Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Oleh :
JATMIKO EKO WITOYO
NIM 125100601111006
Oleh :
JATMIKO EKO WITOYO
NIM 125100601111006
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Pengaruh Ekstrak Buah Naga Super
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pengaruh Ekstrak Buah Naga Super
Tanggal Lulus TA :
iii
RIWAYAT HIDUP
iv
Mahasiswa Keteknikan Pertanian (HIMATETA) periode 2014-
2015. Penulis juga pernah menjadi anggota devisi acara dalam
kepanitiaan Studi Lapang Jurusan Keteknikan Pertanian tahun
2013.
Pada tahun 2015, penulis menjadi Ketua tim PKM-T
dengan judul “AUTIS” (Automatic Temperature and Moisture
Soil Control) pada Budidaya Cacing Lumbricus rubelus dengan
Media Limbah Jamur Tiram Menggunakan Fuzzy Inference
System di Desa Selorejo Kabupaten Malang yang memperoleh
pendanaan biaya dari DIKTI. Ditahun yang sama, penulis
melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Petrokimia Gresik
dengan judul “Efisiensi Pengeringan Rotary Dryer
M5601 di Pabrik ZA II PT. Petrokimia Gresik, Jawa Timur”
dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS dan
Delfian Luthfiananda, ST. Untuk menyelesaikan program sarjana
Teknik Bioproses, penulis melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Ekstrak Buah Naga Super Merah (Hylocereus
costaricensis) terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris Permen
Susu Menggunakan Evaporator Vakum Double Jacket” di
bawah bimbingan Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr dan Prof.
Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS.
v
Katakanlah: “Sekiranya lautan menjadi tinta
untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis
(ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami
datangkan tambahan sebanyak itu (pula)” (QS. Al
Kahfi: 109)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Menyatakan bahwa,
vii
JATMIKO EKO WITOYO. 125100601111006. Pengaruh
Ekstrak Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis)
terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris Permen Susu
Menggunakan Evaporator Vakum Double Jacket. Skripsi.
Pembimbing : Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr dan Prof.
Dr. Ir. Sumardi Hadi S., MS
RINGKASAN
viii
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penambahan
ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang
nyata terhadap nilai kekerasan, intensitas warna L*a*b*, kadar
protein, kadar gula reduksi, kadar vitamin C, kadar abu, kadar
air, nilai sensoris warna dan nilai sensoris tekstur permen susu
buah naga super merah. Sedangkan penambahan ekstrak buah
naga super merah memberikan pengaruh yang tidak nyata
terhadap nilai sensoris rasa dan aroma permen susu buah naga
super merah dan persentase penambahan ekstrak buah naga
yang menunjukkan perlakuan terbaik menggunakan metode
indeks efektivitas adalah 10% ekstrak buah naga super merah
(v/v) dengan karakteristik yang dihasilkan: nilai kekerasan
(523,17 gF), warna L* (31,03), warna a* (41,53), warna b* (-5,6),
kadar protein (4,74%), kadar vitamin C (14,04 mg/100 gram),
kadar gula reduksi (15,52%), kadar air (8,95%) dan kadar abu
(1,49%) serta nilai sensoris warna (4,96), rasa (4,64), aroma
(3,80) dan tekstur (4,24).
ix
JATMIKO EKO WITOYO.125100601111006. Effect of Super
Red Dragon Fruit (Hylocereus costaricensis) Extract on
Physicochemical and Sensory Properties of Milk Candy
Using Double Jacket Vacuum Evaporator. Undergraduate
Thesis. Supervisor : Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr and
Co-Supervisor : Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS
SUMMARY
xi
KATA PENGANTAR
xii
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (RISTEKDIKTI) atas
bantuan beasiswa “BIDIK MISI” selama penulis menempuh
pendidikan Strata 1 (S1).
6. Dr. Ir. J. Bambang Rahadi W., MS, Yusuf Hendrawan, STP,
M.App. Life.Sc, Ph.D dan Dr. Eng. Evi Kurniati, STP, MT
selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Keteknikan Pertanian
atas pelayanan dan bantuan yang telah diberikan selama
penulis menempuh studi.
7. Dimas Firmanda Al Riza, ST, M.Sc, Dina Wahyu Indriani,
STP, M.Sc, Rini Yulianingsih, STP, MT, Mutiara Nisa Amri,
STP, Ir. Supriyono dan Firman, ST (Depo Inovasi) atas
diskusi dan masukan yang membangun untuk penelitian ini
serta bantuan yang telah diberikan selama penelitian ini.
8. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Keteknikan Pertanian atas
ilmu yang sangat berharga dan pelayanan prima yang
diberikan kepada penulis.
9. Rekan – rekan seperjuangan di Laboratorium Teknik
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP): Alfiana,
Tryas, Indah Ratna, Nia, Riska Mega, Lukas Wahyu, Linda
Luvi, Ravendi, Putu dan kakak – kakak TEP dan TBP 2011
yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Terima kasih
atas kebersamaan dan saran yang saling menguatkan
selama penelitian yang menguras tenaga dan pikiran ini.
10. Teman – teman Kelompok PKM : Lukas Wahyu
Purwosasmitho, c.STP, Riyadhul Badiah,c.STP, Linda Luvi
Nurwindi,c.STP, Rifqi Yudho N., c.STP, Mas Faiq, STP,
Astriviana Santiari, c.STP, Prasti Eka L., c.STP, Rofiatul
Khusna, c.STP, Rahmaddian Permadi, c.STP dan Dikianur
Alvianto,c.STP atas kebersamaan, kekompakan, dan kerja
sama yang tak akan terlupakan sampai kapanpun. Ide kalian
semua sangat brilliant dan infatuate. Semoga kontribusi kita
xiii
untuk Indonesia tidak hanya melalui program ini tapi terus
mengalir dengan cara – cara yang lain.
11. Teman – Teman Jurusan Keteknikan Pertanian ’12,
Khususnya Teknik Bioproses ’12 dan Terkhusus Teknik
Bioproses ’12 Kelas K atas kebersamaan, kekompakan,dan
kekeluargaan kepada penulis selama menempuh studi.
12. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat
disebutkan satu persatu.
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
RIWAYAT HIDUP iv
HALAMAN PERUNTUKAN vi
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR vii
RINGKASAN viii
SUMMARY x
KATA PENGANTAR xii
DAFTAR ISI xv
DAFTAR TABEL xix
DAFTAR GAMBAR xx
DAFTAR LAMPIRAN xxiii
I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Batasan Masalah 4
1.6 Hipotesis 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Permen Susu 7
2.2 Bahan Baku Penyusun Permen Susu 8
xv
2.2.1 Susu 8
2.2.2 Gula 10
2.2.3 Margarin 11
2.2.4 Asam Cuka 12
2.2.5 Buah Naga Super Merah 13
2.3 Proses Pembuatan Permen Susu 16
2.4 Evaporator 18
2.5 Evaporator Vakum Sistem Double Jacket 18
2.6 Sifat Fisik Permen Susu 20
2.6.1 Kekerasan 20
2.6.2 Warna 21
2.6.3 Mikrostruktur 23
2.7 Sifat Kimia Permen Susu 26
2.7.1 Kadar Protein 26
2.7.2 Gula Reduksi 26
2.7.3 Vitamin C 27
2.7.4 Kadar Abu 30
2.7.5 Kadar Air 30
2.8 Sifat Sensoris Permen Susu 32
2.8.1 Aroma 32
2.8.2 Rasa 32
2.8.3 Tekstur 33
III. METODE PENELITIAN 35
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 35
3.2 Alat dan Bahan 35
xvi
3.2.1 Alat 35
3.2.2 Bahan 38
xvii
4.1.2 Warna Luminosity (L*) 62
4.1.3 Warna Kemerahan/ Redness (a*) 65
4.1.4 Warna Kekuningan/ Yellowness (b*) 69
4.2 Sifat Kimia Permen Susu Buah Naga 72
4.2.1 Kadar Protein 72
4.2.2 Gula Reduksi 75
4.2.3 Vitamin C 79
4.2.4 Kadar Abu 82
4.2.5 Kadar Air 85
4.3 Sifat Sensoris Permen Susu Buah Naga 88
4.3.1 Warna 88
4.3.2 Rasa 91
4.3.3 Aroma 96
4.3.4 Tekstur 99
4.4 Perbandingan Permen Susu Hasil Penelitian dengan
Penelitian Terdahulu 104
4.5 Pemilihan Perlakuan Terbaik 109
4.6 Mikrostruktur Perlakuan Terbaik dan Terburuk 111
V. KESIMPULAN DAN SARAN 121
5.1 Kesimpulan 121
5.2 Saran 122
DAFTAR PUSTAKA 123
LAMPIRAN 141
xviii
DAFTAR TABEL
xix
DAFTAR GAMBAR
Skema
reak
Nomor Teks si Halam
inver an
1 Ilustrasi Prinsip kerja SEM si
sukr 25
2 Reaksi Oksidasi Vitamin C
osa 28
3 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak sela
Buah Naga Super Merah ma 43
4 Diagram Alir Proses Pembuatan pem
Permen Susu Buah Naga anas 45
5 Grafik Hubungan antara an
Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Nilai xx
60
Kekerasan Permen Susu Buah
Naga Super Merah
6 Grafik Hubungan antara
Persentase Ekstrak Buah Naga 63
Super Merah (v/v) dengan Warna
L* Permen Susu Buah Naga
Super Merah
7 Grafik Hubungan antara 66
Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Warna
Kemerahan (a*) Permen Susu
Buah Naga Super Merah
70
8 Grafik Hubungan antara
Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Warna
Kekuningan (b*) Permen Susu
73
Buah Naga Super Merah
9 Grafik Hubungan antara
Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Kadar
76
Protein Permen Susu Buah Naga
Super Merah
10 Grafik Hubungan antara
78
Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Nilai
Gula Reduksi Permen Susu Buah
Naga Super Merah
Nomor Teks Halaman
12 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) 80
dengan Kadar Vitamin C Permen Susu
Buah Naga Super Merah
13 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) 83
dengan Kadar Abu Permen Susu Buah
Naga Super Merah
14 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) 86
dengan Kadar Air Permen Susu Buah
Naga Super Merah
15 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) 89
dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Warna
Permen Susu Buah Naga Super Merah
16 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) 92
dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Rasa
Permen Susu Buah Naga Super Merah
17 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v) 97
dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan Aroma
Permen Susu Buah Naga Super Merah
18 Grafik Hubungan antara Persentase
Ekstrak Buah Naga Super Merah (v/v)
dengan Nilai Rata – Rata Kesukaan 100
Tekstur Permen Susu Buah Naga Super
Merah
19 Mikrostruktur Permen Susu Buah Naga
Super Merah (A) perlakuan terbaik dan (B)
perlakuan terburuk. (1) pembesaran 1500x 113
dan (2) pembesaran 2000x.
xxi
Nomor Teks Halaman
20 Spektrum Kandungan Eleman yang
Terkandung dalam Perlakuan Terbaik 116
Permen Susu Buah Naga Super Merah
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
xxiii
Nomor Teks Halaman
10b Hasil Uji Lanjut Duncan Gula 159
Reduksi
11a Hasil Analisa Sidik Ragam Vitamin 160
C
11b Hasil Uji Lanjut Duncan Vitamin C 161
12a Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar 162
Abu
12b Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu 163
13a Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Air 164
13b Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air 165
14a Rekapitulasi Data Uji Sensoris 166
Terhadap Parameter Warna
14b Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap 168
Parameter Sensoris Warna
15a Rekapitulasi Data Uji Sensoris 169
Terhadap Parameter Rasa
15b Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap 171
Parameter Sensoris Rasa
15c Hasil Uji Lanjut Multiple 172
Comparasions Terhadap Parameter
Sensoris Rasa
16a Rekapitulasi Data Uji Sensoris 174
Terhadap Parameter Aroma
16b Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap 176
Parameter Sensoris Aroma
17a Rekapitulasi Data Uji Sensoris 177
Terhadap Parameter Tekstur
17b Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap 179
Parameter Sensoris Tekstur
17c Hasil Uji Lanjut Multiple 180
Comparasions Terhadap Parameter
Sensoris Tekstur
18 Analisa Perlakuan Terbaik dengan 182
Metode De Garmo
xxiv
Nomor Teks Halaman
19 Mikrostruktur Perlakuan Terbaik dan 193
Perlakuan Terburuk Permen Susu
dengan Berbagai Pembesaran
20a Detail Spektrum Permen Susu 195
Perlakuan Terbaik
20b Detail Spektrum Permen Susu 198
Perlakuan Terburuk
xxv
I. PENDAHULUAN
1
sehingga perlu dilakukan subtitusi dengan bahan lain seperti
ekstrak buah naga super merah agar dapat meningkatkan nilai
gizi dan cita rasa pada permen susu.
Pemilihan buah naga super merah dalam pembuatan
permen susu dikarenakan buah naga memiliki kandungan gizi
yang beragam dan bermanfaat bagi kesehatan. Buah naga
merupakan buah yang kaya akan serat, vitamin C, dan mineral.
Secara umum nilai gizi per 100 gram buah naga terdiri atas 0.68
gram abu, 0.61 gram lemak, 0.9 gram serat, 36.1 mg fosfat,
0.012 g karoten, 0.222 gram protein, 83 gram air, 8.8 mg
kalsium, 0.045 mg riboflavin, 0.43 mg niasin dan 9 mg vitamin
C. Buah naga juga kaya akan phytoalbumin yang berfungsi
sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas (Zainoldin
and Baba, 2009). Selain itu, buah naga super merah
mengandung zat warna alami betasianin yang cukup tinggi.
Betasianin merupakan zat warna yang berperan memberikan
warna merah dan merupakan golongan betalain yang
berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat
dijadikan alternatif pewarna alami yang lebih aman bagi
kesehatan (Wybraniec et al., 2007).
Permasalahan lain yang ditimbulkan pada proses
pembuatan permen secara tradisional adalah proses
pemanasan yang tidak terkontrol sehingga menyebabkan
menurunnya nilai gizi dan mutu sensoris pada permen. Oleh
2
karena itu diperlukan teknologi pembuatan permen untuk
menghasilkan permen dengan nilai gizi yang lebih baik. Salah
satu teknologi yang umum digunakan adalah teknologi vakum
dengan menggunakan evaporator vakum. Prinsip kerja dari
evaporator vakum adalah mengkondisikan proses penguapan
terjadi pada tekanan dibawah 1 atm dan berlangsung pada
kondisi suhu rendah, sehingga kerusakan yang disebabkan oleh
suhu dapat dikurangi. Keunggulan lain dari evaporator vakum
yaitu dapat mempertahankan kualitas bahan pertanian yang
sensitif terhadap panas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan
sebelumnya maka didapat rumusan masalah dari penelitian ini
adalah Bagaimana pengaruh penambahan ekstrak buah naga
super merah terhadap sifat fisikokimia dan sensoris permen
susu?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak buah
naga super merah terhadap sifat fisikokimia dan sensoris
permen susu.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
3
1. Bagi masyarakat : Memberikan informasi mengenai proses
pembuatan permen susu buah naga menggunakan
evaporator vakum dan diharapkan dapat memperbaiki
kualitas produk permen susu yang dibuat dalam industri kecil
menengah.
2. Bagi peneliti
a. Mengetahui pengaruh variasi penambahan ekstrak buah
naga terhadap sifat fisikokimia dan sensoris permen susu.
b. Mengetahui persentase penambahan estrak buah naga
super merah yang menunjukkan perlakuan terbaik
terhadap sifat fisikokimia dan sensoris permen susu.
