Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pada pembuatan makalah mengenai Standar Proses Pendidikan ini akan menjelaskan
mengenai Perencanaan Proses Pembelajaran Permendiknas N0. 41 Th. 2007 Ttg. Standar
dalamnya terdiri antara lain mengenai spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang
akurat yang digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk
menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah dinyatakan.
Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, yang
mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan
suatu hasil.Pendidikan adalah segala usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Standar Proses Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu bentuk teknis yang merupakan acuan
atau kriteria yang dibuat secara terencana atau didesain dalam pelaksanaan pembelajaran.
Dasar hukum yang mengatur standar proses pendidikan terdapat dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar
Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar proses adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan
Dalam kalimat di atas terdapat beberapa kata kunci yang penting untuk dijabarkan lebih
mendalam pada proses pembelajaran ditingkat sekolah, antara lain: kriteria, pelaksanaan
proses merupakan suatu tahapan proses pembelajaran yang mennjabarkan mengenai kriteria
atau yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai suatu ukuran
tertentu yang menjadi dasar peniliaian atau penetapan sesuatu, kaitannya dengan pelaksanaan
Sebuah proses pendidikan, baik tingakatan nasional maupun tingkatan kelas akan
dianggap sukses apabila kompetensi lulusan yang ditargetkan dapat tercapai dengan
sempurna. Oleh sebab itu, diperlukan beberapa tahapan-tahapan dan serangkai strategi yang
menjamin pemberdayaan siswa pada semua aspek kompetensi, yang memungkinkan siswa
siap menjadi warga masyarakat yang bermutu. Oleh pihak sekolah, pemberdayaan siswa
dilakukan dengan segala cara, menata proses pembelajaran sesuai situasi dan lingkungannya.
Pikiran ini sebenarnya telah diakomodir oleh KTSP selama ini. Romine (dalam Hamalik,
2010:18) menyatakan:
“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences
which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not”
pengalaman siswa di bawah arahan pihak sekolah, entah di dalam kelas atau di luar kelas. Di
sini, guru memiliki peran sangat vital dalam menata proses pembelajaran.
Standar Proses KTSP diatur dalam Permendiknas No 41 Tahun 2007, sedangkan
standar proses Kurikulum 2013 diatur dalam Permendikbud No 65 Tahun 2013. Kedua
peraturan menteri ini masing-masing menjadi dasar hukum pelaksanaan pembelajaran pada
satuan pendidikan dasar dan menengah untuk mencapai kompetensi lulusan.Dalam hal ini,
Berdasarkan latar belakang di atas dapat di ambil perumusan masalah sebagai berikut:
2013?
1.3 Tujuan
2013
PEMBAHASAN
Standar proses pendidikan dapat diartikan sebagai suatu bentuk teknis yang merupakan
acuan atau kriteria yang dibuat secara terencana atau didesain dalam pelaksanaan
pembelajaran. Standar Proses Pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan nasional, dikatakan bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria
minimal tentang system pendidikan diseluruh wilayah pendidikan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Ada beberapa standar lainnya yang ditetapkan dalam standar nasional yaitu
standar kompetensi lulusan, standar isi, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,
standar proses Kurikulum 2013 diatur dalam Permendikbud No 65 Tahun 2013. Kedua
peraturan menteri ini masing-masing menjadi dasar hukum pelaksanaan pembelajaran pada
satuan pendidikan dasar dan menengah untuk mencapai kompetensi lulusan.Dalam hal ini,
Pada tahapan ini, Standar Kompetensi Lulusan menjadi semacam kerangka konseptual
tentang sebuah proses dan sasaran pembelajaran yang harus dicapai oleh lembaga pendidikan.
Sementara Standar Isi memberikan menjadi kerangka konseptual tentang bagaimana proses
kegiatan belajar dan pembelajaran berlangsung, yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan
ruang lingkup materi, sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran
Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang
Karena itu pada Kurikulum 2013, pada tataran proses pembelajaran dan untuk
ini bertujuan untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya
based learning).
Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan
dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar
proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, baik
pada sistem paket maupun pada sistem kredit semester.Standar proses meliputi perencanaan
pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien.
pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK),
kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar,
alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan
sumber belajar.
2.2 Silabus
Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema
kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.Silabus dikembangkan oleh satuan
pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta
dalam sebuah sekolah/ madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan
silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang
pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang
pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen yang menangani urusan pemerintahan di
Silabus :
Standar Isi
Dasar
Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi,
Kurikulum Dasar,
materi pembelajaran,
belajar
atau
Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, dan Panduan Penyusunan KTSP.
1. para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/ madrasah atau beberapa
sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru
2. Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kab./kota yang bertanggung jawab
untuk jenjang SD dan SMP, dan dinas provinsi untuk jenjang SMA dan SMK, serta
departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan
MAK.
RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam
upaya mencapai Kompetensi Dasar. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban
menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara lengkap dan sistematis agar
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
RPP disusun untuk setiap Kompetensi Dasar yang dapat dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Komponen Penjelasan
pertemuan.
Tujuan pembelajaran Gambaran proses dan hasil belajar yang diharapkan sesuai
Materi ajar fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan
belajar
pembelajaran.
Inti
Penutup
Penilaian hasil belajar Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar
petensi.
RPP adalah singkatan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Dalam pedoman umum
pembelajaran (RPP) adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu
materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. RPP mencakup: (1) data
sekolah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) materi pokok; (3) alokasi waktu; (4) tujuan
Semua guru di setiap sekolah harus menyusun RPP untuk mata pelajaran kelas di mana
guru tersebut mengajar (guru kelas dan guru mata pelajaran). Guru kelas adalah sebutan
untuk guru yang mengajar kelas-kelas pada tingkat tertentu di Sekolah Dasar (SD).
Sedangkan guru mata pelajaran adalah guru yang mengampu mata pelajaran tertentu pada
atau awal tahun pelajaran. Hal ini ditujukan agar RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan proses
penyusunan/pembuatan/ atau pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri atau secara
berkelompok di MGMP.
Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau secara bersama-
sama melalui musyawarah guru MATA pelajaran (MGMP) di dalam suatu sekolah tertentu
semestinya harus difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk
oleh kepala sekolah. Pengembangan RPP melalui MGMP antarsekolah atau antarwilayah
perbedaan individu peserta awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat,
semangat belajar.
membaca dan menulis beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk
tulisan
Beberapa prinsip penting yang harus diperhatikan saat mengembangkan atau menyusun
pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran. Jadi dalam hal ini guru harus
ide-ide didasarkan pada silabus yang telah disiapkan oleh pemerintah pusat dalam hal
terlihat saat guru mengembangkan RPP dan menyesuaikan apa yang dinyatakan
dalam silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta
didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar,
kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau
dalam proses belajar mengajar akan mendorong partisipasi aktif siswa. RPP yang
dibuat tidak boleh menyimpang dari tujuan Kurikulum 2013 yaitu untuk
menghasilkan siswa sehingga menjadi manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar
siswa (student centered) sehingga dapat mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin
mengembangkan budaya membaca dan menulis pada diri peserta didik. Proses
4. Di dalam RPP terdapat cara-cara dan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru
untuk memberikan umpan balik (feedback) dan tindak lanjut (follow up). RPP
memuat rancangan program pemberian umpan balik positif (positive feedback),
pembelajaran remedi harus dilakukan guru setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian
didik.
pembelajaran yang satu dengan materi pembelajaran yang lainnya. RPP harus
sedemikian rupa sehingga keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi
kesatuan utuh berbentuk pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. RPP disusun
3. Tujuan Pembelajaran
a. Pertemuan Kesatu:
c) Penutup (…menit)
8. Penilaian
a. Jenis/teknik penilaian
c. Pedoman penskoran
Penempatan peserta didik pada tingkatan tertentu selaras dengan yang akan diikuti
Hasil pendidikan terakhir yang telah dicapai, dibuktikan dengan dokumen resmi seperti rapor
dan/atau ijazah. Pengalaman belajar peserta didik yang dapat dibuktikan melalui portofolio,
Pelaksanaan Pembelajaran
Buku teks pelajaran buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh
Menteri;
perpustakaan sekolah/madrasah.
peserta didik;
pembelajaran;
rapi;
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari materi pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa standar proses pendidikan
merupakan suatu bentuk kegiatan yang merupakan acuan atau kriteria yang dibuat secara
Didikkegiatan pembelajaran dan penilaian dari hasil pembelajaran itu sendiri. Sebuah proses
pendidikan, baik tingakatan nasional maupun tingkatan kelas akan dianggap sukses apabila
kompetensi lulusan yang ditargetkan dapat tercapai dengan sempurna. Oleh sebab itu,
3.2 Saran
Dalam penerapan kurikulum 2013 masih kurang bisa untuk diterapkan. Hal ini
dikarenakan sulitnya siswa dalam mencari masalah dan memecahkan masalah, jadi siswa
benar-benar butuh bimbingan yang sebaik-baiknya agar bisa melaksanakan kurikulum 2013
dengan baik dan benar, dan demi hasil belajar yang sempurna.
TELAAH DAN ANALISIS STANDAR PROSES KURIKULUM 2013
Disusun Oleh
"2014"
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucakan kepada
Allah Swt karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan tulisan dengan berjudul
Dalam penulisan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tulisan ini, khususnya kepada:
Bapak Dr. A. Fatah Yasin, M. Ag selaku dosen sekaligus pengampu pada mata
kuliah Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar yang telah meluangkan waktu, tenaga
dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian
ini. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
A. Standar Proses Kurikulum ................................................................................... 4
B. Kurikulum 2013 ................................................................................................... 10
1. Konsep Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013 ................................ 12
2. Orientasi Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013............................... 14
3. Tema Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013..................................... 14
4. Tantangan Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013............................. 16
C. Proses Pembelajaran Kurikulum........................................................................... 17
1. Perencanaan Pembelajaran Kurikulum 2013....................................................17
2. Pelaksanaan Proses Kurikulum 2013............................................................... 20
3. Penilaian Proses Pembelajaran Kurikulum 2013............................................. 22
4. Pengawasan Proses Pembelajaran Kurikulum 2013........................................ 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia
terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan
proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa
depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan
Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu
unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses
berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa
kurikulum, yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai
instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu
dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Selain itu guru merupakan kunci dari keberhasilan sebuah pendidikan, serta guru yang
menentukan dalam tingkat mutu pendidikan. Seorang guru dituntut untuk mampu
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar kompetensi
lulusan. Proses pembelajaran adalah proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi
anatara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
B. Tujuan Pembahasan
Standar proses kurikulum 2013 yang sudah tentu tidak hadir mencuat begitu saja di
dunia pendidikan Indonesia dengan sebagai mana adanya. Hal tersebut tentunya perpangakal
pada sebuah masalah yang dilihat dengan ril yaitu ketidak tercapaiannya sebuah tujuan yang
diinginkan. Dengan mengetahuai sebuah standar proses kurikulum 2013 ini diharapakan
mahasisiwa agar mampu mentelaah dan menganalisis satandar proses kurikulum 2013 ini
BAB II
PEMBAHASAN
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan. Standar proses, baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan
Menteri. Secara garis besar standar proses pembelajaran tersebut dapat dideskripsikan
sebagai berikut.
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kereatifitas dan kemandirian sesuai dengan
yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode, sumber belajar,
e. Pelaksanaan proses pembelajaran harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per
kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pembelajaran
setiap peserta didik dan rasio maksimal jumlah peserta didik per pendidik.
menulis.
g. Penilain hasil pembelajaran menggunakan berbagai teknik penilain, dapat berupa tes tertulis,
observasi, tes praktek, dan penugasan perorangan atau kelompok, sesuai dengan kompetensi
pendidikan dasar dan menengah, teknik penilain observasi secara individu sekurang-
bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
akhlak mulia serta ketampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Jika kita maknai undang-undang Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional tersebut kita akan menemukan arah dan tujuan pendidikan yang harus
pengembangan keterampilan anak sesuai dengan kebutuhan. Namun ternyata salah satu
masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam
Kenyataan ini berlaku untuk semua pelajaran. Akibatnya ketika anak didik kita lulus sekolah,
mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi. Hal ini tentu memperlihatkan
bahwa apa yang diinginkan dalam undang-undang di atas belum sepenuhnya tercapai.
kearah perubahan yang lebih baik, ini bertujuan untuk tercapainya sebuah pendidikan yang
diinginkan. Tetapi, kita tidak memungkiri bahwa sistem pendidikan kita juga mempunyai
kelemahan, salah satu kelemahan yang dapat diliahat menurut telaah analsis adalah sebuah
sistem pendidikan yang dikembangkan di Negara kita adalah kurangnya perhatian pada
autput. Standarisasi kurikulum nasioanal, buku, alat, pelatihan guru, sarana, dan fasilitas
sekolah merupakan wujud kendali pemerintah terhadap input dan proses yang harus
berlangsung di dalam sistem. Tetapi standar kompetensi apa yang harus dikuasai seorang
peserta didik setelah dia belajar, ini belum mendapat perhatian semestinya. Dua orang guru
memberikan pokok bahasan dalam kurikulum bisa mengartikan atau penafsirkan yang
berbeda, ini disebabkan karena tidak adanya standar. Demikian juga dengan proses
pembelajaran, guru sekedar memenuhi target administratif sesuai petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis saja, guru tidak berpokus pada hasil yang harus dicapai. Karena hal demikian
disebabkan tidak adanya setandar atau hasil yang harus dicapai, dengan demikian
mengakibatkan komponen input dan proses pembelajaran yang dilaksanakan kurang efektif,
Sistem pendidikan yang hanya berbasis pada input dan proses dipandang kurang
dinamis, kurang efisien, dan mengarah pada stagnasi pedagogik, jika ingin melakukan sedikit
perubahan saja, maka biyayanya sangat mahal dan teknisnya sangat rumit. Semua komponen
input dan proses, dari hulu sampai hilir, mulai dokumen kurikulum, pelatihan guru sampai
lembar kerja peserta didik, harus diubah. Hal tersebut telah mengakibatkan sistem pendidikan
cenderung tidak efisien dan sulit beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan aspirasi serta kebutuhan masyarakat. Tantangan masa depan dalam
milenium ketiga antara lain akselerasi teknologi dan sains, tren politik, kekuatan ekonomi,
tren sosial budaya moderen, perubahan peta pengetahuan, dan era post-moderen, yang
dipertahankan, tanpa memperluas orientasi pada ouput atau standar kompetensi pendidikan,
pengembangan pendidikan melalui sebuah kurikulum, hal ini berguna untuk meningkatkan
yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan, yang meliputi dampak terhadap belajar
dan pengembangan personal setiap individu siswa. Aspek yang direncanakan dari proses
kurikulum disebut kurikulum intensional. Aspek yang tidak direncanakan pada proses
kurikulum disebut kurikulum bukan intensional (unintentional curriculum). Ada empat unsur
yang saling berkaitan dengan proses kurikulum. Pertama, keputusan yang harus dibuat
mengenai tujuan (umum dan khusus) yang hendak dicapai oleh institusi pendidikan. Kedua,
keputusan tentang isi/materi pelajaran yang sesuai yang diyakini untuk mencapai tujuan.
