berat bahan yang digunakan untuk penetapan
3.5.2.4 Kadar Abu
Metode yang digunakan dalam pengukuran kadar
abu adalah metode total abu (cara kering) sesuai dengan
metode pengujian dalam SNI 01-2891-1992. Prinsip dalam uji ini
adalah pengabuan zat – zat organik diuraikan menjadi air dan
CO2, tetapi bahan organik tidak. Prosedur uji abu adalah
sebagai berikut:
- Ditimbang dengan seksama 2 – 3 gram contoh kedalam
sebuah cawan porselen (atau platina) yang telah diketahui
bobotnya, untuk contoh cairan uapkan di atas penangas air
sampai kering.
- Arangkan diatas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur
0
listrik pada suhu maksimum 550 C sampai pengabuan
sempurna (sekali – kali pintu tanur dibuka sedikit, agar
oksigen bisa masuk)
- Dinginkan dalam deksikator, lalu timbang sampai bobot tetap
- Perhitungan kadar abu menggunakan Persamaan 7.
-
……………… …………………(7)

Dimana :
W adalah bobot contoh sebelum diabukan (gram)
W1 adalah bobot cawan + contoh sesudah diabukan (gram)
W2 adalah bobot cawan kosong (gram)

53
3.5.2.5 Kadar Air
Metode yang digunakan dalam pengukuran kadar air
adalah metode oven sesuai dengan metode pengujian dalam
SNI 01-2891-1992. Prinsip dalam uji ini adalah kehilangan bobot
selama pemanasan pada suhu 105 0C ± 2 0C dianggap sebagai
kadar air yang terdapat pada contoh dan dihitung secara
gravimetri. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

- Panaskan cawab beserta tutupnya dalam oven pada suhu


105 0C ± 2 0C selama lebih kurang satu jam dan didinginkan
dalam desikator selama 20 – 30 menit kemudian timbang
dengan neraca analitik (cawan dan tutupnya)
- Masukkan 5 gram contoh ke dalam cawan, tutup dan timbang
- Panaskan cawanyang berisi contoh terseebut dalam keadaan
terbuka dengan meletakkan tutup cawan disamping cawan di
dalam oven pada suhu 105 0C ± 2 0C selama tiga jam (tiga
jam setelah suhu oven 105 0C )
- Tutup cawan ketika masih didalam oven, pindahkan segera
kedalam desikator dan dinginkan selama 20 – 30 menit
kemudian timbang
- Lakukan pemanasan kembali selama 1 jam dan ulangi
kembali sampai perubahan berat antara pemanasan selama
≤ ( )

- Lakukan pekerjaan duplo dan hitung kadar air dalam contoh


- Perhitungan kadar air menggunakan Persamaan 8.

54
- …………………… …………….(8)
-

Dimana :
W0 adalah bobot cawan kosong dan tutupnya (gram)
W1 adalah bobot cawan, tutupnya dan contoh sebelum
dikeringkan (g)
W2 adalah bobot cawan, tutupnya dan contoh setelah
dikeringkan (g)
3.5.3 Analisis Sifat Sensoris
Uji sensoris terhadap permen susu dilakukan dengan
uji kesukaan atau uji hedonik oleh 25 panelis tidak terlatih.
Kriteria organoleptik (sensoris) yang dinilai meliputi warna, rasa,
aroma, dan tekstur permen susu. Skala hedonik yang digunakan
adalah 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak
suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka.
Pada saat pengujian, panelis disajikan sampel permen susu
buah naga yang telah diberi kode secara acak dan kemudian
memberikan penilaian tanpa membandingkan sampel satu
dengan sampel lainnya (Soekarto, 1985) dan Form penilaian uji
sensoris tersaji pada Lampiran 2a.
3.5.4 Prosedur Penentuan Perlakuan Terbaik
Untuk menentukan kombinasi perlakuan terbaik
digunakan metode indeks efektifitas (De Garmo et al., 1984)
dengan metode pembobotan sebagai berikut:
a. Menggunakan parameter kimia dan organoleptik sebagai
dasar pembobotan.
55
b. Memberikan bobot nilai pada setiap parameter masing –
masing kelompok. Bobot nilai yang diberikan sesuai dengan
tingkat kepentingan setiap parameter dalam mempengaruhi
tingkat penerimaan konsumen yang dievaluasi oleh panelis.
Pembobotan dihitung menggunakan Persamaan 9.

……………… … ….(9)

c. Menghitung nilai efektifitas (NE) dihitung menggunakan


Persamaan 10
-
………………… … ……………………………( 0)
-

Dimana :
NP = Nilai Perlakuan
Ntb = Nilai Terbaik
Ntj = Nilai Terjelek
d. Menghitung nilai produk ( NP) yang diperoleh dengan
Persamaan 11.
…………………………………………… ( 1)
e. Nilai produk dari semua parameter pada masing – masing
kelompok dijumlahkan. Parameter yang mempunyai nilai NP
tertinggi adalah kelompok terbaik dalam kelompok
parameter. Pemilihan kelompok terbaik dipilih dari kombinasi
yang memiliki nilai perlakuan (NP) tertinggi.
Form lembar penilaian tingkat kepentingan panelis
yang digunakan untuk menentukan perlakuan terbaik terlampir
pada Lampiran 3a.

56
3.6 Parameter Penelitian
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah
parameter fisik, kimia dan sensoris. Parameter fisik yang diamati
meliputi uji kekerasan dengan Penetrometer (Yuwono dan
Susanto, 2001), dan uji warna menggunakan Colour Reader
(Yuwono dan Susanto, 2001). Parameter kimia yang diamati
meliputi kadar protein menggunakan metode semimikro Kjedhal
(BSN, 1992), analisis vitamin C (Fardiaz, 1984), analisis gula
reduksi menggunakan metode Luff Scroll (Sudarmadji dkk,
1997), kadar air menggunakan metode oven (BSN, 1992) dan
kadar abu diukur dengan cara kering (BSN, 1992). Sedangkan
parameter sensoris yang diamati adalah warna, rasa, aroma,
dan tekstur dengan menggunakan uji Hedonik dengan panelis
tidak terlatih sebanyak 25 orang (Soekarto, 1985). Penentuan
perlakuan terbaik menggunakan metode indeks efektivitas
dengan cara pembobotan pada setiap parameter yang diamati
(De Garmo et al., 1984) dan analisis mikrostruktur hasil
perlakuan terbaik dan terburuk dianalisis menggunakan
Scanning electron microscopy (SEM) (Widjajasenaputra, 2010)

57
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisik Permen Susu Buah Naga


4.1.1 Kekerasan
Nilai kekerasan permen susu buah naga berkisar
antara 50.60 – 895.53 gF. Hasil analisis sidik ragam terhadap
nilai kekerasan permen susu buah naga yang terlampir pada
Lampiran 5a menunjukkan bahwa persentase penambahan
ekstrak buah naga super merah pada permen susu memberikan
pengaruh nyata terhadap tingkat kekerasan permen susu
(α=0.05). Nilai kekerasan permen susu dapat dilihat pada
Gambar 5. Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD)
terhadap kekerasan permen susu buah naga super merah yang
terlampir pada Lampiran 5b menunjukkan perlakuan tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kekerasan perlakuan dengan
penambahan 10%, 20%, 30%, dan 40% ekstrak buah naga
super merah (v/v), sedangkan perlakuan dengan penambahan
20% ekstrak buah naga super merah (v/v) menunjukkan tidak
berbeda nyata dengan penambahan 30% dan 40% ekstrak
buah naga super merah (v/v).

59
-0.078x
Gambar 5. Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah
Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Kekerasan
Permen Susu Buah Naga Super Merah

Gambar 5 memperlihatkan adanya korelasi


eksponensial negatif antara persentase penambahan ekstrak
buah naga super merah dengan kekerasan permen susu

dengan persamaan regresi y = 870.81e dengan koefisien

korelasi R2 = 0.9514. Tingkat kekerasan tertinggi terdapat pada


perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
dengan nilai kekerasan sebesar 895.53 gF dan tingkat
kekerasan terendah terdapat pada perlakuan dengan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan
nilai kekerasan sebesar 50.60 gF.
Nilai kekerasan permen susu buah naga cenderung
menurun dengan semakin banyaknya ekstrak buah naga super
60
merah yang ditambahkan pada permen susu. Nilai kekerasan
yang semakin kecil pada permen susu buah naga super merah
disebabkan oleh kadar air yang terkandung pada ekstrak buah
naga super merah. Menurut Wahyuni (2012), buah naga super
merah memiliki kandungan air yang sangat tinggi. Semakin
banyak ekstrak buah naga super merah yang ditambahkan
maka kadar air dalam bahan air akan semakin tinggi. Semakin
tinggi kadar air pada permen maka nilai kekerasan akan
semakin kecil. Menurut Miranda et al. (2011) menyatakan
bahwa penurunan kadar air berhubungan erat dengan
peningkatan kekerasan (tekstur). Kekerasan suatu bahan akan
semakin besar jika kadar air dalam bahan tersebut rendah
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Amri dkk (2015)
yang menyatakan bahwa nilai kekerasan berhubungan dengan
kadar air yang terkandung dalam permen. Semakin tinggi nilai
kadar air yang terkandung dalam permen susu maka tekstur
permen susu akan lebih lunak. Handayani (2007) berpendapat
bahwa penurunan dan peningkatan nilai kekerasan dapat
dipengaruhi oleh adanya proses pengeringan, faktor lingkungan
atau pengaruh kelembaban dan sifat bahan penyusun permen
itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi nilai kekerasan
permen adalah lama penyimpanan. Menurut Bawinto dkk
(2015), lama penyimpanan mempengaruhi kadar air bahan
pangan. Dimana semakin lama waktu penyimpanan maka
jumlah kadar air dari produk akan semakin menurun.

61
4.1.2 Warna Luminosity (L*)
Hasil pengamatan derajat kecerahan dari permen
susu buah naga super merah berkisar antara 22.40 – 59.37.
Hasil analisis sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 6a
menunjukkan bahwa persentase penambahan ekstrak buah
naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap
intensitas warna L* permen susu buah naga super merah (α
=0,05). Nilai intensitas warna L* permen susu buah naga super
merah dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil uji lanjut jarak
berganda duncan (UJBD) terhadap intensitas warna L* permen
susu buah naga super merah yang terlampir pada Lampiran 6b
menunjukkan perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga
super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap
intensitas warna L* perlakuan dengan penambahan 10%, 20%,
30%, dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v), sedangkan
perlakuan dengan penambahan 20% ekstrak buah naga super
merah (v/v) menunjukkan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan penambahan 30% dan 40% ekstrak buah naga super
merah (v/v).

62
Gambar 6. Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah
Naga Super Merah (v/v) dengan Warna L* Permen
Susu Buah Naga Super Merah

Gambar 6 memperlihatkan korelasi antara


persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan warna
L* permen susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan
persamaan regresi y = -0.0018x3 + 0.1509x2 – 4.077x + 59.196

dengan koefisien korelasi R2 = 0.9979. Gambar 6 juga


memperlihatkan bahwa intensitas warna L* permen susu buah
naga super merah cenderung menurun dengan semakin
banyaknya persentase ekstrak buah naga super merah yang
ditambahkan pada permen susu. Perlakuan tanpa penambahan
ekstrak buah naga super merah memiliki nilai kecerahan paling
tinggi dengan nilai L* sebesar 59.37 dan perlakuan dengan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v)

63
memiliki nilai kecerahan paling rendah dengan nilai L* sebesar
22.4. Nilai kecerahan yang tinggi pada permen tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah disebabkan tidak
adanya aktivitas betasianin yang menghasilkan warna merah
alami yang terkandung pada buah naga super merah dan warna
yang dihasilkan hanya diperoleh dari bahan baku utama yaitu
susu. Maitimu dkk (2013) menyatakan bahwa warna putih pada
susu disebabkan oleh penyebaran butiran – butiran koloid lemak
karena bahan utama yang memberi warna kekuning – kuningan
adalah karoten dan riboflavin, sehingga susu tanpa
penambahan ekstrak daun aileru berwarna putih dan
menghasilkan nilai kecerahan yang tinggi.

Menurunnya intensitas warna L* permen susu buah


naga super merah disebabkan adanya pigmen betasianin yang
menghasilkan warna merah alami yang terkandung pada buah
naga super merah. Semakin banyak ekstrak buah naga super
merah yang ditambahkan pada permen susu warna yang
dihasilkan akan semakin gelap dan keruh, sehingga nilai
intensitas warna L* permen susu buah naga super merah akan
mengalami penurunan. Farikha dkk (2013) menyatakan bahwa
karakteristik sari buah naga merah cenderung keruh. Satriyanto
dkk (2012) menambahkan bahwa kecerahan merupakan
spektrum warna dasar, penambahan warna lain pada suatu
obyek akan menurunkan nilai kecerahan. Penurunan intensitas
warna L* juga disebabkan adanya reaksi pencoklatan
64
nonenzimatis antara asam amino dan gula pereduksi selama
proses pembuatan permen yang menyebabkan warna permen
menjadi kecoklatan. Menurut Maskan (2006), penurunan nilai L*
memiliki korelasi dengan peningkatan pencoklatan (browning)
dan kerusakan pigmen pada bahan makanan. Mensah-Brown et
al. (2014) berpendapat bahwa warna gelap yang ditimbulkan
pada produk selama proses disebabkan adanya degradasi
pigmen untuk membentuk intermediary compounds (produk
antara) selama berlangsungnya reaksi pencoklatan seperti
reaksi maillard atau reaksi karamelisasi.
4.13 Warna Kemerahan/ Redness (a*)
Nilai kemerahan (a*) dari permen susu buah naga
super merah berkisar antara 11.57 – 41.33. Nilai kemerahan (a*)
yang semakin tinggi menunjukkan warna produk yang semakin
merah, begitu juga sebaliknya warna kemerahan akan semakin
kecil dengan turunnya nilai warna a*. Analisis sidik ragam yang
terlampir pada Lampiran 7a menunjukkan bahwa persentase
penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan
pengaruh yang nyata terhadap intensitas warna a* (kemerahan)
permen susu buah naga super merah (α =0,05) Nilai kemerahan
(a*) permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada
Gambar 7. Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD)
terhadap intensitas warna a* permen susu buah naga super
merah yang terlampir pada Lampiran 7b menunjukkan
perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga

65
super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai
kemerahan (a*) perlakuan dengan penambahan 10%, 20%,
30%, dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v), sedangkan
perlakuan dengan penambahan 10% ekstrak buah naga super
merah (v/v) menunjukkan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan penambahan 20% ekstrak buah naga super merah
(v/v) namun memberikan pengaruh nyata dengan perlakuan
penambahan 30% dan 40% ekstrak buah naga super merah
(v/v).

Gambar 7. Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah


Naga Super Merah (v/v) dengan Warna a* Permen
Susu Buah Naga Super Merah

Gambar 7 memperlihatkan korelasi antara


persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan warna
a* permen susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan
66
persamaan regresi y = -0.0029x3 - 0.2214x2 + 4.6779x + 12.017

dengan koefisien korelasi R2 = 0.9732. Gambar 7 juga


menunjukkan perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga
super merah memiliki nilai kemerahan (a*) terendah dengan
nilai a* sebesar 11.57 sedangkan perlakuan dengan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v)
memiliki nilai kemerahan tertinggi dengan nilai kemerahan (a*)
sebesar 41.33. Secara umum nilai intensitas kemerahan (a*)
permen susu yang ditambahkan ekstrak buah naga super
merah lebih tinggi dibandingkan dengan permen susu tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah. Nilai intensitas
kemerahan yang tinggi pada permen dengan penambahan
ekstrak buah naga super merah disebabkan ekstrak buah naga
super merah mengandung betasianin yaitu zat warna alami
yang terdapat pada buah naga super merah yang berwarna
merah dan merupakan antioksidan aktif yang dapat menangkal
radikal bebas. Wanitchang et al. (2010) menyatakan bahwa
buah naga super merah kaya akan betasianin yang merupakan
zat pewarna alami yang berwarna merah. Rebbeca et al. (2010)
menambahkan buah naga super merah memiliki senyawa aktif
betasianin yang dapat menangkal radikal bebas dan dapat
dikatakan sebagai sumber antioksidan. Kandungan betasianin
yang terkandung dalam daging buah naga merah segar sebesar
10.3 ± 0.22 mg/100 gram (Wu et al., 2006) dan 0.32 – 0,42 mg/g
(Vaillant et al., 2005).