3. Bagi peneliti selanjutnya : Penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan acuan yang dapat dipertanggung jawabkan
apabila mengadakan pengembangan penelitian yang
sejenis.
1.5 Batasan Masalah
Agar pembahasan masalah ini tidak terlalu melebar jauh
dan terarah dengan benar maka perlu dilakukan pembatasan
masalah sebagai berikut :
1. Skala penelitian yang digunakan adalah skala laboratorium.
2. Model pengendalian kontrol pada fluida transmisi
menggunakan metode Fuzzy.
3. Tidak membahas perancangan fuzzy logic control (FLC).
4
4. Tidak menghitung analisis biaya, neraca energi dan neraca
massa.
1.6 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah variasi
penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan
pengaruh yang nyata terhadap karakteristik fisikokimia dan
sensoris permen susu buah naga super merah.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
8
Tabel 1. Syarat Mutu Permen Susu
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
(sesuai label)
2 Kadar Air % fraksi Maks. 7,5
massa
3 Kadar Abu % fraksi Maks. 2,0
massa
4 Gula reduksi (dihitung % fraksi Maks. 20,0
sebagai gula inversi) massa
5 Sakarosa % fraksi Min. 35,0
massa
6 Cemaran Logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0
6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
6.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
7 Cemaran Arsen mg/kg Maks. 1,0
8 Cemaran mikroba
8.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 5 x 102
8.2 Bakteri caliform APM/g Maks. 20
8.3 E. coli APM/g <3
8.4 Staphylococcus aerus koloni/g Maks. 1 x 102
8.5 Salmonella Negatif/ 25 g
8.6 Kapang/khamir koloni/g Maks. 1 x 102
Sumber : BSN (2008)
9
Tabel 2. Komposisi Kandungan Susu Sapi
Komposisi Susu Persentase (%)
Protein 3,3
Laktosa 4,8
Lemak 3,8
Mineral 0,71
Asam Organik* 0,17
Total Solid 12,8
10
sebagai pengawet. Kandungan gizi pada gula pasir per 100
gram dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Zat Gizi Pada Gula Pasir per 100 gram
Zat Gizi Kandungan
2.2.3 Margarin
Margarin merupakan salah satu produk pangan hasil
olahan dari minyak. Margarin termasuk jenis lemak yang siap
dikonsumsi. Margarin mempunyai bentuk, bau, rasa, dan nilai
gizi yang hampir sama dengan mentega.Margarin juga
merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan
mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang digunakan
dapat berupa lemak hewani maupun nabati. Lemak hewani
yang sering digunakan adalah lemak babi atau sapi, sedangkan
lemak hewani yang biasa digunakan adalah minyak kelapa,
minyak kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak biji kapas
(Winarno, 2008). Kandungan dalam margarin antara lain
11
16,22% air, 2,15% abu, 3,06% protein, dan 78,55% lemak
(Handayani dkk, 2011).
Dalam bidang pangan penggunaan margarin telah
dikenal secara luas terutama baking dan cooking yang bertujuan
memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa pangan. Margarin
juga digunakan sebagai bahan pelapis misalnya pada roti yang
bersifat plastis dan segera mencair didalam mulut (Winarno,
1994). Margarin juga berfungsi untuk menghasilkan flavour yang
menarik dan karakteristik khas pada karamel susu (Koswara,
2009).
2.2.4 Asam Cuka
Asam cuka atau asam asetat dengan rumus CH3COOH
biasa dikenal dengan asam ethanoat merupakan salah satu
bahan kimia organik. Dalam keadaan murni asam asetat bebas
dari air (asam asetat glasial) merupakan cairan bening yang
menyerap air dari lingkungan (bersifat higroskopis) dan
12
asam cuka yang ditambahkan pada produk permen antara 5 –
20 gram.
2.3 Buah Naga Super Merah
Buah naga, termasuk jenis super merah (super red)
merupakan kelompok tanaman kaktus atau famili Cactaceae
(subfamili Hylocereanea). Buah ini termasuk genus Hylocereus
yang terdiri dari beberapa spesies, diantaranya adalah buah
naga yang biasa dibudidayakan dan bernilai komersial tinggi.
Secara lengkap, klasifikasi buah naga super merah adalah
sebagai berikut (Hardjadinata, 2010):
Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji)
Subdivisi : Agiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo : Cactales
Famili : Cactaceae
Subfamili : Hylocereanea
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus costaricensis (daging super merah
atau super red)
Buah naga termasuk kedalam jenis buah batu yang
berdaging dan berair. Buah berbentuk bulat agak memanjang
atau bulat agak lonjong. Kulit buah ada yang berwarna merah
menyala, merah gelap, dan kuning, tergantung dari jenisnya
sedangkan ketebalannya berkisar antara 1 – 2 cm. Disekujur
kulitnya dihiasi dengan jumbai – jumbai menyerupai sisik ular
13
naga. Berat buah beragam berkisar antara 80 – 800 gram,
tergantung dari jenisnya. Daging buah berserat sangat halus
dan didalam daging buah bertebaran biji – biji hitam yang
sangat banyak dan berukuran sangat kecil. Sedangkan daging
buahnya ada yang berwarna merah, putih, dan hitam,
tergantung dari jenisnya. Daging buah bertekstur lunak dan
rasanya sangat manis sedikit masam (Cahyono, 2009).
Buah naga disebut juga buah kesehatan. Hal ini
dikarenakan buah naga mempunyai kandungan gizi yang
beragam seperti air, protein, lemak, serat, abu, kalsium dan
fosfor. Buah naga merah kaya akan kandungan antioksidan dan
vitamin C (Petter, 2008). Buah naga super merah memiliki rasa
yang enak dan sehat untuk dikonsumsi. Selain itu, buah naga
super merah juga memiliki khasiat seperti menguatkan fungsi
ginjal, tulang, dan kecerdasan otak, menguatkan ketajaman
mata, mencegah kanker usus, menguraikan kolestrol, keputihan
dan sebagai perawatan kecantikan (Sukarman dkk, 2010).
Menurut Halimah et al. (2009) menyatakan bahwa buah naga
dapat menurunkan kadar kolestrol, menyeimbangkan kadar
darah, mencegah kanker usus, menguatkan daya kerja otot,
meningkatkan ketajaman mata, dan menghaluskan kulit. Secara
lengkap kandungan gizi daging buah naga super merah dapat
dilihat pada Tabel 4 serta kandungan gizi jus buah naga dapat
dilihat pada Tabel 5.
14
Tabel 4. Kandungan Gizi Daging Buah Naga Super Merah per
100 gram
Komposisi Nutrisi Kandungan
Kadar gula (brix)* 13 – 18
Air (g) 82,5 – 83,0
Karbohidrat (g)* 11,5
Asam (g)* 0,139
Protein (g) 0,16 – 0,23
Lemak (g) 0,21 – 0,61
Serat (g) 0,7- 0, 9
Kalsium (mg) 6,3 – 8,8
Fosfor (mg) 30,2 – 36,1
Betakaroten (mg) 0,005 – 0,012
Magnesium (mg)* 60,4
Vitamin C (mg) 8– 9
Vitamin B1 (mg) 0,28 -0,30
Vitamin B2 (mg) 0,043 – 0,045
Thiamin (mg) 0,28 – 0,30
Riboflavin (mg) 0,043 – 0,044
Niasin (mg) 1,297 – 1,300
Abu (g) 0,28
Komponen Lain (g) 0,54 – 0,68
15
Tabel 5. Kandungan Gizi Jus Buah Naga
Parameter Kandungan
Kadar air (%) 87,87 – 87,93
Kadar abu (%) 0,48 – 0,52
Gula reduksi (%) 4,46 – 4,54
Gula non-reduksi (%) 3,49 – 3,51
Total Gula 7,99 – 8,01
TSS 10,97 – 11,03
pH 4,18 – 4,22
Tingkat Keasaman (%) 0,44 – 0,46
Vitamin C (mg/100 g) 9,86 – 9,94
17
2.5 Evaporator
Evaporator adalah suatu alat yang digunakan untuk
operasi pengentalan suatu larutan dengan jalan menguapkan
larutan dengan cara menguapkan sebagian cairan yang ada.
Proses penguapan dengan evaporator vakum digunakan pada
tekanan rendah atau vakum agar titik didihnya rendah. Cairan
akan mendidih jika tekanan cairan mencapai tekanan
disekelilingnya. Kondisi vakum diperlukan unuk mendidihkan
cairan pada suhu yang lebih rendah dan diperoleh dengan cara
mekanis yaitu hisapan uap (Steam Jet Ejector ), pompa vakum
biasanya dikombinasikan dengan kondensor bagi penguap air
yang keluar dari evaporator (Suyitno, 1998). Berbagai
evaporator yang digunakan dalam industri pangan dapat
diklasifikasikan berdasarkan tekanan operasionalnya (vakum
atau tekanan atmosfer), jumlah effect yang dipakai (tunggal atau
jamak), jenis aliran konveksi (alami atau buatan) atau
berdasarkan kontinuitas operasi (batch atau kontinyu)
(Wirakartakusumah dkk, 1989).
2.6 Evaporator Vakum Sistem Double Jacket
Alat penguap vakum (vacuum evaporator) digunakan
untuk menguapkan bahan – bahan yang peka terhadap suhu
tinggi. Alat ini dipakai saat menginginkan penguapan secara
tepat dan tekanan pada bahan tetap dipertahankan lebih rendah
dari atmosfer. Proses terjadinya vakum menyebabkan suhu
antar uap dan bahan pelarut pada bahan dapat mendidih
18
dengan suhu yang relatif mudah, sehingga akan meminimalkan
kerusakan akibat pemanasan (Fellows, 2000).
Menurut Joharman (2006), prinsip kerja dari alat
evaporator vakum adalah cairan yang akan dipekatkan
dimasukkan kedalam wadah stainless steel berbentuk bejana
besar dengan kapasitas ± 40 liter yang bawahnya terdapat
ruang pemanas yang terdapat heater dan air. Pindah panas
terjadi secara konveksi, uap air yang dihasilkan oleh heater
akan merambat ke wadah bejana stainless steel sehingga
menyebabkan suhu cairan yang dimasukkan meningkat dan
terjadi penguapan. Uap air dari cairan tersebut menuju
kondensor dan dikondensasikan oleh semprotan air pendingin
dan dipindahkan kedalam bejana lain. Sehingga semakin lama
kandungan air yang terdapat dalam cairan tersebut semakin
berkurang. Paramawati dkk (2009) menambahkan bahwa suhu
evaporasi diatur sejak awal, dan akan dikendalikan terus
dengan mematikan atau menghidupkan kompor pemanas
secara otomatis melalui kontrol panel. Selanjutnya tekanan
diruang penguapan juga dikendalikan melalui panel kontrol yang
sama, sehingga tetap stabil selama proses evaporasi. Selama
proses berlangsung dilakukan pengadukan dengan kecepatan
antara 15-20 rpm agar tidak terjadi penempelan bahan yang
dapat menimbulkan kerak pada dasar atau dinding tangki
penguapan. Uap air dihisap oleh pompa berkekuatan 1 HP,
19
dialirkan melalui pipa berjaket, kemudian dibuang ke bak
pendingin.
Evaporator vakum dengan double jacket adalah sebuah
inovasi baru dari evaporator yang sudah ada. Secara struktur
sistem double jacket ini menampung fluida sebagai penghantar
panas antar plat stainless steel sehingga perpindahan panas
yang terjadi tidak hanya konduksi tapi mengalami pindah panas
konveksi antara sumbar panas dan bahan. Keuntungan dari
evaporator ini adalah panas yang diberikan ke bahan tidak
bersentuhan langsung (Muhlisin dkk, 2015). Selain itu,
penggunaan sistem double jacket bahan tidak mengalami over
heating (terlalu panas) yang akan menyebabkan kegosongan
dan penurunan kualitas pada produk akhir (Sholikah, 2009).
2.7 Sifat Fisik Permen Susu
2.7.1 Kekerasan
Keras adalah sifat benda atau produk bahan pangan
padat dalam hal daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan
yang tidak bersifat deformasi (Soekarto, 1990). DeMan (1999)
mendefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan
suatu bahan pangan atau produk sehingga terjadi perubahan
bentuk (deformasi) tertentu. Kekerasan juga dapat didefinisikan
sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan
atau produk sehingga terjadi perubahan produk yang diinginkan
(Ranggana, 1986). Menurut Lesmana dkk (2008), kekerasan,
yang dalam hal ini diartikan sebagai firmness (kekokohan)
20
didefinisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk
menghancurkan bahan makanan semi padatan menjadi
keadaan yang siap untuk ditelan.
Kekerasan merupakan salah satu kriteria mutu yang
penting untuk permen. Perubahan kekerasan sampai taraf
tertentu dapat merupakan petunjuk kelayakan permen untuk
dikonsumsi (Ratna, 2004). Sifat ini dipengaruhi oleh kadar air
dan umur bahan. Pada kadar air tinggi diperlukan energi yang
lebih besar dibandingkan pada kadar air rendah (Suryani, 1994
dalam Wuriyandari, 2006). Derajat kelembutan atau kerenyahan
bisa diukur dengan cara menekan produk, atau dengan
menggigit. Pengukuran secara obyektif dapat dilakukan dengan
menggunakan penetrometer yang murah. Cara yang paling
umum untuk mengukur kekerasan adalah dengan mengukur
daya tahan terhadap tekanan atau pounds-force (lbf) (Kitinoja
dan Kader, 2003).
2.7.2 Warna
Warna adalah kenampakan dari bahan pangan yang
dapat diamati dengan indera penglihatan. Penerimaan warna
suatu bahan berbeda – beda tergantung dari faktor alam,
geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima. Selain
sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan
(Winarno, 2008). Warna merupakan nama umum untuk
penginderaan yang berasal dari aktivitas retina mata. Jika
21
cahaya mencapai retina, mekanisme saraf akan menanggapi,
salah satunya memberi sinyal warna. Cahaya tampak adalah
energi radiasi dengan rentang panjang gelombang sekitar 400-
800 nm. Menurut definisi ini warna tidak dapat dipelajari tanpa
sistem penginderaan manusia. Warna yang diterima jika mata
memandang objek yang disinari berkaitan dengan tiga faktor
berikut: susunan sumber spektrum sinar, ciri kimia dan fisika
objek dan sifat-sifat kepekaan spektrum mata (Handayani,
2007).
Menurut DeMan (1999), warna penting bagi makanan,
baik untuk makanan yang tidak diproses maupun untuk yang
dimanufaktur. Warna dapat memberikan petunjuk mengenai
perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan
pengkaramelan. Muchtadi (1989) menambahkan warna pada
bahan makanan dapat disebabkan oleh beberapa sumber, salah
satunya yang terpinting adalah pigmen. Pigmen juga sangat
sensitif terhadap perubahan fisik dan kimia selama pengolahan.
Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan
alat kolorimeter, spektrometer, atau alat-alat lain yang dirancang
khusus untuk mengukur warna. Tetapi alat-alat tersebut
biasanya terbatas penggunaannya untuk bahan cair yang
tembus cahaya seperti sari buah, bir atau warna hasil ekstraksi.
Untuk bahan cairan yang tidak tembus cahaya atau padatan,
warna bahan dapat diukur dengan membandingkannya
terhadap suatu warna standar yang dinyatakan dalam angka-
22
angka (Hardiyanti et al., 2009). Salah satu sistem pengukuran
warna yang umum digunakan adalah sistem warna Hunter
(Lab).