Pembuatan keputusan ini mendapat kontribusi yang bermakna dari karya di bidang concept
formation and attainment, bahasa dan berpikir, semua teori belajar. Ketiga, setelah ini
menentukan pengelaman-pengalaman tersebut adalah produk dari interaksi antara apa yang
diajarkan, bagaimana cara menyajikannya, dan cara siswa belajar. Pada langkah itu berbagi
hal memberikan sumbangannya, seperti motivasi, perhatian dan persepsi, kepribadian, gaya
kognitif dan aspek-aspek sosial dari belajar. Tahap tersebut merupakan tahap belajar
mengajar. Keempat, tahap atau unsur selanjutnya adalah evaluasi yang menggunakan
bermacam teknik assesmen pendidikan, yang diperlukan dengan maksud mengetahui apakah
tujuan-tujuan telah tercapai, yang pada gilirannya menjadi bahan untuk membuat keputusan
dari semua dimensi pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditentukan. Proses tersebut berlangsung secara bertahap dan berjenjang, terdiri dari:
a. Proses penjajakan dan pengembangan suatu kurikulum sesuai dengan kebutuhan suatu
lembaga pendidikan.
b. Proses perencanaan dan pengembangan suatu kurikulum sesuai dengan kebutuhan suatu
lembaga pendidikan.
d. Proses penilaian kurikulum untuk mengetahui tentang tingkat produk dan keberhasilan
kurikulum.
f. Proses penilaian evaluasi kurikulum dalam hal ini erat kaitannya dengan tahap-tahap proses
lainnya, tetapi lebih mengarah kepada pengembangan kurikulum sebagai cabang ilmu dan
teknologi.[4]
perencanaan dan pengembangan, proses belajar mengajar yang didalamnya mencakup media
dan bahan pembelajaran. Proses inilah yang dilakukan dalam meningkatkan sebuah mutu
pendidikan di Negara kita, seiring dengan berkembangnya zaman dari hari kehari yang
menuntut kita untuk mengikutinya dan menyebabakan sebuah tarap pendidikan memang
harus dituntut untuk menjadi lebih berkembang guna tercapainya sebuah tujuan yang sudah
ditentukan.
B. Kurikulum 2013
Istilah kurikulum pada awalnya digunakan dalam aktivitas olahraga, yang berasal dari
bahasa latin, yaitu curikulum. Dalam dunia pendidikan, istilah kurikulum telah dikenal
semenjak kurang lebih satu abad yang lampau. Dalam kamus Webster pada tahun 1856,
untuk pertama kalinya digunakan istilah kurikulum. Ada pula yang berpendapat bahwa
tanggal dan tahun yang pasti tentang awal penggunakan istilah kurikulum sukar dilacak,
namun istilah kurikulum diperkiraan telah dipergunakan semenjak tahun 1890 karena pada
tahun ini, di Amerika Serikat diadakan pertemuan komisi utama pendidikan yang membahas
diperdepatkan.[5]
Sejak Indonesia merdeka kurikulum telah mengalami beberapa kali perubahan secara
berturut-turut yaitu pada tahun 1947, tahun 1952, tahun 1964, tahun 1968, tahun 1975, tahun
1984, tahun 1994, dan tahun 2004, serta yang terbaru adalah kurikulum tahun 2006. Pada saat
ini telah dan sedang dilaksanakan Uji Publik kurikulum 2013 sebagai pengembangan dari
kurikulum 2006 atau KTSP. Dinamika tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya
perubahan system politik, sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK dalam masyarakat berbangsa
dan bernegara. Sebab, kuriklum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan
secara dinamis sesuai dengan tuntunan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Perubahan
atau pengembangan kurikulum menunjukkan bahwa sistem pendidikan itu dinamis. Jika
sistem pendidikan tidak ingin terjebak dalam stagnasi, semangat perubahan perlu terus
atau sikap baru pada saat seorang individu berinteraksi dengan informasi dan
lingkungan.pembelajaran tematik dikemas dalam suatu tema atau bias disebut dengan istilah
tematik. Pendekatan temtik ini merupakan suatu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan,
kemahiran dan nilai pembelajaran serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema.
Dengan kata lain pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema dalam
bagi peserta didik. Dikatakn bermakna karena dalam pembelajaran tematik, peserta didik
Istilah pembelajaran dapat didefinisikan dari berbagai sudut pandang. Salah satunya
sudut pandang yang dianggap paling awal menyajikan konsepsi pembelajaran adalah sudut
sebagai proses pengubah tingkah laku siswa melalui pengoptimalan lingkungan sebagai
sumber stimulus belajar. Selain itu pembelajaran selanjutnya ditafsirkan sebagai upaya
pemahiran keterampilan melalui pembiasaan siswa secara bertahap dan terperinci dalam
memberi respons atau stimulus yang diterimanya yang diperkuat oleh tingkah laku yang patut
Disisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi
sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar
agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif
yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif),
serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini
memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan
Sudut pandang lain yang bisa digunakan untuk mendifinisikan pembelajaran adalah
teori kognitif. Berdasarkan sudut pandang ini, pembelajaran didefinisikan sebagai proses
belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kemampuan kreativitas berpikir
yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengonstruksi pengetahuan baru sebagai
upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.[9] Dalam belajar
kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak hanya yang bersifat materiil, tetapi juga yang
Dari pengertian ini dapat diartikan bahawa pembelajaran adalah sebagai usaha
seorang guru untuk memberikan stimulus, bimbingan, arahan, dan sebuah dorongan agar
terjadi sebuah proses belajar pada siswa, selain itu pembelajaran yang dimaksud bukan
sebuah proses pemberian pengetahuan kepada siswa, melainkan berupa sebuah pembentukan
pendidikan dihadapkan ada sejumlah tantangan yang semakin berat. Salah satu tantangan
nyata tersebut adalah bahwa pendidikan hendaknya mampu menghasilkan sumber daya
manusia yang memiliki kompetensi yang utuh. Berbeda dengan beberapa dekade yang lalu,
kompetensi yang diharapkan dimiliki sumber daya manusia saat ini lebih dititik beratkan
mempunyai pengetahuan yang luas, berpikir keritis, dan berpikir kreatif. Sedangkan
dalam rangka bekerja sama serta menyampaikan segala ide dari pengatuan yang kritis dan
kreatif.
insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu
mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi.
Orientasi ini dilandasi oleh adanya kesadaran bahwa perkembangan kehidupan dan ilmu
pengetahuan abad ke-12, telah terjadi pergeseran ciri dibanding dengan abad sebelumnya.
Sejumlah ciri abad ke-21 tersebut adalah bahwa abad ke-21 merupakan abad informasi,
komputasi, otomasi, dan komunikasi. Hal inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013.
mendorong peserta didik mencari tahu bukan pembelajaran yang memberi tahu peserta didik.
Melalui desain ini, siswa akan dibiasakan untuk membangun pengetahuan sendiri
berdasarkan konteks nyata yang bermakana bagi dirinya. dalam praktiknya pembelajaran
dari berbagai sumber melalui kegiatan wawancara atau kegiatan sejenisnya. Seluruh aktivitas
siswa ini selanjutnya harus pula dikemas dengan berbasis pada proses kerja keilmuan.
Pembelajaran berbasis saintifik proses inilah yang akan menjadi ruh bagi pembelajaran dalam
Dari penjelasan diatas dapat kita amati lebih dalam bahwa tujuan dari sebuah
kurikulum 2013 ini sangatlah jelas, apabila semua itu bisa diimplementasikan dengan benar
maka tujuan pendidikan yang diingankan akan tercapai. Tetapi semua itu tidaklah mudah
menerapkannya, karana disamping membuat suatu perubahan yang sangat signifikan. Guru
sebagai ujung tombak dari sebuah ketercapaiannya sebuah pendidikan disini, disamping itu
juga metode yang digunakan haruslah tepat. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu
kurikulum atau materi sebuah pendidikan, ia tidak akan berarti apa-apa, manakala tidak
memiliki metode dan cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik.
Ketidak tepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar
mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma.
keterampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih
prodiktif, sehingga nantinya meraka bisa sukses dalam menghadapi dalam berbagai persoalan
selama ini telah latah terbentuk, pemberlakuan kurikulum 2013 di Indonesia tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan. Dengan kata lain, pemberlakuan kurikulum ini akan
mendapatkan berbagai tantangan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa pemberlakuan
kurikulum akan sangat berhubungan dengan berbagai aspek dalam sistem pendidikan baik
instrumental input, pemberlakuan minimal berhubungan dengan guru sebagai ujung tombak
pelaksanaan kurikulum di lapangan dan bahan ajar sebagai seumber belajar. Ditinjau dari segi
environmental input pemberlakuan kurikulum akan sangat berhubungan dengan sarana dan
dengan proses pembelajaran itu sendiri baik dalam konteks waktu pelaksanaan pembelajaran,
kurikulum. Kurikulum 2013 merupakan tidak lanjut dari kurikulum berbasis kompetensi
(KBK) yang pernah diujicobakan pada tahun 2004. KBK atau (Competency Based
Curriculum) dijadikan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk
sejumlah jenjang dan alur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Pada
hakikatnya kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap
Peningkatan usaha proses belajar dan mengajar harus memperhatikan beberapa aspek
komponen-komponen dalam sisitem introksional. Aspek-aspek itu terdiri dari tujuan yang
hendak dicapai, materi atau isi pelajaran, metode, dan evaluasi guna memperoleh umpan
balik untuk usaha-usaha perbaikan.[15]Terdapat sejumlah kriteria yang harus dipenuhi dalam
merancang kompetensi yang seimbang antara sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
hendak diwujudkan. Kejelasan kompetensi akan sangat membantu dalam merancang materi
pelajaran, skenario pembelajaran, penilaian, maupun merencanakan media, alat, dan sumber
belajar. Semua bermula dari penyelarasan Indikator Pencapaian yang harus selaras dengan
Beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi dapat
diuraikan sebagai berikut. Pertama, Pengetahuan (Knowledge); yaitu kesadaran dalam bidang
kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar,
dimiliki oleh individu. Misalanya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus
memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dapat
melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. Ketiga, Kemampuan (skill); adalah
sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih, dan membuat alat peraga sederhana
untuk memberi kemudahan belajar kepada peserta didik. Keempat, Nilai (Value); adalah
suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatudalam diri
demokratis, dan lain-lain. Kelima, sikap (attitude); yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-
tidak suka) atau reaksi tehadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah/gajih, dan
Dalam kurikulum 2013, silabus sudah disiapkan oleh Pemerintah, baik untuk
pemerintah juga sudah membuat buku panduan, baik panduan guru maupun panduan peserta
didik, yang pelaksanaannya juga nanti dilakukan pendampingan. Dengan demikian, dalam
kaitannya dengan rencana pembelajaran dalam kurikulum 2013, guru tidak usah repot-repot
lagi men gembangkan perencanaan tertulis yang berbelit-belit, karena sudah ada pedoman
dan pendampingan. Dalam hal ini, yang paling penting bagi guru adalah memahami pedoman
guru dan pedoman peserta didik, kemudian menguasai dan memahami materi yang akan
singkat tentang apa yang akan dilakukan dalam pembukaan, pembentukan karakter dan
Hal baru berkaitan dengan silabus dan RPP ini, bahwa sebagian besar pembelajaran,
khususnya di sekolah dasar dilakukan secara tematik integratif. Oleh karena itu, guru harus
memahaminya secara utuh berbagai hal yang berkaitan dengan silabus tematik integrative
Kelas : IV
Tema : Indahnya Kebersamaan
Alokasi Waktu : 3 Minggu
Penilaian
Sekala sikap: tertib dalam
mendengarkan doa
Mengucapkan doa dengan bahasa Melafalkan kata-kata Membaca teks doa dengan jelas
yang baik sesuai dengan agama teks doa dengan jelas dan intonasi yang sesuai
yang dianutnya
Melafalkan kata-kata Mengucapkan doa (tanpa teks)
teks doa dengan intonasi dengan jelas dengan intonasi
yang sesuai yang sesuai
Memberikan saran perbaikan
terhadap pegucapan doa yang
dilakukan teman
Penilaian
Unjuk kerja: mengucapkan doa
dengan jelas dan intonasi yang
sesuai
Menyapa dan menyampaikan Menyapa dengan kata Mengidentifikasi kata-kata dan
ucapan selamat, terimakasih atau atau kalimat sapaan yang kalimat-kalimat sapaan
permohonan maaf sesuai dengan sesuai Menyapa dengan kata atau
konteknya Menyapa dana kalimat sapaan yang sesuai
mengucapkan selamat Mengedentifikasi kata dan
dengan kalimat yang kalimat-kalimat ucapan
sesuai Mengucapkan selamat dengan
Menyapa dan kalimat yang sesuai
menyampaikan ucapan Mengedentifikasi kata-kata dan
terimakasih dengan kalimat-kalimat terima kasih
kalimat yang sesuai Menyampaikan ucapan terima
Menyapa dan kasih dengan kalimat yang sesuai
menyampaikan Mengidentifikasi kata-kata dan
permohonan maaf kalimat-kalimat permohonan
dengan kalimat yang maaf
sesuai Menyampaikan permohonan
maaf dengan kalimat yang sesuai
Penilaian
Unjuk kerja: menyapa dan
mengucapkan selamat, terima
kasih, dan permohonan maaf
dengan kata dan kalimat yang
sesuai
Matematika
Menaksir jumlah uang untuk Menyebutkan besarnya Membuat perencanaan
berbelanja atau jumlah dengan uang saku yang diterima penggunaan uang dalam satu hari
jenis benda yang diperlukan untuk setiap hari atau minggu Bermain jual beli barang seperti
suatu kegiatan amal sehingga Menyebutkan sumber kondisi di pasar dengan uang
sesuai kebutuhan (k2) perolehan uang saku mainan
Menghitung besarnya Melakukan kegiatan tawar-
penggunaan uang saku menawar antara pemeran penjual
untuk konsumsi, uang dan pembeli barang
tabungan, dan sosial Membandingkan nilai nominal
Membandingkan nialai jenis uang bersama dengan jenis
uang yang berbeda uang mainan temanya
Menyelesaikan oprasi Transaksi pembayaran tentang
hitung yang melibatkan jumlah uang yang diberikan
uang dengan nialai barang yang harus
Menentukan hasil oprasi dibayar
hitung melalui transaksi
jual beli yang melibatkan Penilaian
uang Produk: membuat perencanaan
penggunaan uang
Tertulis: menyelasaikan oprasi
hitung
Seni Budaya dan prakarya Mencari tahu karya seni melalui
Mengagumi cirri khas keindahan Menjelaskan keunikan membaca buku, majalah atau
karya seni dan krya kreatif karya seni dan karya media lain yang ada di sekolah
masing-masing daerah sebagai kreatif berbagai daerah Mengamati berbagai karya seni
anugrah tuhan (KI 1) Memuji karya seni dan dari berbagai daerah
karya kreatif teman Mengidentifikasi keunikn karya
Merawat karya seni dan seni daerah lain melalui
karya kreatif yang ada di pengamatan
sekolah Membandingkan ciri khas karya
Menunjukkan seni dari berbagai daerah
kebanggaan terhadap Menjelaskan perbedaan cirri
karya sendiri khas karya seni dari berbagai
daerah
Membuat karya seni dan karya
kreatif serta merawatnya
Mempersentasikan hasil karya
sendiri di depan kelas
Penialain
Pengamatan: sikap dalam
menghargai karya seni
(menyimpan dengan baik, tidak
merusak, dll.)