67
Gambar 7 juga memaparkan penurunan nilai
kemerahan (a*) pada perlakuan dengan penambahan 10%
ekstrak buah naga super merah (v/v) sampai dengan perlakuan
dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah
(v/v). Penurunan nilai kemerahan (a*) disebabkan oleh lama
proses pembuatan permen susu buah naga yang berbeda.
Semakin lama proses pembuatan permen susu maka akan
semakin banyak pigmen betasianin yang mengalami kerusakan
dan terdegradasi menjadi warna lain sehingga nilai kemerahan
(a*) akan semakin menurun. Kerusakan dan degradasi menjadi
pigmen lain disebabkan kurang stabilnya pigmen betasianin
dibandingkan dengan pigmen lain seperti betaxanthin. Gokhale
and Lele (2011) berpendapat bahwa pigmen warna kuning pada
akar bit (betaxanthin) lebih stabil dibandingkan dengan
betasianin (pigmen warna merah). Menurut Kathiravan et al.
(2014) dan Chandran et al. (2012) menambahkan bahwa nilai
kemerahan (a*) yang cenderung turun disebabkan oleh
degradasi pigmen betasianin oleh pengaruh panas yang
mengakibatkan degradasi dan perubahan warna betasianin ke
coklat kekuningan dari warna merah keunguan. Pendapat
serupa juga dikemukakan oleh Herbach et al. (2004) dan
Herbach et al. (2006) yang menyatakan bahwa proses
pemanasan yang lama pada suhu tinggi mengakibatkan
betasianin mengalami dekomposisi (perubahan warna) menjadi
coklat kekuningan (cyclo-dopa 5-O-glukosida dan asam

68
betulinic) dan menurunkan kadar warna merah pada senyawa
tersebut.
4.14 Warna Kekuningan/ Yellowness (b*)
Nilai b* menunjukkan derajat kekuningan dan
kebiruan dari suatu bahan pangan. Nilai +b* yang semakin
tinggi menunjukkan warna produk yang semakin kuning dan
sebaliknya semakin kecil +b* menunjukkan nilai kekuningan
yang semakin rendah. Begitupula dengan Nilai –b* yang
semakin rendah menunjukkan warna produk yang semakin biru
dan sebaliknya semakin besar -b* menunjukkan nilai kebiruan
yang semakin rendah. Hasil pengujian derajat kekuningan-
kebiruan (b*) dari permen susu buah naga super merah berkisar
(-5.6) – 20.50. Hasil analisa sidik ragam yang terlampir pada
Lampiran 8a menunjukkan persentase penambahan ekstrak
buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata
terhadap intensitas warna b* permen susu buah naga super
merah (α =0,05) Nilai kekuningan (b*) permen susu buah naga
super merah dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil uji lanjut jarak
berganda duncan (UJBD) terhadap intensitas warna b* permen
susu buah naga super merah yang terlampir pada Lampiran 8b
memaparkan bahwa perlakuan tanpa penambahan ekstrak
buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata
terhadap intensitas b* perlakuan dengan penambahan 10%,
20%, 30%, dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v),
sedangkan perlakuan dengan penambahan 30% ekstrak buah

69
naga super merah (v/v) menunjukkan tidak berbeda nyata
dengan perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super
merah (v/v).

Gambar 8. Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah


Naga Super Merah (v/v) dengan Warna b* Permen
Susu Buah Naga Super Merah

Gambar 8 memperlihatkan korelasi antara persentase


ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan warna b* permen
susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan persamaan
regresi y = -0.0027x3 + 0.2025x2 – 4.1702x + 20.115 dengan
koefisien korelasi R2 = 0.9741. Gambar 8 juga menunjukkan
perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
memiliki nilai kekuningan +b* tertinggi dengan nilai b* sebesar
20.50 sedangkan perlakuan dengan penambahan 10% ekstrak
buah naga super merah memiliki nilai kebiruan -b* terendah
70
bahwa nilai kebiruan (-b*) sebesar -5.6. Nilai b* yang tinggi pada
permen tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
disebabkan oleh bahan utama dalam pembuatan permen susu.
Kandungan lemak yang tinggi dapat menghasilkan karoten yang
memiliki warna kekuningan. Menurut Diastari dan Agustina
(2013) menyatakan bahwa susu berwarna agak kekuning-
kuningan yang disebabkan oleh karoten. Karoten adalah pigmen
kuning utama dari lemak susu, yang apabila dimetabolisme di
dalam tubuh manusia akan membentuk dua molekul vitamin A.
Karotenoid disintesa hanya oleh tumbuhan, oleh karenanya
harus ada dalam pakan ternak perah. Banyaknya karoten dalam
susu (warna kuning) tergantung dari bangsa, spesies, individu,
umur, masa laktasi dan pakan hijauan yang dimakan oleh sapi.
Solah et al. (2007) menambahkan susu memiliki warna alami
yang tersebar pada lemak susu dan memiliki pigmen warna
seperti karotenoid dan riboflavin.
Secara umum nilai intensitas kekuningan (b*) permen
susu yang ditambahkan ekstrak buah naga super merah lebih
rendah dibandingkan dengan permen susu tanpa penambahan
ekstrak buah naga super merah. Penurunan nilai kekuningan
disebabkan pigmen karotenoid tertutup oleh pigmen betasianin
yang terkandung pada ekstrak buah naga super merah yang
memiliki warna merah keunguan sehingga warna permen
menjadi merah keungguan. Penurunan nilai kekuningan (b*)
juga disebabkan adanya pemecahan pigmen karotenoid

71
ataupun riboflavin yang terdapat pada susu sapi selama proses
pembuatan permen. Naderi et al. (2015) menyatakan bahwa
penurunan nilai b* menunjukkan hilangnya warna kuning. L* dan
b* yang menurun sebagai akibat dari pemecahan karotenoid
dan klorofil serta pembentukan pigmen coklat. Samson dkk
(2013) menambahkan bahwa pemanasan akan menyebabkan
kerusakan karotenoid sehingga menyebabkan kandungan
karatenoid mengalami penurunan. Faktor lain yang
menyebabkan penurunan nilai kekuningan (b*) adalah reaksi
karamelisasi yang menyebabkan warna permen yang dihasilkan
menjadi kecoklatan sehingga menyebabkan nilai kekuningan
mengalami penurunan. Winarno (2008) menyatakan bahwa
reaksi karamelisasi yang timbul pada saat gula dipanaskan
membentuk warna coklat.
4.2 Sifat Kimia Permen Susu Buah Naga
4.2.1 Kadar Protein
Berdasarkan hasil uji, kadar protein permen susu
buah naga super merah berkisar antara 1.49 – 1.79. Hasil
analisa sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 9a
menunjukkan persentase penambahan ekstrak buah naga super
merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar
protein permen susu buah naga super merah (α =0,05). Nilai
kadar protein permen susu buah naga super merah dapat dilihat
pada Gambar 9. Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD)
terhadap kadar protein permen susu buah naga super

72
merah yang terlampir pada Lampiran 9b menunjukkan
perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar protein
perlakuan dengan penambahan 10%, 20% dan 30% ekstrak
buah naga super merah (v/v). Namun, perlakuan tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan
memberikan pengaruh yang nyata dengan perlakuan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).

Gambar 9. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga


Super Merah (v/v) dengan Kadar Protein Permen
Susu Buah Naga Super Merah

Gambar 9 memperlihatkan korelasi antara persentase


ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan kadar protein
permen susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan
persamaan regresi y = -0.0002x3 - 0.0091x2 –0.1363x + 5.3444
73
dengan koefisien korelasi R2 = 0.9991. Gambar 9 juga
memaparkan bahwa perlakuan tanpa penambahan ekstrak
buah naga super merah memiliki kadar protein tertinggi dengan
kadar protein sebesar 11.57, sedangkan perlakuan dengan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v)
memiliki kadar protein terendah dengan kadar protein sebesar
3.67. Nilai kadar protein yang berbeda – beda disebabkan oleh
bahan baku pembuatan permen susu yang tidak seragam. Susu
yang merupakan bahan baku utama memiliki kadar protein awal
yang berbeda – beda sehingga mempengaruhi nilai akhir
protein. Saleh (2004) menyatakan bahwa kandungan protein
susu berkisar antara 3 – 5%. Penambahan buah naga super
merah juga tidak dapat meningkatkan protein pada permen susu
buah naga super merah. Hal ini disebabkan protein yang
terkandung dalam buah naga super merah sangat sedikit.
Menurut Jerônimo et al. (2015) dan Khalili et al. (2006),
kandungan protein dalam 100 gram buah naga merah berkisar
antara 0.16 – 2.27 gram.

Gambar 9 juga memperlihatkan kadar protein permen


susu yang ditambahkan ekstrak buah naga super merah jauh
lebih rendah dibandingkan dengan permen susu tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah. Hal ini
disebabkan lama proses pembuatan permen susu yang berbeda
– beda yang mengakibatkan rusaknya (denaturasi) protein yang
terdapat pada susu selama proses pengolahan. Semakin lama
74
waktu proses maka akan semakin banyak kadar protein yang
terdapat pada susu mengalami denaturasi. Menurut Akkerman
(2015), semakin lama waktu proses dengan perlakuan panas
akan meningkatkan derajat denaturasi whey protein. Hal ini juga
didukung pernyataan Swastawati dkk (2013) yang menyatakan
bahwa kadar protein dapat menurun karena adanya proses
pengolahan terutama proses pengolahan yang menggunakan
panas. Purba (2012) menambahkan bahwa pemanasan pada
0
suhu 80 – 100 C dapat merusak protein. Winarno (2008)
mendefinisikan denaturasi sebagai suatu perubahan atau
modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuartener
terhadap molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan –
ikatan kovalen. Denaturasi juga dapat diartikan suatu proses
terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam,
dan terbentuknya lipatan atau wiru molekul.
4.2.2 Gula Reduksi
Kandungan gula reduksi permen susu buah naga
super merah berkisar antara 6.12 – 44.36%. Hasil analisis sidik
ragam yang terlampir pada Lampiran 10a menunjukkan bahwa
persentase penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar gula reduksi
permen susu buah naga super merah (α =0,05). Nilai gula
reduksi permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada
Gambar 10. Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD)
terhadap gula reduksi permen susu buah naga super merah

75
yang terlampir pada Lampiran 10b menunjukkan bahwa
perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar gula reduksi
perlakuan dengan penambahan 10%, 20%, 30%, dan 40%
ekstrak buah naga super merah (v/v). Namun, perlakuan
dengan penambahan 30% ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).

Gambar 10. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga


Super Merah (v/v) dengan Gula Reduksi Permen
Susu Buah Naga Super Merah

Gambar 10 memperlihatkan adanya korelasi linear


positif antara persentase ekstrak buah naga super merah (v/v)
dengan gula reduksi dengan persamaan regresi y = 1.0425x +
6.7567 dengan koefisien koefisien korelasi R2=0.9571.
76
Persamaan tersebut memberi makna bahwa peningkatan
persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) x%, gula
reduksi meningkat sebesar 1.0425x ditambah 6.7567 dengan
nilai korelasi 0.9571 yang berarti meningkatnya gula reduksi
sebanyak 95.71% dipengaruhi oleh persentase ekstrak buah
naga super merah. Kadar gula reduksi permen susu buah naga
super merah terendah terdapat pada perlakuan permen tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah dengan kadar
gula reduksi sebesar 6.12%. Sementara perlakuan dengan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan
kadar gula reduksi sebesar 44.36% merupakan permen susu
buah naga super merah yang memiliki kadar gula reduksi
tertinggi. Kecenderungan peningkatan gula reduksi pada
permen susu buah naga super merah disebabkan kandungan
gula reduksi yang terdapat pada ekstrak buah naga super
merah. Hasil penelitian Islam et al. (2012) menyatakan bahwa
dalam ekstrak buah naga segar mengandung gula reduksi
sebesar 4,50 ± 0.04 %.
Faktor lain yang menyebabkan tingginya gula reduksi
adalah adanya proses pemanasan yang berbeda selama
pembuatan permen yang menyebabkan pemecahan sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa. Semakin lama waktu pemanasan
maka akan semakin banyak sukrosa yang terinversi menjadi
glukosa dan fruktosa. Trissanthi dan Susanto (2016)
berpendapat bahwa kadar gula reduksi sirup alang – alang yang

77
dihasilkan cenderung meningkat dengan semakin lamanya
pemanasan. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu
pemanasan maka semakin banyak gula (sukrosa) yang
terinversi menjadi glukosa dan fruktosa. Gaewchingduan and
Pengthemkeerat (2010) menambahkan bahwa peningkatan
lama pemanasan memiliki pengaruh positif terhadap gula
reduksi. Semakin lama waktu pemanasan dapat meningkatkan
proses hidrolisis yang akan meningkatkan kadar gula reduksi.
Pernyataan serupa juga dikemukakan Winarno (2008) yang
menyatakan bahwa peningkatan gula pereduksi disebabkan
selama proses pendidihan larutan sukrosa mengalami inverse
atau pemecahan sukrosa manjadi glukosa dan fruktosa akibat
pengaruh asam dan panas yang akan meningkatkan kelarutan
gula. Skema reaksi inversi atau hidrolisis sukrosa dapat dilihat
pada Gambar 11.

Gambar 11. Skema reaksi inversi atau hidrolisis sukrosa selama


pemanasan (Panpae et al., 2008)

78
4.2.3 Vitamin C
Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah
larut dalam air, mempunyai sifat asam, dan sifat pereduksi yang
kuat. Kadar vitamin C permen susu buah naga super merah
berkisar antara 0 – 27.55 mg/100 gram. Hasil analisis sidik
ragam yang terlampir pada Lampiran 11a menunjukkan bahwa
prosentse penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar vitamin C
permen susu buah naga super merah (α =0,05). Kadar vitamin
C permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada
Gambar 12.
Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD)
terhadap vitamin C permen susu buah naga super merah yang
terlampir pada Lampiran 11b memaparkan bahwa perlakuan
tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar vitamin C
perlakuan dengan penambahan 10%, 20%, 30%, dan 40%
ekstrak buah naga super merah (v/v). Namun, perlakuan
dengan penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v)
memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan
penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v).
Pengaruh yang tidak nyata juga terlihat pada perlakuan dengan
penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan
perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super
merah (v/v).

79
Gambar 12. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Kadar Vitamin C
Permen Susu Buah Naga Super Merah

Gambar 12 memperlihatkan adanya korelasi linear


positif antara persentase ekstrak buah naga super merah (v/v)
dengan kadar vitamin C permen susu dengan persamaan
regresi y = 0.6463x + 3.7167 dengan koefisien koefisien korelasi

R2=0.9227. Persamaan tersebut memberi makna bahwa


peningkatan persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) x
%, kadar vitamin C meningkat sebesar 0.6463x ditambah
3.7167 dengan nilai korelasi 0.9227 yang berarti meningkatnya
kadar vitamin C sebanyak 92.27% dipengaruhi oleh persentase
ekstrak buah naga super merah. Kadar vitamin C permen susu
buah naga super merah terendah terdapat pada perlakuan
permen tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
80
dengan kadar vitamin C sebesar 6.12 mg/100 gram. Sementara
perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super
merah (v/v) dengan kadar vitamin C sebesar 27.55 mg/100
gram merupakan permen susu buah naga super merah yang
memiliki kadar vitamin C tertinggi. Kecenderungan peningkatan
kadar vitamin C disebabkan oleh kandungan vitamin C yang
terkandung dalam bahan baku permen yaitu ekstrak buah naga
super merah. Menurut Jaafar et al. (2009) menyatakan bahwa
kandungan vitamin C yang terkandung dalam buah naga merah
per 100 gram adalah 8 - 9 mg. Islam et al. (2012)
menambahkan bahwa kandungan vitamin C yang terkandung
dalam ekstrak buah naga per 100 gram adalah 9,9 ± 0.04 mg.
Metode evaporasi menggunakan evaporator vakum
diduga juga mempengaruhi tingginya vitamin C pada permen
susu. Hal ini disebabkan pada pengolahan vakum tekanan yang
digunakan rendah sehingga suhu pengolahan juga akan rendah
sehingga mampu mengurangi tingkat kerusakan pada bahan
pangan dan mempertahankan kandungan nutrisi seperti vitamin
C pada bahan pangan yang diolah. Pantan (2012) menyatakan
bahwa pada proses pengolahan vakum nutrisi bahan pangan
akan relatif tetap dipertahankan. Bahan pangan atau sayuran
yang diolah dengan metode vakum akan dihasilkan produk
dengan kandungan zat gizi seperti protein, lemak dan vitamin
yang tetap terjaga. Astuti (2007) juga melaporkan lobak yang
dikeringkan dengan metode pengering vakum memiliki kadar

81
vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan lobak yang
dikeringkan menggunakan sinar matahari ataupun pengeringan
menggunakan oven. Hal ini disebabkan pada pengeringan
vakum tekanan yang digunakan lebih rendah daripada tekanan
udara atmosfer. Pengeringan dapat dilakukan dalam waktu yang
lebih singkat walaupun pada suhu yang lebih rendah daripada
pengeringan atmosfer. Dengan tekanan uap air dalam udara
yang lebih rendah, air pada bahan akan menguap pada suhu
yang lebih rendah.
4.2.4 Kadar Abu
Berdasarkan hasil uji, kadar abu permen susu buah
naga super merah berkisar antara 1.49 – 1.79%. Secara
keseluruhan nilai kadar abu hasil penelitian ini sudah sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 dimana
kadar abu untuk permen bukan jelly maksimal 2% (BSN, 2008).
Hasil analisa sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 12a
menunjukkan persentase penambahan ekstrak buah naga super
merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu
permen susu buah naga super merah (α =0,05). Nilai kadar abu
permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada
Gambar 13.
Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD)
terhadap kadar abu permen susu buah naga super merah yang
terlampir pada Lampiran 12b memperlihatkan bahwa perlakuan
tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah

82
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu
perlakuan dengan penambahan 20% dan 30% ekstrak buah
naga super merah (v/v). Namun, perlakuan tanpa penambahan
ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang
tidak nyata dengan perlakuan penambahan 10% dan 40%
ekstrak buah naga super merah (v/v). Pengaruh yang tidak
nyata juga diperlihatkan oleh perlakuan penambahan 20%
ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan perlakuan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).