Sistem warna Hunter ini dikembangkan oleh Hunter
tahun 1952. Pengukuran warna dengan metode ini jauh lebih
cepat dengan ketepatan yang cukup baik. Pada sistem ini term
penilaian terdiri atas 3 parameter yaitu L, a dan b. Lokasi warna
pada sistem ini ditentukan dengan koordinat L*, a* dan b*.
Notasi L*: 0 (hitam); 100 (putih) menyatakan cahaya pantul yang
menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Notasi
a* menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan
nilai +a* (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna merah dan nilai
–a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b*
menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai
+b* (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b*
(negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Suyatma, 2009).
2.7.3 Mikrostruktur
Mikrostruktur merupakan salah satu faktor utama yang
mengontrol kekerasan (keteguhan, kelembutan, cohesiveness,
rubberiness, elastisitas, pastiness, dan crumbiness) dan sifat
fungsional dari produk pangan, yang juga berpengaruh pada
fisikokimia dan penyebaran dari kandungan nutrisi produk
pangan. Tekstur dan sifat fungsional bahan pangan merupakan
parameter penting yang dibutuhkan oleh konsumen sehingga
analisis mikrostruktur memegang peranan penting dalam
23
evaluasi kualitas produk untuk mendapatkan produk yang
mempunyai kualitas dan bernilai tinggi serta dapat memuaskan
konsumen (Impoco et al., 2012). Studi tentang mikrostruktur
bahan pangan dibutuhkan untuk memahami komponen bahan
pangan dan hubungan antra mikrostruktur bahan pangan
dengan sifat – sifat bahan pangan penting lainnya yang
menentukan kualitas bahan pangan tersebut (Aguilera and
Stanley, 1999). Menurut Widjajasenaputra (2010), makrostruktur
dan mikrostruktur seringkali merupakan indikator sifat fungsional
bahan pangan (food material) atau sifat makanan itu sendiri.
Pengamatan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)
mampu menghasilkan gambar dalam melakukan karakteristik
struktur bahan myang terbentuk pada masing – masing formula.
Struktur ini yang akan menentukan tekstur produk.
Scanning electron microscopy (SEM) adalah salah satu
jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron
untuk menggambar profil permukaan benda. Prinsip kerja SEM
adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas
elektron berenergi tinggi seperti diilustrasikan pada Gambar 1.
Elektron ini dihasikan oleh sebuah sumber yang disebut
electron gun, disejajarkan oleh anoda dan magnetic lens dan
difokuskan scanning coil dan detektor. Permukaan benda yang
dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas tersebut atau
menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Dari hasil
pantulan tersebut ada satu arah dengan intensitas paling tinggi.
24
Pada saat dilakukan pengamatan, lokasi permukaan benda
yang ditembak dengan berkas elektron di-scan ke seluruh area
daerah pengamatan (Abdullah dan Khairurrijal, 2009).
25
2.8 Sifat Kimia Permen Susu
2.8.1 Kadar Protein
Protein adalah zat makanan yang penting bagi tubuh,
karena mempunyai fungsi antara lain sebagai zat pembangun
dari zat pengatur, serta sebagai sumber tenaga. Protein
merupakan makromolekul yang tersusun oleh asam – asam
amino yang mengandung unsur – unsur utama C, O, H dan N
yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein
mengandung pula fosfor, belarang, dan ada jenis protein yang
mengandung unsur logam yang mengandung unsur logam
seperti besi dan tembaga (Winarno, 2008). Protein merupakan
rantai asam amino dengan ikatan peptida yang terbentuk dari
gugus karboksil dari satu asam amino dengan gugus amin dari
asam amino yang lain. Asam amino terdiri atas gugus asam (-
26
yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Sifat mereduksi
ini disebabkan adanya gugus hidroksi yang bebas dan reaktif.
Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat
mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat sebagai
reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi
karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini
disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas
dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi
ion – ion logam misalnya ion Cu2+ dan ion Ag+ yang terdapat
pada pereaksi – pereaksi tertentu (Poedjiadi dan Supriyanti,
2006).
Mekanisme kemampuan mereduksi gula terhadap
senyawa lain disebabkan gugus karbonil bebas mudah menjadi
enediol dalam larutan alkali mendidih, dan bentuk enediol ini
27
vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara
reversibel menjadi asam L- dehidroaskorbat. Asam L-
dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami
perubahan lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak
memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno, 2008). Reaksi
oksidasi vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.
berbau dan mencair pada suhu 190 – 192 0C. Nama kimia untuk
vitamin C adalah 2-oxo-L-threo-hexono-1,4 lactone-2,3-enediol.
Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam.
Walaupun vitamin C stabil dalam bentuk kristal, tetapi mudah
rusak atau terdegradasi jika dalam bentuk larutan. Asam
askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh – pengaruh
luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi
gula dan garam, pH, oksigen, enzim, katalisator logam,
28
konsentrasi awal larutan maupun sistem model, dan rasio antara
asam askorbat dan dehidro asam askorbat (Andarwulan dan
Koswara, 1992; Hacisevki, 2009). Menurut Winarno (2008), vitamin
C merupakan vitamin yang mudah rusak. Disamping larut dalam
air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat
oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta oleh katalis
tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C
dibiarkan dalam keadaan asam, atau pada suhu rendah.
Vitamin C berperan penting dalam pembentukan kolagen
intraselular. Vitamin ini tersebar keseluruh tubuh dalam jarigan
ikat, rangka, matriks, dan lain – lain. Vitamin C juga berperan
penting dalam hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin
dan hidroksilisisn yang merupakan bahan pembentuk kolagen.
Selain itu, vitamin C berperan menghambat reaksi – reaksi
oksidasi dalam tubuh yang berlebihan dengan bertindak sebagai
inhibitor (Poedjiadi dan Supriyanti, 2006). Vitamin C juga banyak
hubungannya dengan berbagai fungsi yang melibatkan respirasi
sel dan kerja enzim yang mekanismenya belum sepenuhnya
dimengerti. Diantara peranan – peranan itu adalah oksidasi
fenilalanin menjadi tirosin, reduksi ion feri menjadi fero dalam
saluran pencernaan sehingga besi lebih mudah
terserap,melepaskan besi dar transferi dalam plasma agar
dapat bergabung ke dalam fertin jaringan, serta pengubahan
asam folat menjadi bentuk yang
29
aktif asam folinat. Diperkirakan vitamin C berperan juga dalam
pembentukan hormon steroid dari kolestrol (Winarno, 2008).
2.8.4 Kadar Abu
Abu merupakan residu dari suatu bahan pangan yang
berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan organik
dalam makanan didestruksi atau dapat diartikan bahwa abu
adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik (Sudarmadji dkk, 1997). Dalam penentuan kadar abu,
bahan – bahan organik dalam makanan akan dibakar,
sedangkan bahan – bahan anorganiknya tidak (Winarno, 2008).
Kadar abu suatu bahan menunjukkan banyaknya kandungan
mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang menguap. Kadar
abu dipengaruhi adanya kandungan mineral – mineral awal
dalam suatu bahan. Semakin besar kandungan abu dalam
suatu bahan makanan, menunjukkan bahwa semakin tinggi
kandungan mineral yang terdapat dalam bahan makanan
tersebut (Risky dkk, 2014). Unsur mineral juga dikenal sebagai
zat organik atau kadar abu yang berfungsi dalam proses
metabolisme tubuh dan memegang peranan penting dalam
pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan,
organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Salamah dkk,
2012).
2.8.5 Kadar Air
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh
30
senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam
bahan makanan karena mempengaruhi penampakan, tekstur
serta cita rasa makanan (Winarno, 2008). Kadar air bahan
menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan.
Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air
bahan tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan
berdasarkan bobot basah (wet basis) (Syarief dan Halid, 1993).
Menurut Stroshine (1998), kadar air berat basah (bb) adalah perbandingan
antara berat air yang ada didalam bahan dengan berat total bahan. Kadar air
berat basah dapat ditentukan menggunakan Persamaan 1. Cara lain untuk
menentukan kadar air adalah menggunakan kadar air berat kering. Kadar air
berat kering (bk) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan
pangan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Penentuan kadar air
basis kering adalalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam
waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Kadar air berat kering dapat
ditentukan menggunakan Persamaan 2.
....................................... (1)
…………….................................................... (2)
Dimana :
32
komponen yang sangat penting untuk menentukan penerimaan
konsumen. Meskipun rasa dapat dijadikan standar dalam
penilaian mutu disisi lain rasa adalah suatu yang nilainya sangat
relatif (Winarno, 2008). Umumnya bahan pangan tidak hanya
terdiri dari salah satu rasa, tetapi merupakan gabungan dari
berbagai rasa secara terpadu sehingga menimbulkan cita rasa
yang utuh (Kartika dkk, 1988). Rasa lebih banyak melibatkan
indera lidah. Rasa merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi nilai penerimaan seseorang terhadap suatu
makanan. Ada empat rasa utama yang dapat dideteksi oleh
indera perasa yaitu asin, manis, asam, dan pahit (Meyer, 1978).
2.9.3 Tekstur
Tekstur adalah istilah yang kompleks dan didefinisikan
sebagai struktur produk pangan. Komponen tekstur meliputi sifat
mekanik (kekerasan, kekompakan, kelengketan, kepadatan, dan
chewiness), sifat geometris (halus, berpasir, kasar, chalky, dan
kental) dan sifat kelembaban (moisture) (juicy, oily or greasy)
(Clark et al., 2009). Tekstur produk pangan juga dapat diartikan
semua atribut rheologi dan struktural, baik geometris dan
permukaan yang dapat diamati secara mekanik, tactile, dan
dapat diterima oleh reseptor mata dan telinga. Tekstur dapat
dirasakan oleh indra penglihatan (secara visual), indra peraba
(kekerasan dari suatu bahan pangan dengan sentuhan), dan
indra pendengaran (melalui bunyi yang dihasilkan) (Lawless and
Heymann, 1998).
33
III. METODE PENELITIAN
35
6. Rangkaian Mikrokontroler Atmega 32 sebagai sistem
pengendalian suhu berbasis Logika Fuzzy
7. Sensor LM35 digunakan untuk mengukur suhu minyak
pada evaporator vakum
8. Stopwatch digunakan untuk menghitung waktu
9. Gelas Ukur digunakan untuk mengukur volume susu dan
volume ekstrak buah naga super merah
10. Timbangan digital digunakan untuk menimbang massa gula
11. Wadah Loyang digunakan untuk wadah permen susu
setelah pemasakan
12. Penggaris digunakan untuk mengukur dimensi permen
13. Pisau digunakan untuk memotong sampel permen susu
dan untuk mengupas kulit buah naga dan mengecilkan
ukuran daging buah sebelum dihancurkan dengan blender
14. Blender digunakan untuk menghaluskan buah naga
menjadi ekstrak buah naga
15. Kain Saring digunakan untuk menyaring biji buah naga dan
konsentrat ekstrak buah naga
16. Botol Kaca digunakan untuk menyimpan ekstrak buah naga
sementara sebelum digunakan dalam penelitian
Alat – alat yang digunakan dalam analisa kandungan
permen susu buah naga adalah sebagai berikut:
1. Cawan Alumunium digunakan sebagai wadah saat
melakukan analisa kadar air
36
2. Cawan Porselen digunakan sebagai wadah saat melakukan
analisa kadar abu
3. Timbangan Digital Mettler Toledo/AL204 digunakan untuk
mengukur massa bahan uji
4. Kompor Listrik Maspion digunakan untuk pembakaran saat
analisa kadar abu
5. Tanur Listrik Heraeus/M.110 digunakan untuk mengabukan
sampel
6. Desikator sebagai pendingin cawan pada analisa kadar abu
7. Lemari Asam digunakan sebagai tempat khusus
pembakaran agar aroma tidak menyebar
8. Penjepit digunakan untuk mengambil cawan saat analisa
9. Penetrometer digunakan untuk menguji kekerasan sampel
10. Colour Reader digunakan untuk menguji warna sampel
11. Scanning Electron Microscope digunakan untuk
memperoleh foto mikrostruktur sampel
12. Oven Memmert/U40 digunakan untuk mengeringkan sampel
saat pengujian kadar air
13. Mortal Porselen digunakan untuk memperkecil ukuran
sampel
37
3.2.2 Bahan
Bahan - bahan yang digunakan dalam pembuatan
permen susu buah naga adalah sebagai berikut:
1. Susu Sapi Murni
Susu sapi digunakan sebagai bahan baku utama
pembuatan permen susu didapatkan dari Koperasi Unit
Susu Dau, Malang, Jawa Timur. Susu sapi dibeli setiap hari
untuk menjaga kualitas bahan baku.
2. Gula
Gula sebagai bahan baku tambahan dibeli langsung dalam
jumlah banyak dari penjual yang sama sehingga gula yang
digunakan seragam. Gula yang digunakan adalah Gulaku
yang diperoleh dari Toko Avia, Malang.
3. Mentega
Mentega menggunakan mentega Blue Band yang diperoleh
dari Toko Avia, Malang.
4. Cuka Makanan
Cuka makanan menggunakan cuka makanan yang
diperoleh dari Toko Avia, Malang.
5. Minyak Goreng
Minyak goreng ini merupakan fluida yang menghantarkan
panas dari heater, minyak goreng ini dibeli sekali di awal
dan digunakan selama proses.
38
6. Buah Naga
Buah naga yang digunakan adalah buah naga super merah
(Hylocereus costaricensis) yang diperoleh dari UD Fresh
Fruit, Malang.
7. Kertas Minyak, digunakan untuk wadah awal sampel
setelah pemanenan
8. Alumunium Foil, digunakan untuk membungkus permen
susu
9. Plastik Seal, digunakan untuk menyimpan sampel
Bahan – bahan yang digunakan dalam proses analisa
antara lain : kertas saring, tablet kjedhal, H2SO4 pekat, aquades,
H2SO4 26,5%, NaOH 30%, indikator PP, Asam Borat 2%, HCl,
Asam Oksalat 2%, Chloroform, larutan Dye (Na 2,6 Dicloro
pyenol-Indophenol), Al(OH)3, Na2CO3 anhidrat, larutan Luff-
Schoorl, KI 20%, Natrium Thiosulfat 0,1 N, dan Indikator Pati.
3.3 Rancangan Percobaan dan Analisa Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor
tunggal, yaitu penambahan ekstrak buah naga merah dengan 5
perlakuan dengan 3 kelompok ulangan sehingga didapatkan
total sampel sebanyak 15 sampel. Perlakuan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
P0 = tanpa penambahan ekstrak buah naga merah (kontrol)
39
volume susu
P2 = penambahan ekstrak buah naga merah 20% dari
volume susu
P3 = penambahan ekstrak buah naga merah 30% dari
volume susu
P4 = penambahan ekstrak buah naga merah 40% dari
volume susu
Secara umum, model matematika yang digunakan
adalah sebagai berikut (Sugandi dan Sugiarto, 1994):
Dimana :
Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke i dan ulangan ke j
µ = Rata – rata umum
i = Penyimpangan hasil dari nilai µ yang disebabkan oleh
pengaruh perlakuan ke i
= Penyimpangan hasil dari nilai µ yang disebabkan oleh
pengaruh perlakuan ke j
= pengaruh acak yang masuk ke dalam percobaan
40
Comparison untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
Hasil mikrostruktur dianalisis secara deskriptif kualitatif dan
penentuan perlakuan terbaik menggunakan metode indeks
efektifitas dengan cara pembobotan pada setiap parameter
yang diamati (De Garmo et al., 1984).