Penjasorkes
Menghargai tubuh sebagai Melakaukan aktivitas Melakukan aktivitas fisik setiap
anugrah Tuhan yang tidak fisik secara teratur hari
ternialai
Memiliki prilaku hidup sehat Menerapkan prilaku Mencuci tang sebelum dan
hidup sehat di sekolah setelah belajar
Mempratikkan variasi dan
kombinasi gerak dasar untuk Memperagakan Berjalan jinjit ke berbagai arah
membentuk gerakan dasar atletik kombinasi gerak dasar mengikuti aba-aba menunjukkan
jalan dan lari yang dilandasi jalan disiplin
konsep gerak melalui permainan
dan atau tradisional
Penilaian:
Unjuk kerja: berjalan jinjit
keberbagai arah mengikuti aba-
aba dan berlari membawa benda
yang diletakkan di kepala
Pengamatan prilaku
MINGGU KE-2
PPKn
Menghargai Mengagumi keragaman Melakukan partisipasi
kebhinnekatunggalikaan dan suku, etnis, dan bahasa kewarganegaraan dimana setiap
keragaan agama, suku bangsa sebagai keunggulan di peserta didik ditugasi untuk ikut
(pakaian tradisional, bahasa, wilayah negara serta dalam suatu kegiatan
rumah adat, makanan khas, dan Indonesia kultural (upacara adat atau
upacara adat), sosial ekonomi di keagamaan pesta rakyat, pentas
lingkungan rumah, sekolah dan seni, dll.) di lingkungan sebagai
masyarakat sekitar. bentuk kebersamaan
(KI 1) Membuat catatan apa kegiatan
itu dan apa sumbangannya dalam
kegiatan tersebut
Penilaian
Tes tertulis
Penguasaan konsep tentang
keberagaman agama, bahasa,
suku bangsa, dan sosial ekonomi
Unjuk kerja
Menceritakan keberagaman
budaya
Produk
Hasil catatan partisipasi dalam
kegiatan kultural
Bahasa Indonesia Membaca di dalam hati teks
Membaca teks tentang berbagai Menyusun pertanyaan- bacaan tentang “Indahnya
topik, membuat pertanyaan, dan pertanyaan dengan benar Kebersamaan”
menuliskan gagasan pokok mengenai isi teks bacaan Membuat pertanyaan-pertanyaan
Menentukan dengan tentang isi teks bacaan
tepat gagasan pokok Menuturkan pertanyaan-
paragraph yang ada petanyaan dengan teman untuk
dalam teks bacaan saling menjawab
Menentukan dan menulis
gagasan pokok paragraf-paragraf
yang adadi dalam teks bacaan
Penilaian
Teks tertulis
Ketepatan pertanyaan dengan isi
teks bacaan
Ketepatan dalam menentukan
gagasan pokok paragraf
Membaca dan menemukan makna Membuka kamus dengan Membaca kembali teks bacaan
kata dalam kamus/ensiklopedia benar untuk menemukan “Indahnya Kebersamaan”
makna kata-kata sulit Mencatat kata-kata yang
Menyusun kalimat dianggap sulit artinya yang ada
dengan menggunakan dalam teks bacaan
kata-kata sulit yang telah Membuka kamus/ensiklopedia,
ditemukan artinya di lalu menemukan arti dan makna
dalam kata-kata tersebut sesuai dengan
kamus/ensiklopedia konteksnya
Menyusun kalimat dengan
menggunakan kata-kata sulit
yang telah ditemukan artinya di
dalam kamus/ensiklopedia
Penilaian
Tes Tertulis:
Menemukan kata-kata sulit di
dalam teks bacaan
Menyusun kalimat dengan
menggunakan kata-kata sulit
Unjuk kerja: Membuka
kamus/ensiklopedia dengan
benar
Matematika Menyelesaikan soal Menyelesaikan soal cerita yang
Menaksir jumlah uang untuk cerita sederhana melalui berhubungan jual beli
berbelanja atau jumlah dan jenis permainan jual beli yang Menaksir harga barang yang
benda yang diperlukan untuk melibatkan uang akan dibeli dengan uang hasil
sesuatu kegiatan amal sehingga Menyelesaikan soal sumbangan di kelas yang akan
sesuai kebutuhan (k2) cerita yang berhubungan disumbangkan dalam kegiatan
dengan menaksir jumlah
uang yang diperlukan Penilaian
dengan barang yang Produk membuat perencanaan
dibeli untuk kegiatan penggunaan uang
amal Tertulis: menyelasaikan oprasi
Menyamakan penyebut hitung
dua pecahan dalam
operasi penjumlahan dan Mengidentifikasi pecahan
Mengemukakan kembali dengan pengurangan dengan
kalimat sendiri, menyatakan dengan mencari KPK dari
menggunakan KPK penyebutnya kemudian
kalimat matematika dan
memecahkan masalah dengan menyamakan penyebutnya pada
efektif permasalahan yang oprasi penjumlahan dan
berkaitan dengan KPK dan FBP, pengurangan
satuan kuantitas, decimal dan
persen terkait dengan aktivitas
sehari-hari di rumah, sekolah, atau
tempat bermain serta memeriksa
kebenarannya
Seni Budaya dan Prakarya Membuat gambar Mengidentifikasi keindahan
Menggambar alam berdasarkan dengan motif tumbuhan alam melalui pengamatan
pengamatan keindahan alam (KI (bunga dan buah) Menggambar alam berdasarkan
4) Membuat gambar hasil pengamatan
pemandangan alam
Penilaian:
Membuat gambar
dengan motif bintang Proses: mengamati proses
menggambar
Hasil Karya: gambar sesuai
dengan tema, komposisi warna,
keseimbangan
PENJASORKES
Memahami jenis cidera selama Menyebutkan penyebab Mendiskusikan cara menghindari
melakukan aktivitas fisik dan cidera cidera pada aktivitas fisik yang
mampu melakukan pertolongan akan dilakukan
pertama
Penilaian:
Unjuk kerja: mengukur berat
badan, dan menangkap bola
Pengamatan perilaku
MINGGU KE-3
PPKn
Menghargai Membiasakan sikap Melaporkan hasil catatan
kebhinnekatunggalikaan dan positif terhadap partisipasi dalam kegiatan
keragamaan agama, suku bangsa kebhinekatunggalikaan kultural yang diikuti di
(pakaian tradisional, bahasa, di lingkungan sosial lingkungannya
rumah adat, makanan khas, dan Memberikan komentar terhadap
upacara adat), sosial ekonomi di catatan yang dibuat dan
lingkungan rumah, sekolah dan dibacakan teman
masyarakat sekitar. Penilaian
(KI 1) Tes tertulis: Penguasaan konsep
tentang keberagaman agama,
bahasa, suku bangsa, dan sosial
ekonomi
Penilaian:
Skala sikap tentang kepedulian
terhadap makhluk hidup
Bahasa Indonesia Membaca cerita yang rumpang
Melengkapi bagian cerita Melengkapi bagian pada bagian akhir paragraf yang
rumpang dengan kalimat yang cerita yang hilang berhubungan dengan indahnya
tepat dengan kalimat pada kebersamaan
akhir paragraf Mendiskusikan kalimat yang
sesuai untuk melengkapi bagian
cerita yang hilang pada akhir
Melengkapi bagian cerita yang
hilang dengan kata/kalimat pada
akhir paragraf
Penilaian:
Tes Tertulis: Melengkapi cerita
rumpang menjadi lengkap
berdasarkan hasil diskusi dengan
menggunakan EYD yang tepat
Matematika
Mengemukakan kembali dengan Menuliskan kalimat Mengidentifikasi pecahan
kalimat sendiri, menyatakan matematika dari soal dengan mencari KPK dari
kalimat matematika dan cerita yang berhubungan penyebutnya kemudian
memecahkan masalah dengan dengan KPK dan FPB menyamakan penyebutnya pada
efektif permasalahan yang Menyelesaikan soal operasi penjumlahan dan
berkaitan dengan KPK dan FPB, cerita yang berkaitan pengurangan
satuan kuantitas, decimal dan dengan KPK Mengidentifikasi soal cerita
persen terkait dengan aktivitas Menyederhanakan kemudian menuliskan kalimat
sehari-hari di rumah, sekolah, atau pecahan dengan matematika yang berhubungan
tempat bermain serta memeriksa menggunakan FPB dengan KPK
kebenaranya (K4) Mengidentifikasi soal cerita
Menyelesaikan soal
cerita yang berkaitan kemudian menuliskan kalimat
dengan FPB matematika yang berhubungan
Memecahkan masalah FPB
yang berhubungan Secara kelompok menyelesaikan
dengan satuan kuantitas soal cerita yang berhubungan
Memecahkan masalah dengan KPK
matematika yang Secara kelompok menyelesaikan
berhubungan dengan soal cerita yang berhubungan
decimal dengan FPB
Memecahkan masalah Secara kelompok memcahkan
yang berhubungan masalah yang berhubungan
dengan persen dalam dengan satuan kuantitas
kehidupan dalam Secara kelompok memcahkan
kehidupan sehari-hari masalah yang berhubungan
dengan decimal
Secara kelompok memcahkan
masalah yang berhubungan
dengan persen
Penilaian
Unjuk kerja: ketika berdiskusi
kelompok
Penilaian:
Unjuk kerja: posisi kayang
Diatas merupakan contoh silabus tematik yang sudah ditentukan oleh Kemendikbud 2012.
A. KOMPETENSI INTI
1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam
berinteraksi dengan keluarga, teman dan guru
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca dan
menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis dan sistematis, dalam
karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang
mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia
B. KOMPETENSI DASAR
Bahasa Indonesia
3.1 Menggali informasi dari teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas,
bunyi, dan cahaya dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis
dengan memilih kosakata baku.
3.2 Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak,
energi panas, bunyi, dan cahaya dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan
memilah kosakata baku
IPA
3.4 Membedakan berbagai bentuk energi melalui pengamatan dan mendeskripsikan
pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.
4.7 Menyajikan laporan hasil pengamatan tentang teknologi yang digunakan di kehidupan sehari-
hari serta kemudahan yang diperoleh oleh masyarakat dengan memanfaatkan teknologi
tersebut.
Seni Budaya dan Prakarya (SBDP)
3.5 Mengetahui berbagai alur cara dan pengolahan media karya kreatif
4.14 Membuat karya kreatif yang diperlukan untuk melengkapi proses pembelajaran dengan
memanfaatkan bahan di lingkungan.
C. INDIKATOR
Bahasa Indonesia
1. Menyajikan laporan hasil percobaan dan pengamatan tentang sumber energi angin serta
pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari
2. Mempraktikkan teks instruksi tentang pembuatan kincir angin.
Seni Budaya dan Prakarya (SBDP)
1. Mendesain kincir angin sederhana menggunakan media kertas dan meningkatkan
keterampilan menggunting, melipat dan menempel bedasarkan instruksi tertulis secara
mandiri.
IPA
1. Menjelaskan melalui tulisan laporan tentang pemanfaatan sumber energy angina dalam
kehidupan.
D. TUJUAN
1. Dengan percobaan dan pengamatan, siswa mampu membandingkan melalui tulisan tentang
manfaat energ angin serta pemanfaatan kincir angin dalam kehidupan sehari-hari bedasarkan
data hasil percobaan.
2. Setelah percobaan membuat kincir angin, siswa mampu menyajikan laporan hasil percobaan
dan pengamatan tentang kincir angina menggunakan kosa kata baku dengan benar.
3. Dengan kegiatan membuat kincir angin, siswa mampu meningkatkan keterampilan
menggunting, melipat, dan menempel bedasarkan instruksi tertulis secara mandiri.