Gambar 13. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga


Super Merah (v/v) dengan Kadar Abu Permen
Susu Buah Naga Super Merah

Gambar 13 memperlihatkan korelasi antara


persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan kadar
abu permen susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan
83
persamaan regresi y = -4E-05x 3 - 0.0022x2 –0.0194x + 1.5576

dengan koefisien korelasi R2 = 0.8361 dengan perlakuan


dengan penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v)
memiliki kadar abu terendah sebesar 1.49% dan perlakuan
dengan penambahan 20% ekstrak buah naga super merah
memiliki kadar abu (v/v) tertinggi sebesar 1.79%. Secara umum
permen susu dengan penambahan ekstrak buah naga super
merah memiliki kadar abu lebih tinggi dibandingkan dengan
permen susu tanpa penambahan ekstrak buah naga super
merah. Kadar abu yang lebih tinggi ini dipengaruhi oleh
kandungan mineral yang terdapat pada ekstrak buah naga
super merah yang ditambahkan pada pembuatan permen.
Khalili et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan mineral yang
terdapat pada buah naga merah adalah kalsium, natrium,
magnesium, fosfor, Zn, dan zat besi. Nurul and Asmah (2014)
menambahkan bahwa dalam setiap 100 gram buah naga merah
mengandung kadar abu sebanyak 0.54 – 1.19 gram.
Gambar 13 juga memperlihatkan kadar abu yang
terkandung dalam permen susu buah naga super merah
berbeda – beda (fluktuatif). Perbedaan ini disebabkan bahan
baku yang digunakan tidak seragam sehingga menyebabkan
kandungan mineral yang terkandung dalam bahan baku awal
juga berbeda – beda sehingga mempengaruhi kadar abu pada
permen susu buah naga super merah. Risky dkk (2014)
menyatakan bahwa kadar abu pada makanan dipengaruhi oleh

84
adanya kandungan mineral – mineral awal dalam bahan baku.
Semakin besar kandungan abu dalam suatu bahan makanan
menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan mineral yang
terdapat pada makanan tersebut. Buckle dkk (1987)
menambahkan bahwa kadar abu pada bahan olahan sangat
terkandung pada asal bahan baku yang digunakan.
4.2.5 Kadar Air
Berdasarkan hasil uji, kadar air permen susu buah
naga super merah berkisar antara 8.72 – 16.99%. Hasil analisa
sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 13a menunjukkan
persentase penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air permen
susu buah naga super merah (α =0,05). Nilai kadar air permen
susu buah naga super merah dapat dilihat pada Gambar 14.
Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD) terhadap kadar
air permen susu buah naga super merah yang terlampir pada
Lampiran 13b menunjukkan bahwa perlakuan tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kadar air perlakuan dengan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).
Namun, perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super
merah memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar
air perlakuan dengan dengan penambahan 10%, 20% dan 30%
ekstrak buah naga super merah (v/v).

85
Gambar 14. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Kadar Air Permen
Susu Buah Naga Super Merah

Gambar 14 memperlihatkan korelasi antara


persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan kadar
air permen susu mengikuti trend polinomial orde tiga dengan
persamaan regresi y = 0.0007x3 - 0.0399x2 + 0.4071x + 8.4872

dengan koefisien korelasi R2 = 0.9228. Gambar 14 juga


memperlihatkan bahwa perlakuan tanpa penambahan ekstrak
buah naga super merah memiliki kadar air terendah sebesar
8.72% dan perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah
naga super merah (v/v) memiliki kadar air tertinggi sebesar
16.99%. Kecenderungan permen dengan penambahan ekstrak
buah naga super merah memiliki nilai kadar air lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar air permen tanpa penambahan

86
ekstrak buah naga super merah. Kandungan air yang tinggi
dikarenakan susu dan ekstrak buah naga super merah memiliki
kandungan air yang cukup tinggi, sehingga semakin banyak
penambahan ekstrak buah naga super merah maka kandungan
air pada permen susu akan meningkat. Widodo (2002)
menyatakan bahwa kandungan air dalam susu sapi sangat
tinggi, yaitu sekitar 86.5%. Menurut Taiwan Food Industry
Develop & Research Authorities (2005) dalam Wahyuni (2010),
kandungan air yang terkandung dalam buah naga super merah
sebesar 82.5 – 83.0 g/100 gram (82.5 – 83%). Islam et al.
(2012) menambahkan kadar air yang terkandung dalam ekstrak
buah naga sebesar 87,87 – 87,93%.
Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar air
adalah tingginya gula reduksi yang terkandung pada permen
susu. Semakin tinggi gula reduksi pada suatu bahan pangan
maka semakin tinggi pula kadar air produk pangan tersebut. Hal
ini disebabkan gula reduksi mempunyai sifat mengikat dan
menyerap air yang ada dalam bahan pangan tersebut.
Sudarmadji dkk (1989) menyatakan bahwa kadar air selain
dipengaruhi oleh waktu pemasakan juga dipengaruhi oleh kadar
gula pereduksi dan kondisi lingkungan. Kadar air akan semakin
tinggi dengan semakin tingginya kandungan gula pereduksi
khususnya fruktosa. Fruktosa bersifat higroskopis, sehingga
dapat dengan mudah menyerap air. Kelembaban lingkungan
yang tinggi akan meningkatkan penyerapan uap air oleh gula

87
sehingga terjadi peningkatan kandungan kadar air dan
penurunan tekstur.
Kadar air yang dihasilkan dari penelitian ini belum
memenuhi kadar air yang ditetapkan oleh Standar Nasional
Indonesia 3547.2-2008 (BSN, 2008) yang mengisyaratkan kadar
air permen bukan jelly maksimal sebesar 7.5%. Hal ini
disebabkan karena pengecekan tingkat kematangan permen
susu yang sedikit mengalami kendala ketika pemrosesan
dilakukan secara vakum. Namun, kadar air hasil penelitian ini
sebagian ataupun semuanya masih memenuhi persyaratan jika
dibandingkan dengan hasil penelitian lain. Menurut Usman dan
Abubakar (2009) menyatakan bahwa karamel susu (permen
susu) yang berasal dari susu segar memiliki kandungan air
sebanyak 9.43%. Koswara (2009) menambahkan bahwa kadar
air pada karamel susu berkisar antara 9 – 22%.
4.3 Sifat Sensoris Permen Susu Buah Naga
4.3.1 Warna
Warna mempunyai arti dan peranan penting pada
komoditas pangan. Peranan ini sangat nyata pada tiga hal yaitu
daya tarik, tanda pengenal dan atribut mutu. Diantara sifat –
sifat produk pangan, warna merupakan faktor yang paling
menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan
disukai atau tidak disukai (Soekarto, 1990). Nilai rata – rata
sensoris terhadap penerimaan warna ditunjukkan pada Gambar

88
15 dan data uji sensoris penerimaan warna selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 14a.

Gambar 15. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga


Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata
Kesukaan Warna Permen Susu Buah Naga Super
Merah

Gambar 15 memperlihatkan korelasi antara


persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai
rata – rata kesukaan warna permen susu mengikuti trend
polinomial orde dua dengan persamaan regresi y = -0.0002x2 +
0.0149x + 4.7817 dengan koefisien korelasi R2 = 0.9418.
Gambar 15 juga memperlihatkan hasil pengujian sensoris untuk
parameter warna memiliki nilai rata – rata berkisar antara 4.76 –
5.12, yang berarti penerimaan panelis untuk parameter warna
berkisar antara netral sampai agak suka. Nilai kesukaan panelis

89
cenderung mengalami peningkatan dengan semakin banyaknya
penambahan ekstrak buah naga super merah. Nilai rata – rata
tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penambahan 40%
ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan skor sebesar 5.12,
sedangkan nilai rata – rata terendah terdapat pada perlakuan
tanpa penambahan buah naga super merah dengan skor
sebesar 4.76. Nilai rata – rata tertinggi menunjukkan sampel
yang paling disukai oleh panelis.
Kecenderungan kesukaan panelis terhadap
parameter warna disebabkan oleh warna yang dihasilkan pada
permen susu. Semakin banyak ekstrak buah naga super merah
yang ditambahkan pada pembuatan permen susu maka warna
yang dihasilkan akan semakin merah. Warna merah tersebut
disebabkan oleh kandungan betasianin yang terkandung pada
ekstrak buah naga super merah. Menurut Le Bellec et al. (2006)
dan Wybreniec et al. (2007), warna merah pada buah naga
super merah disebabkan adanya kandungan betasianin yang
merupakan pigmen warna yang larut dalam air. Semakin tinggi
kandungan betasianin maka antioksidan dalam buah akan
semakin tinggi. Selain itu, betasianin juga dapat digunakan
sebagai pewarna alami yang lebih aman bagi kesehatan.
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan warna
yang terlampir pada Lampiran 14b menunjukkan bahwa
persentase penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap parameter

90
sensoris warna pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal
ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan yang diperoleh yaitu P =
0,971. Pengaruh yang tidak nyata ini disebabkan masing –
masing panelis mempunyai tingkat kesukaan yang hampir sama
pada semua permen yang diujikan. Selain itu, panelis belum
terbiasa dan kurang suka permen dengan warna yang keruh.
Panelis lebih menyukai warna permen yang cerah dan
transparan. Hal ini didukung pernyataan Yani (2006) yang
menyatakan bahwa panelis lebih menyukai warna permen yang
cerah dan transparan.
4.3.2 Rasa
Rasa lebih banyak melibatkan indera lidah. Rasa
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai
penerimaan seseorang terhadap suatu makanan. Ada empat
rasa utama yang dapat dideteksi oleh indera perasa yaitu asin,
manis, asam, dan pahit (Meyer, 1978). Nilai rata – rata sensoris
terhadap penerimaan rasa dapat dilihat pada Gambar 16 dan
data uji sensoris penerimaan rasa selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 15a.

91
Gambar 16. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata
Kesukaan Rasa Permen Susu Buah Naga Super
Merah

Gambar 16 memperlihatkan korelasi antara


persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai
rata – rata kesukaan rasa permen susu mengikuti trend
polinomial orde tiga dengan persamaan regresi y = 5E-05x3 -

0.0043x2 + 0.0916x + 4.3086 dengan koefisien korelasi R2 =


0.6694. Gambar 16 juga menunjukkan penerimaan rasa oleh
panelis berkisar antara 4.2 (netral) sampai 5.12 (agak suka).
Kecenderungan kesukaan panelis terhadap parameter rasa
permen susu buah naga sangat fluktuatif. Pada perlakuan tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah sampai perlakuan
penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v)

92
kecenderungan kesukaan panelis semakin naik, namun pada
perlakuan penambahan 30% sampai 40% ekstrak buah naga
super merah (v/v) mengalami kecenderungan kesukaan yang
semakin turun. Penurunan dan kenaikan kesukaan panelis
disebabkan oleh selera panelis terhadap rasa permen susu
berbeda- beda.
Perlakuan penambahan 20% ekstrak buah naga
super merah (v/v) dengan nilai penerimaan panelis sebesar 5.12
merupakan sampel yang paling disukai panelis. Hal ini diduga
kombinasi rasa yang dihasilkan pada perlakuan ini masih
mengandung kedua rasa dari kedua bahan baku yang
digunakan yaitu rasa susu dan buah naga pada permen susu
dan tidak ada salah satu yang menonjol serta rasa yang
dihasilkan tidak terlalu manis dan memiliki rasa yang
menyegarkan yang sangat disukai panelis. Hal ini didukung
Wahyuni (2012), penambahan buah naga super merah pada
jumlah yang tepat akan menghasilkan rasa yang disukai panelis
karena buah naga mempunyai rasa campuran asam dan manis.
Sementara perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga
super merah (v/v) dengan nilai penerimaan panelis sebesar 4.2
merupakan sampel yang paling tidak disukai panelis. Hal ini
diduga penambahan ekstrak buah naga yang terlalu banyak
menghasilkan rasa permen buah naga yang cenderung
didominasi oleh rasa ekstrak buah naga sehingga rasa yang

93
dihasilkan sangat manis dan asam serta menghilangkan rasa
susu yang disukai oleh panelis.
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan warna
yang terlampir pada Lampiran 15b menunjukkan bahwa
persentase penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter sensoris
pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan
oleh hasil perhitungan yang diperoleh yaitu P = 0,034. Pengaruh
nyata ini disebabkan panelis dapat membedakan rasa pada
setiap sampel permen yang disajikan pada saat pengujian.
Pengujian dilanjutkan dengan uji multiple comparasion untuk
melihat perbandingan pengaruh setiap perlakuan terhadap rasa
permen susu buah naga yang dihasilkan. Nilai p pada uji
multiple comparison terhadap parameter rasa disajikan pada
Tabel 7 dan hasil uji multiple comparison terhadap parameter
rasa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15c.

94
Tabel 7. Nilai p pada Uji Multiple Comparison Antar Kelompok
Untuk Parameter Sensoris Rasa Permen Susu

Kelompok P0 P1 P2 P3 P4
P0 0.360 0.017* 0.909 0.731
P1 0.360 0.138 0.303 0.208
P2 0.017* 0.138 0.013* 0.007*
P3 0.909 0.303 0.013* 0.819
P4 0.731 0.208 0.007* 0.819

Keterangan : * terdapat perbedaan yang nyata (p < 0.05)


P0 = tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
P1 = penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v)
P2 = penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v)
P3 = penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v)
P4 = penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v)

Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan nilai


sensoris rasa pada perlakuan tanpa penambahan (P0) dengan
penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P2),
perlakuan penambahan 20% (P2) dengan perlakuan
penambahan penambahan 30% ekstrak buah naga super
merah (v/v) (P3) serta perlakuan penambahan 20% (P2) dengan
perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah
(v/v) (P4) memiliki pengaruh yang berbeda nyata. Hal ini diduga
semakin banyak ekstrak buah naga yang ditambahkan akan
memberikan rasa yang berbeda pada permen susu, sehingga
95
panelis dapat membedakan rasa permen yang disajikan pada
saat pengujian. Menurut Ratna (2004), rasa merupakan respon
lidah terhadap rangsangan yang diberikan oleh suatu makanan
yang merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
tingkat penerimaan panelis/konsumen terhadap suatu produk
makanan. Walaupun memiliki warna, aroma, penampakan, dan
tekstur yang baik, suatu produk tidak akan diterima oleh
panelis/konsuman bila rasanya tidak enak.
4.3.3 Aroma
Aroma merupakan salah satu parameter yang
menentukan rasa enak dari suatu makanan (Soekarto, 1985).
Konsumen akan menerima suatu bahan pangan jika mempunyai
aroma yang tidak menyimpang dari aroma normal. Aroma
makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan
tersebut (Winarno, 2008). Histogram penerimaan terhadap
aroma dapat dilihat pada Gambar 17 dan data uji sensoris
terhadap penerimaan aroma dapat dilihat pada Lampiran 16a.