3.4 Metode Pelaksanaan
3.4.1 Formulasi Bahan
Formulasi bahan yang digunakan dalam pembuatan
permen susu buah naga dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Formulasi bahan yang digunakan dalam pembuatan
permen susu buah naga
Merah
41
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Buah Naga Super Merah
Proses pembuatan ekstrak buah naga super merah
menggunakan prosedur modifikasi dari penelitian Islam et al.
(2012). Prosedur modifikasi pembuatan ekstrak buah naga
super merah adalah sebagai berikut:
- Buah naga yang sudah tua dan segar, disortasi dan dicuci
menggunakan air bersih
- Kulit buah naga dikupas dan pengecilan ukuran daging buah
menggunakan pisau
- Daging buah naga dihancurkan menggunakan blender tanpa
penambahan air
- Ekstrak buah naga disaring menggunakan saringan untuk
memisahkan biji dan konsentrat ekstrak.
- Ekstrak buah naga super merah siap digunakan untuk
penelitian, dan apabila diperlukan dapat disimpan pada
freezer untuk menjaga kandungan gizinya.
Diagram alir pembuatan ekstrak buah naga super merah
dapat dilihat pada Gambar 3.
42
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Buah Naga Super
Merah (Modifikasi Islam et al., 2012)
43
b. Persiapan bahan baku
Bahan baku sampel meliputi 1 liter susu murni, 200 gram
gula pasir, 2 gram margarin, 1 ml cuka makanan dan
ekstrak buah naga sesuai perlakuan. Semua bahan baku
dimasukkan ke dalam chamber evaporator vakum. Lalu
evaporator vakum dinyalakan.
c. Pemasakan
Bahan baku akan diproses pada mesin evaporator vakum.
Bahan akan terhomogenisasi karena adanya pemasakan
(panas) dan pengadukan selama proses. Proses ini akan
mengurangi kadar air bahan akan berkurang dan menjadi
pekat. Pemasakan dilakukan sampai agitator didalam
chamber sudah tidak mampu memutar lagi (bahan sudah
terlalu pekat). Lama proses pemasakan dapat dilihat pada
Lampiran 1 dengan tekanan sebesar -70 cmHg. Dihitung
44
setelah suhu permen susu mulai menurun selanjutnya
adonan diratakan dan dicetak dengan dimensi 3 cm x 3 cm
dengan tebal permen 0.7 cm. cetakan ini kemudian
dibungkus dengan alumunium foil dan disimpan pada
plastik seal untuk menjaga kualitas sampel.
Diagram alir proses pembuatan permen susu buah naga
dapat dilihat pada Gambar 4.
( ) ()
46
3.5.1.2 Warna
Metode yang digunakan dalam pengujian warna
adalah Sistem Munsell menggunakan Colour Reader (Yuwono
dan Susanto, 2001). Prosedur pengujiannya adalah sebagai
berikut:
- Siapkan sampel, jika sampel cair tempatkan dalam gelas
- Hidupkan Colour Reader
- Tentukan target pembacaan L*a*b* colour space atau L*C*h*
- Ukur warnanya
Bacaan L untuk parameter kecerahan (Lightness), a dan b
adalah koordinat komoditas, C : kroma, h : sudut hue (warna)
3.5.1.3 Mikrostruktur
Analisa mikrostruktur pada permen susu buah naga
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
(Widjajasenaputra, 2010). Prinsip kerja SEM adalah sebagai
berikut :
Scanning Electron Microscope (SEM) terdiri dari empat
komponen utama yaitu electron source, lens system, scan unit,
dan detection unit. Electron source berupa pancaran elektron
yang diemisikan dari sudut penyebaran yang sempit dan
dengan energi terpilih. Pancaran tersebut akan masuk ke dalam
sistem lensa yang mengandung beberapa lensa
elektromagnetik dan keluar tepat mengenai permukaan
spesimen. Area spesimen akan membentuk pola yang
mengubah voltage elektris sebagai signal bagi sistem deteksi
47
signal. Signal dari scan unit tersebut akan menghasilkan
imaginasi pada layar. Sistem deteksi akan menangkap tiga tipe
dasar signal, yaitu backscatter electrons, secondary electrons
dan x-rays, dan mengubahnya menjadi signal elektris yang
dikirimkan ke PC Control dan ditunjukkan pada monitor.
Sedangkan prosedur analisis mikrostruktur dengan Scanning
Electron Microscope (SEM) adalah sebagai berikut:
- Spesimen 1 diletakkan pada sebuah holder yang dilapisi
karbon
- Spesimen dilapisi selapis tipis emas palladium (Au – Pd)
merk Emitech-SC7620 (coating menggunakan sputter coater)
sebagai lapisan logam berat yang merefleksikan elektron
- Pengamatan mikrostruktur spesimen dilakukan dengan FEI-
Inspect S50 Scanning Electron Microscope. Spesimen akan
dipindai dengan pancaran elektron berenergi rendah dan
pola yang muncul dari permukaan sampel akan terkumpul
pada detektor. Oleh karena data dari detektor terdiri dari
signal elektron, bukan hanya imageI visual, maka
dimungkinkan untuk memproses (memproses dan
menganalisis) dengan komputer.
3.5.2 Analisis Sifat Kimia
3.5.2.1 Kadar Protein
Metode yang digunakan dalam pengukuran kadar
protein adalah metode semimikro kjedhal sesuai dengan
metode pengujian dalam SNI 01-2891-1992. Prinsip dalam uji ini
48
adalah senyawa nitrogen diubah menjadi sulfat oleh H 2SO4
pekat. Ammonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan
NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan
kemudian dititar dengan larutan baku. Prosedur pengujiannya
adalah sebagai berikut:
- Ditimbang 0,51 gram sampel dan dimasukkan dalam labu
kjedahl
- Ditambahkan 2 gram campuran selan dan 25 ml H2SO4 pekat
- Dipanaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar
sampai mendidih dan larutan menjadi kehijau – hijauan
(sekitar 2 jam)
- Dibiarkan dingin, kemudian diencerkan dan dimasukkan
kedalam labu ukur 100 ml
- Dipipet 5 ml larutan dan dimasukkan kedalam alat penyuling
dengan ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes
indikator PP
- Disuling selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung
digunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur
indikator
- Dibilasi ujung pendingin dengan air suling
- Dititar dengan larutan 0,01 N
- Dikerjakan dengan penetapan blanko
- Perhitungan menggunakan Persamaan 4
Kadar Protein = ( - )
…… …… (4)
49
Dimana :
W adalah bobot cuplikan
V1 adalah volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran
contoh
V2 adalah volume HCl yang dipergunakan penitaran blanko
N adalah normalitas HCl
f.k. adalah kadar protein dari :
- makanan secara umum 6,25
- susu dan hasil olahanya 6,38
- minyak kacang 5,46
f.p. adalah faktor pengenceran
3.5.2.2 Analisis Gula Reduksi
Metode yang digunakan untuk analisis gula reduksi
adalah metode Luff Scroll (Sudarmadji dkk, 1997). Prosedur
analisis gula reduksi menggunakan meode ini adalah sebagai
berikut:
- Timbang bahan padat yang sudah dihaluskan atau bahan
cair sebanyak 2,5 – 25 gram tergantung kadar gula
reduksinya, dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml,
tambahkan 50 ml aquades dan tambahkan bubur Al(OH)3
atau larutan Pb-Asetat. Penambahan bahan penjernih ini
diberikan tetes demi tetes sampai penetesan dari reagensia
tidak menimbulkan pengeruhan lagi. Kemudian tambahkan
aquades sampai tanda dan disaring.
50
- Filtrat ditampung dalam labu takar 200 ml. Untuk
menghilangkan kelebihan Pb, tambahkan Na2CO3 anhidrat
atau K atau Na- oksalat anhidrat atau larutan Na-fosfat 8%
secukupnya, kemudian ditambah aquades sampai tanda,
digojog dan disaring. Filtrat bebas Pb bila ditambah K atau
Na-oksalat atau Na- fosfat atau Na2CO3 tetap jernih
- Ambil 25 ml filtrat bebas Pb yang diperkirakan mengandung
15 – 60 mg gula reduksi dan tambahkan 25 ml larutan Luff-
Schoorl dengan 25 ml aquades.
- Blanko dibuat dengan 25 ml luff scroll ditambah 25 ml
aquadest ke dalam Erlenmeyer.
- Setelah ditambah beberapa butir batu didih, Erlenmeyer
dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian didihkan.
Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan
dipertahankan selama 10 menit.
- Selanjutnya cepat – cepat didinginkan dan ditambahkan 15
ml KI 20% dan dengan hati – hati ditambahkan 25 ml H 2SO4
26,5%.
- Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan natrium Thio Sulfat
0,1 N dengan penambahan indikator pati sebanyak 2 – 3 ml
untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka
sebaiknya pati diberikan pada saat titrasi hampir berakhir.
Titrasi dianggap selesai bila telah terjadi perubahan warna
biru menjadi putih susu. Setelah diketahui selisih titrasi
sampel dengan blanko kemudian dikonversikan pada tabel
51
hubungan antara banyak penggunaan thio sulfat dengan
banyaknya gula reduksi.
- Perhitungan gula reduksi menggunakan Persamaan 5.
.......................(5)
Dimana :
Faktro konversi = Blanko – Hasil titrasi
P = Angka tabel
3.5.2.3 Analisis Vitamin C
Analisis vitamin C dilakukan mengan metode titrasi
dengan 2,6 Dichlorophenol-Indophenol (Fardiaz, 1984).
Langkah – langkah prosedur pengujiannya adalah sebagai
berikut:
Sampel sebanyak 10 gram ditimbang dan ditempatkan di cawan
porselin dan dihaluskan. Setelah halus dilarutkan dengan
pelarut asam oksalat 2% menggunakan labu ukur 100 ml
sampai tanda garis. Kemudian larutan tersebut dipipet 25 ml
dan dimasukkan ke dalam labu erlemeyer 250 ml setelah
ditambahkan Cloroform 3 ml baru kemudian dititrasi dengan
larutan Dye (Na 2,6 Dicloro pyenol-Indophenol) sampai terjadi
perubahan warna merah jambu. Untuk menghitung persentase
kadar vitamin C, menggunakan Persamaan 6.
mg Vit.Cper100gram/mlsampel
= ……………………… (6)
Dimana:
Fp = Faktor pengenceran
52
BB = Berat bahan yang digunakan untuk penetapan
3.5.2.4 Kadar Abu
Metode yang digunakan dalam pengukuran kadar
abu adalah metode total abu (cara kering) sesuai dengan
metode pengujian dalam SNI 01-2891-1992. Prinsip dalam uji ini
adalah pengabuan zat – zat organik diuraikan menjadi air dan
CO2, tetapi bahan organik tidak. Prosedur uji abu adalah
sebagai berikut:
- Ditimbang dengan seksama 2 – 3 gram contoh kedalam
sebuah cawan porselen (atau platina) yang telah diketahui
bobotnya, untuk contoh cairan uapkan di atas penangas air
sampai kering.
- Arangkan diatas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur
0
listrik pada suhu maksimum 550 C sampai pengabuan
sempurna (sekali – kali pintu tanur dibuka sedikit, agar
oksigen bisa masuk)
- Dinginkan dalam deksikator, lalu timbang sampai bobot tetap
- Perhitungan kadar abu menggunakan Persamaan 7.
-
……………… …………………(7)
Dimana :
W adalah bobot contoh sebelum diabukan (gram)
W1 adalah bobot cawan + contoh sesudah diabukan (gram)
W2 adalah bobot cawan kosong (gram)
53
3.5.2.5 Kadar Air
Metode yang digunakan dalam pengukuran kadar air
adalah metode oven sesuai dengan metode pengujian dalam
SNI 01-2891-1992. Prinsip dalam uji ini adalah kehilangan bobot
selama pemanasan pada suhu 105 0C ± 2 0C dianggap sebagai
kadar air yang terdapat pada contoh dan dihitung secara
gravimetri. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:
54
- …………………… …………….(8)
-
Dimana :
W0 adalah bobot cawan kosong dan tutupnya (gram)
W1 adalah bobot cawan, tutupnya dan contoh sebelum
dikeringkan (g)
W2 adalah bobot cawan, tutupnya dan contoh setelah
dikeringkan (g)
3.5.3 Analisis Sifat Sensoris
Uji sensoris terhadap permen susu dilakukan dengan
uji kesukaan atau uji hedonik oleh 25 panelis tidak terlatih.
Kriteria organoleptik (sensoris) yang dinilai meliputi warna, rasa,
aroma, dan tekstur permen susu. Skala hedonik yang digunakan
adalah 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak
suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka.
Pada saat pengujian, panelis disajikan sampel permen susu
buah naga yang telah diberi kode secara acak dan kemudian
memberikan penilaian tanpa membandingkan sampel satu
dengan sampel lainnya (Soekarto, 1985) dan Form penilaian uji
sensoris tersaji pada Lampiran 2a.
3.5.4 Prosedur Penentuan Perlakuan Terbaik
Untuk menentukan kombinasi perlakuan terbaik
digunakan metode indeks efektifitas (De Garmo et al., 1984)
dengan metode pembobotan sebagai berikut:
a. Menggunakan parameter kimia dan organoleptik sebagai
dasar pembobotan.
55
b. Memberikan bobot nilai pada setiap parameter masing –
masing kelompok. Bobot nilai yang diberikan sesuai dengan
tingkat kepentingan setiap parameter dalam mempengaruhi
tingkat penerimaan konsumen yang dievaluasi oleh panelis.
Pembobotan dihitung menggunakan Persamaan 9.
……………… … ….(9)
Dimana :
NP = Nilai Perlakuan
Ntb = Nilai Terbaik
Ntj = Nilai Terjelek
d. Menghitung nilai produk ( NP) yang diperoleh dengan
Persamaan 11.
…………………………………………… ( 1)
e. Nilai produk dari semua parameter pada masing – masing
kelompok dijumlahkan. Parameter yang mempunyai nilai NP
tertinggi adalah kelompok terbaik dalam kelompok
parameter. Pemilihan kelompok terbaik dipilih dari kombinasi
yang memiliki nilai perlakuan (NP) tertinggi.
Form lembar penilaian tingkat kepentingan panelis
yang digunakan untuk menentukan perlakuan terbaik terlampir
pada Lampiran 3a.
56
3.6 Parameter Penelitian
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah
parameter fisik, kimia dan sensoris. Parameter fisik yang diamati
meliputi uji kekerasan dengan Penetrometer (Yuwono dan
Susanto, 2001), dan uji warna menggunakan Colour Reader
(Yuwono dan Susanto, 2001). Parameter kimia yang diamati
meliputi kadar protein menggunakan metode semimikro Kjedhal
(BSN, 1992), analisis vitamin C (Fardiaz, 1984), analisis gula
reduksi menggunakan metode Luff Scroll (Sudarmadji dkk,
1997), kadar air menggunakan metode oven (BSN, 1992) dan
kadar abu diukur dengan cara kering (BSN, 1992). Sedangkan
parameter sensoris yang diamati adalah warna, rasa, aroma,
dan tekstur dengan menggunakan uji Hedonik dengan panelis
tidak terlatih sebanyak 25 orang (Soekarto, 1985). Penentuan
perlakuan terbaik menggunakan metode indeks efektivitas
dengan cara pembobotan pada setiap parameter yang diamati
(De Garmo et al., 1984) dan analisis mikrostruktur hasil
perlakuan terbaik dan terburuk dianalisis menggunakan
Scanning electron microscopy (SEM) (Widjajasenaputra, 2010)
57
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
59
-0.078x
Gambar 5. Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah
Naga Super Merah (v/v) dengan Nilai Kekerasan
Permen Susu Buah Naga Super Merah
61
4.1.2 Warna Luminosity (L*)
Hasil pengamatan derajat kecerahan dari permen
susu buah naga super merah berkisar antara 22.40 – 59.37.