E. MATERI AJAR
a) Berbagai bentuk energi melalui pengamatan dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-
hari
b) Membaca informasi dari teks laporan hasil pengamatan tentang energi.
c) Mengetahui berbagai alur cara dan pengolahan media karya kreatif
d) Karya kreatif dengan memanfaatkan bahan di lingkungan
F. ALOKASI WAKTU
1 x 35 menit
H. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi Waktu
Pendahuluan 1. Peserta didik memulai kegiatan dengan berdoa 10’
(Apersepsi) 2. Bertanya jawab untuk kondisi peserta didik dalam
menerima pembelajaran
3. Mengajak semua siswa senam sehat gembira
4. Memberikan motivasi pembelajaran kepada siswa
5. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai
6. Guru menginformasikan tema yang akan
dibelajarkan yaitu tentang “Selalu Berhemat
Energi”
Inti 1. Siswa mengamati sebuah kincir angin yang dibuat 20’
oleh guru. (eksplorasi, mengamati, menyimak)
2. Bertanya jawab tentang kincir angin (eksplorasi,
menyimak, menanya, menalar)
3. Guru membimbing siswa dalam membuat hipotesa
dari tanya jawab tersebut.
4. Guru mengelompokkan siswa
5. Siswa membuat kincir angin sesuai dengan
instruksi guru. (elaborasi, eksplorasi, , mencipta,
mencoba, menalar)
6. Guru berkeliling memastikan siswa memahami
instruksi yang diberikan dan memberikan bantuan
kepada siswa yang menemui kesulitan.
7. Setelah kincir angin selesai dibuat, siswa
melakukan percobaan menggunakan kincir tersebut.
(elaborasi, mencoba, menalar)
8. Siswa menggerakkan kincir angin dengan
membawanya berlari atau ditiup. (elaborasi,
mencoba, menalar)
9. Siswa mengamati proses percobaan hingga kincir
bergerak berputar. (eksplorasi, mengamati)
10. Siswa mencocokkan jawaban sementara mereka di
awal pembelajaran dengan hasil percobaan.
(eksplorasi, mengamati, menalar)
11. Siswa menuliskan hasil percobaan pada lembar
kerja siswa. (mengkomunikasikan, mengamati,
menalar)
12. Siswa mengkomunikasikan proses pembuatan
kincir di depan kelas.
(mengkomunikasikan dan konfirmasi)
13. Siswa diberi kesempatan untuk memasang kincir
mereka di sekitar kelas/sekolah.
14. Guru menayangkan video tentang penggunaan
kincir angin untuk menambah wawasan siswa.
(eksplorasi, mengamati, menyimak)
Penutup 1. Bersama-sama siswa membuat kesimpulan/ 5’
rangkuman hasil belajar setiap hari
2. Bertanya jawab tentang materi yang telah dipelajari
(untuk mengetahui hasil ketercapaian materi)
3. Melakukan penilaian hasil belajar
4. Mengajak semua siswa berdoa menurut agama dan
keyakinan masing-masing
J. PENILAIAN :
1. Penilaian Unjuk Kerja
2. Penilaian Sikap
3. Penilaian Tes Tulis
Rubrik Penilaian Unjuk Kerja
................................. ...................................
antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan belajar. Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa merupakan dua
komponen yang tidak dapat dipisahkan. Antara dua komponen tersebut harus terjalin
interaksi yang saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal.[18]
Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang diorganisasi.
Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai dengan tujuan
pendidikan. Pengawasan itu turut menentukan lingkungan itu membantu kegiatan belajar.
Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang menantang dan merangsang para
siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai tujuan yang
diharapkan.[19]
Pola pembelajaran yang efektif adalah pola pembelajaran yang di dalamnya terjadi
interaksi dua arah antara guru dan siswa, artinya guru tidak harus selalu menjadi pihak yang
lebih dominan. Pada pola pembelajaran ini guru tidak boleh hanya berperan sebagai pemberi
informasi tetap juga bertugas dan bertanggung jawab sebagai pelaksana yang harus
menciptakan situasi memimpin, merangsang dan menggerakkan siswa secara aktif. Selain itu
guru harus dapat menimbulkan keberanian siswa baik untuk mengeluarkan idenya atau
sekedar hanya untuk bertanya. Mengajar bukanlah suatu aktivitas yang sekedar
menyampaikan informasi kepada siswa, melainkan suatu proses yang menuntut prubahan
peran seorang guru. Perubahan dari informator menjadi pengelola belajar yang bertujuan
untuk mempelajarkan siswa agar terlibat secara aktif sehingga terjadi perubahan-perubahan
tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pembelajaran
tergambar adanya suatu aktivitas belajar yang akan menghasilkan perubahan prilaku sebagai
Pada tahap apersepsi siswa melakukan aktivitas pertama yakni menggali pengetahuan
awal yang telah dimilikinya. Mereka juga menyimak penjelasan guru tentang aktivitas-
aktivitas apa yang harus mereka lakukan selama pembelajaran beserta capain kinerja aktivitas
tersebut. Pada tahap eksplorasi siswa melakukan kegiatan pengamatan. Bukti nyata capaian
aktivitas ini adalah catatan hasil pengamatan. Tahap selanjutnya aktivitas siswa adalah
mengelaborasi hasil pengamatan secara individu tersebut dalam kerja koopratif. Pada tahap
ini seluruh siswa beraktivitas menyampaikan hasil pengamatan dan menyusun menjadi
sebuah laporan pengamatan kelompok sebagai hasil capaian aktivitasnya. Pada tahap
konfirmasi dan penjelasan, sisiwa menyampaikan hasil kerja kooperatifnya di depan kelas.
Siswa yang lain menyimak sekaligus mencatat hasil-hasil penting yang ditemukan kelompok
lain. Setelah semua kelompok mendapatkan giliran guru memberikan penguatan materi dan
Dari gambaran sebuah proses pembelajaran diatas yang terdiri atas sejumlah aktivitas
pembelajaran tersebut dan diseratai dengan adanya sebuah target kinerja pada setiap aktivitas
maka diyakini guru mampu mengembangkan potensi siswa, mengetahui kekurangan dan
kelemahan siswa secara tepat pada setiap aktivitas, memberikan penguatan secara tepat atas
kelemahan siswa sesuai dengan yang diliahat oleh guru tentang kelemahan yang terjadi pada
aktivitas pembelajaran tadi, maka akan bermuara pada peningkatan mutu proses
pembelajaran itu sendiri. Oleh sebab itulah apabila sebuah proses yang dilakukan seorang
guru seperti mana yang digambarkan diatas, maka itu disebut sebuah pengajaran bukan
pembelajaran.
alternatif keputusan. Rooijckers Ad mendifinisikan evaluasi sebagai usaha atau proses dalam
menentukan nilai. Secara khusus, evaluasi atau penilaian juga diartikan sebagai proses
pemberian nilai berdasarkan data kuantitatif hasil pengukuran untuk keperluan mengambil
keputusan.[22] Pada umumnya evaluasi dikaitkan dengan ujian-ujian. Peran evaluasi yang
tradisional berfungsi menyajikan informasi untuk membuat keputusan seleksi. Akan tetapi,
keputusan semacam ini bukanlah satu-satunya keperluan yang perlu diperhatikan dalam
proses pendidikan. Oleh karena itu, evaluasi ditetapkan sebagai hasil meramu dan
belajar direalisasikan. Dalam hal ini, penilaian proses dilakukan untuk menilai aktivitas,
kreativitas, dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, terutama keterlibatan mental,
emosional, dan sosial dalam pembentukan kompetensi serta karakter peserta didik. Kualitas
pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran
dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar
(80%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses
yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran
dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang fositif pada diri peserta didik
seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (80%). Lebih lanjut proses pembelajaran
dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan merata, menghasilkan output yang
banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan
pembangunan.[24]
penyimpangan antara yang direncanakan dengan yang dilaksanakan. Pada dasarnya rencana
dan peleksanaan merupakan satu kesatuan tindakan, walaupun hal ini jarang terjadi.
Pengawasan diperlukan untuk melihat sejauh mana hasil tercapai. Pengawasan sebagai tugas
bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga
fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit
dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang dihendaki.[25]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan telaah dan analisis yang penulis lakukan terhadap Rencana Kurikum
2013 Sebuah proses pendidikan, baik tingakatan nasional maupun tingkatan kelas akan
dianggap sukses apabila kompetensi lulusan yang ditargetkan dapat tercapai dengan
sempurna. Oleh sebab itu, diperlukan beberapa tahapan-tahapan dan serangkai strategi yang
nantinya dijadikan pedoman untuk mencapai target tersebut. Standar proses merupakan
sebuah pedoman, atau tahapan langkah-langkah bagi para guru saat mereka memberikan
pembelajaran dalam kelas, dengan harapan proses pendidikan yang berlangsung bisa efektif,
efesien dan inofatif. Sehingga beberapa target atau kriteria mengenai komptensi lulusan dapat
ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran), dan tematik (dalam suatu
mata pelajaran) akan mengupayakan agar para guru mampu menerapkan pembelajaran
mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu dalam
Kami sebagai manusia yang ingin menjadi diri sendiri dan pribadi yang lebih baik
menyadari akan kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri kami sebagai manusia biasa.
Oleh karena itu kami berharap kepada semua pihak yang membaca makalah ini untuk
memberikan sumbangsih berupa kritik dan saran bagi penulis demi menjadi diri yang lebih
baik dan demi penyempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapa saja. Amin.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena desakan untuk
segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.
Penyempurnaan itu terlihat dalam peraturan yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia tentang standar kompetensi lulusan, standar penilaian
pendidikan, kerangka dasar dan struktur kurikulum sekolah/madrasah serta buku
pembelajaran sebagai sumber utama. Perubahan terhadap empat standar pendidikan pada
kurikulum 2013 mengacu pada standar isi, standar proses pembelajaran, standar penilaian
pembelajaran dan standar kelulusan. Sementara itu, standar pembiayaan, standar pendidik
dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan dan standar sarana prasarana tidak mengalami
perubahan.
Dari keempat perubahan pada standar pendidikan yang ada, pemerintah melahirkan berbagai
peraturan pemerintah maupun peraturan menteri sehingga menjadi landasan yuridis
implementasi kurikulum 2013. Peraturan pemerintah no 32 tahun 2013 tentang perubahan PP
No 19 tahun 2005 tantang standar Nasional Pendidikan, peraturan menteri pendidikan dan
kebudayaan republik Indonesia nomor 54 tahun 2013 tentang standar kompetensi lulusan
pendidikan dasar dan menengah, peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan no 55 tahun
2013 tentang standar isi, peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia no
65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah, peraturan menteri
pendidikan dan kebudayaan no 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan.5 Standar
kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan, standar isi diturunkan dari standar
kompentensi lulusan melalui kompetensi inti yang bebas mata pelajaran. Semua mata
pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, ketrampilan dan pengetahuan.
Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai, semua mata pelajaran diikat
oleh kompetensi inti (setiap kelas) (Paparan Mendikbud Sosialisasi Kurikulum 2013,
Bandung 16 Maret 2013).
Kurikulum 2013 melahirkan beberapa kebijakan yang membedakan dengan kurikulum yang
berlaku sebelumnya, penggunaan istilah kompetensi inti dan kompetensi dasar digunakan
untuk mewujudkan tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran yang meliputi ranah sikap
spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan ketrampilan. Di dalam lampiran permendikbud no 65
tahun 2013 tentang standar proses disebutkan bahwa pendekatan pembelajaran yang
digunakan adalah pendekatan ilmiah (scientific) yang terdiri dari mengamati, menanya,
menalar, mencoba dan mengkomunikasikan.7 Meskipun dikembangkan lagi menjadi
mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengolah data, mengkomunikasikan,
menginovasi dan mencipta, namun, tujuan dari beberapa proses pembelajaran yang harus ada
dalam pembelajaran scientific sama, yaitu menekankan bahwa belajar tidak hanya terjadi di
ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat.
Selain pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ilmiah (scientific), dikenal juga istilah
lain yang digunakan yaitu penilaian otentik. Penilaian otentik merupakan penilaian yang
dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan(input), proses,dan keluaran
(output) pembelajaran.8 Penilaian ini meliputi ranah sikap, pengetahuan dan ketrampilan,
dimana masing-masing ranah terbagi menjadi beberapa kategori dengan karakteristiknya
yang berbeda sehingga hasil pendidikan lebih komprehensif.
Sebagai bagian dari pendidikan nasional, Pendidikan Agama mempunyai peran yang sangat
penting dan strategis dalam rangka mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan pasal 2 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa Pendidikan Agama berfungsi
membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan
antar umat beragama.
Melihat demikian pentingnya pendidikan agama di sekolah dan perguruan tinggi
sebagaimana dirumuskan dalam peraturan perundang undangan diatas, maka Pendidikan
Agama, khususnya Pendidikan Agama Islam, memainkan peran dan tanggung jawab yang
sangat besar dalam ikut serta tujuan pendidikan nasional, terutama untuk mempersiapkan
peserta didik dalam memahami ajaran ajaran agama dan berbagai ilmu yang dipelajari serta
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Aspek-aspek yang harus dikuasai oleh peserta didik sesuai dengan standar kurikulum 2013
yaitu aspek sikap yang terbagi menjadi sikap spiritual yang tertuang dalam kompetensi inti 1,
sikap sosial yang tertuang dalam kompetensi inti 2, aspek pengetahuan yang tercakup dalam
kompetensi inti 3 dan aspek ketrampilan yang tercakup dalam kompetensi inti 4. Hal ini,
kiranya tidak ada perbedaan dengan tujuan dan ruang lingkup dari mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam, terutama pada ranah aspek sikap spiritual dan sosial.
Keberhasilan suatu pendidikan, salah satu faktor penentunya adalah guru, selain sarana
prasarana dan hal yang menunjang lainnya. Pelaku utama dalam proses belajar mengajar
terletak di tangan guru, tentunya dibarengi dengan kesiapan siswa dalam menerima materi
yang ada. Metode yang digunakan guru akan mempengaruhi proses transformasi ilmu dari
guru kepada siswa. Maka, guru dituntut untuk memiliki kreatifitas dalam menggunakan
metode dan cara mengajarnya, sehingga tujuan pendidikan dapat terpenuhi. Guru adalah
unsur manusiawi dalam pendidikan. Menurut Jamarah (2000: 1) guru adalah figur manusia
sumber yang menempati posisi dan memegang peran penting dalam pendidikan. Ketika
semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti terlibat dalam
agenda pembicaraan, terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal.