96
Gambar 17. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata
Kesukaan Aroma Permen Susu Buah Naga Super
Merah

Gambar 17 memperlihatkan adanya korelasi linear


negatif antara persentase ekstrak buah naga super merah (v/v)
dengan nilai rata – rata kesukaan aroma dengan persamaan
regresi y = -0.0028x + 3.84 dengan koefisien koefisien korelasi

R2=0.9423. Persamaan tersebut memberi makna bahwa


peningkatan persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) x
%, nilai rata – rata kesukaan aroma panelis menurun sebesar
-0.0028x ditambah 3.84 dengan nilai korelasi 0.9423 yang
berarti nilai rata – rata kesukaan aroma menurun sebanyak
94.23% dipengaruhi oleh persentase ekstrak buah naga super
merah. Hasil uji sensoris terhadap aroma pada semua

97
perlakuan didapatkan nilai rata – rata berkisar antara 3.72
sampai 3.84 yang berarti panelis memberikan respon yang
hampir sama yaitu agak tidak suka. Nilai rata – rata tertinggi
penerimaan panelis terhadap aroma adalah perlakuan tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah dengan nilai skor
sebesar 3.84 sedangkan sampel yang tidak disukai panelis
adalah perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga
super merah (v/v) dengan nilai skor sebesar 3.72. Berdasarkan
Gambar 17, nilai kesukaan panelis terhadap parameter aroma
mengalami penurunan dengan semakin banyaknya ekstrak
buah naga super merah yang ditambahkan pada permen susu.
Penurunan disebabkan penambahan ekstrak buah naga super
merah yang terlalu banyak pada permen susu akan menutupi
aroma susu yang disukai oleh panelis dan didominasi oleh
aroma khas buah naga. Menurut Wahyuni (2012), semakin
banyak daging buah naga yang ditambahkan, maka aroma yang
dihasilkan pada jenang akan semakin langu. Hal ini juga
didukung oleh pernyataan Waladi dkk (2015) yang menyatakan
bahwa kulit dan daging buah naga merah memiliki citarasa
langu sehingga dengan semakin banyak penambahan kulit
ataupun daging buah naga merah dapat mengurangi aroma
khas susu.
Hasil uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis
terhadap penerimaan aroma yang terlampir pada Lampiran 16b
menunjukkan bahwa persentase penambahan ekstrak buah

98
naga super merah memberikan pengaruh yang tidak nyata
terhadap parameter sensoris aroma pada selang kepercayaan
95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan yang
diperoleh yaitu P = 0,996. Pengaruh yang tidak nyata
disebabkan masing – masing panelis memiliki tingkat kesukaan
yang hampir sama terhadap aroma permen susu. Menurut
Hambali (2004) dan Wahyuni (2012) yang menyatakan bahwa
aroma atau bau sendiri sukar untuk diukur sehingga biasanya
menimbulkan pendapat berlainan dalam menilai kualitas
aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan tiap orang memiliki
perbedaan penciuman meskipun mereka dapat membedakan
aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang
berlainan.
4.3.4 Tekstur
Tekstur merupakan sekelompok sifat fisik yang
ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang dapat
dirasa oleh perabaan, terkait dengan deformasi dan disintegrasi
yang diukur secara objektif oleh mata, waktu dan jarak
(Purnomo, 1995). Konsumen umumnya menilai tekstur produk
dengan cara menekan dengan jari dan penekanan selama
pengunyahan. Nilai rata – rata sensoris terhadap penerimaan
tekstur ditunjukkan pada Gambar 18 dan data uji sensoris
penerimaan tekstur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
17a.

99
Gambar 18. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata
Kesukaan Tekstur Permen Susu Buah Naga
Super Merah

Gambar 18 memperlihatkan korelasi antara


persentase ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan nilai
rata – rata kesukaan tekstur permen susu mengikuti trend
polinomial orde dua dengan persamaan regresi y = - 0.0011x 2 -

0.0023x + 4.3714 dengan koefisien korelasi R2 = 0.9037.


Gambar 18 juga menunjukkan penerimaan panelis untuk
parameter tekstur berkisar antara 2.6 (tidak suka) sampai 4.32
(netral). Sampel yang paling disukai panelis adalah
perlakuantanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
dengan skor sebesar 4.32 Sedangkan sampel yang palng tidak
disukai panelis adalah perlakuan dengan penambahan 40%

100
ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan skor sebesar 2.6.
Kecenderungan kesukaan panelis menurun dengan semakin
banyaknya ekstrak buah naga super merah yang ditambahkan
pada permen susu. Hal ini disebabkan semakin banyak ekstrak
buah naga super merah akan menghasilkan tekstur yang sangat
lembut dan lembek. Panelis lebih menyukai permen susu yang
mempunyai tekstur keras. Menurut Pramuditya dan Yuwono
(2014), Panelis lebih menyukai tekstur bahan pangan (bakso)
yang mempunyai tekstur yang lebih keras dan kurang menyukai
tekstur bahan yang lembut dan lembek.
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap tekstur yang
terlampir pada Lampiran 17b menunjukkan bahwa persentase
penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan
pengaruh yang nyata terhadap parameter sensoris tekstur pada
selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan oleh
hasil perhitungan yang diperoleh yaitu P = 0,000. Pengujian
dilanjutkan dengan uji multiple comparasion untuk melihat
perbandingan pengaruh setiap perlakuan terhadap tekstur
permen susu buah naga yang dihasilkan. Nilai p pada uji
multiple comparison terhadap parameter tekstur disajikan pada
Tabel 8 dan hasil uji multiple comparison terhadap parameter
tekstur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17c.

101
Tabel 8. Nilai p pada Uji Multiple Comparison Antar Kelompok
Untuk Parameter Sensoris Tekstur Permen Susu

Kelompok P0 P1 P2 P3 P4
P0 0.854 0.713 0.001* 0.000*
P1 0.854 0.854 0.002* 0.000*
P2 0.713 0.854 0.004* 0.000*
P3 0.001* 0.002* 0.004* 0.520
P4 0.000* 0.000* 0.000* 0.520

Keterangan : * terdapat perbedaan yang nyata (p < 0.05)


P0 = tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
P1 = penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v)
P2 = penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v)
P3 = penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v)
P4 = penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v)

Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan


bahwa nilai sensoris tekstur pada perlakuan tanpa penambahan
(P0) dengan perlakuan penambahan 10% ekstrak buah naga
super merah (v/v) (P1), perlakuan tanpa penambahan (P0)
dengan perlakuan penambahan 20% ekstrak buah naga super
merah (v/v) (P2), dan perlakuan penambahan 30% (P3) dengan
perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah
(v/v) (P4) memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata. Hal ini
disebabkan penambahan ekstrak buah naga merah yang

102
ditambahkan relatif sedikit, sehingga adanya perbedaan tekstur
produk akhir relatif kecil.

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa nilai sensoris


tekstur pada perlakuan perlakuan tanpa penambahan (P0)
dengan perlakuan penambahan 30% ekstrak buah naga super
merah (v/v) (P3), perlakuan tanpa penambahan (P0) dengan
perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah
(v/v) (P4), perlakuan penambahan 10% (P1) dengan perlakuan
penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P3),
perlakuan penambahan 10% (P1) dengan perlakuan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P4),
perlakuan penambahan 20% (P2) dengan perlakuan
penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P3)
dan perlakuan penambahan 20% (P2) dengan perlakuan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v) (P4)
memiliki pengaruh yang berbeda nyata. Pengaruh yang nyata ini
disebabkan semakin banyak penambahan ekstrak buah naga
super merah menyebabkan tekstur permen susu menjadi lembut
dan lembek. Permen yang memiliki tekstur yang lembut dan
lembek tidak disukai oleh panelis sehingga penilaian panelis
cenderung menurun pada permen yang disajikan. Hal ini juga
didukung Wahyuni (2010), panelis kurang menyukai tekstur
kembang gula (permen) jelly yang lunak dan rapuh dan panelis
lebih menyukai permen yang mempunyai tekstur yang keras
dan kompak.
103
4.4 Perbandingan Permen Susu Hasil Penelitian dengan
Penelitian Terdahulu
Perbandingan ini bertujuan untuk mengetahui metode
pengolahan yang paling baik untuk menghasilkan permen susu
dengan mutu yang baik. Perbandingan dilakukan dengan
membandingkan hasil metode pengolahan konvensional yang
mengacu pada penelitian Meylinda (2015), Himma (2015) dan
Islam et al. (2012) dengan metode pengolahan vakum
menggunakan evaporator double jacket hasil penelitian ini dan
Standar Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 (BSN, 2008).
Perbandingan hasil analisis pada penelitian ini dengan
penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 9.

104
Tabel 9. Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu

Parameter
Peneliti Kadar Kadar Protein Gula Vit. C
Abu Reduksi (mg/ 100
Air (%) (%) (%) gram)
(%)
Meylinda 9.615 - - 9.259 -
(2015)
Himma - 1.603 5.150 - -
(2015)
Islam et al 29.10 – 0.59 – - 27.42 – 2.61 –
(2012) 30.12 0.62 28.04 2.79
Hasil
Penelitian 8.95 1.49 4.74 15.52 14.04
Witoyo
(2016)
BSN Max. 7.5 Max. 2 - Max. 20 -
(2008)

Tabel 9 memaparkan bahwa nilai kadar air untuk


proses konvensional lebih tinggi dibandingkan pengolahan
menggunakan metode vakum. Hal ini dikarenakan tidak adanya
pengontrolan suhu, sehingga proses pencoklatan non enzimatis
berlangsung secara sempurna. Menurut Winarno (1994)
mekanisme dari pencoklatan pada reaksi maillard dan
karamelisasi adalah gugus karbonil gula bereaksi dengan gugus
amino menghasilkan N-glikosamin dan air, gugus glikosamin
yang tidak stabil mengalami pengaturan kembali membentuk
ketosamin dan kemudian ketosamin dapat mengalami proses
lebih lanjut yaitu memproduksi air dan redukton serta
membentuk polimer nitrogen berwarna coklat (melanoidin).
105
Walaupun memiliki kadar air yang dihasilkan dari penelitian ini
lebih rendah dibandingkan dengan kadar air permen susu
dengan pengolahan konvensional. Namun permen yang
dihasilkan dari penelitian ini belum memenuhi persyaratan kadar
air yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia 3547.2 Tahun
2008 dimana kadar air untuk permen bukan jelly maksimal
adalah 7.5%.
Tabel 9 juga memperlihatkan nilai kadar abu yang
dihasilkan dari penelitian ini (1.49%) lebih rendah jika
dibandingkan dengan penelitian Himma (2015) dan lebih tinggi
jika dibandingkan dengan penelitian Islam et al. (2012).
Perbedaan kadar abu ini disebabkan oleh bahan baku yang
digunakan. Pada penelitian Himma (2015) menggunakan bahan
baku utama yang sama yaitu susu dan buah naga super merah
sehingga hasil kadar abu yang dihasilkan tidak berbeda jauh.
Menurut Lestari (2006), kadar abu susu sapi adalah 0.7% dan
Nurul and Asmah (2014) berpendapat bahwa dalam setiap 100
gram buah naga merah mengandung kadar abu sebanyak 0.54
– 1.19 gram. Pada penelitian Islam et al. (2012) bahan baku
yang digunakan dalam pembuatan permen hanya buah naga
sehingga hasil kadar abu yang dihasilkan sangat berbeda jauh
dikarenakan hanya dipengaruhi oleh kadar abu yang berasal
dari buah naga. Nilai kadar abu hasil penelitian ini sudah
memenuhi persyaratan kadar abu yang ditetapkan Standar

106
Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 dimana kadar abu untuk
permen bukan jelly maksimal adalah 2.0%.
Standar Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 tidak
mengisyaratkan kadar protein minimal yang terkandung dalam
permen susu seperti yang terlihat pada Tabel 9. Kadar protein
hasil penelitian ini lebih rendah (4.74%) dibandingkan dengan
kadar air protein dengan pengolahan konvensional. Perbedaan
ini diduga disebabkan oleh kandungan awal protein yang
terkandung didalam susu sehingga mempengaruhi hasil akhir
kadar protein pada permen susu. Menurut Saleh (2004),
kandungan protein susu berkisar antara 3 – 5%. Selain itu, lama
pengolahan yang berbeda juga mempengaruhi tingkat
kerusakan protein. Swastawati dkk (2013) menyatakan bahwa
kadar protein dapat menurun karena adanya proses
pengolahan terutama proses pengolahan yang menggunakan
panas.
Gula reduksi merupakan salah satu parameter
penting dalam penentuan karakteristik mutu permen. Standar
Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 mengisyaratkan gula
reduksi maksimal yang terkandung dalam permen susu adalah
20% dan permen susu hasil penelitian ini masih memenuhi
standar yang telah ditetapkan seperti yang telihat pada Tabel 9.
Tabel 9 juga menunjukkan nilai gula reduksi hasil penelitian
(15.52%) lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Himma
(2015) yang memperoleh gula reduksi sebesar 9.259% dan
lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Islam et al. (2012)
107
yang memperoleh gula reduksi permen sebesar 27.42 –
28.04%. Perbedaan nilai reduksi penelitian ini dengan penelitian
Himma (2015) disebabkan oleh lama proses pembuatan permen
yang berbeda. Pada penelitian Himma (2015) lama proses
untuk membuat permen adalah 80 menit sedangkan pada
penelitian ini lama waktu pembuatan permen berkisar antara 89
– 135 menit. Semakin lama waktu pengolahan maka akan
semakin banyak gula reduksi yang terbentuk. Gaewchingduan
and Pengthemkeerat (2010) menyatakan bahwa peningkatan
lama pemanasan memiliki pengaruh positif terhadap gula
reduksi. Semakin lama waktu pemanasan dapat meningkatkan
proses hidrolisis yang akan meningkatkan kadar gula reduksi.
Sementara perbedaan penelitian ini dengan penelitian Islam et
al. (2012) terletak pada pH. Pada penelitian Islam et al. (2012),
pHnya lebih rendah (suasana asam) karena hanya berasal dari
ekstrak buah naga. Hasniarti (2012) berpendapat bahwa
tingginya gula reduksi disebabkan jumlah sari buah yang
digunakan cukup tinggi sehingga dalam kondisi pH rendah
(suasana asam) sukrosa dapat tereduksi menjadi glukosa dan
fruktosa yang disebut gula reduksi karena adanya gugus OH
bebas yang reaktif.
Menurut Tabel 9, kandungan vitamin C permen hasil
penelitian ini lebih tinggi (14.04%) dibandingkan dengan
penelitian Islam et al. (2012) yaitu sebesar 2.61-2.79%. Hasil
yang lebih tinggi disebabkan pengolahan dengan metode vakum

108
mampu mempertahankan vitamin C yang terkandung dalam
bahan baku awal selama pengolahan sehingga tidak banyak
vitamin C yang mengalami kerusakan. Pantan (2012)
menyatakan bahwa pada proses pengolahan vakum nutrisi
bahan pangan akan relatif tetap dipertahankan. Bahan pangan
atau sayuran yang diolah dengan metode vakum akan
dihasilkan produk dengan kandungan zat gizi seperti protein,
lemak dan vitamin yang tetap terjaga.
4.5 Pemilihan Perlakuan Terbaik
Penentuan perlakuan terbaik dilakukan dengan
menggunakan indeks efektivitas (De Garmo et al, 1984) yang
dilakukan dengan cara meminta pendapat 25 panelis tentang
urutan ranking dari sebelas parameter yang digunakan sesuai
dengan tingkat kepentingan panelis mengenai peranan
parameter tersebut dalam menentukan mutu permen susu.
Parameter yang digunakan meliputi parameter fisik, kimia dan
sensoris. Penilaian diurutkan dari yang kurang penting hingga
paling penting. Perlakuan dengan nilai produk (NP) tertinggi
merupakan perlakuan terbaik dan sebaliknya perlakuan dengan
nilai produk terendah merupakan merupakan perlakuan
terburuk. Nilai produk masing – masing perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 10 dan data dan hasil perhitungan perlakuan terbaik
dapat dilihat pada Lampiran 18.