Hasil analisis sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 6a
menunjukkan bahwa persentase penambahan ekstrak buah
naga super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap
intensitas warna L* permen susu buah naga super merah (α
=0,05). Nilai intensitas warna L* permen susu buah naga super
merah dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil uji lanjut jarak
berganda duncan (UJBD) terhadap intensitas warna L* permen
susu buah naga super merah yang terlampir pada Lampiran 6b
menunjukkan perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga
super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap
intensitas warna L* perlakuan dengan penambahan 10%, 20%,
30%, dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v), sedangkan
perlakuan dengan penambahan 20% ekstrak buah naga super
merah (v/v) menunjukkan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan penambahan 30% dan 40% ekstrak buah naga super
merah (v/v).
62
Gambar 6. Grafik Hubungan antara Persentase Ekstrak Buah
Naga Super Merah (v/v) dengan Warna L* Permen
Susu Buah Naga Super Merah
63
memiliki nilai kecerahan paling rendah dengan nilai L* sebesar
22.4. Nilai kecerahan yang tinggi pada permen tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah disebabkan tidak
adanya aktivitas betasianin yang menghasilkan warna merah
alami yang terkandung pada buah naga super merah dan warna
yang dihasilkan hanya diperoleh dari bahan baku utama yaitu
susu. Maitimu dkk (2013) menyatakan bahwa warna putih pada
susu disebabkan oleh penyebaran butiran – butiran koloid lemak
karena bahan utama yang memberi warna kekuning – kuningan
adalah karoten dan riboflavin, sehingga susu tanpa
penambahan ekstrak daun aileru berwarna putih dan
menghasilkan nilai kecerahan yang tinggi.
65
super merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai
kemerahan (a*) perlakuan dengan penambahan 10%, 20%,
30%, dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v), sedangkan
perlakuan dengan penambahan 10% ekstrak buah naga super
merah (v/v) menunjukkan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan penambahan 20% ekstrak buah naga super merah
(v/v) namun memberikan pengaruh nyata dengan perlakuan
penambahan 30% dan 40% ekstrak buah naga super merah
(v/v).
67
Gambar 7 juga memaparkan penurunan nilai
kemerahan (a*) pada perlakuan dengan penambahan 10%
ekstrak buah naga super merah (v/v) sampai dengan perlakuan
dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super merah
(v/v). Penurunan nilai kemerahan (a*) disebabkan oleh lama
proses pembuatan permen susu buah naga yang berbeda.
Semakin lama proses pembuatan permen susu maka akan
semakin banyak pigmen betasianin yang mengalami kerusakan
dan terdegradasi menjadi warna lain sehingga nilai kemerahan
(a*) akan semakin menurun. Kerusakan dan degradasi menjadi
pigmen lain disebabkan kurang stabilnya pigmen betasianin
dibandingkan dengan pigmen lain seperti betaxanthin. Gokhale
and Lele (2011) berpendapat bahwa pigmen warna kuning pada
akar bit (betaxanthin) lebih stabil dibandingkan dengan
betasianin (pigmen warna merah). Menurut Kathiravan et al.
(2014) dan Chandran et al. (2012) menambahkan bahwa nilai
kemerahan (a*) yang cenderung turun disebabkan oleh
degradasi pigmen betasianin oleh pengaruh panas yang
mengakibatkan degradasi dan perubahan warna betasianin ke
coklat kekuningan dari warna merah keunguan. Pendapat
serupa juga dikemukakan oleh Herbach et al. (2004) dan
Herbach et al. (2006) yang menyatakan bahwa proses
pemanasan yang lama pada suhu tinggi mengakibatkan
betasianin mengalami dekomposisi (perubahan warna) menjadi
coklat kekuningan (cyclo-dopa 5-O-glukosida dan asam
68
betulinic) dan menurunkan kadar warna merah pada senyawa
tersebut.
4.14 Warna Kekuningan/ Yellowness (b*)
Nilai b* menunjukkan derajat kekuningan dan
kebiruan dari suatu bahan pangan. Nilai +b* yang semakin
tinggi menunjukkan warna produk yang semakin kuning dan
sebaliknya semakin kecil +b* menunjukkan nilai kekuningan
yang semakin rendah. Begitupula dengan Nilai –b* yang
semakin rendah menunjukkan warna produk yang semakin biru
dan sebaliknya semakin besar -b* menunjukkan nilai kebiruan
yang semakin rendah. Hasil pengujian derajat kekuningan-
kebiruan (b*) dari permen susu buah naga super merah berkisar
(-5.6) – 20.50. Hasil analisa sidik ragam yang terlampir pada
Lampiran 8a menunjukkan persentase penambahan ekstrak
buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata
terhadap intensitas warna b* permen susu buah naga super
merah (α =0,05) Nilai kekuningan (b*) permen susu buah naga
super merah dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil uji lanjut jarak
berganda duncan (UJBD) terhadap intensitas warna b* permen
susu buah naga super merah yang terlampir pada Lampiran 8b
memaparkan bahwa perlakuan tanpa penambahan ekstrak
buah naga super merah memberikan pengaruh yang nyata
terhadap intensitas b* perlakuan dengan penambahan 10%,
20%, 30%, dan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v),
sedangkan perlakuan dengan penambahan 30% ekstrak buah
69
naga super merah (v/v) menunjukkan tidak berbeda nyata
dengan perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga super
merah (v/v).
71
ataupun riboflavin yang terdapat pada susu sapi selama proses
pembuatan permen. Naderi et al. (2015) menyatakan bahwa
penurunan nilai b* menunjukkan hilangnya warna kuning. L* dan
b* yang menurun sebagai akibat dari pemecahan karotenoid
dan klorofil serta pembentukan pigmen coklat. Samson dkk
(2013) menambahkan bahwa pemanasan akan menyebabkan
kerusakan karotenoid sehingga menyebabkan kandungan
karatenoid mengalami penurunan. Faktor lain yang
menyebabkan penurunan nilai kekuningan (b*) adalah reaksi
karamelisasi yang menyebabkan warna permen yang dihasilkan
menjadi kecoklatan sehingga menyebabkan nilai kekuningan
mengalami penurunan. Winarno (2008) menyatakan bahwa
reaksi karamelisasi yang timbul pada saat gula dipanaskan
membentuk warna coklat.
4.2 Sifat Kimia Permen Susu Buah Naga
4.2.1 Kadar Protein
Berdasarkan hasil uji, kadar protein permen susu
buah naga super merah berkisar antara 1.49 – 1.79. Hasil
analisa sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 9a
menunjukkan persentase penambahan ekstrak buah naga super
merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar
protein permen susu buah naga super merah (α =0,05). Nilai
kadar protein permen susu buah naga super merah dapat dilihat
pada Gambar 9. Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD)
terhadap kadar protein permen susu buah naga super
72
merah yang terlampir pada Lampiran 9b menunjukkan
perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar protein
perlakuan dengan penambahan 10%, 20% dan 30% ekstrak
buah naga super merah (v/v). Namun, perlakuan tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan
memberikan pengaruh yang nyata dengan perlakuan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).
75
yang terlampir pada Lampiran 10b menunjukkan bahwa
perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar gula reduksi
perlakuan dengan penambahan 10%, 20%, 30%, dan 40%
ekstrak buah naga super merah (v/v). Namun, perlakuan
dengan penambahan 30% ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).
77
dihasilkan cenderung meningkat dengan semakin lamanya
pemanasan. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu
pemanasan maka semakin banyak gula (sukrosa) yang
terinversi menjadi glukosa dan fruktosa. Gaewchingduan and
Pengthemkeerat (2010) menambahkan bahwa peningkatan
lama pemanasan memiliki pengaruh positif terhadap gula
reduksi. Semakin lama waktu pemanasan dapat meningkatkan
proses hidrolisis yang akan meningkatkan kadar gula reduksi.
Pernyataan serupa juga dikemukakan Winarno (2008) yang
menyatakan bahwa peningkatan gula pereduksi disebabkan
selama proses pendidihan larutan sukrosa mengalami inverse
atau pemecahan sukrosa manjadi glukosa dan fruktosa akibat
pengaruh asam dan panas yang akan meningkatkan kelarutan
gula. Skema reaksi inversi atau hidrolisis sukrosa dapat dilihat
pada Gambar 11.
78
4.2.3 Vitamin C
Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah
larut dalam air, mempunyai sifat asam, dan sifat pereduksi yang
kuat. Kadar vitamin C permen susu buah naga super merah
berkisar antara 0 – 27.55 mg/100 gram. Hasil analisis sidik
ragam yang terlampir pada Lampiran 11a menunjukkan bahwa
prosentse penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar vitamin C
permen susu buah naga super merah (α =0,05). Kadar vitamin
C permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada
Gambar 12.
Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD)
terhadap vitamin C permen susu buah naga super merah yang
terlampir pada Lampiran 11b memaparkan bahwa perlakuan
tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar vitamin C
perlakuan dengan penambahan 10%, 20%, 30%, dan 40%
ekstrak buah naga super merah (v/v). Namun, perlakuan
dengan penambahan 10% ekstrak buah naga super merah (v/v)
memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan
penambahan 20% ekstrak buah naga super merah (v/v).
Pengaruh yang tidak nyata juga terlihat pada perlakuan dengan
penambahan 30% ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan
perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga super
merah (v/v).
79
Gambar 12. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Kadar Vitamin C
Permen Susu Buah Naga Super Merah
81
vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan lobak yang
dikeringkan menggunakan sinar matahari ataupun pengeringan
menggunakan oven. Hal ini disebabkan pada pengeringan
vakum tekanan yang digunakan lebih rendah daripada tekanan
udara atmosfer. Pengeringan dapat dilakukan dalam waktu yang
lebih singkat walaupun pada suhu yang lebih rendah daripada
pengeringan atmosfer. Dengan tekanan uap air dalam udara
yang lebih rendah, air pada bahan akan menguap pada suhu
yang lebih rendah.
4.2.4 Kadar Abu
Berdasarkan hasil uji, kadar abu permen susu buah
naga super merah berkisar antara 1.49 – 1.79%. Secara
keseluruhan nilai kadar abu hasil penelitian ini sudah sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 dimana
kadar abu untuk permen bukan jelly maksimal 2% (BSN, 2008).
Hasil analisa sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 12a
menunjukkan persentase penambahan ekstrak buah naga super
merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu
permen susu buah naga super merah (α =0,05). Nilai kadar abu
permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada
Gambar 13.
Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD)
terhadap kadar abu permen susu buah naga super merah yang
terlampir pada Lampiran 12b memperlihatkan bahwa perlakuan
tanpa penambahan ekstrak buah naga super merah
82
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu
perlakuan dengan penambahan 20% dan 30% ekstrak buah
naga super merah (v/v). Namun, perlakuan tanpa penambahan
ekstrak buah naga super merah memberikan pengaruh yang
tidak nyata dengan perlakuan penambahan 10% dan 40%
ekstrak buah naga super merah (v/v). Pengaruh yang tidak
nyata juga diperlihatkan oleh perlakuan penambahan 20%
ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan perlakuan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).
84
adanya kandungan mineral – mineral awal dalam bahan baku.
Semakin besar kandungan abu dalam suatu bahan makanan
menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan mineral yang
terdapat pada makanan tersebut. Buckle dkk (1987)
menambahkan bahwa kadar abu pada bahan olahan sangat
terkandung pada asal bahan baku yang digunakan.
4.2.5 Kadar Air
Berdasarkan hasil uji, kadar air permen susu buah
naga super merah berkisar antara 8.72 – 16.99%. Hasil analisa
sidik ragam yang terlampir pada Lampiran 13a menunjukkan
persentase penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air permen
susu buah naga super merah (α =0,05). Nilai kadar air permen
susu buah naga super merah dapat dilihat pada Gambar 14.
Hasil uji lanjut jarak berganda duncan (UJBD) terhadap kadar
air permen susu buah naga super merah yang terlampir pada
Lampiran 13b menunjukkan bahwa perlakuan tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kadar air perlakuan dengan
penambahan 40% ekstrak buah naga super merah (v/v).
Namun, perlakuan tanpa penambahan ekstrak buah naga super
merah memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar
air perlakuan dengan dengan penambahan 10%, 20% dan 30%
ekstrak buah naga super merah (v/v).
85
Gambar 14. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Kadar Air Permen
Susu Buah Naga Super Merah
86
ekstrak buah naga super merah. Kandungan air yang tinggi
dikarenakan susu dan ekstrak buah naga super merah memiliki
kandungan air yang cukup tinggi, sehingga semakin banyak
penambahan ekstrak buah naga super merah maka kandungan
air pada permen susu akan meningkat. Widodo (2002)
menyatakan bahwa kandungan air dalam susu sapi sangat
tinggi, yaitu sekitar 86.5%. Menurut Taiwan Food Industry
Develop & Research Authorities (2005) dalam Wahyuni (2010),
kandungan air yang terkandung dalam buah naga super merah
sebesar 82.5 – 83.0 g/100 gram (82.5 – 83%). Islam et al.
(2012) menambahkan kadar air yang terkandung dalam ekstrak
buah naga sebesar 87,87 – 87,93%.
Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar air
adalah tingginya gula reduksi yang terkandung pada permen
susu. Semakin tinggi gula reduksi pada suatu bahan pangan
maka semakin tinggi pula kadar air produk pangan tersebut. Hal
ini disebabkan gula reduksi mempunyai sifat mengikat dan
menyerap air yang ada dalam bahan pangan tersebut.
Sudarmadji dkk (1989) menyatakan bahwa kadar air selain
dipengaruhi oleh waktu pemasakan juga dipengaruhi oleh kadar
gula pereduksi dan kondisi lingkungan. Kadar air akan semakin
tinggi dengan semakin tingginya kandungan gula pereduksi
khususnya fruktosa. Fruktosa bersifat higroskopis, sehingga
dapat dengan mudah menyerap air. Kelembaban lingkungan
yang tinggi akan meningkatkan penyerapan uap air oleh gula
87
sehingga terjadi peningkatan kandungan kadar air dan
penurunan tekstur.
Kadar air yang dihasilkan dari penelitian ini belum
memenuhi kadar air yang ditetapkan oleh Standar Nasional
Indonesia 3547.2-2008 (BSN, 2008) yang mengisyaratkan kadar
air permen bukan jelly maksimal sebesar 7.5%. Hal ini
disebabkan karena pengecekan tingkat kematangan permen
susu yang sedikit mengalami kendala ketika pemrosesan
dilakukan secara vakum. Namun, kadar air hasil penelitian ini
sebagian ataupun semuanya masih memenuhi persyaratan jika
dibandingkan dengan hasil penelitian lain. Menurut Usman dan
Abubakar (2009) menyatakan bahwa karamel susu (permen
susu) yang berasal dari susu segar memiliki kandungan air
sebanyak 9.43%. Koswara (2009) menambahkan bahwa kadar
air pada karamel susu berkisar antara 9 – 22%.