Apabila dibandingkan dengan beberapa dekade yang lalu, proses pembelajaran yang ada pada
saat itu masih belum mencerminkan adanya pembelajaran yang berpusat pada siswa
(studentcentered) Pembelajaran yang sering diterapkan di sekolah-sekolah pada waktu itu
adalah pembelajaran konvensional. Guru adalah sumber informasi utama bagi siswa. Guru
merupakan subjek aktif yang tugasnya memberikan informasi dan ilmu pengetahuan,
sedangkan siswa hanya pasif karena tugas mereka hanya menampung apa saja yang diberikan
guru ke dalam pikirannya. Akibatnya, komunikasi hanya berlangsung satu arah saja yaitu
hanya dari guru kesiswa. Metode ceramah dianggap sebagai metode yang paling ampuh
dalam melakukan proses belajar mengajar.
Kurikulum 2013 menawarkan suatu regulasi dan kebijakan yang berbeda dengan kenyataan
yang ada di lapangan. Student centered menjadi salah satu metode dan cara, yang idealnya
digunakan oleh para guru dalam mengelola proses belajar mengajar, namun itu belum
sepenuhnya terpenuhi. Perubahan mindset cara menyampaikan materi kepada siswa,
merupakan suatu pekerjaan besar bagi guru untuk merubahnya, karena hampir menjadi
budaya bahwa siswa hanya dianggap botol kosong yang boleh diisi apapun oleh guru.
Kurangnya kreatifitas guru memilih metode dalam proses belajar mengajar pun akhirnya
menjadi bumerang bagi dunia pendidikan. Kesiapan belajar siswa pun dibutuhkan, baik
sebelum pembelajaran di mulai maupun tugas-tugas dan pekerjaan tambahan yang harus
dilakukan siswa. Rasa ingin tahu, budaya gemar menelaah dan membaca, sangat minim
dimiliki oleh siswa. Kecenderungan untuk mengerjakan tugas dengan meminta dan
mengandalkan teman yang mampu menjadi pemandangan sehari-hari. Pekerjaan rumah dan
tugas yang diberikan guru, yang seharusnya dikerjakan di rumah, yang sedianya diberikan
kepada guru untuk menambah wawasan dan pengetahuan siswa, ternyata pekerjaan dan tugas
itu dikerjakan secara instan sebelum pembelajaran berlangsung, sehingga tujuan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan siswa tidak terpenuhi.
Pengawasan baik secara langsung maupun tidak langsung dari pemerintah terhadap
implementasi kurikulum 2013, agak kurang. Berbagai perbedaan pendapat dari pemangku
jabatan untuk menyelesaikan beragam persoalan di lapangan sering kali muncul. Sehingga,
hal ini berpengaruh terhadap kebijakan yang ada di sekolah sebagai pelaksananya. Model
penilaian otentik dewasa ini banyak dibicarakan didunia pendidikan karena model ini
direkomendasikan, atau bahkan harus ditekankan, penggunaannya dalam kegiatan menilai
hasil belajar. Salah satu permasalahan yang muncul adalah belum tentu semua guru
memahami konsep dan pelaksanaan penilaian otentik. Jika sebuah konsep belum terpahami,
bagaimana mungkin kita mau mempergunakannya untuk keperluan praktis pada kegiatan
pembelajaran? Mungkinsaja orang menyangka atau mengatakan telah mempergunakan
penilaian otentik untuk menilai hasil belajar siswa, tetapi pada kenyataannya tidak demikian,
dimana penilaian hanya terbatas pada aspek pengetahuan saja.
Di wilayah Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep, SMA Negeri 1 Arjasa adalah salah satu
sekolah yang sejak awal telah menerapkan kurikulum 2013, tepatnya pada tahun pelajaran
2013-2014. Sejak awal pelaksanaannya, penerapan kurikulum 2013 mendapatkan tanggapan
positif dari mayoritas para guru, namun tidak sedikit juga yang memberikan tanggapan
negatif.
Dari uraian di atas peneliti ingin mengamati bagaimana implementasi pendekatan ilmiah
(scientific) yang menjadi arahan dari kurikulum 2013 terutama pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti khusus kelas X. Sehingga peneliti merumuskan
penelitian ini dengan judul “Implementasi Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) dalam
Kurikulum 2013 Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (Studi kasus
di SMA Negeri 1 Arjasa Kab.Sumenep).
B. TUJUAN KAJIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pemahaman guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti dengan adanya pendekatan ilmiah (scientific approach) pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di kurikulum 2013.
2. Untuk mengetahui respon guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
dengan adanya regulasi di kurikulum 2013.
3. Untuk mengetahui implementasi pendekatan ilmiah (scientific approach) dan pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari implementasi kurikulum 2013 di
lapangan.
C. MANFAAT KAJIAN
Manfaat penelitian ini adalah suatu rumusan tehadap perlunya penelitian dan pembahasan
yang dilakukan berkenaan dengan karya tulis yang dibahas, dari hasil penelitian ini
diharapkan bermanfaat antara lain :
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan yang
berkenaan dengan implementasi kurikulum 2013 khususnya pendekatan ilmiah pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti serta dapat menjadi bahan masukan bagi
siapapun yang berminat menindaklanjuti.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi:
a. Bagi penulis, hal ini bisa menambah wawasan dan cakrawala keilmuan khususnya yang
berkaitan dengan aturan dan implementasi kurikulum 2013.
b. Bagi lembaga yang bersangkutan khususnya guru sebagai subjek penelitian, diharapkan
dapat menambah khazanah ilmiah yang konstruktif, baik dalam rangka peningkatan
profesionalitas guru, menyangkut aspek pedagogik, profesional, kepribadian maupun sosial,
yang perlu dikembangkan kedepan sehingga harapan seluruh bangsa Indonesia terwujud
terutama menyangkut output dan outcome yang dihasilkan yaitu melahirkan generasi yang
berkualitas.
c. Bagi guru sebagai subjek penelitian, diharapkan mampu meningkatkan aspek
profesionalitasnya sehingga perannya sebagai transformer ilmu dan fasilitator siswa tidak
terputus.
d. Bagi pemerintah dinas Pendidikan, diharapkan mampu mengakomodasi segala kekurangan
baik berupa pemenuhan sarana prasarana pendidikan yang menunjang maupun dukungan
secara moral sehingga kurikulum 2013 tetap berjalan sesuai aturan yang telah ditentukan.
e. Bagi seluruh pembaca, sebagai pengetahuan atau informasi untuk menambah partisipasi
dan kepedulian terhadap dunia pendidikan karena dibutuhkan keterlibatan banyak pihak
untuk menghasilkan kualitas pendidikan yang lebih bermutu dan menjanjikan.
BAB II
Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Bab I pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa Standar Proses
merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan
menengah untuk mencapai kompetensi lulusan.
Secara garis besar standar proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Dari pengertian diatas, terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi: Pertama Standar
proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan, yang berarti suatu standar dalam
pengelolaan proses pendidikan harus dipenuhi oleh setiap lembaga pendidikan formal pada
jenjang pendidikan tertentu dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di manapun
lembaga pendidikan itu berada baik di perkotaan maupun pedesaan secara nasional.
Kedua, standar proses dikaitkan dengan pelaksanaan pembelajaran, yang berarti standar
proses pendidikan berisi tentang bagaimana seharusnya proses pembelajaran itu berlangsung
pada setiap satuan pendidikan yang dilakukan oleh setiap guru, baik guru kelas maupun guru
mata pelajaran, sehingga kualitas pembelajaran dapat dilaksanakan secara maksimal sesuai
dengan harapan. Kondisi ketidakmerataan kualitas pendidikan disebabkan karena kualitas
pembelajaran yang tidak standar. Misalnya kondisi bangunan fisik berikut fasilitas sekolah
yang ada di kota tidak sama dengan sekolah yang ada di pedesaan. Sekolah-sekolah yang ada
di kota dengan dukungan orang tua dan masyarakat, dengan sarana dan prasarana yang
memadahi akan memiliki kualitas pembelajaran yang lebih bagus dibanding sekolah-sekolah
yang ada di pedesaan dengan sarana yang tebatas, dengan dukungan masyarakat dan orang
tua yang mungkin rendah.
Ketiga, Standar proses pendidikan diarahkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Dengan demikian standar lulusan merupakan sumber atau rujukan utama dalam menentukan
standar proses pendidikan. Karena itu standar proses pendidikan bisa dirumuskan dan
diterapkan manakala telah tersusun standar kompetensi lulusan.
1. Fungsi Standar Proses Pendidikan
Secara umum Standar Proses Pendidikan (SPP) sebagai standar minimal yang harus
dilakukan memiliki fungsi sebagai pengendali proses pendidikan untuk memperoleh kualitas
proses dan hasil pembelajaran.
Proses Pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh guru dan pesera didik merupakan bagian
dari pelaksanaan standar proses pendidikan. Kompetensi lulusan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah harus dicapai secara maksimal. Untuk mencapai hasil yang maksimal dibutuhkan
kesungguhan dalam proses pemeblajaran. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan
melalui skenario dan prosedur yang baik tentunya akan mengasilkan kualitas yang baik pula
(Sanjaya, 2009: 6).
Standar proses pendidikan bagi guru berfungsi sebagai pedoman dalam membuat
perencanaan program pembelajaran, baik program untuk periode tertentu, seperti program
tahunan, dan program semester maupun program pembelajaran harian, dan sebagai pedoman
untuk implementasi program dalam kegiatan nyata di lapangan. Oleh sebab itu guru perlu
memahami dan menghayati prinsip-prinsip SPP.
Untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni standar kompetensi yang harus dimiliki peserta
didik, guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan di lapangan sangat menentukan
keberhasilannya. Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum tanpa diikuti oleh kemampuan
guru dalam mengimplementasikannya pada kegiatan proses pendidikan maka kurikulum itu
tidak ada maknanya (Sanjaya, 2009: 6).
Kepala sekolah merupakan jabatan tambahan bagi seorang guru, yang secara stukrtural
bertanggung jawab dalam pengendalian mutu pendidikan secara langsung. Kepala sekolah
sebagaimana dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 13 tahun 2007 harus memenuhi lima
kompetensi diantaranya kompetensi menejerial dan kompetensi supervisi. Dengan demikian,
bagi kepala sekolah SPP berfungsi:
1. Sebagai barometer atau alat ukur keberhasilan program pendidikan di sekolah yang
dipimpinnya. Kepala sekolah dituntut menguasai dan mengontrol apakah kegiatan-
kegiatan proses pendidikan yang dilaksanakan itu berpijak pada standar proses yang
ditentukan apa tidak.
2. Sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai kebijakan sekolah khususnya
dalam menentukan dan mengusahakan ketersediaan berbagai keperluan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan proses pendidikan
(Ruswan, 2011: 7).
Dari uraian diatas, maka tampak SPP merupakan jantung dalam sistem pendidikan.
Bagaimanapun bagus dan idealnya standar kompetensi lulusan serta lengkapnya standar isi,
namun tanpa diimplementasikan ke dalam proses pendidikan, maka semuanya tidak akan
berarti.
Guru dalam implementasi SPP berperan sebagai urat nadi dalam pelakasanaan pembelajaran,
oleh karena itu peranan guru sangat penting. Hal ini disebabkan keberhasilan implementsi
standar proses pendidikan itu sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam pengelolaan
kelas. Pengelolaan kelas merupakan ketrampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran
yang kondusif dan mengendalikan jika terjadi gangguan dalam pembelajaran (Mulyasa, 2009:
91). Oleh sebab itu, guru dalam implementasi SPP perlu memahami sekurang kurangnya tiga
hal:
Kedua, pemahaman dalam pengelolaan pembelajaran yang meliputi desain dan implementasi
strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan materi pembelajaran. Seorang guru arus
mampu membuat perhitungan secara akal sehat tentang strategi pembelajaran apa saja yang
akan digunakan dalam suatu kegiatan pembelajaran (Wena, 2009: 12).
Ketiga, pemahaman tentang evaluasi pembelajaran, baik yang berhubungan dengan evaluasi
proses maupun hasil pembelajaran. Dalam sistem pembelajaran, evaluasi merupakan salah
satu komponen penting dan tahapan yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui
keefektifan pembelajaran (Arifin, 2009: 2).
Sesuai dengan amanat Permendikbud Nomor 65 Tahun 2015 tentang Standar Nasional
Pendidikan, maka standar proses pendidikan meliputi:
Perencanaan yang didefinisikan tersebut di atas merupakan tata cara melaksanakan proses,
sedangkan proses yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran.
Sejalan dengan itu, Oliva menyatakan tentang perencanaan dalam proses pembelajaran, yaitu:
“Planing is the first stage of continum which is followed by the implementation or
presentation stage and then goes into the evaluation stage, some specialists in intruction
would diagram the phases of the continum as followes planing, presentation, evaluating”
(Oliva, 1984: 83) (” Perencanaan adalah tahap pertama dalam rangkaian/kesatuan yang
diikuti oleh tahap pelaksanaan dan presentasi dan kemudian berlanjut ke dalam tahap
evaluasi. Beberapa pengajaran akan menggambarkan rangkaian sesuai dengan rencana,
presentasi dan evaluasi”).
Berdasarkan pernyataan tersebut diatas dapat diungkapkan bahwa perencanaan itu merupakan
tahapan proses yang pertama di dalam pengelolaan proses pembelajaran dan akan diikuti
dengan suatu kegiatan dari implementasi suatu rencana dan juga akan dilakukan evaluasi.
Perencanaan proses pembelajaran sebagaimana dalam standar proses meliputi silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Kedua macam perencanaan proses pembelajaran
tersebut diatas akan penulis bahas secara lengkap sebagai berikut:
1. Silabus
Silabus merupakan acuanpenyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata
pelajaran. Silabus paling sedikit memuat:
Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola pembelajaran pada setiap tahun ajaran
tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan
pembelajaran.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka
untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan
kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap
pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis
agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD atau
subtema yang dilaksanakan dalamsatu kali pertemuan atau lebih.