109
Tabel 10. Nilai Produk Masing – Masing Perlakuan
Parameter Nilai Produk Perlakuan
P0 P1*) P2 P3
P4**)
Kekerasan 0.0964 0.0625 0.0257 0.0025 0.0000
Warna L* 0.0301 0.0070 0.0018 0.0008 0.0000
Warna a* -0.0381 0.0301 0.0205 0.0095 0.0000
Warna b* 0.0301 0.0000 0.0044 0.0090 0.0103
Protein 0.0915 0.0586 0.0663 0.0679 0.0000
Vitamin C 0.0000 0.0494 0.0636 0.0830 0.0970
Gula 0.0745 0.0562 0.0304 0.0021 0.0000
Reduksi
Kadar Air 0.0667 0.0648 0.0542 0.0665 0.0000
Kadar Abu 0.0345 0.0470 0.0000 0.0047 0.0329
Sensoris 0.0000 0.0614 0.0737 0.0859 0.0982
Warna
Sensoris 0.0249 0.0684 0.1430 0.0124 0.0000
Rasa
Sensoris 0.1079 0.0719 0.0719 1.0360 0.0000
Aroma
Sensoris 0.1000 0.0953 0.0907 0.0209 0.0000
Tekstur
Total Nilai 0.6185 0.6728 0.6462 0.4012 0.2384
*) **)
Keterangan : menunjukkan perlakuan terbaik dan
menunjukkan perlakuan terburuk

Berdasarkan Tabel 10 dan hasil perhitungan yang


terlampir pada Lampiran 18 menunjukkan perlakuan terbaik
adalah permen susu dengan penambahan 10% ekstrak buah
naga super merah (v/v) dengan nilai produk sebesar 0.6728
110
dengan nilai masing – masing parameternya sebagai berikut:
parameter fisikokimia dengan nilai kekerasan 523.17 gF, warna
L* 31.03, warna a* 41.53, warna b* -5.6, kadar protein 4.74%,
kadar vitamin C 14.04 mg/100 gram, kadar gula reduksi 15.52%,
kadar air 8.95% dan kadar abu 1.49% serta parameter sensoris
dengan nilai warna 4.96, rasa 4.64, aroma 3.80 dan tekstur
4.24. Perlakuan terbaik ini secara umum sudah sesuai dengan
persyaratan SNI permen susu. Sedangkan perlakuan terburuk
adalah permen susu dengan penambahan 40% ekstrak buah
naga super merah (v/v) dengan nilai produk sebesar 0.2384
dengan nilai masing – masing parameternya sebagai berikut:
parameter fisikokimia dengan nilai kekerasan 50.6 gF, warna L*
22.4, warna a* 28.3, warna b* 3.33, kadar protein 3.67%, kadar
vitamin C 27.55 mg/100 gram, kadar gula reduksi 44.36%, kadar
air 16.99% dan kadar abu 1.58% serta parameter sensoris
dengan nilai warna 5.08, rasa 4.20, aroma 3.72 dan tekstur
2.60.
4.6 Mikrostruktur Perlakuan Terbaik dan Terburuk
Pengamatan mikrostruktur permen susu buah naga
super merah dilakukan menggunakan Scanning Electron
Microscopy (SEM). Menurut Noor (2001) dalam Satriyanto
(2012), prinsip kerja SEM adalah apabila suatu pancaran
electron diiradiasi pada permukaan specimen, interaksi antara
pancaran dan atom – atom yang dikandung akan memberikan
bermacam – macam informasi, antara lain pengamatan

111
topografi suatu permukaan dan pengamatan struktur internal.
Sampel yang diamati meliputi sampel yang menunjukkan
perlakuan terbaik dan sampel yang menunjukkan perlakuan
terburuk dengan menggunakan metode indeks efektivitas yang
telah dijabarkan pada Poin 4.5 (Pemilihan Perlakuan Terbaik).
Gambar perbandingan mikrostruktur permen susu buah naga
super merah dari hasil perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk
dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar mikrostuktur lengkap
dengan berbagai pembesaran dapat dilihat pada Lampiran 19.

112
Keterangan : : matrik protein dan : rongga kosong
Gambar 19. Mikrostruktur Permen Susu Buah Naga Super
Merah (A) perlakuan terbaik dan (B) perlakuan
terburuk. (1) pembesaran 1500x dan (2)
pembesaran 2000x.
113
Gambar 19 memperlihatkan penyebaran matriks
protein dan globula- globula lemak pada perlakuan terbaik dan
terburuk permen susu buah naga super merah. Gambar 19 (A1)
dan (A2) memperlihatkan matrik protein lebih kompak dan
menyebar relatif merata dengan penyebaran globula – globula
lemak merata dengan ukuran dan bentuk yang seragam serta
memiliki banyak rongga kosong yang memiliki bentuk dan
ukuran yang berbeda. Menurut Aguilera dan Stanley (1999)
menyatakan bahwa tidak dapat disangkal bahwa konformasi
protein menentukan banyak fungsi. Selain dalam bentuk bulat
dan acak, koil molekul protein sering ditandai dengan
kelarutannya. Bentuk protein sering larut dan dapat berdiri
sendiri untuk membentuk elemen struktural melalui interaksi sub
unit. Satriyanto (2012) menambahkan bahwa rongga kosong
yang terbentuk diantara matriks disebabkan karena panas
memotong ikatan kovalen dan seperti ikatan hidrogen dan
ikatan hidrofobik.
Gambar 19 (B1) dan (B2) menunjukkan matrik protein
menyebar kurang merata dan tidak memiliki rongga udara
sehingga tekstur yang dihasilkan lebih halus dibandingkan
Gambar 19 (A1) dan (A2). Tidak adanya rongga udara
mengindikasikan rendahnya kandungan lemak yang terkandung
didalam permen dan tekstur yang halus diduga disebabkan oleh
kandungan air yang tinggi yang terdapat pada perlakuan
terburuk permen susu buah naga super merah. Khosrowshahi
et
114
al. (2006) menyatakan bahwa penurunan kadar air diduga akan
mengikat kadar lemak karena ruang yang ditinggalkan oleh air
akan diisi oleh globula lemak sehingga penyebaran globula
lemak lebih merata. Semakin banyak lemak yang terkandung
dalam keju olahan, maka kandungan protein yang ada didalam
keju akan semakin menurun sehingga menghasilkan keju yang
lunak.
Perbedaan dan perubahan mikrostruktur yang
dihasilkan pada perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk
permen susu buah naga super merah disebabkan lama proses
pengolahan yang berbeda. Semakin lama waktu proses
pengolahan maka akan semakin banyak kandungan gizi yang
hilang sehingga mempengaruhi mikrostruktur. Bryant et al.
(1995) berpendapat bahwa matriks protein dengan globula
lemak secara langsung tersebar dalam jaringan protein. Struktur
jaringan ini menentukan tekstur dan dipengaruhi oleh komposisi,
proses pengolahan, proteolysis selama penyimpanan, ukuran
dan distribusi globula lemak.
Untuk mengetahui kandungan elemen yang terdapat
pada perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk permen susu
buah naga super merah menggunakan SEM EDAX. Spektrum
kandungan elemen yang terkandung dalam perlakuan terbaik
dan perlakuan terburuk permen susu buah naga super merah
dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21. Nilai Kuantitatif
kandungan elemen perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk

115
permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada Tabel
11 dan data kandungan elemen selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 20a untuk permen perlakuan terbaik dan
Lampiran 20b untuk permen perlakuan terburuk.

Gambar 20. Spektrum Kandungan Eleman yang Terkandung


dalam Perlakuan Terbaik Permen Susu Buah
Naga Super Merah

116
Gambar 21. Spektrum Kandungan Eleman yang Terkandung
dalam Perlakuan Terburuk Permen Susu Buah
Naga Super Merah

Tabel 11. Nilai Kuantitatif Spektrum (ditampilkan dalam % Berat)

Nama Elemen
Spektrum
C O Cl K Ca
Perlakuan 51.418 47.704 0.220 0.376 0.281
Terbaik
Perlakuan 43.087 56.503 0.147 0.263 0.000
Terburuk

Berdasarkan Gambar 20 dan Gambar 21 serta Tabel


11 menunjukkan bahwa kandungan utama permen susu buah
naga baik perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk adalah C
dan O. Permen dengan perlakuan terbaik memiliki kandungan C

117
tertinggi sebesar 51.418%, O sebesar 47.704%, Cl sebesar
0.220%, K sebesar 0.376% dan Ca sebesar 0.281% sedangkan
permen dengan perlakuan terburuk memiliki kandungan O
tertinggi sebesar 56.503%, C sebesar 43.087%, Cl sebesar
0.147% dan K sebesar 0.263%. Kandungan C dan O yang tinggi
menunjukkan permen susu baik perlakuan terbaik dan
perlakuan terburuk mengandung kandungan protein. Menurut
Winarno (2008), protein merupakan sumber asam – asam
amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak
dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Kriswanto (2012)
menambahkan bahwa komposisi elemen penyusun protein
terdiri atas karbon sebesar 51-55%, hidrogen sebesar 6.5 –
7.3%, nitrogen sebesar 15.5 – 18%, oksigen sebesar 21.5-
23.5%, sulfur sebesar 0.5 – 2% dan kalium sebesar 0 – 1.5%.
Tabel 11 juga memperlihatkan bahwa selain
kandungan unsur C dan O, permen susu juga mempunyai
kandungan Ca. Pada permen susu dengan perlakuan terbaik
didapatkan kandungan Ca sebesar 0.281% sementara pada
permen perlakuan terburuk tidak mengandung Ca. Kandungan
kalsium tersebut diduga berasal dari bahan baku pembuatan
permen yaitu susu dan buah naga super merah. Menurut Alfian
(2004), susu mengandung kandungan kalsium sebesar 5.6025 –
5.7854 ppm. Legowo (2002) menambahkan kandungan unsur
mineral Ca dalam susu sebesar 1100 - 1300 mg per liter susu.
Pernyataan serupa juga dikemukakan Zamberlin et al. (2012)

118
yang menyatakan bahwa susu sapi mengandung unsur kalsium
sebanyak 107-133 mg/100 gram susu. Buckle dkk (1987) juga
melaporkan bahwa susu memiliki kandungan mineral Ca
(Kalsium) sebanyak 0.125%. Kandungan kalsium juga terdapat
pada buah naga super merah walaupun jumlahnya sangat
sedikit. Taiwan Food Industry Develop & Research Authorities
(2005) dalam Wahyuni (2010) menyatakan bahwa dalam setiap
100 gram buah naga super merah mengandung 6.3 – 8.8 mg
kalsium. Nurul and Asmah (2014) menambahkan bahwa buah
naga merah mengandung unsur Ca sebesar 1.55 - 6.72 mg/100
gram berat basah buah naga merah. Pernyataan serupa juga
dikemukakan Jerônimo et al. (2015) yang menyatakan bahwa
buah naga mengandung unsur Kalsium (Ca) sebesar 0.040
mg/100 g. Pada permen susu perlakuan terburuk tidak
ditemukan kandungan mineral Ca. Tidak adanya kandungan Ca
disebabkan oleh proses pengolahan permen yang terlalu lama.
Lewu et al. (2010) melaporkan bahwa terjadi penurunan yang
signifikan pada mineral terutama, fosfor, kalsium, kalium dan
seng pada Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan
proses pemasakan.
Tabel 11 juga memaparkan bahwa permen susu baik
perlakuan terbaik dan terburuk mengandung unsur Cl dan K.
Pada permen perlakuan terbaik mengandung unsur Cl
sebanyak 0.220% dan mengandung unsur K sebanyak 0.376%
sedangkan permen perlakuan terburuk mengandung unsur Cl

119
sebanyak 0.147% dan unsur K sebesar 0.263%. Unsur Cl dan K
diduga berasal dari bahan baku pembuatan permen yaitu susu.
Buckle dkk (1986) menyatakan bahwa susu mengandung unsur
mineral Cl sebesar 0.103% dan unsur mineral K sebesar
0.140%. Legowo (2002) menambahkan dalam setiap satu liter
susu mengandung unsur Cl sebanyak 900-1000 mg dan unsur
K sebanyak 1100-1700 mg. Hasil serupa juga dilaporkan oleh
Zamberlin et al. (2012) yang melaporkan bahwa susu sapi
mengandung unsur mineral K sebanyak 144-178 mg/ 100 gram
susu serta mengandung unsur mineral Cl sebanyak 90-106
mg/100 gram susu. Selain dari susu, unsur mineral K juga
terdapat pada buah naga super merah. Nurul and Asmah (2014)
melaporkan bahwa buah naga merah mengandung unsur K
sebesar 1528.29- 437.55 mg/100 gram berat basah buah naga
merah. Jerônimo et al. (2015) juga melaporkan bahwa buah
naga mengandung unsur mineral K sebanyak 3.090 mg/100 g.

120
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan
pengaruh yang nyata terhadap nilai kekerasan, intensitas
warna L*a*b*, kadar protein, kadar gula reduksi, kadar
vitamin C, kadar abu, kadar air, nilai sensoris warna dan nilai
sensoris tekstur permen susu buah naga super merah, tetapi
tidak berpengaruh nyata terhadap nilai sensoris rasa dan
aroma permen susu buah naga super merah.
2. Penambahan ekstrak buah naga super merah yang
menunjukkan perlakuan terbaik menggunakan metode indeks
efektivitas adalah penambahan 10% ekstrak buah naga
super merah (v/v) dengan karakteristik yang dihasilkan: nilai
kekerasan (523,17 gF), warna L* (31,03), warna a* (41,53),
warna b* (-5,6), kadar protein (4,74%), kadar vitamin C
(14,04 mg/100 gram), kadar gula reduksi (15,52%), kadar air
(8,95%) dan kadar abu (1,49%) serta nilai sensoris warna
(4,96), rasa (4,64), aroma (3,80) dan tekstur (4,24).

121
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan kualitas permen susu dengan
kandungan fisikokimia dan sensoris permen susu buah naga
super merah yang optimal disarankan untuk menambahkan
10% ekstrak buah naga super merah (v/v).
2. Perlu dikaji lebih lanjut mengenai umur simpan permen susu
buah naga super merah sehingga penurunan mutu selama
penyimpanan dan masa kadaluarsa produk dapat ditentukan.
3. Perlu adanya pengkajian mengenai kestabilan pigmen warna
betasianin yang terkandung dalam ekstrak buah naga super
merah selama proses pengolahan berlangsung.

122
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M dan Khairurrijal. 2009. Review: Karakteristik


Nanomaterial. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi 2(1): 1
–9

Aguilera, J.M and D.W. Stanley. 1999. Microstructural


Principles of Food Processing and Engineering
Second Edition . An Aspen Publication. Gaihtersburg,
Maryland USA.

Akkerman, M. 2015. The effect of heating processes on milk


whey protein denaturation and rennet coagulation
properties. Master Thesis. Aarhus University. Aarhus
Denmark.

Alfian, Z. 2004. Penentuan Kadar Unsur Kalsium (Ca+) Pada


Susu Sapi Murni dan Susu Sapi di Pasaran Dengan
Metode Spektrofotometri Serapan Atom. Jurnal Sains
Kimia 8(1):26-28

Amri, M.N. 2015. Optimasi Karakteristik Fisik Permen Susu


Menggunakan Evaporator Vakum Double Jacket
dengan Kajian Pengendalian Suhu Berbasis Logika
Fuzzy dan Kecepatan Pengadukan. Skripsi. UB.
Malang.

Amri, M.N., B. Susilo dan Y. Hendrawan. 2015. Pengaruh


Pengendalian Suhu Berbasis Logika Fuzzy Dan
Kecepatan Pengadukan Pada Evaporator Vakum
Double Jacket Terhadap Karakteristik Fisik Permen
Susu. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis 3(2): 9-16

Andarwulan, N dan S. Koswara. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali


Press. Jakarta

123
Anggraini, N. K. 2010. Study kelayakan Tentang Perencanaan
Usaha Permen Karamel Susu (Hoppies) Kombinasi.
Skripsi. UNNES. Semarang.

Astuti, S.M. 2007. Teknik Mempertahankan Mutu Lobak


(Raphanus sativus) dengan Menggunakan Alat
Pengering Vakum. Buletin Teknik Pertanian 12 (1): 30-
34

Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan


Minuman (SNI 01-2891-1992). Badan Standarisasi
Nasional (BSN). Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Kembang Gula-Bagian 2:


Lunak (SNI 3547.2-2008). Badan Standarisasi Nasional
(BSN). Jakarta.