4.3 Sifat Sensoris Permen Susu Buah Naga
4.3.1 Warna
Warna mempunyai arti dan peranan penting pada
komoditas pangan. Peranan ini sangat nyata pada tiga hal yaitu
daya tarik, tanda pengenal dan atribut mutu. Diantara sifat –
sifat produk pangan, warna merupakan faktor yang paling
menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan
disukai atau tidak disukai (Soekarto, 1990). Nilai rata – rata
sensoris terhadap penerimaan warna ditunjukkan pada Gambar
88
15 dan data uji sensoris penerimaan warna selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 14a.
89
cenderung mengalami peningkatan dengan semakin banyaknya
penambahan ekstrak buah naga super merah. Nilai rata – rata
tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penambahan 40%
ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan skor sebesar 5.12,
sedangkan nilai rata – rata terendah terdapat pada perlakuan
tanpa penambahan buah naga super merah dengan skor
sebesar 4.76. Nilai rata – rata tertinggi menunjukkan sampel
yang paling disukai oleh panelis.
Kecenderungan kesukaan panelis terhadap
parameter warna disebabkan oleh warna yang dihasilkan pada
permen susu. Semakin banyak ekstrak buah naga super merah
yang ditambahkan pada pembuatan permen susu maka warna
yang dihasilkan akan semakin merah. Warna merah tersebut
disebabkan oleh kandungan betasianin yang terkandung pada
ekstrak buah naga super merah. Menurut Le Bellec et al. (2006)
dan Wybreniec et al. (2007), warna merah pada buah naga
super merah disebabkan adanya kandungan betasianin yang
merupakan pigmen warna yang larut dalam air. Semakin tinggi
kandungan betasianin maka antioksidan dalam buah akan
semakin tinggi. Selain itu, betasianin juga dapat digunakan
sebagai pewarna alami yang lebih aman bagi kesehatan.
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan warna
yang terlampir pada Lampiran 14b menunjukkan bahwa
persentase penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap parameter
90
sensoris warna pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal
ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan yang diperoleh yaitu P =
0,971. Pengaruh yang tidak nyata ini disebabkan masing –
masing panelis mempunyai tingkat kesukaan yang hampir sama
pada semua permen yang diujikan. Selain itu, panelis belum
terbiasa dan kurang suka permen dengan warna yang keruh.
Panelis lebih menyukai warna permen yang cerah dan
transparan. Hal ini didukung pernyataan Yani (2006) yang
menyatakan bahwa panelis lebih menyukai warna permen yang
cerah dan transparan.
4.3.2 Rasa
Rasa lebih banyak melibatkan indera lidah. Rasa
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai
penerimaan seseorang terhadap suatu makanan. Ada empat
rasa utama yang dapat dideteksi oleh indera perasa yaitu asin,
manis, asam, dan pahit (Meyer, 1978). Nilai rata – rata sensoris
terhadap penerimaan rasa dapat dilihat pada Gambar 16 dan
data uji sensoris penerimaan rasa selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 15a.
91
Gambar 16. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata
Kesukaan Rasa Permen Susu Buah Naga Super
Merah
92
kecenderungan kesukaan panelis semakin naik, namun pada
perlakuan penambahan 30% sampai 40% ekstrak buah naga
super merah (v/v) mengalami kecenderungan kesukaan yang
semakin turun. Penurunan dan kenaikan kesukaan panelis
disebabkan oleh selera panelis terhadap rasa permen susu
berbeda- beda.
Perlakuan penambahan 20% ekstrak buah naga
super merah (v/v) dengan nilai penerimaan panelis sebesar 5.12
merupakan sampel yang paling disukai panelis. Hal ini diduga
kombinasi rasa yang dihasilkan pada perlakuan ini masih
mengandung kedua rasa dari kedua bahan baku yang
digunakan yaitu rasa susu dan buah naga pada permen susu
dan tidak ada salah satu yang menonjol serta rasa yang
dihasilkan tidak terlalu manis dan memiliki rasa yang
menyegarkan yang sangat disukai panelis. Hal ini didukung
Wahyuni (2012), penambahan buah naga super merah pada
jumlah yang tepat akan menghasilkan rasa yang disukai panelis
karena buah naga mempunyai rasa campuran asam dan manis.
Sementara perlakuan penambahan 40% ekstrak buah naga
super merah (v/v) dengan nilai penerimaan panelis sebesar 4.2
merupakan sampel yang paling tidak disukai panelis. Hal ini
diduga penambahan ekstrak buah naga yang terlalu banyak
menghasilkan rasa permen buah naga yang cenderung
didominasi oleh rasa ekstrak buah naga sehingga rasa yang
93
dihasilkan sangat manis dan asam serta menghilangkan rasa
susu yang disukai oleh panelis.
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan warna
yang terlampir pada Lampiran 15b menunjukkan bahwa
persentase penambahan ekstrak buah naga super merah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter sensoris
pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan
oleh hasil perhitungan yang diperoleh yaitu P = 0,034. Pengaruh
nyata ini disebabkan panelis dapat membedakan rasa pada
setiap sampel permen yang disajikan pada saat pengujian.
Pengujian dilanjutkan dengan uji multiple comparasion untuk
melihat perbandingan pengaruh setiap perlakuan terhadap rasa
permen susu buah naga yang dihasilkan. Nilai p pada uji
multiple comparison terhadap parameter rasa disajikan pada
Tabel 7 dan hasil uji multiple comparison terhadap parameter
rasa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15c.
94
Tabel 7. Nilai p pada Uji Multiple Comparison Antar Kelompok
Untuk Parameter Sensoris Rasa Permen Susu
Kelompok P0 P1 P2 P3 P4
P0 0.360 0.017* 0.909 0.731
P1 0.360 0.138 0.303 0.208
P2 0.017* 0.138 0.013* 0.007*
P3 0.909 0.303 0.013* 0.819
P4 0.731 0.208 0.007* 0.819
96
Gambar 17. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata
Kesukaan Aroma Permen Susu Buah Naga Super
Merah
97
perlakuan didapatkan nilai rata – rata berkisar antara 3.72
sampai 3.84 yang berarti panelis memberikan respon yang
hampir sama yaitu agak tidak suka. Nilai rata – rata tertinggi
penerimaan panelis terhadap aroma adalah perlakuan tanpa
penambahan ekstrak buah naga super merah dengan nilai skor
sebesar 3.84 sedangkan sampel yang tidak disukai panelis
adalah perlakuan dengan penambahan 40% ekstrak buah naga
super merah (v/v) dengan nilai skor sebesar 3.72. Berdasarkan
Gambar 17, nilai kesukaan panelis terhadap parameter aroma
mengalami penurunan dengan semakin banyaknya ekstrak
buah naga super merah yang ditambahkan pada permen susu.
Penurunan disebabkan penambahan ekstrak buah naga super
merah yang terlalu banyak pada permen susu akan menutupi
aroma susu yang disukai oleh panelis dan didominasi oleh
aroma khas buah naga. Menurut Wahyuni (2012), semakin
banyak daging buah naga yang ditambahkan, maka aroma yang
dihasilkan pada jenang akan semakin langu. Hal ini juga
didukung oleh pernyataan Waladi dkk (2015) yang menyatakan
bahwa kulit dan daging buah naga merah memiliki citarasa
langu sehingga dengan semakin banyak penambahan kulit
ataupun daging buah naga merah dapat mengurangi aroma
khas susu.
Hasil uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis
terhadap penerimaan aroma yang terlampir pada Lampiran 16b
menunjukkan bahwa persentase penambahan ekstrak buah
98
naga super merah memberikan pengaruh yang tidak nyata
terhadap parameter sensoris aroma pada selang kepercayaan
95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan yang
diperoleh yaitu P = 0,996. Pengaruh yang tidak nyata
disebabkan masing – masing panelis memiliki tingkat kesukaan
yang hampir sama terhadap aroma permen susu. Menurut
Hambali (2004) dan Wahyuni (2012) yang menyatakan bahwa
aroma atau bau sendiri sukar untuk diukur sehingga biasanya
menimbulkan pendapat berlainan dalam menilai kualitas
aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan tiap orang memiliki
perbedaan penciuman meskipun mereka dapat membedakan
aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang
berlainan.
4.3.4 Tekstur
Tekstur merupakan sekelompok sifat fisik yang
ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang dapat
dirasa oleh perabaan, terkait dengan deformasi dan disintegrasi
yang diukur secara objektif oleh mata, waktu dan jarak
(Purnomo, 1995). Konsumen umumnya menilai tekstur produk
dengan cara menekan dengan jari dan penekanan selama
pengunyahan. Nilai rata – rata sensoris terhadap penerimaan
tekstur ditunjukkan pada Gambar 18 dan data uji sensoris
penerimaan tekstur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
17a.
99
Gambar 18. Grafik Hubungan Persentase Ekstrak Buah Naga
Super Merah (v/v) dengan Nilai Rata – Rata
Kesukaan Tekstur Permen Susu Buah Naga
Super Merah
100
ekstrak buah naga super merah (v/v) dengan skor sebesar 2.6.
Kecenderungan kesukaan panelis menurun dengan semakin
banyaknya ekstrak buah naga super merah yang ditambahkan
pada permen susu. Hal ini disebabkan semakin banyak ekstrak
buah naga super merah akan menghasilkan tekstur yang sangat
lembut dan lembek. Panelis lebih menyukai permen susu yang
mempunyai tekstur keras. Menurut Pramuditya dan Yuwono
(2014), Panelis lebih menyukai tekstur bahan pangan (bakso)
yang mempunyai tekstur yang lebih keras dan kurang menyukai
tekstur bahan yang lembut dan lembek.
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap tekstur yang
terlampir pada Lampiran 17b menunjukkan bahwa persentase
penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan
pengaruh yang nyata terhadap parameter sensoris tekstur pada
selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan oleh
hasil perhitungan yang diperoleh yaitu P = 0,000. Pengujian
dilanjutkan dengan uji multiple comparasion untuk melihat
perbandingan pengaruh setiap perlakuan terhadap tekstur
permen susu buah naga yang dihasilkan. Nilai p pada uji
multiple comparison terhadap parameter tekstur disajikan pada
Tabel 8 dan hasil uji multiple comparison terhadap parameter
tekstur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17c.
101
Tabel 8. Nilai p pada Uji Multiple Comparison Antar Kelompok
Untuk Parameter Sensoris Tekstur Permen Susu
Kelompok P0 P1 P2 P3 P4
P0 0.854 0.713 0.001* 0.000*
P1 0.854 0.854 0.002* 0.000*
P2 0.713 0.854 0.004* 0.000*
P3 0.001* 0.002* 0.004* 0.520
P4 0.000* 0.000* 0.000* 0.520
102
ditambahkan relatif sedikit, sehingga adanya perbedaan tekstur
produk akhir relatif kecil.
104
Tabel 9. Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu
Parameter
Peneliti Kadar Kadar Protein Gula Vit. C
Abu Reduksi (mg/ 100
Air (%) (%) (%) gram)
(%)
Meylinda 9.615 - - 9.259 -
(2015)
Himma - 1.603 5.150 - -
(2015)
Islam et al 29.10 – 0.59 – - 27.42 – 2.61 –
(2012) 30.12 0.62 28.04 2.79
Hasil
Penelitian 8.95 1.49 4.74 15.52 14.04
Witoyo
(2016)
BSN Max. 7.5 Max. 2 - Max. 20 -
(2008)
106
Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 dimana kadar abu untuk
permen bukan jelly maksimal adalah 2.0%.
Standar Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 tidak
mengisyaratkan kadar protein minimal yang terkandung dalam
permen susu seperti yang terlihat pada Tabel 9. Kadar protein
hasil penelitian ini lebih rendah (4.74%) dibandingkan dengan
kadar air protein dengan pengolahan konvensional. Perbedaan
ini diduga disebabkan oleh kandungan awal protein yang
terkandung didalam susu sehingga mempengaruhi hasil akhir
kadar protein pada permen susu. Menurut Saleh (2004),
kandungan protein susu berkisar antara 3 – 5%. Selain itu, lama
pengolahan yang berbeda juga mempengaruhi tingkat
kerusakan protein. Swastawati dkk (2013) menyatakan bahwa
kadar protein dapat menurun karena adanya proses
pengolahan terutama proses pengolahan yang menggunakan
panas.
Gula reduksi merupakan salah satu parameter
penting dalam penentuan karakteristik mutu permen. Standar
Nasional Indonesia 3547.2 Tahun 2008 mengisyaratkan gula
reduksi maksimal yang terkandung dalam permen susu adalah
20% dan permen susu hasil penelitian ini masih memenuhi
standar yang telah ditetapkan seperti yang telihat pada Tabel 9.
Tabel 9 juga menunjukkan nilai gula reduksi hasil penelitian
(15.52%) lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Himma
(2015) yang memperoleh gula reduksi sebesar 9.259% dan
lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Islam et al. (2012)
107
yang memperoleh gula reduksi permen sebesar 27.42 –
28.04%. Perbedaan nilai reduksi penelitian ini dengan penelitian
Himma (2015) disebabkan oleh lama proses pembuatan permen
yang berbeda. Pada penelitian Himma (2015) lama proses
untuk membuat permen adalah 80 menit sedangkan pada
penelitian ini lama waktu pembuatan permen berkisar antara 89
– 135 menit. Semakin lama waktu pengolahan maka akan
semakin banyak gula reduksi yang terbentuk. Gaewchingduan
and Pengthemkeerat (2010) menyatakan bahwa peningkatan
lama pemanasan memiliki pengaruh positif terhadap gula
reduksi. Semakin lama waktu pemanasan dapat meningkatkan
proses hidrolisis yang akan meningkatkan kadar gula reduksi.
Sementara perbedaan penelitian ini dengan penelitian Islam et
al. (2012) terletak pada pH. Pada penelitian Islam et al. (2012),
pHnya lebih rendah (suasana asam) karena hanya berasal dari
ekstrak buah naga. Hasniarti (2012) berpendapat bahwa
tingginya gula reduksi disebabkan jumlah sari buah yang
digunakan cukup tinggi sehingga dalam kondisi pH rendah
(suasana asam) sukrosa dapat tereduksi menjadi glukosa dan
fruktosa yang disebut gula reduksi karena adanya gugus OH
bebas yang reaktif.
Menurut Tabel 9, kandungan vitamin C permen hasil
penelitian ini lebih tinggi (14.04%) dibandingkan dengan
penelitian Islam et al. (2012) yaitu sebesar 2.61-2.79%. Hasil
yang lebih tinggi disebabkan pengolahan dengan metode vakum
108
mampu mempertahankan vitamin C yang terkandung dalam
bahan baku awal selama pengolahan sehingga tidak banyak
vitamin C yang mengalami kerusakan. Pantan (2012)
menyatakan bahwa pada proses pengolahan vakum nutrisi
bahan pangan akan relatif tetap dipertahankan. Bahan pangan
atau sayuran yang diolah dengan metode vakum akan
dihasilkan produk dengan kandungan zat gizi seperti protein,
lemak dan vitamin yang tetap terjaga.
4.5 Pemilihan Perlakuan Terbaik
Penentuan perlakuan terbaik dilakukan dengan
menggunakan indeks efektivitas (De Garmo et al, 1984) yang
dilakukan dengan cara meminta pendapat 25 panelis tentang
urutan ranking dari sebelas parameter yang digunakan sesuai
dengan tingkat kepentingan panelis mengenai peranan
parameter tersebut dalam menentukan mutu permen susu.