2. Pelaksanaan Pembelajaran
3. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Buku teks pelajaran digunakan untuk meningkatan efisiensi dan efektivitas yang jumlahnya
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.
Pengelolaan Kelas
1. Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan Inti
1. Sikap
Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang dipilih adalah proses afeksi
mulai dari menerima, menjalankan,menghargai,menghayati,hingga mengamalkan. Seluruh
aktivitas pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong siswa untuk
melakuan aktivitas tersebut.
1. Pengetahuan
1. Keterampilan
Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa baik secara individual maupun kelompok
melakukan refleksi untuk mengevaluasi:
Hasil penilaian otentik dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan program perbaikan
(remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian
otentik dapat digunakansebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai dengan
Standar Penilaian Pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses
pembelajaran dengan menggunakan alat: angket, observasi, catatan anekdot, dan refleksi.
1. Prinsip Pengawasan
Pengawasan dilakukan dengan prinsip objektif dan transparan guna peningkatan mutu secara
berkelanjutan dan menetapkan peringkat akreditasi.
Sistem pengawasan internal dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas, dinas pendidikan dan
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
Kepala Sekolah, Pengawas dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
1)
melakukan pengawasan dalam rangka peningkatan mutu
Kepala Sekolah dan Pengawas melakukan pengawasan dalam bentuk
2)
supervisi akademik dan supervisi manajerial
Pengawasan yang dilakukan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
3)
diwujudkan dalam bentuk Evaluasi Diri Sekolah.
1. Proses Pengawasan
Pemantauan
Supervisi
Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
hasil pembelajaran yang dilakukan melalui antara lain, pemberian contoh, diskusi, konsultasi,
atau pelatihan.
Pelaporan
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran disusun dalam
bentuk laporan untuk kepentingan tindak lanjut pengembangan keprofesionalan pendidik
secara berkelanjutan.
TindakLanjut
1. penguatan dan penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerja yang memenuhi
atau melampaui standar; dan
2. pemberian kesempatan kepada guru untuk mengikuti program pengembangan
keprofesionalan berkelanjutan.
Scientific berasal bahasa Inggris yang berarti ilmiah, yaitu bersifat ilmu, secara ilmu
pengetahuan atau berdasarkan ilmu pengetahuan. (Tim Prima Pena, t.th : 339). Sedangkan
approach yang berarti pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi,
menguatkan, dan melatari pemikiran tentang sesuatu. Dengan demikian, maka pendekatan
ilmiah (Scientific Approach) dalam pembelajaran yang dimaksud disini adalah bagaimana
metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu ilmiah.
Pendekatan ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan
metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Pendekatan pembelajaran
ilmiah (scientific teaching) merupakan bagian dari pendekatan pedagogis pada pelaksanaan
pembelajaran dalam kelas yang melandasi penerapan metode ilmiah.
Pengertian penerapan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran tidak hanya fokus pada
bagaimana mengembangkan kompetensi siswa dalam melakukan observasi atau eksperimen,
namun bagaimana mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir sehingga dapat
mendukung aktivitas kreatif dalam berinovasi atau berkarya.
1. Pembelajaran yang logic, berbasis pada fakta, data atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika/penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari
prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang
dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi
pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi
pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem
penyajiannya.
Suparno (dalam Trianto, 2007: 27) mengemukakan prinsip-prinsip pembelajaran dalam teori
konstruktivistik sebagai berikut: 1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, 2) tekanan
pembelajaran terletak pada siswa, 3) tekanan dalam pembelajaran lebih pada proses bukan
hasil akhir, 4) kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan 5) guru sebagai fasilitator.
Disamping teori diatas, teori pembelajaran humanistik juga ikut melandasi pendekatan
saintifik. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah
membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar
yang penting yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa
ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi
dan asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang
dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik, (3) belajar dapat di tingkatkan dengan
mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada
belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri,
(5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun
perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri
dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting (Dakir,
1993: 64).
Searah dengan dua teori diatas, Paulo Freire juga mengemukakan bahwa tujuan pendidikan
adalah berupaya untuk memanusiakan manusia dengan jalan membebaskannya dari segala
bentuk hegemoni. Oleh karena itu pendidikan dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran
kritis terhadap anak didik. Freire menggolongkan kesadaran manusia menjadi: kesadaran
magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis. Kesadaran magis adalah tingkat kesadaran yang
tidak mampu mengetahui kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Sedangkan
kesadaran naif adalah kesadaran yang menganggap bahwa aspek manusialah yang menjadi
akar penyebab masalah di masyarakat. Sementara kesadaran kritis adalah menganggap bahwa
tidak hanya aspek manusianya saja yang menjadi penyebab terjadinya masalah di masyarakat,
akan tetapi struktur dan sistem ekonomi, budaya, sosial, dan politik juga memberikan saham
yang cukup signifikan (Fakih dalam O’neill, 2001: xvii).
Sejalan dengan teori diatas, al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk utuh
yang dianugerahi dengan berbagai fasilitas dan perangkat untuk hidup sehingga manusia
mampu mengarungi dunia ini dengan baik dan sukses. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam surat an-Nahl ayat :
Artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun, dan Dia membe-rimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu
bersyukur”. (Q.S. al-Nahl : 78)
Ayat di atas mengarahkan umat manusia agar membiasakan diri untuk mengamati, karena
salah satu fitrah yang ia bawa sejak lahir adalah cenderung menggunakan mata terlebih
dahulu baru hati (qalbu). Selanjutnya dalam Surat al-Alaq ayat 1-5 al-Qur’an juga
menjelaskan:
ù&t•ø%$# ÉOó™$$Î/ y7În/u‘ “ Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã
ÇËÈ ù&t•ø%$# y7š /u‘ ur ãPt•ø.F{$# ÇÌÈ “ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ
zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang
Mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. Al-
Alaq: 1-5)”
Iqra’ terambil dari akar kata qara’a yang berarti menghimpun. Dari kata inilah muncul
beraneka makna, seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri
sesuatu, dan membaca baik teks maupun tidak.
Wahyu pertama tersebut tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena al-Qur’an
menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti
bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ artinya bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri
sesuatu, bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun
yang tidak tertulis. Pengulangan perintah membaca dalam ayat diatas, tidak hanya sekedar
menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak akan diperoleh kecuali mengulang-ulang
bacaan secara maksimal. Tetapi hal itu juga mengisyaratkan bahwa mengulang-ulang
pembacaan bismi rabbik akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru, walaupun yang
dibaca masih objek yang sama (Shihab, 1998: 433).
Berdasarkan hal tersebut, maka proses pembelajaran harus dipandu dengan kaidah-kaidah
pendekatan ilmiah. Karena pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan,
penalaran, penemuan, pengabsahan dan penjelasan tentang suatu kebenaran.
Dari ciri-ciri abad 21 tersebut, maka model pembelajaran yang seharusnya dipraktekkan
sekarang juga mengakomodir hal-hal tersebut dengan pola sebagai berikut :
Dyers, dalam Harvard Business Review menyebutkan bahwa 2/3 dari kemampuan kreativitas
seseorang diperoleh melalui pendidikan, 1/3 sisanya berasal dari genetik. Akan tetapi
kebalikannya berlaku untuk kemampuan kecerdasan yaitu: 1/3 dari pendidikan, 2/3 sisanya
dari genetik (Dyers, J.H. 2011). Oleh karena itu, untuk membentuk kreativitas anak didik
maka pendekatan saintifik merupakan sebuah keniscayaan yang harus dilakukan dengan
langkah-langkah: Observing [mengamat], Questioning [menanya], Experimenting [mencoba],
Associating [menalar], Networking [Membentuk jejaring].
1. Observing (Mengamati)
1. Questioning (Menanya)
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya,
pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik.
Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya
itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Berbeda dengan penugasan yang
menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal.
Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam
bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Berikut manfaat /
fungsi bertanya:
Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema
atau topik pembelajaran.
Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan
untuk mencari solusinya.
Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran
yang diberikan.
Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan,
dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik
dan benar.
Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan
kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau
gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup
berkelompok.
Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon
persoalan yang tiba-tiba muncul.
Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu
sama lain.
1. Associating (Menalar)
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut
dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan
pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif
daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata
empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan
dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah
aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan
ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi
dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan
mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan
memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan
dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di
memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.
Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk
pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran
atau kedekatan dalam ruang dan waktu.
1. Experimenting (Mencoba)
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau
melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Peserta didik pun
harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam
sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan
tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan
perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru
menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah
yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7)
Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil
kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik
pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan
gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknaikerjasama sebagai struktur interaksi
yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam
rangka mencapai tujuan bersama.
Pemanfaatan internet sangat dianjurkan dalam pembelajaran atau kelas kolaboratif. Karena
memang, internet merupakan salah satu jejaring pembelajaran dengan akses dan ketersediaan
informasi yang luas dan mudah. Saat ini internet telah menyediakan diri sebagai referensi
yang murah dan mudah bagi peserta didik atau siapa saja yang hendak mengubah wajah
dunia. Penggunaan internet disarakan makin mendesak sejalan denan perkembangan
pengetahuan terjadi secara eksponensial. Masa depan adalah milik peserta didik yang
memiliki akses hampir ke seluruh informasi tanpa batas dan mereka yang mampu
memanfaatkan informasi diterima secepat mungkin.
BAB III
SMAN 1 Arjasa merupakan salah satu sekolah yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten Sumenep untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 pada kelas X secara
keseluruhan pada awal tahun ajaran 2013-2014. Hal ini memacu para guru dan civitas
akademika untuk berbenah mempersiapkannya secara maksimal. Salah satu bentuk persiapan
yang ada yaitu dikirimkannya lima (5) orang guru untuk mengikuti pelatihan kurikulum
2013, yang terdiri dari guru Matematika, Bahasa Indonesia dan Sejarah. Sejalan dengan
program pengembangan pemahaman kurikulum 2013, Bapak Kepala Sekolah menyampaikan
pendapatnya:
“Saya berharap pengiriman untuk diklat kurikulum 2013 tidak terbatas pada guru 3 (tiga)
mata pelajaran saja. Apalagi untuk pengirimannya pun mepet menjelang kurikulum 2013 mau
dilaksanakan. Untuk diklat kepala sekolah sendiri, baru dilaksanakan sekali di bulan Juni
2013 di Malang.”(Wawancara dengan Bapak Achmad Sulaiman, tanggal 14 Mei 2015)
“Di awal pemberlakuan kurikulum 2013 kemarin, guru yang mendapatkan pelatihan baru 5
(orang) ditambah kepala sekolah. Sehingga langkah kami, hanya belajar secara mandiri dari
undang-undang yang dikeluarkan. Pelatihan kepada seluruh guru, kami lakukan di bulan
Desember 2013, ketika libur semester.” (wawancara dengan Bapak Moh. Fadli, tanggal 14
Mei 2015).
Pada tahun pelajaran 2014-2015 SMA Negeri 1 Arjasa terus melakukan pembenahan untuk
melaksanakan kurikulum 2013 secara sempurna. Dimana pada tahun ini kurikulum 2013
telah dilaksanakan pada kelas X dan XI. Upaya-upaya yang dilakukan sekolah untuk
pembenahan tersebut adalah mengirimkan guru-guru untuk mengikuti pelatihan-pelatihan
baik yang diadakan oleh Dinas Pendidikan maupun oleh MGMP. Bahkan pihak sekolah juga
selalu mengadakan work shop tentang implementasi kurikulum 2013 secara mandiri disaat
liburan sekolah. (wawancara dengan Bapak Moh. Fadli, tanggal 14 Mei 2015).
Tahun pelajaran 2015-2016 ini SMA Negeri 1 Arjasa tetap bertekad untuk melaksanakan
kurikulum 2013, walaupun pemerintah sejak semester genap tahun pelajaran 2014-2015
kemarin menginstruksikan untuk kembali ke kurikulum 2006. Namun tekad untuk
mempertahankan kurikulum 2013 nampaknya semakin bulat mengingat keunggulan
kurikulum 2013 sangat terasa, khususnya dalam membangkitkan keaktifan siswa. Dengan
tekad bulat inilah sehingga pemerintah menunjuk SMA Negeri 1 Arjasa untuk tetap
melaksanakan kurikulum 2013. Penunjukan ini merupakan bukti bahwa sekalipun sekolah ini
berada di kepulauan, tetapi sekolah mampu menunjukkan eksistensinya setara dengan
sekolah yang ada di perkotaan.
Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Arjasa merupakan salah satu mata pelajaran yang
mendapatkan apresiasi secara khusus dari sekolah. Sebab, dengan mata pelajaran ini
diharapkan siswa mempunyai karakter yang kuat tidak hanya cakap dalam intelektual tetapi
juga mempunyai kepribadian yang Islami. Terkait dengan hal tersebut, sekolah senantiasa
mendorong dan memfasilitasi guru Pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan
profesionalisme, khususnya dalam penguasaan proses pembelajaran. Hal ini terlihat dari
upaya sekolah dalam mengikut sertakan guru-guru Pendidikan Agama Islam dalam pelatihan-
pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan maupun oleh Kementrian Agama kab
Sumenep.
Kementerian Agama Kabupaten Sumenep bidang PAIS telah beberapa kali mengadakan
pelatihan kurikulum 2013 untuk guru-guru Pendidikan Agama Islam SMA se kabupaten
Sumenep. Pada pelatihan pertama ini SMA Negeri 1 Arjasa mengutus tiga (3) orang guru,
yaitu Bapak Drs. Muhasan, Bapak Abd. Salam, S. PdI dan Fathorrasik, S. Ag., S. Pd..
Sementara dua guru lainnya, yakni Bapak Abd. Rahman, M.HI dan Bapak Muktakif Billah,
M. HI masih belum bisa mengikuti pelatihan dikarenakan terbatasnya kuota yang ditetapkan.
Sebagaimana hasil wawancara kami dengan Bapak Drs. Muhasan yang menyampaikan
bahwa kuota dari kementrian Agama Kab Sumenep hanya memperbolehkan maksimal
mengirimkan tiga (3) orang guru.