Bawinto, A.S., E. Mongi dan B. E. Kaseger. 2015. Analisa


Kadar Air, pH, Organoleptik, dan Kapang Pada
Produk Ikan Tuna (Thunnus sp.) Asap di Kelurahan
Girian Bawah, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal
Media Teknologi Hasil Perikanan 3(2): 55-65

Bryant, A., Z. Ustunol and J. Steffe. 1995. Texture of Cheddar


Cheese as Influenced by Fat Reduction. Journal of
Food Science 60(6):1216-1219

Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987.


Ilmu Pangan. Penerjemah oleh Hari Purnomo dan
Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Cahyono, B. 2009. Buku Terlengkap Sukses Bertanam Buah


Naga. Pustaka Mina. Jakarta.

Chandran, J., P. Nisha, R.S. Singhal, A.B. Pandhit. 2012.


Degradation of colour in beetroot (Beta vulgaris L.):
a kinetics study. J. Food Sci. Technol 51(10): 2678-
2684
124
Clark, S., M. Costello, M.A. Drake and F. Bodyfelt. 2009. The
Sensory Evaluation of Diary Products Second
Edition. Springer. Pullman- Washington DC USA

Darwin, P. 2013. Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Sinar


Ilmu. Yogyakarta.

DeMan. J.M. 1999. Principles of Food Chemistry Third


Edition. An Aspen Publication. Gaithersburg, Maryland
USA.

De Garmo, E.P., W.G. Sullivan, and J.R. Canada. 1984.


Engineering Economy Seventh Edition. Macmillan
Publishing Company. New York USA.

Diastari, I.G.A.F dan K.K. Agustina. 2013. Uji Organoleptik dan


Tingkat Keasaman Susu Sapi Kemasan yang dijual di
Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia Medicus
Veterinus 2(4):453-460

Enie, B dan Supriatna. 1993. Pembuatan Nata De Soya.


BPPIHP. Bogor.

Fardiaz, D. 1984. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi


Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Farikha, I.N., C. Anam dan E. Widowati. 2013. Pengaruh Jenis


dan Konsentrasi Bahan Penstabil Alami terhadap
Karakteristik Fisikokimia Sari Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus) Selama Penyimpanan.
Jurnal Teknosains Pangan 2(1): 30-38

Fellows, P. 2000. Food Processing Technology: Principles


and Practice Second Edition. CRC Press. Boca Raton
USA.

125
Fennema, O. W. 1997. Food Chemistry Third Edition. Marcel
Decker Inc. Newyork USA.

Gaewchingduang, S and P. Pengthemkeerati. 2010. Enhancing


efficiency for reducing sugar from cassava bagasse
by pretreatment. International Journal of
Environmental, Chemical, Ecological, Geological and
Geophysical Engineering 4(10): 477-480

Gokhale, S.V. and S.S. Lele. 2011. Dehydration of red beet


root (Beta vulgaris) by hot air drying: process
optimization and mathematical modeling. Food
Science Biotechnology 20: 955-964.

Grahatika, R. 2009. Identifikasi dan Pemeriksaan Jumlah


Total Bakteri Pada Susu Sapi di Kabupaten
Karanganyar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta

Hacisevki, A. 2009. An Overview of Ascorbic Acid


Biochemistry. Ankara Ecz. Fak. Derg 38(3): 233-255.

Halimah, A.S., B. Asmazila, A.A. Muhammad. and I.I. Isma.


2009. Keberkesanan Ekstrak Hylocereus polyrhizus
Merendahkan Lipid Serum dan Aras MDA-TBAR Hati
Tikus Teraruh Hiperkolesterolemia. Sains Malaysiana
38(2): 271-279.

Hambali, E. 2004. Membuat Aneka Olahan Rumput Laut.


Penebar Swadaya . Jakarta.

Handayani, E. 2007. Pembuatan Karamel dari Susu Sapi


(Kemasan) dan Karakteristik Fisik Serta pHnya.
Skripsi. IPB. Bogor

Handayani, R., L.B. Kardono dan L. Wijayanri. 2011. Pengaruh


Tingkat Subtitusi Margarin dengan Virgin Coconut

126
Oil dan Jenis Penstabil Terhadap Mutu Es Krim
Lupin. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 5(1) : 115-135

Hardiyanti, N., E. J. Kining, F. Ahmad dan N. M. Ningsih. 2009.


Warna Alami. Jurusan Geografi. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri
Makassar.

Hardjadinata, S. 2010. Budidaya Buah Naga Super Red


secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hasniarti. 2012. Studi Pembuatan Permen Buah Dengen


(Dillenia serrata Thumb.). Skripsi. UNHAS. Makassar.

Himma, M.F. 2015. Pengaruh Penambahan Buah Naga Super


Merah (Hylocereus costaricensis) terhadap Kadar
Protein, Lemak, Abu, Karbohidrat dan Serat pada
Karamel Susu. Skripsi. UB. Malang.

Herbach, K.M., F.C. Stintzing, and R. Carle. 2004. Thermal


degradation of betacyanins in juices from purple
pitaya [Hylocereus polyrhizus (Weber) Britton &
Rose] monitored by high-performance liquid
chromatography–tandem mass spectometric
analyses. European Food Research and Technology
219(4): 377–385.

Herbach, K.M., F.C. Stintzing, and R. Carle. 2006. Betalain


Stability and Degradation-Structural and Chromatic
Aspects. Journal of Food Science 71(4): R41-50.

Impoco, G., N. Fuca, L. Tuminello and G.Licitra. 2012.


Quantitative Image Analysis of Food Microstructure
In Mendez- Vilas (ed). 2012. Current Microscopy
Contributions to Advances in Science and Technology
Volume 2. Formatex Research Centre. Barcelona, Spain.

127
Islam, M.Z., M.T.H. Khan, M.M. Hoque and M.M. Rahman.
2012. Studies on the Processing and Preservation of
Dragon Fruit (Hylocereus undatus) Jelly. The
Agriculturits 10(2): 29-35

Jaafar, R.A., A.R.B.A. Rahman, N.Z.C. Mahmod and R.


Vasudevan. 2009. Proximate Analysis of Dragon Fruit
(Hylecereus polyhizus). Am. J. Applied Sci. 6(7): 1341-
1346.

Jerônimo, M. C., J.V.C. Orsine, K.K. Borges and M.R.C.G.


Novaes. 2015. Chemical and Physical-Chemical
Properties, Antioxidant Activity and Fatty Acids
Profile of Red Pitaya [Hylocereus Undatus (Haw.)
Britton & Rose] Grown In Brazil. J Drug Metab. Toxicol
6(4): 1-6.

Joharman, T. 2006. Studi Pengaruh Suhu dan Lama


Evaporasi pada Proses Pemekatan Gelatin. Skripsi.
IPB. Bogor.

Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono. 1988. Pedoman Uji


Inderawi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU)
Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kathiravan, T., S. Nadanasabapathi and R. Kumar. 2014.


Standardization of process condition in batch
thermal pasteurization and its effect on antioxidant,
pigment and microbial inactivation of Ready to Drink
(RTD) beetroot (Beta vulgaris L.) juice. International
Food Research Journal 21(4): 1305-1312

Khalili, R.M.A., A.H. Norhayati, M.Y. Rokiah, R. Asmah, M.T.M.


Nasir and M.S. Muskinah. 2006. Proximate
composition and selected mineral determination in
organically grown red pitaya (Hylocereus sp.). J.
Trop. Agric. and Fd.Sc 34(2): 269-275.

128
Khosrowshahi, A. Madadlou, M.E.Z. Mousavi and Z. Emam-
Djomeh. 2006. Monitoring the Chemical and Textural
Changes During Ripening of Iranian White Cheese
Made with Different Concentrations of Starter.
Journal of Diary Science 89(9): 3318-3325

Kitinoja, L dan A.A. Kader. 2003. Praktik-praktik Penanganan


Pascapanen Skala Kecil: Manual untuk Produk
Hortikultura Edisi ke 4. Terjemahan I Made S. Utama.
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
Denpasar, Bali.

Koswara, S. 2009. E-Book Teknologi Pembuatan Permen.


Ebookpangan.com

Kristanto, D. 2003. Buah Naga: Pembudidayaan di Pot dan di


Kebun. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kriswanto, E.W. 2012. Protein. Diktat Mata Kuliah Gizi


Olahraga. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Lawless, H.T and H. Heymann. 1998. Sensory Evaluation of


Food : Principles and Practices. Chapman & Hall.
Newyork USA.

Le Bellec, F., F. Vaillant, and E. Imbert. 2006. Pitaya


(Hylocereus spp.): a new crop, a market with a future.
Fruits 61(4): 237–250.

Legowo, A.M. 2002. Sifat Kimiawi, Fisik dan Mikrobiologi


Susu. Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Lehninger, A.L. 1993. Dasar – Dasar Biokimia Jilid I.


Terjemahan Maggy Thenawijaya. Penerbit Erlangga.
Jakarta.

129
Lesmana, N.S., T.I.P. Suseno dan N. Kusumawati. 2008.
Pengaruh Penambahan Kalsium Karbonat sebagai
Fortifikan Kalsium Terhadap Sifat Fisikokimia dan
Organoleptik Permen Jeli Susu. Jurnal Teknologi
Pangan dan Gizi 7(1): 28-39

Lestari, T.D. 2006. Laktasi Pada Sapi Perah Sebagai Lanjutan


Proses Reproduksi. Fakultas Peternakan Universitas
Padjajaran. Jatinangor.

Lewu, M.N., P.O. Adebola, and A.J. Afolayan. 2010. Effect


cooking on the mineral contents and anti-nutrional
factor in seven accessions of Colocasia esculenta
(L.) schott growing in South Africa. Journal of Food
Composition and Analysis 23:398-393

Lim, M. 2012. Pembuatan N-Butyl Asetat Dari Asam Asetat


dan Butadiene dengan Kapasitas 7.000 ton/tahun.
Skripsi. USU. Medan.

Maitimu,C.V., A.M. Legowo dan A.N. Al-Baarri. 2013.


Karakteristik Mikrobiologis, Kimia, Fisik Dan
Organoleptik Susu Pasteurisasi dengan
Penambahan Ekstrak Daun Aileru (Wrightia
Calycina) Selama Penyimpanan. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan 2(1): 18-29.

Maskan, M. 2006. Production of pomegranate (Punica


granatum L.) juice concentraten by various heating
methods: colour degradation and kinetics. Journal of
Food Engineering 72: 218-224

Mensah- Brown, H., E.O. Afoakwa and M. Hinneh. 2014.


The
Influence of Blanching, Anti-Browning Agent and
Processing Time on Some Physico-Chemical
Properties and Appearance of Green Peppers
(Capsicum Sinensis) during Canning. African Journal
130
of Food, Agriculture, Nutrition and Development 14(3):
8848-8871

Meyer, L.H. 1978. Food Chemistry. The AVI Publ. Comp. Inc.
Westport, Connecticut USA.

Meylinda, M. 2015. Pengaruh Penambahan Buah Naga Super


Merah (Hylocereus costaricensis) terhadap Aktivitas
Air (Aw), Kadar Air, Gula Reduksi dan Aktivitas
Antioksidan pada Karamel Susu. Skripsi. UB. Malang.

Miranda, G., A. Berma, R. Gonzales and A. Mulet. 2011.


Evolution of Moisture Content and Texture During
Storage of Dried Apricots. The 11th International
Congress on Engineering and Food Papers. Athens,
Greece.

Muhlisin, A., Y. Hendrawan, dan R. Yulianingsih. 2015. Uji


Performansi dan Keseimbangan Massa Evaporator
Vakum Double Jacket Tipe Water Jet dalam Proses
Pengolahan Gula Merah Tebu (Saccharum
officinarium L.). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biosistem 3(1): 24-36.

Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi


Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Naderi, B., Y. Maghsoudlou, M. Aminifar, M. Ghorbani and L.


Rashidi. 2015. Investigation on the Changes in Color
Parameters and Turbidity of Cornelian Cherry
(cornus mass L) Produced by Microwave and
Conventional Heating. Nutrition and Food Sciences
Research 2(4): 39-46

131
Nelson, D. L and M.M. Cox. 2008. Lehninger Principles of
Bochemistry 5th Edition. W.H. Freeman and Company.
New York USA.
Noor, R.R. 2001. Scanning Electron Microscop dalam

Satriyanto, B. 2012. Studi tentang Pemanfaatan Ekstrak


Buah Merah (Pandanus conoideus) Sebagai Sumber
Potensial Pigmen Alami Sosis Tenggiri
(Scomberomorus commersoni). Tesis. UB. Malang.

Nugraheni, M. 2013. Pengetahuan Bahan Pangan Hewani.


Graha Ilmu. Yogyakarta.

Nurul, S.R. and R. Asmah. 2014. Variability in nutritional


composition and phytochemical properties of red
pitaya (Hylocereus polyrhizus) from Malaysia and
Australia. International Food Research Journal 21(4):
1689-1697.

Panpae, K., W. Jaturonrusmee, W. Mingvanish, C.


Nuntiwattanawong, S. Chunwiset, K. Santudrob and S.
Triphanpitak. 2008. Minimization of Sucrose Losses
Iin Sugar Industry by pH and Temperature
Optimization. The Malaysian Journal of Analytical
Sciences 12(3): 513 – 519

Pantan, S.R. 2012. Studi Pengaruh Suhu Penggorengan


Vakum Terhadap Kualitas Cabai Kering. Skripsi.
UNHAS. Makassar.

Paramawati, R., Mardison, R.Y. Gultom, F.X. L.T. Mulyantoro


dan S. Triwahyudi. 2009. Rekayasa Prototipe Mesin
Evaporator Vakum. Jurnal Enjiniring Pertanian 8(2): 83-
91.

Petter, K. 2008. Underrutilized and Underexploited


Horticultural Crops. Vikas Surya Plaza. New Delhi.

132
Poedjiadi, A dan F.M.T. Supriyanti. 2006. Dasar – Dasar
Biokimia Edisi Revisi. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.

Pramuditya, G dan S.S.Yuwono. 2014. Penentuan Atribut


Mutu Tekstur Bakso Sebagai Syarat Dalam SNI dan
Pengaruh Lama Pemanasan Terhadap Tekstur
Bakso. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4): 200-209

Purba, M. 2012. Pembentukan Flavor Daging Unggas oleh


Proses Pemanasan dan Oksidasi Lipida. Wartazoa
24(3): 109-118

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam


Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Ranganna, S. 1986. Handbook of Analysis and Quality
Control For Fruit and Vegetable Products 2nd Edition.
Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New
Delhi.

Ratna. 2004. Pengaruh Penggunaan Air Kelapa Pada Sifat


Fisiko Kimia Permen Jelly dari Kappaphycus
alvarezii. Skripsi. IPB. Bogor

Rebecca, O.P.S., A.N. Boyce and S. Chandran. 2010. Pigment


identification and antioxidant properties of red
dragon fruit (Hylocereus polyrhizus). African Journal
of Biotechnology 9(10): 1450-1454.

Risky, I., Rostini dan E. Liviawaty. 2014. Karakteristik Biskuit


dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Jangilus
(Istiophorus sp.). Jurnal Akuatika 5(1): 30 -39

Russ, J.C. 2005. Image Analysis of Food Microstructure.


CRC Press. Boca Raton USA.

133
Salamah, E.S., Purwaningsih dan R. Kurnia. 2012. Kandungan
Mineral Remis (Corbicula javanica) Akibat Proses
Pengolahan. Jurnal Akuatika 3(1): 74 -83

Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan


Ternak. USU digital library. Medan.

Samson, E., E. T. Apituley dan D. Wakano. 2013. Analisa


Lama Waktu Pemanasan Terhadap Stabilitas Pigmen
Karatenoid Buah Pisang Tongka Langit (Musa
troglodytarum) Ukuran Panjang. Prosiding FMIPA
Universitas Pattimura: 81-87

Satriyanto, B. 2012. Studi tentang Pemanfaatan Ekstrak


Buah Merah (Pandanus conoideus) Sebagai Sumber
Potensial Pigmen Alami Sosis Tenggiri
(Scomberomorus commersoni). Tesis. UB. Malang.

Satriyanto, B., S.B. Widjanarko dan Yunianta. 2012. Stabilitas


Warna Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus)
Terhadap Pemanasan Sebagai Sumber Potensial
Pigmen Alami. Jurnal Teknologi Pertanian 13(3): 157-
168.