Parameter yang digunakan meliputi parameter fisik, kimia dan
sensoris. Penilaian diurutkan dari yang kurang penting hingga
paling penting. Perlakuan dengan nilai produk (NP) tertinggi
merupakan perlakuan terbaik dan sebaliknya perlakuan dengan
nilai produk terendah merupakan merupakan perlakuan
terburuk. Nilai produk masing – masing perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 10 dan data dan hasil perhitungan perlakuan terbaik
dapat dilihat pada Lampiran 18.
109
Tabel 10. Nilai Produk Masing – Masing Perlakuan
Parameter Nilai Produk Perlakuan
P0 P1*) P2 P3
P4**)
Kekerasan 0.0964 0.0625 0.0257 0.0025 0.0000
Warna L* 0.0301 0.0070 0.0018 0.0008 0.0000
Warna a* -0.0381 0.0301 0.0205 0.0095 0.0000
Warna b* 0.0301 0.0000 0.0044 0.0090 0.0103
Protein 0.0915 0.0586 0.0663 0.0679 0.0000
Vitamin C 0.0000 0.0494 0.0636 0.0830 0.0970
Gula 0.0745 0.0562 0.0304 0.0021 0.0000
Reduksi
Kadar Air 0.0667 0.0648 0.0542 0.0665 0.0000
Kadar Abu 0.0345 0.0470 0.0000 0.0047 0.0329
Sensoris 0.0000 0.0614 0.0737 0.0859 0.0982
Warna
Sensoris 0.0249 0.0684 0.1430 0.0124 0.0000
Rasa
Sensoris 0.1079 0.0719 0.0719 1.0360 0.0000
Aroma
Sensoris 0.1000 0.0953 0.0907 0.0209 0.0000
Tekstur
Total Nilai 0.6185 0.6728 0.6462 0.4012 0.2384
*) **)
Keterangan : menunjukkan perlakuan terbaik dan
menunjukkan perlakuan terburuk
111
topografi suatu permukaan dan pengamatan struktur internal.
Sampel yang diamati meliputi sampel yang menunjukkan
perlakuan terbaik dan sampel yang menunjukkan perlakuan
terburuk dengan menggunakan metode indeks efektivitas yang
telah dijabarkan pada Poin 4.5 (Pemilihan Perlakuan Terbaik).
Gambar perbandingan mikrostruktur permen susu buah naga
super merah dari hasil perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk
dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar mikrostuktur lengkap
dengan berbagai pembesaran dapat dilihat pada Lampiran 19.
112
Keterangan : : matrik protein dan : rongga kosong
Gambar 19. Mikrostruktur Permen Susu Buah Naga Super
Merah (A) perlakuan terbaik dan (B) perlakuan
terburuk. (1) pembesaran 1500x dan (2)
pembesaran 2000x.
113
Gambar 19 memperlihatkan penyebaran matriks
protein dan globula- globula lemak pada perlakuan terbaik dan
terburuk permen susu buah naga super merah. Gambar 19 (A1)
dan (A2) memperlihatkan matrik protein lebih kompak dan
menyebar relatif merata dengan penyebaran globula – globula
lemak merata dengan ukuran dan bentuk yang seragam serta
memiliki banyak rongga kosong yang memiliki bentuk dan
ukuran yang berbeda. Menurut Aguilera dan Stanley (1999)
menyatakan bahwa tidak dapat disangkal bahwa konformasi
protein menentukan banyak fungsi. Selain dalam bentuk bulat
dan acak, koil molekul protein sering ditandai dengan
kelarutannya. Bentuk protein sering larut dan dapat berdiri
sendiri untuk membentuk elemen struktural melalui interaksi sub
unit. Satriyanto (2012) menambahkan bahwa rongga kosong
yang terbentuk diantara matriks disebabkan karena panas
memotong ikatan kovalen dan seperti ikatan hidrogen dan
ikatan hidrofobik.
Gambar 19 (B1) dan (B2) menunjukkan matrik protein
menyebar kurang merata dan tidak memiliki rongga udara
sehingga tekstur yang dihasilkan lebih halus dibandingkan
Gambar 19 (A1) dan (A2). Tidak adanya rongga udara
mengindikasikan rendahnya kandungan lemak yang terkandung
didalam permen dan tekstur yang halus diduga disebabkan oleh
kandungan air yang tinggi yang terdapat pada perlakuan
terburuk permen susu buah naga super merah. Khosrowshahi
et
114
al. (2006) menyatakan bahwa penurunan kadar air diduga akan
mengikat kadar lemak karena ruang yang ditinggalkan oleh air
akan diisi oleh globula lemak sehingga penyebaran globula
lemak lebih merata. Semakin banyak lemak yang terkandung
dalam keju olahan, maka kandungan protein yang ada didalam
keju akan semakin menurun sehingga menghasilkan keju yang
lunak.
Perbedaan dan perubahan mikrostruktur yang
dihasilkan pada perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk
permen susu buah naga super merah disebabkan lama proses
pengolahan yang berbeda. Semakin lama waktu proses
pengolahan maka akan semakin banyak kandungan gizi yang
hilang sehingga mempengaruhi mikrostruktur. Bryant et al.
(1995) berpendapat bahwa matriks protein dengan globula
lemak secara langsung tersebar dalam jaringan protein. Struktur
jaringan ini menentukan tekstur dan dipengaruhi oleh komposisi,
proses pengolahan, proteolysis selama penyimpanan, ukuran
dan distribusi globula lemak.
Untuk mengetahui kandungan elemen yang terdapat
pada perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk permen susu
buah naga super merah menggunakan SEM EDAX. Spektrum
kandungan elemen yang terkandung dalam perlakuan terbaik
dan perlakuan terburuk permen susu buah naga super merah
dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21. Nilai Kuantitatif
kandungan elemen perlakuan terbaik dan perlakuan terburuk
115
permen susu buah naga super merah dapat dilihat pada Tabel
11 dan data kandungan elemen selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 20a untuk permen perlakuan terbaik dan
Lampiran 20b untuk permen perlakuan terburuk.
116
Gambar 21. Spektrum Kandungan Eleman yang Terkandung
dalam Perlakuan Terburuk Permen Susu Buah
Naga Super Merah
Nama Elemen
Spektrum
C O Cl K Ca
Perlakuan 51.418 47.704 0.220 0.376 0.281
Terbaik
Perlakuan 43.087 56.503 0.147 0.263 0.000
Terburuk
117
tertinggi sebesar 51.418%, O sebesar 47.704%, Cl sebesar
0.220%, K sebesar 0.376% dan Ca sebesar 0.281% sedangkan
permen dengan perlakuan terburuk memiliki kandungan O
tertinggi sebesar 56.503%, C sebesar 43.087%, Cl sebesar
0.147% dan K sebesar 0.263%. Kandungan C dan O yang tinggi
menunjukkan permen susu baik perlakuan terbaik dan
perlakuan terburuk mengandung kandungan protein. Menurut
Winarno (2008), protein merupakan sumber asam – asam
amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak
dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Kriswanto (2012)
menambahkan bahwa komposisi elemen penyusun protein
terdiri atas karbon sebesar 51-55%, hidrogen sebesar 6.5 –
7.3%, nitrogen sebesar 15.5 – 18%, oksigen sebesar 21.5-
23.5%, sulfur sebesar 0.5 – 2% dan kalium sebesar 0 – 1.5%.
Tabel 11 juga memperlihatkan bahwa selain
kandungan unsur C dan O, permen susu juga mempunyai
kandungan Ca. Pada permen susu dengan perlakuan terbaik
didapatkan kandungan Ca sebesar 0.281% sementara pada
permen perlakuan terburuk tidak mengandung Ca. Kandungan
kalsium tersebut diduga berasal dari bahan baku pembuatan
permen yaitu susu dan buah naga super merah. Menurut Alfian
(2004), susu mengandung kandungan kalsium sebesar 5.6025 –
5.7854 ppm. Legowo (2002) menambahkan kandungan unsur
mineral Ca dalam susu sebesar 1100 - 1300 mg per liter susu.
Pernyataan serupa juga dikemukakan Zamberlin et al. (2012)
118
yang menyatakan bahwa susu sapi mengandung unsur kalsium
sebanyak 107-133 mg/100 gram susu. Buckle dkk (1987) juga
melaporkan bahwa susu memiliki kandungan mineral Ca
(Kalsium) sebanyak 0.125%. Kandungan kalsium juga terdapat
pada buah naga super merah walaupun jumlahnya sangat
sedikit. Taiwan Food Industry Develop & Research Authorities
(2005) dalam Wahyuni (2010) menyatakan bahwa dalam setiap
100 gram buah naga super merah mengandung 6.3 – 8.8 mg
kalsium. Nurul and Asmah (2014) menambahkan bahwa buah
naga merah mengandung unsur Ca sebesar 1.55 - 6.72 mg/100
gram berat basah buah naga merah. Pernyataan serupa juga
dikemukakan Jerônimo et al. (2015) yang menyatakan bahwa
buah naga mengandung unsur Kalsium (Ca) sebesar 0.040
mg/100 g. Pada permen susu perlakuan terburuk tidak
ditemukan kandungan mineral Ca. Tidak adanya kandungan Ca
disebabkan oleh proses pengolahan permen yang terlalu lama.
Lewu et al. (2010) melaporkan bahwa terjadi penurunan yang
signifikan pada mineral terutama, fosfor, kalsium, kalium dan
seng pada Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan
proses pemasakan.
Tabel 11 juga memaparkan bahwa permen susu baik
perlakuan terbaik dan terburuk mengandung unsur Cl dan K.
Pada permen perlakuan terbaik mengandung unsur Cl
sebanyak 0.220% dan mengandung unsur K sebanyak 0.376%
sedangkan permen perlakuan terburuk mengandung unsur Cl
119
sebanyak 0.147% dan unsur K sebesar 0.263%. Unsur Cl dan K
diduga berasal dari bahan baku pembuatan permen yaitu susu.
Buckle dkk (1986) menyatakan bahwa susu mengandung unsur
mineral Cl sebesar 0.103% dan unsur mineral K sebesar
0.140%. Legowo (2002) menambahkan dalam setiap satu liter
susu mengandung unsur Cl sebanyak 900-1000 mg dan unsur
K sebanyak 1100-1700 mg. Hasil serupa juga dilaporkan oleh
Zamberlin et al. (2012) yang melaporkan bahwa susu sapi
mengandung unsur mineral K sebanyak 144-178 mg/ 100 gram
susu serta mengandung unsur mineral Cl sebanyak 90-106
mg/100 gram susu. Selain dari susu, unsur mineral K juga
terdapat pada buah naga super merah. Nurul and Asmah (2014)
melaporkan bahwa buah naga merah mengandung unsur K
sebesar 1528.29- 437.55 mg/100 gram berat basah buah naga
merah. Jerônimo et al. (2015) juga melaporkan bahwa buah
naga mengandung unsur mineral K sebanyak 3.090 mg/100 g.
120
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Penambahan ekstrak buah naga super merah memberikan
pengaruh yang nyata terhadap nilai kekerasan, intensitas
warna L*a*b*, kadar protein, kadar gula reduksi, kadar
vitamin C, kadar abu, kadar air, nilai sensoris warna dan nilai
sensoris tekstur permen susu buah naga super merah, tetapi
tidak berpengaruh nyata terhadap nilai sensoris rasa dan
aroma permen susu buah naga super merah.
2. Penambahan ekstrak buah naga super merah yang
menunjukkan perlakuan terbaik menggunakan metode indeks
efektivitas adalah penambahan 10% ekstrak buah naga
super merah (v/v) dengan karakteristik yang dihasilkan: nilai
kekerasan (523,17 gF), warna L* (31,03), warna a* (41,53),
warna b* (-5,6), kadar protein (4,74%), kadar vitamin C
(14,04 mg/100 gram), kadar gula reduksi (15,52%), kadar air
(8,95%) dan kadar abu (1,49%) serta nilai sensoris warna
(4,96), rasa (4,64), aroma (3,80) dan tekstur (4,24).
121
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan kualitas permen susu dengan
kandungan fisikokimia dan sensoris permen susu buah naga
super merah yang optimal disarankan untuk menambahkan
10% ekstrak buah naga super merah (v/v).
2. Perlu dikaji lebih lanjut mengenai umur simpan permen susu
buah naga super merah sehingga penurunan mutu selama
penyimpanan dan masa kadaluarsa produk dapat ditentukan.
3. Perlu adanya pengkajian mengenai kestabilan pigmen warna
betasianin yang terkandung dalam ekstrak buah naga super
merah selama proses pengolahan berlangsung.
122
DAFTAR PUSTAKA
123
Anggraini, N. K. 2010. Study kelayakan Tentang Perencanaan
Usaha Permen Karamel Susu (Hoppies) Kombinasi.
Skripsi. UNNES. Semarang.
125
Fennema, O. W. 1997. Food Chemistry Third Edition. Marcel
Decker Inc. Newyork USA.
126
Oil dan Jenis Penstabil Terhadap Mutu Es Krim
Lupin. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 5(1) : 115-135
127
Islam, M.Z., M.T.H. Khan, M.M. Hoque and M.M. Rahman.
2012. Studies on the Processing and Preservation of
Dragon Fruit (Hylocereus undatus) Jelly. The
Agriculturits 10(2): 29-35
128
Khosrowshahi, A. Madadlou, M.E.Z. Mousavi and Z. Emam-
Djomeh. 2006. Monitoring the Chemical and Textural
Changes During Ripening of Iranian White Cheese
Made with Different Concentrations of Starter.
Journal of Diary Science 89(9): 3318-3325
129
Lesmana, N.S., T.I.P. Suseno dan N. Kusumawati. 2008.
Pengaruh Penambahan Kalsium Karbonat sebagai
Fortifikan Kalsium Terhadap Sifat Fisikokimia dan
Organoleptik Permen Jeli Susu. Jurnal Teknologi
Pangan dan Gizi 7(1): 28-39
Meyer, L.H. 1978. Food Chemistry. The AVI Publ. Comp. Inc.
Westport, Connecticut USA.
131
Nelson, D. L and M.M. Cox. 2008. Lehninger Principles of
Bochemistry 5th Edition. W.H. Freeman and Company.
New York USA.
Noor, R.R. 2001. Scanning Electron Microscop dalam
132
Poedjiadi, A dan F.M.T. Supriyanti. 2006. Dasar – Dasar
Biokimia Edisi Revisi. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
133
Salamah, E.S., Purwaningsih dan R. Kurnia. 2012. Kandungan
Mineral Remis (Corbicula javanica) Akibat Proses
Pengolahan. Jurnal Akuatika 3(1): 74 -83
Wu, L.C.,H.W. Hsu, Y.C.Chen, C.C. Chiu, Y.I. Lin and J.A. Ho.