“Pelatihan tersebut berlangsung tiga hari, yang diikuti oleh hampir 90 (Sembilan puluh)
peserta dari 33 SMA yang ada di wilayah Kab Sumenep. Pelatih dan mentor yang handal dan
profesional dihadirkan selama pelatihan tersebut. Selain pemaparan materi secara teori
peserta juga diminta membuat produk berupa rencana pelaksanaan pembelajaran untuk mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk kelas X. Di akhir pertemuan,
diadakan micro teaching berbasis pendekatan ilmiah yang dilakukan secara bergilir dari
masing-masing kelompok”(Wawancara dengan Bapak Drs. Muhasan, tanggal 15 Mei 2015)
Pelatihan-pelatihan yang telah diikuti oleh guru-guru SMA Negeri Arjasa telah mampu
memberikan pemahaman yang cukup untuk melaksanakan kurikulum 2013 dengan baik. Hal
ini dapat dilihat dari observasi yang kami lakukan terhadap hasil rencana pelaksanaan
pembelajaran dari guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMAN 1 Arjasa, kami
dapatkan bahwa guru baru menyelesaikan sebagian rencana pelaksanaan pembelajaran dari
keseluruhan materi yang ada. Walaupun, materi belum terselesaikan secara keseluruhan,
kami dapatkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat telah sesuai dengan
undang-undang yang berlaku. Telah tampak prosedur kegiatan belajar mengajar yang dimulai
dari pendahuluan, kegiatan inti maupun penutup, dimana masing-masing item kegiatan
ditambah dengan durasi waktu yang dibutuhkan.
Begitu pula dengan proses penilaian, telah lengkap dituliskan model penilaian yang
digunakan, bentuk soal sekaligus kunci jawaban yang ada. Demikian juga dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh Ibu Heni telah mencerminkan aturan yang
ditetapkan., karena dalam pembuatannya beliau menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada.
Dari wawancara dan observasi terhadap dokumen yang tersedia, dapat dikatakan bahwa guru
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi pekerti memahami regulasi yang ada
dalam PP No 65 dan 66. PP No 65 berkaitan dengan standar proses berupa kegiatan inti
dalam pembelajaran yang meliputi proses mengamati, menanya, mengeksplorasi,
mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Peraturan yang tercantum dalam PP No 66 yang
berupa penilaian ranah sikap, pengetahuan dan ketrampilan juga telah tampak pada rencana
pelaksana pembelajaran yang dibuat.
Berkaitan dengan pemahaman guru terhadap pendekatan saintifik, berikut kami sampaikan
beberapa wawancara dan observasi kepada guru. Seperti yang disampaikan Bapak Muktakif,
bahwa pendekatan saintifik kalau diterapkan dalam metode pembelajaran sangat ideal, karena
guru hanya berfungsi sebagai fasilitator, bukan satu-satunya sumber belajar yang utama.
(wawanacara tanggal 15 Mei 2015).
Guru-guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti telah memahami pendekatan ilmiah
yang meliputi proses mengamati, menanya, mengekplorasi, mengasosiasi dan
mengkomunikasi. Implementasi dari kegiatan ini pun terlihat selama proses observasi yang
dilakukan oleh peneliti.
Metode pembelajaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari penilaian otentik. Data yang kami
himpun, sebagian besar diperoleh dari wawancara dan observasi terhadap subyek. Seperti
penuturan yang disampaikan bapak waka kurikulum:
“Secara umum teman-teman guru sudah memahami penilaian yang harus kita lakukan,
walaupun rumit. Hal itu terbukti, ketika para guru harus mengirimkan (3) tiga nilai itu,
mereka membuatnya dengan baik, meskipun sejarah nilai itu tidak kami
peroleh.”(Wawaancara tanggal 13 Mei 2015)
Permasalahan yang muncul memang sudah diakomodir oleh pihak kurikulum terutama
berkenaan dengan proses penilaian. Menurut beliau, keluhan dari hampir sebagian guru
adalah berkenaan dengan penilaian. Hal ini juga dirasakan oleh bapak waka kurikulum:
“Sebagai guru biasa, memang mudah menjalankan penilaian ini secara tuntas, namun karena
beban pekerjaan di kurikulum ini terlalu besar, terkadang kami juga kewalahan untuk
menyiapkan semua instrument penilaian yang dibutuhkan.”64
Pemahaman guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti terhadap penilaian otentik
terlihat pada aktifitas guru mata pelajaran ini untuk melakukan penilaian pada setiap
kompetensi yang diajarkan. Penilaian tersebut meliputi penilaian sikap yang dilakukan di
awal, proses dan akhir pembelajaran, yang digunakan untuk menilai keseluruhan sikap siswa
selama proses pembelajaran berlangsung.
Dari berbagai wawancara dan observasi yang telah kami lakukan, kami menyakini bahwa
guru pengampu Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMAN 1 Arjasa telah
memahami undang-undang yang diberlakukan. Terbukti dengan hasil rencana pelaksanaan
pembelajaran yang sudah dikumpulkan, implementasi pendekatan ilmiah sudah berjalan dan
penilaian otentik sudah dilakukan. Namun pembenahan tetap harus dilakukan demi
kesempurnaan sebuah program.
1. Respon Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Terhadap Implementasi Kurikulum 2013
Pemberlakuan kurikulum 2013 yang dimulai bulan Juli 2013, memunculkan berbagai ragam
tanggapan baik yang memberikan kritik dan menerima dengan pemikiran terbuka terhadap
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Seperti yang disampaikan bapak kepala sekolah
bahwa:
“SMA Negeri 1 Arjasa merupakan salah satu sekolah di Kabupaten Sumenep yang diminta
menerapkan kurikulum 2013 mulai bulan Juli 2013 kemarin. Saya yakin teman-teman guru
memiliki ragam pendapat mengenai perubahan kurikulum ini. Hal ini wajar, karena
perubahan yang mendasar terlihat pada pola dan cara mengajar guru berikut penilaiannya.”
(W(S1)a
Senada dengan ini, wakil kepala sekolah bidang kurikulum menyampaikan pendapatnya,
sebagai berikut;
“Perubahan kurikulum ini membuat kami agak kerepotan, terutama menyikapi perubahan
beban dan struktur kurikulum 2013. Beberapa mata pelajaran ditiadakan dan diadakan
pengurangan jam tatap muka. Demikian pula dengan penambahan beban jam pelajaran,
sehingga mengharuskan siswa kelas X dan XI untuk memiliki beban 52 jam dalam seminggu,
padahal siswa kelas XII hanya 47 jam. Sehingga jadwal kepulangan siswa pun mengalami
perbedaan, disesuaikan dengan beban jam masing-masing.”(wawancara tanggal 14 Mei
2015).
Perbedaan waktu pulang siswa, mengurangi semangat belajar siswa dan guru dalam
menyampaikan materi pelajaran. Hal ini terjadi pada hari sabtu, dimana siswa kelas XII
hanya memiliki 4 (empat) jam pelajaran, sementara kelas X dan XI masih harus belajar
sampai jam ke 9 (Sembilan). Perubahan beban jam mengajar, terlihat ada beberapa perubahan
jam seperti mata pelajaran Penjas dan Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang
semula 2 jam menjadi 3 jam seminggu, Bahasa Indonesia yang semula 2 jam, menjadi 4 jam.
Hal ini terungkap dalam pernyataan wakil kepala sekolah bidang kurikulum;
“Perubahan jam yang signifikan terjadi di kurikulum 2013 ini, sehingga dengan terpaksa
kami menambah jam belajar siswa di hari sabtu sampai jam 15.00, walaupun KTSP hanya
sampai jam 10.15. Perubahan jam tersebut pada mata pelajaran Penjaskes, Pendidikan Agama
Islam menjadi 3 jam”.(Wawancara tanggal 14 Mei 2015).
Perubahan jam dari struktur KTSP menjadi kurikulum 2013, membawa perubahan kepada
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang semula dua (2) jam
perminggu menjadi tiga (3) jam perminggu dengan satuan 45 menit perjamnya. Wawancara
yang kami lakukan kepada pengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islamdan Budi
Pekerti, Bapak Drs. Muhasan, menyampaikan:
“Penambahan jam menjadi 3 jam per minggu, memberikan keleluasaan waktu pada kami
untuk lebih meningkatkan praktek ibadah dan membenahi sikap siswa. Walaupun materi
yang diberikan dalam silabus lebih sedikit dibanding KTSP, namun lebih aplikatif dalam
kehidupan siswa sehari hari.”(wawancara tanggal 15 Mei 2015).
Respon positif pun kami peroleh dari bapak Abd. Salam, selaku pengampu mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, yang menyatakan bahwa pemerintah sangat
bijaksana ketika menambah jam tatap muka untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti. Guru pengampu pun mampu berekspresi untuk penambahan praktik ibadah
siswa terutama praktik membaca al Qur’an (wawancara tanggal 15 Mei 2015).
Pemberlakuan kurikulum 2013 terutama berkaitan dengan penambahan jam pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti ditanggapi positif oleh dua (2) guru
pengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Intensitas pertemuan
yang banyak, mampu membuat guru pengampu Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
memberikan treatment praktek ibadah kepada siswa.
Berkenaan dengan buku pegangan siswa dan guru, pemerintah menjanjikan akan menerbitkan
buku tersebut secepatnya, tetapi yang terjadi di lapangan, pembelajaran satu tahun hampir
berakhir, buku yang dijanjikan belum juga ada. Sehingga, keluhan dari guru pengampu mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti berkenaan dengan kesiapan pemerintah
menerbitkan regulasi kurikulum 2013 tidak dibarengi dengan kesiapan yang matang. Seperti
yang disampaikan bapak kepala sekolah:
“Untuk anggaran pembelanjaan dana BOS diharapkan digunakan untuk pembelian buku
siswa dan guru. Anggaran ini baru terealisir awal tahun 2015. Namun, sampai bulan ini, Mei
2015, buku pegangan siswa dan guru belum juga datang. Inilah yang menjadi problem
terbesar yang menghalangi pelaksanaan kurikulum 2013 berjalan lancar.” (wawancara
dengan Bapak Akhmad Sulaiman, tanggal 14 Mei 2015).
“Uang dari dana BOS sudah dianggarkan untuk melakukan pembelian 8 (delapan) mata
pelajaran, namun sampai bulan ini, Mei 2015 belum ada kelanjutannya. Siswa sudah
menanyakan kedatangan buku tersebut.”(Wawancara tanggal 16 Mei 2015)
Walaupun buku pegangan siswa dan guru belum datang, sekolah memiliki inisiatif untuk
mengambil buku dari internet, kemudian memperbanyak sebanyak 30 (tiga puluh) buah.
Namun, keluhan dari siswa dan guru pun terdengar, karena, jumlah buku yang diperbanyak
tidak mampu memenuhi kebutuhan siswa. Setiap selesai pembelajaran, buku harus
dikembalikan ke perpustakaan, karena akan digunakan kelas lain. Seperti yang disampaikan
Enadevita, siswa kelas XIIS.4:
“Setiap kali pembelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, kami mengambil buku yang
ada di perpustakaan dan setelah selesai kami mengembalikannya. Sebenarnya kami masih
membutuhkan buku sebagai salah satu sumber belajar dan mengerjakan tugas di rumah,
namun buku tidak ada di tempat kami, sehingga kesulitan kesulitan muncul.”(wawancara
tanggal 17 Mei 2015)
Kerepotan guru dalam menerapkan penilaian otentik (authentic assessment) terlihat pada saat
penentuan dalam pembuatan rapot semester gasal. Nilai yang terkumpulkan dari semua guru
mata pelajaran terdiri dari nilai sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Berikut tanggapan yang
disampaikan staf kurikulum bapak Arif Lestiyono, sebagai berikut:
“Kurikulum 2013 ini dari segi penilaian sangat merepotkan kami selaku staf kurikulum yang
harus membuat program penilaian yang hasilnya akan kami laporkan kepada orang
tua.”(wawancara tanggal 17 Mei 2015)
Perubahan sikap siswa dianggap merupakan bagian dari pengaruh diberlakukannya penilaian
otentik (authentic assessment). Hal ini terungkap dari berbagai pendapat yang disampaikan
beberapa guru di sela-sela pelaksanaan rapat evaluasi pembelajaran. Ditambahkan oleh waka
kesiswaan:
“Pelanggaran terhadap aturan sekolah sangat minim terjadi pada anak kelas X dan XI,
mungkin pemberlakuan authentic assessment merubah pola dan perilaku hidup mereka.
Ketika diprosentasi, paling hanya sekitar 10% siswa melakukan pelanggaran dibanding siswa
kelas XII.”(wawancara tanggal 14 Mei 2015).
Kurikululum 2013 menuai tanggapan positif dan kritikan yang disampaikan dari berbagai
sisi. Walaupun keluhan dan kelebihan pemberlakuan kurikulum 2013, guru pengampu mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti tetap optimis dapat melaksanakan
amanat yang tertera dalam Undang Undang No 65 dan 66 tentang kurikulum 2013 dengan
baik.
BAB IV
PEMBAHASAN
Perubahan yang mendasar pada kurikulum 2013 terletak pada standar kelulusan, standar isi,
standar proses dan standar penilaian. Dalam proses belajar mengajar, guru harus
menerapkannya ketika berinteraksi dengan siswa. Permendikbud No 65 tentang standar
proses telah ditentukan proses belajar mengajar meliputi pendahuluan, kegiatan inti dan
penutup.
Menurut hasil wawancara dengan Mei Intan siswa kelas XIIA.2, menyampaikan:
“Biasanya Bapak Akif itu kalau mengajar diberi tugas kelompok untuk diskusi, yang
sebelumnya disuguhkan film tentang dakwah nabi Muhammad SAW periode Madinah, yang
kebetulan materinya Substansi dan Strategi Dakwah Periode Madinah. Saya masuk kelompok
2, kemudian kami diberi waktu untuk mendikusikan tentang strategi dakwah nabi di
Madinah. Pertemuan selanjutnya, kami diminta mempresentasikannya di depan kelas dan
diadakan tanya jawab.”(Wawancara tanggal 18 Mei 2015).