Sholikah, N.I. 2009. Studi Proses Pembuatan Petis Udang


dengan Evaporator Vakum Tipe Jet Air. Skripsi. UB.
Malang.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri


Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara.
Jakarta.

________.1990. Pangan Semi Basah: Keamanan dan


Potensinya dalam Gizi Masyarakat. Pusat
Pengembangan Teknologi Pangan. IPB. Bogor.

Solah, V.A., V. Staines, S. Honda and H.A. Limley. 2007.


Measurement of Milk Color and Composition: Effect
134
of Dietary Intervention on Western Australian
Holstein-Friesian Cow’s Milk Quality. Journal of Food
Science 72(8): 560-566

Stroshine, R. 1998. Physical Properties of Agricultural


Materials and Food Product. Department of
Agricultural and Biological Engineering, Perdue
University. West Lafayette, Indiana USA.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan


Makanan dan Pertanian Edisi Pertama. Liberty.
Yogyakarta.

________.1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan


dan Pertanian Edisi Keempat. Liberty. Yogyakarta.

Sugandi, E dan Sugiarto.1994. Rancangan Percobaan: Teori


dan Aplikasi. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.

Sukarman, B. Hardiantono, I. Husni, A. Roganda, E.R. Yuliastuti


dan R. Sudiaz. 2010. Pedoman Baku Budidaya
Standard Operating Procedure (SOP) Buah Naga
Red/Super Red Kabupaten Sragen. Direktorat
Budidaya Tanaman Buah, Direktorat Jendral Holtikultura,
Departemen Pertanian. Jakarta.

Sularjo. 2010. Pengaruh Perbandingan Gula Pasir dan


Daging BuahTerhadap Kualitas Permen Pepaya.
Magistra 22(74): 39 – 48.

Suryani. 1994. Pengaruh Perlakuan Fisik terhadap Kekuatan


Tekan Tempurung Biji Kemiri (Aleuritas moluccana
Willd) Dalam Wuriyandari, D. 2006. Studi Kasus Fisika
Pangan Pembuatan Acar Ketimun dalam Kemasan
Botol. Skripsi. IPB. Bogor.

Susilawati dan P.C. Dewi. 2011. Pengaruh Jenis Kemasan dan


Lama Penyimpanan terhadap Sifat Kimia,
135
Mikrobiologi dan Organoleptik Pada Karamel Susu
Kambing. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian
16(1) : 1-13

Susilorini, T.E. dan M.E. Sawitri. 2007. Produk Olahan Susu.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Suyatma. 2009. Diagram Warna Hunter (Kajian Pustaka).


Jurnal Penelitian Ilmiah Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Page 8-9.

Suyitno. 1998. Satuan Operasi. Pusat Antar Universitas (PAU)


Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Swastawati, F., T. Surti, T.W. Agustini dan P.H. Riyadi. 2013.


Karakteristik Kualitas Ikan Asap yang Diproses
Menggunakan Metode dan Jenis Ikan Berbeda. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan 2(3): 126-132

Syarief, R dan H. Halid. 1993.Teknologi Penyimpanan


Pangan. Penerbit Arcan. Jakarta.

Taiwan Food Industry Develop & Research Authorities


(TFIDRA). 2005. Report code “85-2537” Dalam
Wahyuni, R. 2010. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Super
Merah (Hylocereus costaricensis) untuk Pembuatan
Kembang Gula Jelly dan Prakiraan Biaya Produksi.
Tesis. UB. Malang.

Trissanthi, C.M dan W.H. Susanto. 2016. Pengaruh


Konsentrasi Asam Sitrat dan Lama Pemanasan
Terhadap Karakteristik Kimia dan Organoleptik Sirup
Alang-Alang (Imperata cylindrica). Jurnal Pangan dan
Agroindustri 4(1): 180-189

Usmiati, S dan Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan Susu.


Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian. Bogor
136
Vaillant, F., A. Perez, I. Davila, M. Dornier and M. Reynes. 2005.
Colorant and antioxidant properties of red-purple
pitahaya (Hylocereus sp.). Fruit 60(1): 3-12.

Wahyuni, R. 2010. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Super


Merah (Hylocereus costaricensis) untuk Pembuatan
Kembang Gula Jelly dan Prakiraan Biaya Produksi.
Tesis. UB. Malang.

________. 2012. Pemanfaatan Buah Naga Super Merah


(Hylocereus costaricensis) dalam Pembuatan Jenang
dengan Perlakuan Penambahan Daging Buah Yang
Berbeda. Jurnal Teknologi Pangan 4(1): 71-92.

Wahyuningsih, W. 2004. Analisa Strategi Pemasaran Industri


Kecil Permen Karamel Susu di Daerah Pengalengan,
Jawa Barat. Tesis. IPB. Bogor.

Waladi, V.S. Johan dan F. Hamzah. 2015. Pemanfaatan Kulit


Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus.) sebagai
Bahan Tambahan dalam Pembuatan Es Krim. Jom
Faperta 2(1): 1-11.

Walstra, P., J.T.M. Wouters and T.J. Geurts. 2006. Diary


Science and Technology Second Edition. CRC Press.
Boca Raton USA.

Wanitchang, J., A. Terdwongwarokul, P. Wanitchang and S.


Noypitak. 2010. Maturity sorting index of dragon fruit:
Hylocereus polyrhizus. Journal of Food Engineering
100(3): 409-416

Widjajasenaputra.2010. Peran Amilosa dan Beberapa Kondisi


Proses pada Karakteristik Kulit Lumpia Beras Basah.
Disertasi. UB. Malang.

Widjanarko, S.B. 1991. Biokimia Pangan. Program Pasca


Sarjana, Universitas Brawijaya. Malang.
137
Widodo, W. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Pusat
Pengembangan Bioteknologi. Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang.

Winarno, F. G. 1994. Bahan Tambahan Makanan. Gramedia.


Jakarta

________. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. M-


Brio Press. Bogor

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar


Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.

Wirakartakusumah, M.A., D. Hermanianto, dan N. Andarwulan.


1989. Prinsip Teknik Pangan. Pusat Antar Universitas
(PAU) Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wu, L.C.,H.W. Hsu, Y.C.Chen, C.C. Chiu, Y.I. Lin and J.A. Ho.
2006. Antioxidant and Antiproliferative Activities of
Red Pitaya. Food Chemistry 95: 319-327

Wybraneic, S., B. Nowak-Wydra, K. Mitka, P. Kowalski and Y.


Mizrahi. 2007. Minor Betalains in Fruit of Hylocereus
spesies. Phytochemistry 68: 251-259

Yani, H.I. 2006. Karakteristik Fisika Kimia Permen Jelly dari


Rumput Laut Eucheuma spinosum dan Eucheuma
cottonii. Skripsi. IPB. Bogor.

Yuniati, H dan E. Sahara. 2012. Komponen Bioaktif Protein


dan Lemak dalam Susu Kuda Liar. Buletin Penelitian
Kesehatan 40(2) : 66-74

Yuwono, S.S dan T. Susanto. 2001. Pengujian Sifat Fisik


Pangan. UNESA University Press. Surabaya.

Zainoldin, K.H and A.S. Baba. 2009. The Effect of Hylocereus


polyrhizus and Hylocereus undatus
on
138
Physicochemical, Proteolysis, and Antioxidant
Activity in Yogurt. World Academy of Science,
Engineering and Technology 60: 361-366

Zamberlin, S., N. Antunac, J. Havranek and D. Samarzija. 2012.


Mineral elements in Milk and Diary Products.
Mljekarstvo 62(2): 111-125

139
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lama Waktu Proses Pembuatan Permen Susu
Buah Naga

Perlakuan Lama Waktu Proses


P0 (tanpa penambahan ekstrak buah 89 Menit
naga super merah)
P1 (penambahan 10% ekstrak buah 100 menit
naga super merah (v/v))
P2 (penambahan 20% ekstrak buah 109 menit
naga super merah (v/v))
P3 (penambahan 30% ekstrak buah 125 menit
naga super merah (v/v))
P4 (penambahan 40% ekstrak buah 135 menit
naga super merah (v/v))

142
Lampiran 2a. Form Penilaian Uji Sensoris Produk Permen
Susu Buah Naga

143
Lampiran 2b. Lembar Penilaian Uji Sensoris Produk Permen Susu Buah Naga yang telah diisi oleh
Panelis

144
Lampiran 3a. Form Lembar Penilaian Tingkat Kepentingan Panelis
Lembar Penilaian Tingkat Kepentingan Panelis

Nama :
Tanggal Pengujian :
Jenis Contoh : Permen Susu Buah Naga

Berikut ini disajikan tabel parameter kimia dan sensoris, saudara


diminta mengurutkan berdasarkan tingkat kepentingan terhadap
permen susu buah naga dari yang kurang penting sampai paling
penting (urutan 1 – 11) menurut penilaian saudara.

Parameter Tingkat Kepentingan

Kekerasan

Warna (Fisik)

Kadar Protein

Kadar Vitamin C

Kadar Gula Reduksi

Kadar Air

Kadar Abu

Warna

Rasa

Aroma

Tekstur

Terima kasih atas partisipasi saudara dalam penelitian ini.

145
Lampiran 3b. Lembar Penilaian Tingkat Kepentingan Panelis yang telah diisi oleh Panelis
146
Lampiran 4. Hasil Uji Sifat Fisikokimia Permen Susu
147
Lampiran 5a. Hasil Analisa Sidik Ragam Nilai Kekerasan

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kekerasan
Source Type III Sum df Mean F Sig.
of Squares Square

Corrected 1.839E6 6 306546.804 3.932 .039


Model
Intercept 1669067.531 1 1669067.531 21.407 .002

Perlakuan 1630747.983 4 407686.996 5.229 .023

Blok 208532.841 2 104266.421 1.337 .315

Error 623750.185 8 77968.773

Total 4132098.540 15

Corrected 2463031.009 14

Total

a. R Squared = .747 (Adjusted R Squared = .557)

148
Lampiran 5b. Hasil Uji Lanjut Duncan Nilai Kekerasan

Subset
Perlakuan 1 2 Notasi

P0 895.53 B
P1 523.43 523.43 AB

P2 128.77 A

P3 69.53 A

P4 50.60 A

149
Lampiran 6a. Hasil Analisa Sidik Ragam Warna L*

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:L*
Type III Mean
Source Sum of df F Sig.
Square
Squares

Corrected 2912.761a 6 485.460 229.333 .000


Model
Intercept 15513.984 1 15513.984 7328.864 .000

Perlakuan 2912.109 4 728.027 343.923 .000

Blok .652 2 .326 .154 .860

Error 16.935 8 2.117

Total 18443.680 15

Corrected 2929.696 14

Total

a. R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .990)

150
Lampiran 6b. Hasil Uji Lanjut Duncan Warna L*

Perlakuan Subset Notasi


1 2 3
P0 59.367 C
P1 31.033 B

P2 24.633 A

P3 23.367 A

P4 22.400 A

151
Lampiran 7a. Hasil Analisa Sidik Ragam Warna a*

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:a*

Type III Mean


Source Sum of df F Sig.
Square
Squares
Corrected 1612.339a 6 268.723 31.703 .000
Model
Intercept 13674.561 1 13674.561 1613.264 .000
Perlakuan 1590.929 4 397.732 46.923 .000

Blok 21.409 2 10.705 1.263 .334

Error 67.811 8 8.476

Total 15354.710 15

Corrected
1680.149 14
Total
a. R Squared = .960 (Adjusted R Squared = .929)

152
Lampiran 7b. Hasil Uji Lanjut Duncan Warna a*

Perlakuan Subset Notasi


1 2 3 4
P0 11.567 A
P1 28.300 B

P2 32.467 32.467 BC

P3 37.300 37.300 CD

P4 41.333 D

153
Lampiran 8a. Hasil Analisa Sidik Ragam Warna b*

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:b*
Type III Mean
Source Sum of df F Sig.
Square
Squares

Corrected 1205.907a 6 200.984 91.239 .000


Model
Intercept 208.321 1 208.321 94.569 .000

Perlakuan 1203.289 4 300.822 136.562 .000

Blok 2.617 2 1.309 .594 .575

Error 17.623 8 2.203

Total 1431.850 15

Corrected 1223.529 14

Total

a. R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .975)

154
Lampiran 8b. Hasil Uji Lanjut Duncan Warna b*

Perlakuan Subset Notasi


1 2 3 4
P0 20.500 D
P1 -5.600 A

P2 -1.767 B

P3 2.167 C

P4 3.333 C

155
Lampiran 9a. Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Protein

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Kadar Protein


Type III Mean
Source Sum of df F Sig.
Square
Squares
Corrected 4.806a 6 .801 5.284 .017
Model
Intercept 332.573 1 332.573 2193.923 .000
Perlakuan 4.673 4 1.168 7.707 .008

Blok .132 2 .066 .437 .661

Error 1.213 8 .152

Total 338.592 15

Corrected
6.018 14
Total
a. R Squared = .798 (Adjusted R Squared = .647)

156
Lampiran 9b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Protein

Subset
Perlakuan Notasi
1 2
P0 5.3400 B
P1 4.7400 B

P2 4.833 B

P3 4.9133 B

P4 3.6667 A

157
Lampiran 10a. Hasil Analisa Sidik Ragam Gula Reduksi

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Gula Reduksi


Type III Mean
Source Sum of df F Sig.
Square
Squares

Corrected 3422.587a 6 570.431 34.033 .000


Model
Intercept 11431.921 1 11431.921 682.048 .000

Perlakuan 3406.669 4 851.667 50.812 .000

Blok 15.918 2 7.959 .475 .638

Error 134.089 8 16.761

Total 14988.597 15

Corrected 3556.677 14

Total

a. R Squared = .962 (Adjusted R Squared = .934)

158
Lampiran 10b. Hasil Uji Lanjut Duncan Gula Reduksi

Subset
Perlakuan Notasi
1 2 3 4
P0 6.1167 A
P1 15.5167 B

P2 28.7633 C

P3 42.2733 D

P4 44.3633 D

159
Lampiran 11a. Hasil Analisa Sidik Ragam Vitamin C

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Vitamin C
Type III Mean
Source Sum of df F Sig.
Square
Squares

Corrected 1380.005a 6 230.001 43.260 .000


Model
Intercept 4154.675 1 4154.675 781.440 .000

Perlakuan 1358.100 4 339.525 63.860 .000

Blok 21.906 2 10.953 2.060 .190

Error 42.534 8 5.317

Total 5577.214 15

Corrected 1422.539 14

Total

a. R Squared = .970 (Adjusted R Squared = .948)

160
ampiran 11b. Hasil Uji Lanjut Duncan Vitamin C

Perlakuan Subset Notasi


1 2 3
P0 0.0000 A
P1 14.0433 B

P2 18.0500 B

P3 23.5667 C

P4 27.5533 C

161
Lampiran 12a. Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Abu

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:Kadar Abu
Type III Mean
Source Sum of df F Sig.
Square
Squares

Corrected .202a 6 .034 7.956 .005


Model
Intercept 40.180 1 40.180 9483.910 .000

Perlakuan .196 4 .049 11.593 .002

Blok .006 2 .003 .681 .533

Error .034 8 .004

Total 40.416 15

Corrected .236 14

Total

a. R Squared = .856 (Adjusted R Squared = .749)

162
Lampiran 12b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu

Perlakuan Subset Notasi


1 2
P0 1.4933 A
P1 1.5700 A

P2 1.7867 B

P3 1.7567 B

P4 1.5767 A

163
Lampiran 13a. Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Air

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:Kadar Air
Type III Mean
Source Sum of df F Sig.
Square
Squares

Corrected 151.925a 6 25.321 9.256 .003


Model
Intercept 1728.925 1 1728.925 632.001 .000

Perlakuan 151.714 4 37.928 13.865 .001

Blok .211 2 .106 .039 .962

Error 21.885 8 2.736

Total 1902.736 15

Corrected 173.810 14

Total

a. R Squared = .874 (Adjusted R Squared = .780)

164
Lampiran 13b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air

Perlakuan Subset Notasi


1 2
P0 8.7233 A
P1 8.9467 A

P2 10.2667 A

P3 8.7500 A

P4 16.9933 B

165
Lampiran 14a. Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap
Parameter Warna

No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
1 5 4 5 6 4
2 4 5 5 5 5
3 5 3 6 6 6
4 2 4 4 5 5
5 2 6 3 3 3
6 4 3 4 6 3
7 4 3 4 3 3
8 1 6 7 6 6
9 4 6 6 6 6
10 7 7 7 7 7
11 6 3 5 4 6
12 2 6 6 6 6
13 4 6 5 5 5
14 5 5 5 6 7
15 7 7 5 3 6
16 6 6 5 6 6
17 5 6 5 6 5
18 6 6 6 6 6
19 7 6 4 2 4
20 6 2 6 6 4