2006. Antioxidant and Antiproliferative Activities of
Red Pitaya. Food Chemistry 95: 319-327
139
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lama Waktu Proses Pembuatan Permen Susu
Buah Naga
142
Lampiran 2a. Form Penilaian Uji Sensoris Produk Permen
Susu Buah Naga
143
Lampiran 2b. Lembar Penilaian Uji Sensoris Produk Permen Susu Buah Naga yang telah diisi oleh
Panelis
144
Lampiran 3a. Form Lembar Penilaian Tingkat Kepentingan Panelis
Lembar Penilaian Tingkat Kepentingan Panelis
Nama :
Tanggal Pengujian :
Jenis Contoh : Permen Susu Buah Naga
Kekerasan
Warna (Fisik)
Kadar Protein
Kadar Vitamin C
Kadar Air
Kadar Abu
Warna
Rasa
Aroma
Tekstur
145
Lampiran 3b. Lembar Penilaian Tingkat Kepentingan Panelis yang telah diisi oleh Panelis
146
Lampiran 4. Hasil Uji Sifat Fisikokimia Permen Susu
147
Lampiran 5a. Hasil Analisa Sidik Ragam Nilai Kekerasan
Total 4132098.540 15
Corrected 2463031.009 14
Total
148
Lampiran 5b. Hasil Uji Lanjut Duncan Nilai Kekerasan
Subset
Perlakuan 1 2 Notasi
P0 895.53 B
P1 523.43 523.43 AB
P2 128.77 A
P3 69.53 A
P4 50.60 A
149
Lampiran 6a. Hasil Analisa Sidik Ragam Warna L*
Total 18443.680 15
Corrected 2929.696 14
Total
150
Lampiran 6b. Hasil Uji Lanjut Duncan Warna L*
P2 24.633 A
P3 23.367 A
P4 22.400 A
151
Lampiran 7a. Hasil Analisa Sidik Ragam Warna a*
Total 15354.710 15
Corrected
1680.149 14
Total
a. R Squared = .960 (Adjusted R Squared = .929)
152
Lampiran 7b. Hasil Uji Lanjut Duncan Warna a*
P2 32.467 32.467 BC
P3 37.300 37.300 CD
P4 41.333 D
153
Lampiran 8a. Hasil Analisa Sidik Ragam Warna b*
Total 1431.850 15
Corrected 1223.529 14
Total
154
Lampiran 8b. Hasil Uji Lanjut Duncan Warna b*
P2 -1.767 B
P3 2.167 C
P4 3.333 C
155
Lampiran 9a. Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Protein
Total 338.592 15
Corrected
6.018 14
Total
a. R Squared = .798 (Adjusted R Squared = .647)
156
Lampiran 9b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Protein
Subset
Perlakuan Notasi
1 2
P0 5.3400 B
P1 4.7400 B
P2 4.833 B
P3 4.9133 B
P4 3.6667 A
157
Lampiran 10a. Hasil Analisa Sidik Ragam Gula Reduksi
Total 14988.597 15
Corrected 3556.677 14
Total
158
Lampiran 10b. Hasil Uji Lanjut Duncan Gula Reduksi
Subset
Perlakuan Notasi
1 2 3 4
P0 6.1167 A
P1 15.5167 B
P2 28.7633 C
P3 42.2733 D
P4 44.3633 D
159
Lampiran 11a. Hasil Analisa Sidik Ragam Vitamin C
Dependent Variable:Vitamin C
Type III Mean
Source Sum of df F Sig.
Square
Squares
Total 5577.214 15
Corrected 1422.539 14
Total
160
ampiran 11b. Hasil Uji Lanjut Duncan Vitamin C
P2 18.0500 B
P3 23.5667 C
P4 27.5533 C
161
Lampiran 12a. Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Abu
Total 40.416 15
Corrected .236 14
Total
162
Lampiran 12b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu
P2 1.7867 B
P3 1.7567 B
P4 1.5767 A
163
Lampiran 13a. Hasil Analisa Sidik Ragam Kadar Air
Total 1902.736 15
Corrected 173.810 14
Total
164
Lampiran 13b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air
P2 10.2667 A
P3 8.7500 A
P4 16.9933 B
165
Lampiran 14a. Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap
Parameter Warna
No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
1 5 4 5 6 4
2 4 5 5 5 5
3 5 3 6 6 6
4 2 4 4 5 5
5 2 6 3 3 3
6 4 3 4 6 3
7 4 3 4 3 3
8 1 6 7 6 6
9 4 6 6 6 6
10 7 7 7 7 7
11 6 3 5 4 6
12 2 6 6 6 6
13 4 6 5 5 5
14 5 5 5 6 7
15 7 7 5 3 6
16 6 6 5 6 6
17 5 6 5 6 5
18 6 6 6 6 6
19 7 6 4 2 4
20 6 2 6 6 4
166
No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
21 5 4 5 5 7
22 6 5 6 4 5
23 6 6 5 5 5
24 4 4 4 5 5
25 6 5 2 4 3
167
Lampiran 14b. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter
Sensoris Warna
Ranks
Warna P0 25 59.66
P1 25 63.18
P2 25 61.36
P3 25 64.90
P4 25 65.90
Total 125
Test Statisticsa,b
Warna
Chi-square .525
df 4
168
Lampiran 15a. Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap
Parameter Rasa
No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
1 5 4 5 6 4
2 4 5 5 5 5
3 4 4 5 3 4
4 3 4 4 5 3
5 5 6 6 3 7
6 4 6 5 4 4
7 3 5 3 4 3
8 2 4 5 5 5
9 6 4 6 6 6
10 4 6 6 3 4
11 5 5 5 5 5
12 3 2 5 6 6
13 3 3 5 4 3
14 5 4 4 3 2
15 4 6 6 3 7
16 6 6 6 6 4
17 3 6 5 6 7
18 5 4 5 4 4
19 6 6 5 4 1
20 2 4 7 5 4
169
No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
21 4 4 5 4 5
22 6 5 5 2 4
23 6 4 6 2 2
24 5 4 4 4 3
25 6 5 5 5 3
170
Lampiran 15b. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter
Sensoris Rasa
Ranks
Perlakuan N Mean Rank
Rasa P0 25 57.50
P1 25 65.86
P2 25 81.64
P3 25 56.30
P4 25 53.70
Total 125
Test Statisticsa,b
Rasa
Chi-square 10.426
df 4
171
Lampiran 15c. Hasil Uji Lanjut Multiple
Comparasions
Terhadap Parameter Sensoris Rasa
Multiple Comparisons
Rasa
LSD
95% Confidence
(I) (J) Mean Std. Interval
Difference Sig.
Perlakuan Perlakuan Error
(I-J) Lower Upper
Bound Bound
P0
P3 .040 .348 .909 -.65 .73
P4 .120 .348 .731 -.57 .81
P1
P3 .360 .348 .303 -.33 1.05
P4 .440 .348 .208 -.25 1.13
*
P0 .840 .348 .017 .15 1.53
P1 .520 .348 .138 -.17 1.21
P2 *
.880
P3 .348 .013 .19 1.57
P4 * .348 .007 .27 1.65
.960
172
P0 -.040 .348 .909 -.73 .65
P1 -.360 .348 .303 -1.05 .33
P3 -.880
*
P2 .348 .013 -1.57 -.19
P4 .080 .348 .819 -.61 .77
P4 *
-.960
P2 .348 .007 -1.65 -.27
P3 -.080 .348 .819 -.77 .61
173
Lampiran 16a. Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap
Parameter Aroma
No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
1 5 5 4 4 4
2 1 1 1 2 3
3 1 4 5 4 2
4 2 2 4 5 3
5 3 5 3 5 5
6 4 3 2 2 2
7 6 4 3 1 2
8 2 2 4 2 4
9 3 5 3 5 5
10 5 6 5 6 6
11 5 5 3 5 3
12 2 2 2 5 5
13 5 5 4 4 4
14 4 2 2 2 2
15 4 5 4 5 5
16 5 5 5 5 4
17 7 6 7 7 7
18 5 4 4 5 4
19 6 4 4 3 4
20 2 3 7 2 2
174
No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
21 3 3 3 3 2
22 3 3 3 3 3
23 7 4 4 2 4
24 2 3 2 3 4
25 4 4 5 5 4
Total 96 95 95 94 93
Rata-rata 3.84 3.8 3.8 3.76 3.72
175
Lampiran 16b. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter
Sensoris Aroma
Ranks
Aroma P0 25 64.12
P1 25 64.52
P2 25 62.56
P3 25 63.04
P4 25 60.76
Total 125
Test Statisticsa,b
Aroma
Chi-square .175
df 4
176
Lampiran 17a. Rekapitulasi Data Uji Sensoris Terhadap
Parameter Tekstur
No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
1 5 5 3 3 3
2 5 4 2 2 2
3 3 3 5 4 4
4 2 2 4 5 3
5 2 4 1 1 1
6 6 6 2 2 2
7 4 5 5 3 1
8 2 5 6 3 3
9 6 3 3 3 3
10 5 7 6 5 4
11 6 5 5 3 2
12 2 3 2 2 2
13 3 2 5 4 6
14 4 3 6 6 4
15 3 3 4 3 6
16 6 6 5 2 2
17 6 5 6 3 3
18 3 3 5 2 2
19 7 5 6 2 1
20 1 5 7 2 1
177
No. Perlakuan
Panelis
P0 P1 P2 P3 P4
21 6 5 7 3 3
22 3 4 4 3 2
23 7 5 2 1 1
24 6 3 2 2 2
25 5 5 1 3 2
178
Lampiran 17b. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Parameter
Sensoris Tekstur
Ranks
Tekstur P0 25 76.84
P1 25 76.82
P2 25 73.06
P3 25 47.56
P4 25 40.72
Total 125
Test Statisticsa,b
Tekstur
Chi-square 24.044
df 4
179
Lampiran 17c. Hasil Uji Lanjut Multiple
Comparasions
Terhadap Parameter Sensoris Tekstur
Multiple Comparisons
Tekstur
LSD
95% Confidence
(I) (J) Mean Std. Sig. Interval
Difference
Perlakuan Perlakuan Error
(I-J) Lower Upper
Bound Bound
P0 1.440
*
P3 .434 .001 .58 2.30
P4 * .434 .000 .86 2.58
1.720
P1 *
1.360
P3 .434 .002 .50 2.22
P4 * .434 .000 .78 2.50
1.640
P2 1.280
*
P3 .434 .004 .42 2.14
P4 * .434 .000 .70 2.42
1.560
181
Lampiran 18. Analisa Perlakuan Terbaik dengan Metode De Garmo
Paramater
No. P
K W(F) Pr V.C GR KAI KAB SW SR SA ST
1 11 5 10 9 6 8 1 2 7 3 4
2 11 10 4 3 5 2 1 8 9 7 6
3 7 6 3 5 4 1 2 9 10 8 11
4 9 7 5 4 3 2 1 8 10 6 11
5 3 1 10 9 8 7 2 11 6 4 5
182
Paramater
No. P
K W(F) Pr V.C GR KAI KAB SW SR SA ST
6 10 4 5 11 8 9 2 3 7 6 1
7 10 7 3 2 6 4 1 5 11 8 9
8 8 9 3 7 10 2 1 5 11 4 6
9 5 4 9 10 2 3 1 8 11 7 6
10 11 7 9 8 4 1 2 10 11 6 7
11 5 4 6 7 2 3 1 9 10 11 8
12 8 7 6 5 4 3 1 2 11 10 9
183
Paramater
No. P
K W(F) Pr V.C GR KAI KAB SW SR SA ST
13 9 8 3 6 4 5 1 7 11 10 2
14 6 7 3 5 2 4 1 8 11 10 9
15 3 2 8 9 4 5 1 10 11 6 7
16 2 10 7 4 8 9 11 5 3 6 1
17 5 7 6 4 3 2 1 10 11 9 8
18 9 7 4 3 2 5 1 8 11 6 10
19 1 2 7 9 8 6 5 4 11 10 3
184
Paramater
No. P
K W(F) Pr V.C GR KAI KAB SW SR SA ST
20 3 7 8 11 6 2 1 4 10 9 5
21 7 6 5 4 3 2 1 8 10 11 9
22 1 3 10 9 8 6 7 2 11 4 5
23 8 7 4 3 2 6 1 5 11 9 10
24 5 9 2 3 4 5 1 11 10 7 8
25 1 3 11 10 7 8 9 5 6 4 2
Total 159 149 151 160 123 110 57 162 236 178 165
185
Bobot 0.096 0.090 0.092 0.097 0.075 0.067 0.035 0.098 0.143 0.108 0.100
Pr : Kadar Protein
V.C : Vitamin C
GR : Gula Reduksi
186
Nilai Perlakuan
Parameter Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
Kekerasan 779.2 523.17 245.1 69.63 50.6
Warna L* 59.37 31.03 24.63 23.37 22.4
Warna a* 11.57 41.53 37.3 32.47 28.3
Warna b* 20.5 -5.6 -1.77 2.17 3.33
Kadar Protein 5.34 4.74 4.88 4.91 3.67
Vitamin C 0.00 14.04 18.05 23.57 27.55
Gula Reduksi 6.12 15.52 28.76 43.27 44.36
Kadar Air 8.72 8.95 10.27 8.75 16.99
Kadar Abu 1.57 1.49 1.79 1.76 1.58
Sensoris Warna 4.76 4.96 5.00 5.04 5.08
Sensoris Rasa 4.36 4.64 5.12 4.28 4.20
187
Parameter Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
Sensoris Aroma 3.84 3.80 3.80 3.76 3.72
Sensoris Tekstur 4.32 4.24 4.16 2.96 2.60
188
Parameter Tertinggi Terendah Selisih
Kadar Air 8.72 16.99 -8.27
Kadar Abu 1.57 1.79 -0.22
Sensoris Warna 5.08 4.76 0.32
Sensoris Rasa 5.12 4.20 0.92
Sensoris Aroma 3.84 3.72 0.12
Sensoris Tekstur 4.32 2.60 1.72
Parameter Bobot P0 P1 P2
NE NP NE NP NE NP
Kekerasan 0.0964 1 0.0964 0.6486 0.0625 0.2670 0.0257
Warna L* 0.0301 1 0.0301 0.2334 0.0070 0.0603 0.0018
189
Parameter Bobot P0 P1 P2
NE NP NE NP NE NP
Warna a* 0.0301 -1.26455 -0.0381 1 0.0301 0.6803 0.0205
Warna b* 0.0301 1 0.0301 0 0 0.1467 0.0044
Kadar Protein 0.0915 1 0.0915 0.6407 0.0586 0.7246 0.0663
Vitamin C 0.0970 0 0 0.5096 0.0494 0.6552 0.0636
Gula Reduksi 0.0745 1 0.0745 0.7542 0.0562 0.4079 0.0304
Kadar Air 0.0667 1 0.0667 0.9722 0.0648 0.8126 0.0542
Kadar Abu 0.0345 1 0.0345 1.3636 0.0470 0 0
Sensoris Warna 0.0982 0.000 0.0000 0.6250 0.0614 0.7500 0.0737
Sensoris Rasa 0.1430 0.1739 0.0249 0.4783 0.0684 1.0000 0.1430
Sensoris Aroma 0.1079 1.000 0.1079 0.6667 0.0719 0.6667 0.0719
Sensoris Tekstur 0.1000 1.000 0.1000 0.9535 0.0953 0.9070 0.0907
191
Parameter Bobot P3 P4
NE NP NE NP
Sensoris Aroma 0.1079 0.3333 0.0360 0.0000 0.0000
Sensoris Tekstur 0.1000 0.2093 0.0209 0.0000 0.0000
192
Lampiran 19. Mikrostruktur Perlakuan Terbaik dan Perlakuan Terburuk Permen Susu dengan
Berbagai Pembesaran
193
Mikrostruktur Perlakuan Terburuk Permen Susu
194
195
196
79
Lampiran 20a. Detail Spektrum Permen Susu Perlakuan
Terbaik
Electron Image
Acquisition conditions
195
Quantification Settings
Quantification method All elements (normalised)
Summary results
196
All spectra (displaying weight %)
Name C O Cl K Ca
197
Lampiran 20b. Detail Spektrum Permen Susu Perlakuan
Terburuk
Electron Image
Acquisition conditions
198
Quantification Settings
Quantification method All elements (normalised)
Summary results
199
All spectra (displaying weight %)
Name C O Cl K
200