166
No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
21 5 4 5 5 7
22 6 5 6 4 5
23 6 6 5 5 5
24 4 4 4 5 5
25 6 5 2 4 3

Total 119 124 125 126 128


Rata-rata 4.76 4.96 5 5.04 5.12

167
Lampiran 14b. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter
Sensoris Warna

Ranks

Perlakuan N Mean Rank

Warna P0 25 59.66
P1 25 63.18
P2 25 61.36
P3 25 64.90
P4 25 65.90
Total 125
Test Statisticsa,b

Warna

Chi-square .525
df 4

Asymp. Sig. .971

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

168
Lampiran 15a. Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap
Parameter Rasa

No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
1 5 4 5 6 4
2 4 5 5 5 5
3 4 4 5 3 4
4 3 4 4 5 3
5 5 6 6 3 7
6 4 6 5 4 4
7 3 5 3 4 3
8 2 4 5 5 5
9 6 4 6 6 6
10 4 6 6 3 4
11 5 5 5 5 5
12 3 2 5 6 6
13 3 3 5 4 3
14 5 4 4 3 2
15 4 6 6 3 7
16 6 6 6 6 4
17 3 6 5 6 7
18 5 4 5 4 4
19 6 6 5 4 1
20 2 4 7 5 4

169
No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
21 4 4 5 4 5
22 6 5 5 2 4
23 6 4 6 2 2
24 5 4 4 4 3
25 6 5 5 5 3

Total 109 116 128 107 105


Rata-rata 4.36 4.64 5.12 4.28 4.20

170
Lampiran 15b. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter
Sensoris Rasa

Ranks
Perlakuan N Mean Rank
Rasa P0 25 57.50
P1 25 65.86
P2 25 81.64
P3 25 56.30
P4 25 53.70
Total 125
Test Statisticsa,b

Rasa

Chi-square 10.426
df 4

Asymp. Sig. .034

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

171
Lampiran 15c. Hasil Uji Lanjut Multiple
Comparasions
Terhadap Parameter Sensoris Rasa

Multiple Comparisons

Rasa
LSD
95% Confidence
(I) (J) Mean Std. Interval
Difference Sig.
Perlakuan Perlakuan Error
(I-J) Lower Upper
Bound Bound

P1 -.320 .348 .360 -1.01 .37


P2 * .348 .017 -1.53 -.15
-.840

P0
P3 .040 .348 .909 -.65 .73
P4 .120 .348 .731 -.57 .81

P0 .320 .348 .360 -.37 1.01


P2 -.520 .348 .138 -1.21 .17

P1
P3 .360 .348 .303 -.33 1.05
P4 .440 .348 .208 -.25 1.13

*
P0 .840 .348 .017 .15 1.53
P1 .520 .348 .138 -.17 1.21

P2 *
.880
P3 .348 .013 .19 1.57
P4 * .348 .007 .27 1.65
.960
172
P0 -.040 .348 .909 -.73 .65
P1 -.360 .348 .303 -1.05 .33

P3 -.880
*
P2 .348 .013 -1.57 -.19
P4 .080 .348 .819 -.61 .77

P0 -.120 .348 .731 -.81 .57


P1 -.440 .348 .208 -1.13 .25

P4 *
-.960
P2 .348 .007 -1.65 -.27
P3 -.080 .348 .819 -.77 .61

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

173
Lampiran 16a. Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap
Parameter Aroma

No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
1 5 5 4 4 4
2 1 1 1 2 3
3 1 4 5 4 2
4 2 2 4 5 3
5 3 5 3 5 5
6 4 3 2 2 2
7 6 4 3 1 2
8 2 2 4 2 4
9 3 5 3 5 5
10 5 6 5 6 6
11 5 5 3 5 3
12 2 2 2 5 5
13 5 5 4 4 4
14 4 2 2 2 2
15 4 5 4 5 5
16 5 5 5 5 4
17 7 6 7 7 7
18 5 4 4 5 4
19 6 4 4 3 4
20 2 3 7 2 2

174
No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
21 3 3 3 3 2
22 3 3 3 3 3
23 7 4 4 2 4
24 2 3 2 3 4
25 4 4 5 5 4

Total 96 95 95 94 93
Rata-rata 3.84 3.8 3.8 3.76 3.72

175
Lampiran 16b. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter
Sensoris Aroma

Ranks

Perlakuan N Mean Rank

Aroma P0 25 64.12
P1 25 64.52
P2 25 62.56
P3 25 63.04
P4 25 60.76
Total 125
Test Statisticsa,b

Aroma

Chi-square .175
df 4

Asymp. Sig. .996

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

176
Lampiran 17a. Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap
Parameter Tekstur

No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
1 5 5 3 3 3
2 5 4 2 2 2
3 3 3 5 4 4
4 2 2 4 5 3
5 2 4 1 1 1
6 6 6 2 2 2
7 4 5 5 3 1
8 2 5 6 3 3
9 6 3 3 3 3
10 5 7 6 5 4
11 6 5 5 3 2
12 2 3 2 2 2
13 3 2 5 4 6
14 4 3 6 6 4
15 3 3 4 3 6
16 6 6 5 2 2
17 6 5 6 3 3
18 3 3 5 2 2
19 7 5 6 2 1
20 1 5 7 2 1

177
No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
21 6 5 7 3 3
22 3 4 4 3 2
23 7 5 2 1 1
24 6 3 2 2 2
25 5 5 1 3 2

Total 108 106 104 72 65


Rata-rata 4.32 4.24 4.16 2.88 2.6

178
Lampiran 17b. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter
Sensoris Tekstur

Ranks

Perlakuan N Mean Rank

Tekstur P0 25 76.84
P1 25 76.82
P2 25 73.06
P3 25 47.56
P4 25 40.72
Total 125
Test Statisticsa,b

Tekstur

Chi-square 24.044
df 4

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

179
Lampiran 17c. Hasil Uji Lanjut Multiple
Comparasions
Terhadap Parameter Sensoris Tekstur

Multiple Comparisons
Tekstur
LSD
95% Confidence
(I) (J) Mean Std. Sig. Interval
Difference
Perlakuan Perlakuan Error
(I-J) Lower Upper
Bound Bound

P1 .080 .434 .854 -.78 .94


P2 .160 .434 .713 -.70 1.02

P0 1.440
*
P3 .434 .001 .58 2.30
P4 * .434 .000 .86 2.58
1.720

P0 -.080 .434 .854 -.94 .78


P2 .080 .434 .854 -.78 .94

P1 *
1.360
P3 .434 .002 .50 2.22
P4 * .434 .000 .78 2.50
1.640

P0 -.160 .434 .713 -1.02 .70


P1 -.080 .434 .854 -.94 .78

P2 1.280
*
P3 .434 .004 .42 2.14
P4 * .434 .000 .70 2.42
1.560

P0 * .434 .001 -2.30 -.58


-1.440
P3 -1.360
*
P1 .434 .002 -2.22 -.50
180
P2 * .434 .004 -2.14 -.42
-1.280
P4 .280 .434 .520 -.58 1.14

P0 * .434 .000 -2.58 -.86


-1.720

P1 * .434 .000 -2.50 -.78


-1.640
P4 -1.560
*
P2 .434 .000 -2.42 -.70
P3 -.280 .434 .520 -1.14 .58

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

181
Lampiran 18. Analisa Perlakuan Terbaik dengan Metode De Garmo

 Rekapitulasi Data Hasil Pembobotan Panelis

Paramater
No. P
K W(F) Pr V.C GR KAI KAB SW SR SA ST

1 11 5 10 9 6 8 1 2 7 3 4
2 11 10 4 3 5 2 1 8 9 7 6

3 7 6 3 5 4 1 2 9 10 8 11

4 9 7 5 4 3 2 1 8 10 6 11

5 3 1 10 9 8 7 2 11 6 4 5

182
Paramater
No. P
K W(F) Pr V.C GR KAI KAB SW SR SA ST

6 10 4 5 11 8 9 2 3 7 6 1
7 10 7 3 2 6 4 1 5 11 8 9

8 8 9 3 7 10 2 1 5 11 4 6

9 5 4 9 10 2 3 1 8 11 7 6

10 11 7 9 8 4 1 2 10 11 6 7

11 5 4 6 7 2 3 1 9 10 11 8

12 8 7 6 5 4 3 1 2 11 10 9

183
Paramater
No. P
K W(F) Pr V.C GR KAI KAB SW SR SA ST

13 9 8 3 6 4 5 1 7 11 10 2
14 6 7 3 5 2 4 1 8 11 10 9

15 3 2 8 9 4 5 1 10 11 6 7

16 2 10 7 4 8 9 11 5 3 6 1

17 5 7 6 4 3 2 1 10 11 9 8

18 9 7 4 3 2 5 1 8 11 6 10

19 1 2 7 9 8 6 5 4 11 10 3

184
Paramater
No. P
K W(F) Pr V.C GR KAI KAB SW SR SA ST

20 3 7 8 11 6 2 1 4 10 9 5
21 7 6 5 4 3 2 1 8 10 11 9

22 1 3 10 9 8 6 7 2 11 4 5

23 8 7 4 3 2 6 1 5 11 9 10

24 5 9 2 3 4 5 1 11 10 7 8

25 1 3 11 10 7 8 9 5 6 4 2

Total 159 149 151 160 123 110 57 162 236 178 165

185
Bobot 0.096 0.090 0.092 0.097 0.075 0.067 0.035 0.098 0.143 0.108 0.100

Keterangan : SW : Sensoris Warna

No. P : Nomor Panelis SA : Sensoris Aroma

K : Kekerasan SR : Sensoris Rasa

W(F) : Warna (Fisik) ST : Sensoris Tekstur

Pr : Kadar Protein

V.C : Vitamin C

GR : Gula Reduksi

KAI : Kadar Air

KAB : Kadar Abu

186
 Nilai Perlakuan
Parameter Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
Kekerasan 779.2 523.17 245.1 69.63 50.6
Warna L* 59.37 31.03 24.63 23.37 22.4
Warna a* 11.57 41.53 37.3 32.47 28.3
Warna b* 20.5 -5.6 -1.77 2.17 3.33
Kadar Protein 5.34 4.74 4.88 4.91 3.67
Vitamin C 0.00 14.04 18.05 23.57 27.55
Gula Reduksi 6.12 15.52 28.76 43.27 44.36
Kadar Air 8.72 8.95 10.27 8.75 16.99
Kadar Abu 1.57 1.49 1.79 1.76 1.58
Sensoris Warna 4.76 4.96 5.00 5.04 5.08
Sensoris Rasa 4.36 4.64 5.12 4.28 4.20

187
Parameter Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
Sensoris Aroma 3.84 3.80 3.80 3.76 3.72
Sensoris Tekstur 4.32 4.24 4.16 2.96 2.60

Parameter Tertinggi Terendah Selisih


Kekerasan 779.2 50.6 728.6
Warna L* 59.37 22.4 36.97
Warna a* 41.53 28.3 13.23
Warna b* 20.5 -5.6 26.10
Kadar Protein 5.34 3.67 1.67
Vitamin C 27.55 0.00 27.55
Gula Reduksi 6.12 44.36 -38.24

188
Parameter Tertinggi Terendah Selisih
Kadar Air 8.72 16.99 -8.27
Kadar Abu 1.57 1.79 -0.22
Sensoris Warna 5.08 4.76 0.32
Sensoris Rasa 5.12 4.20 0.92
Sensoris Aroma 3.84 3.72 0.12
Sensoris Tekstur 4.32 2.60 1.72

 Perhitungan Nilai Efektivitas dan Nilai Produk/Perlakuan

Parameter Bobot P0 P1 P2
NE NP NE NP NE NP
Kekerasan 0.0964 1 0.0964 0.6486 0.0625 0.2670 0.0257
Warna L* 0.0301 1 0.0301 0.2334 0.0070 0.0603 0.0018

189
Parameter Bobot P0 P1 P2
NE NP NE NP NE NP
Warna a* 0.0301 -1.26455 -0.0381 1 0.0301 0.6803 0.0205
Warna b* 0.0301 1 0.0301 0 0 0.1467 0.0044
Kadar Protein 0.0915 1 0.0915 0.6407 0.0586 0.7246 0.0663
Vitamin C 0.0970 0 0 0.5096 0.0494 0.6552 0.0636
Gula Reduksi 0.0745 1 0.0745 0.7542 0.0562 0.4079 0.0304
Kadar Air 0.0667 1 0.0667 0.9722 0.0648 0.8126 0.0542
Kadar Abu 0.0345 1 0.0345 1.3636 0.0470 0 0
Sensoris Warna 0.0982 0.000 0.0000 0.6250 0.0614 0.7500 0.0737
Sensoris Rasa 0.1430 0.1739 0.0249 0.4783 0.0684 1.0000 0.1430
Sensoris Aroma 0.1079 1.000 0.1079 0.6667 0.0719 0.6667 0.0719
Sensoris Tekstur 0.1000 1.000 0.1000 0.9535 0.0953 0.9070 0.0907

Total 0.6185 0.6728 0.6462


190
Parameter Bobot P3 P4
NE NP NE NP
Kekerasan 0.0964 0.0261 0.0025 0 0
Warna L* 0.0301 0.0262 0.0008 0 0
Warna a* 0.0301 0.3152 0.0095 0 0
Warna b* 0.0301 0.2977 0.0090 0.3421 0.0103
Kadar Protein 0.0915 0.7425 0.0679 0 0
Vitamin C 0.0970 0.8555 0.0830 1 0.0970
Gula Reduksi 0.0745 0.0285 0.0021 0 0
Kadar Air 0.0667 0.9964 0.0665 0 0
Kadar Abu 0.0345 0.1364 0.9545 0.0329
Sensoris Warna 0.0982 0.8750 0.0859 1.0000 0.0982
Sensoris Rasa 0.1430 0.0870 0.0124 0.0000 0.0000

191
Parameter Bobot P3 P4
NE NP NE NP
Sensoris Aroma 0.1079 0.3333 0.0360 0.0000 0.0000
Sensoris Tekstur 0.1000 0.2093 0.0209 0.0000 0.0000

Total 0.4012 0.2384

192
Lampiran 19. Mikrostruktur Perlakuan Terbaik dan Perlakuan Terburuk Permen Susu dengan
Berbagai Pembesaran

Mikrostruktur Perlakuan Terbaik Permen Susu

Pembesaran 1000x Pembesaran 1500x Pembesaran 2000x

193
Mikrostruktur Perlakuan Terburuk Permen Susu

Pembesaran 1000x Pembesaran 1500x Pembesaran 2000x

194
195
196
79
Lampiran 20a. Detail Spektrum Permen Susu Perlakuan
Terbaik

 Electron Image

Image Width: 160.5 µm

 Acquisition conditions

Acquisition time (s) 56.0 Process time 4

Accelerating voltage (kV) 15.0

195
 Quantification Settings
Quantification method All elements (normalised)

Coating element None

 Summary results

Element Weight % Weight % σ Atomic %

Carbon 51.418 0.888 58.760


Oxygen 47.704 0.877 40.927

Chlorine 0.220 0.042 0.085

Potassium 0.376 0.048 0.132

Calcium 0.281 0.046 0.096

196
 All spectra (displaying weight %)
Name C O Cl K Ca

Spectrum 1 51.418 47.704 0.220 0.376 0.281

 All Spectra Graph (displaying weight %)

197
Lampiran 20b. Detail Spektrum Permen Susu Perlakuan
Terburuk

 Electron Image

Image Width: 1.070 mm

 Acquisition conditions

Acquisition time (s) 52.8 Process time 4

Accelerating voltage (kV) 15.0

198
 Quantification Settings
Quantification method All elements (normalised)

Coating element None

 Summary results

Element Weight % Weight % Atomic %


σ
Carbon 43.087 0.589 50.314
Oxygen 56.503 0.587 49.534

Chlorine 0.147 0.030 0.058

Potassium 0.263 0.033 0.094

199
 All spectra (displaying weight %)
Name C O Cl K

Spectrum 1 43.087 56.503 0.147 0.263

 All Spectra Graph (displaying weight %)

200

You might also like