Demikian juga ketika salah satu siswa kelas XIIS.2 Adam Rizananda ditanya hal yang sama
yakni proses belajar mengajar Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, menyampaikan:
“Untuk semester genap kami telah dibagi tugas setiap kelompoknya. Satu kelas dibagi
menjadi empat (4) kelompok, dimana masing masing kelompok memiliki tugas untuk
membahas setiap judul bab. Saya sudah menyelesaikan tugas karena termasuk kelompok 1
yaitu membahas materi tentang perintah dalam ayat mencari ilmu. Untuk sekarang, baru
sampai kelompok 3 yaitu tentang Wakaf. Waktu itu kami diminta mencari materi di internet
dan buku yang ada di perpustakaan, kemudian kami mendiskusikan dengan teman kelompok
dan membuat laporan tugas dalam bentuk power point. Setelah pertemuan selanjutnya kami
mempresentasikannya.” (wawancara tanggal 18 Mei 2015).
Pendapat lain yang berhasil peneliti temukan ketika menanyakan tentang pelaksanaan permen
No 65 tentang standar proses kepada siswa kelas XIIS.1, katanya:
“Pak Salam itu kalau ngajar enak, suka pindah pindah tempat, tidak hanya di kelas, kadang di
samping lapangan basket, kadang di masjid habis sholat dhuhur. Untuk materi yang baru
diajarkan sekarang tentang wakaf. Kemarin kita diminta melihat video karya siswa jurusan
kelas XI, videonya lucu tapi mengena, diantaranya tentang anjuran melakukan wakaf.
Kemudian, kita dibagi menjadi empat kelompok, diantara masing-masing kelompok
mengkaji pengertian, hukum, syarat-syarat wakaf dan hikmah wakaf. Kita diskusikan tugas
masing masing kelompok dan membuat catatan penting. Pertemuan minggu berikutnya kita
mempresentasikannya tanpa membaca teks, tidak menggunakan metode hafalan tapi
pemahaman kita. Pada saat presentasi ada tanya jawab, diteruskan dengan membahas semua
materi yang ada. Untuk pertemuan selanjutnya diagendakan ada ulangan lisan dan
tertulis.”(wawancara tanggal 18 Mei 2015).
Sedangkan berdasarkan hasil observasi penulis pada proses belajar mengajar oleh Bapak
Muktakif Billah, M.HI pada tanggal 19 Mei 2015 kelas XIIS.2 jam ke 3, 4 dan 5, sebagai
berikut:
Observasi ini kami lanjutkan pada pertemuan berikutnya yaitu pada Selasa, tanggal 26 Mei
2015, sebagai berikut:
Jam 08.32-08.45 Guru melakukan presensi, menyesuaikan posisi tempat duduk sesuai
kelompok siswa
Jam 08.45-09.15 Guru meminta siswa menyiapkan kelompoknya untuk presentasi
Jam 09.15-09.30 Istirahat
Jam 09.30-11.05 Presentasi dan tanya jawab antar kelompok secara bergantian
(tanggal 26 Mei 2015).
Sementara itu, hasil observasi terhadap proses belajar mengajar yang dilakukan oleh Bapak
Drs. Muhasan pada tanggal 19 Mei 2015, sebagai berikut:
Jam 12.35-13.15 Guru melakukan prsesensi dan meminta siswa membersihkan kelas
Jam 13.15-13.28 Guru menyampaikan tujuan dan pokok-pokok materi tentang
Substansi dan Strategi Dakwah Periode Madinah
Jam 13.28-14.10 Guru memutarkan film tentang dakwah nabi di Madinah dengan tiga
film yang berbeda, guru meminta siswa mengamati tanyangan yang ada dengan LCD
Proyektor
Jam 14.10-14.35 Guru menstimulasi siswa untuk bertanya tentang film yang telah
diputar tadi
Jam 14.35-14.50 Guru membagi kelompok sesuai tugas yang ada, dibagi menjadi 3
kelompok dengan metode jigsaw (observasi tanggal 19 Mei 2015).
Peneliti melanjutkan observasi pada pertemuan selanjutnya, pada Sabtu, 26 Mei 2015,
sebagai berikut:
Jam 12.33-12.40 Guru memimpin berdoa dan melakukan presensi, meminta siswa
untuk duduk sesuai kelompoknya
Jam 12.40-13.10 Guru meminta siswa berdiskusi yang memiliki tugas yang sama
sebelum kembali ke kelompoknya.
Jam 13.10-13.28 Guru meminta siswa kembali ke kelompoknya menjadi kelompok
ahli
Jam 13.28-14.35 Guru Setiap kelompok mempresentasikan tugasnya dengan tanya
jawab
Jam 14.35-14.55 Guru bersama dengan siswa menyimpulkan materi
Jam 14.55-14.59 Guru memberikan rencana pertemuan selanjutnya yaitu penilaian
tertulis (Observasi tanggal 24 Mei 2015).
Dari hasil observasi di atas menggambarkan guru menggunakan langkah awal dalam
pembelajaran dengan meminta siswa mengamati tayangan gambar, film atau video, buku
pegangan siswa maupun sumber belajar yang lain. Pernyataan ini sesuai dengan wawancara
peneliti dengan Rizki Zulva, siswa kelas X, sebagai berikut:
“Kebanyakan untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang diampu
oleh Bapak Muhasan, kita disuguhkan dengan film-film yang menggambarkan tentang materi
yang ada. Film yang paling berkesan menurut saya ketika melihat peristiwa hijrahnya nabi
Muhammad SAW ke Madinah.” (wawaancara, 19 Mei 2015).
Demikian juga ketika peneliti mewawancarai siswa Tya Ariani siswi kelas X.IIS.2
menyampaikan:
“Sebelum Pak Salam meminta kita (para siswa) untuk berdiskusi kelompok, biasanya kita
diminta mempelajari dan membaca buku pegangan siswa, kadang juga buku ensiklopedi yang
sesuai dengan materi yang diajarkan. Beberapa kali, kita diperlihatkan video karya kakak
kelas.” (wawaancara, 19 Mei 2015).
Langkah kegiatan inti yang pertama yaitu mengamati, diimplementasikan guru dengan
memanfaatkan teknologi informasi yang sesuai dengan prinsip pembelajaran kurikulum 2013.
Hal ini sesuai dengan Bab IV Pelaksanaan Pembelajaran yang berkaitan dengan Persyaratan
Pelaksanaan Proses Pembelajaran yang meliputi Alokasi Waktu Jam Tatap Muka
Pembelajaran, Buku Teks Pelajaran dan Pengelolaan Kelas.
Alokasi waktu yang diharapkan yaitu 45 menit setiap jam tatap muka pembelajaran untuk
SMA/SMA sudah dilaksanakan sesuai aturan yang ada. Walaupun masih dibutuhkan
kedisiplinan guru untuk mengawali pembelajaran sesuai waktu yang telah ditetapkan.
Beberapa faktor menjadi pemicu ketidakdisiplinan masuk tepat waktu. Pengelolaan kelas
yang meliputi guru melakukan pengaturan tempat duduk di awal pembelajaran, dan
penggunaan ruang selain kelas formal yang digunakan dijalankan sesuai harapan.
Kekurangan yang ada yaitu volume dan intonasi suara guru ketika di luar ruang kelas formal
perlu ditingkatkan. Dalam kegiatan pendahuluan, guru menyiapkan siswa secara psikis dan
fisik untuk mengikuti proses pembelajaran dengan memberi motivasi belajar siswa dan
menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
Dari observasi yang kami peroleh, kami mendapatkan bahwa guru melaksanakan serangkaian
proses yang dimulai dari memberikan motivasi dan menyampaikan tujuan dan kompetensi
dasar yang akan dicapai. Sehingga penyimpangan terhadap Permendikbud No 65 tentang
Kegiatan Pendahuluan tidak nampak dan berjalan dengan baik. Proses menanya, telah
diimplementasi walaupun masih dibutuhkan stimulus dari guru untuk mengarahkan proses ini
berjalan dengan lancar, guru perlu memberikan rangsangan supaya siswa bertanya setelah
mengamati materi yang disuguhkan. Gurupun memberikan rangsangan nilai tambahan bagi
siswa yang aktif. Ketika peneliti mengkonfirmasi kenyataan ini kepada guru pengampu baik
Bapak Salam maupun Bapak Muhasan, mereka memiliki kesamaan jawaban, diantaranya:
“Siswa kelas X merupakan siswa yang heterogen dari berbagai daerah, sehingga dibutuhkan
adaptasi dan penyamaan persepsi di antara mereka. Kebiasaan lama yang dimiliki siswa
ketika SMP yaitu menerima materi dengan metode ceramah tanpa diminta mengkritisi yang
telah mereka terima. Faktor lain, juga dikarenakan kesiapan siswa menerima materi baru
yang belum pernah mereka dengar. Selain itu, kemampuan untuk mengungkapkan pendapat
sangat rendah.” (Wawancara tanggal 19 Mei 2015).
Berbagai kekurangan yang tampak dari observasi dan wawancara yang kami dapatkan, tidak
sesuai dengan pendapat dari Kenneth bahwa The Scientific Method is a process for
experimentation that is used to explore observations and answer question. Walaupun
berbagai faktor yang melatarbelakangi kegiatan inti kedua yaitu menanya tidak berjalan
seperti harapan, tetapi guru mempunyai usaha untuk menstimulasi kegiatan tersebut.
Langkah ketiga dalam kegiatan inti yaitu mengeksplorasi, dimana siswa diminta mencari,
menemukan atau mendapatkan materi, yang dikenal dengan istilah discovery learning,
merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya
menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan kepada orang lain (project based
learning), dan siswa untuk secara aktif menyelesaikan masalah dan membangun
pengetahuannya (problem based learning). Berbagai macam model pembelajaran yang
dikembangkan memiliki tujuan, kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Discovery learning merupakan suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses
kegiatan mental melalui tukar pendapat, diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba
sendiri, agar anak dapat belajar sendiri (Roestiyah, Strategi…).
“Kami sering meminta siswa mencari materi di internet, namun bersamaan dengan ujian
online kelas lain, sehingga loading materinya susah. Siswa memiliki alternatif lain, biasanya
mereka membawa modem ke sekolah, untuk mengantisipasi kejadian seperti ini. Pendekatan
discovery learning paling cocok diterapkan pada mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti
dibanding dengan dua pendekatan lainnya.”(wawancara tanggal 19 Mei 2015).
Selama proses mengeksplorasi, terlihat ada proses mengasosiasi materi antar siswa dalam
kelompok kelompok kecil maupun dalam kegiatan mengkomunikasikan berupa presentasi
kelompok. Durasi yang ditentukan menyesuaikan kebutuhan kelompok dan kelas untuk
menyelesaikan prosesnya.
Kegiatan inti yang berikutnya berjalan dengan sempurna, dimana guru membentuk siswa
dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok-kelompok tersebut melakukan kegiatan
menemukan materi sesuai tugas yang diberikan kemudian menyamakan persepsi di antara
mereka dan mempresentasikan hasilnya.
Langkah kegiatan inti yang terakhir yaitu menyimpulkan, dimana siswa bersama dengan guru
menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Kenyataan yang ada, biasanya guru yang lebih
mendominasi kegiatan ini. Terlihat Pak Muhasan dan Pak Salam menyimpulkan materi lebih
banyak dibandingkan dengan siswa. Ketika kami konfirmasi mereka menyampaikan:
“Biasanya kita agak terburu-buru ketika tahu bahwa waktu hampir habis, sementara
rangkaian kegiatan belum semua kita laksanakan, jadi untuk kegiatan menyimpulkan lebih
banyak kami yang melakukan.” (wawancara dengan Bapak Abd. Salam, S. Pd.I, tanggal 19
Mei 2015).
Ada kesesuaian antara Permen No 65 tentang standar proses belajar mengajar yang diarahkan
menggunakan pendekatan saintifik dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dibuat oleh
Musyawarah Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 1 Arjasa, diantaranya:
Langkah-langkah Pembelajaran
a. Mengamati
b. Menanya
c. Mengeksperimen/Mengexplorasi
d. Asosiasi
e. Komunikasi.
Penutup
Durasi waktu yang telah ditetapkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran mengalami
pergeseran, dikarenakan menurut pengamatan peneliti terdapat beberapa faktor diantaranya
kondisi kesiapan siswa, kesiapan ruang kelas maupun kondisi mata pelajaran yang
berlangsung sebelum dan sesudahnya. Seperti terlihat proses kegiatan belajar yang diampu
oleh Bapak Salam dan Bapak Muhasan pada kegiatan pendahuluan yang waktu yang
ditetapkan 20 menit, namun pada kenyataannya kegiatan pendahuluan membutuhkan waktu
40 menit, karena ada penagihan tugas. Hal itu juga terjadi pada pada proses belajar mengajar
yang diampu oleh Bapak Muhasan, yang membutuhkan waktu 40 menit di awal karena
meminta siswa untuk membersihkan ruangan.
“Pada jam-jam Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, pak Muhasan dan pak Salam
sering meminta siswa meminjam buku, baik buku pegangan siswa maupun sumber belajar
yang lain, seperti koran maupun majalah. Bahkan satu (1) jam siswa diminta langsung ke
perpustakaan untuk mengakses materi baik melalui internet maupun buku, sampai
perpustakaan penuh dengan siswa.”( Wawancara tanggal 20 Mei 2015).
Pengaturan tempat duduk bagi siswa dilakukan untuk mengoptimalkan proses belajar
mengajar berjalan dengan lancar. Hal ini sudah dilakukan oleh Pak Muhasan dan Pak Salam
pada kegiatan pendahuluan. Namun, perlu ada kreatifitas guru untuk menatanya dengan rapi
dan tertib. Sesuai observasi peneliti, pengaturan tempat duduk dilakukan ala kadarnya, tanpa
memperhatikan kebutuhan, keindahan dan kenyamanan siswa dalam proses belajar mengajar.
Keadaan ini juga berlaku ketika pembelajaran dilakukan secara outdoor, yang dilakukan
tanpa meja dan kursi yang memadai sehingga konsentrasi siswa mudah pecah dan guru harus
berulangkali mengingatkan siswa. Walaupun pembelajaran outdoor perlu dilakukan untuk
menghindari kebosanan, seperti yang disampaikan Hamba Fikri Kelas X.IIA.1, sebagai
berikut:
“Sekali-kali kita butuh refresh dengan outdoor, karena ketegangan bisa hilang. Biasanya
dalam satu semester pak Salam 2 sampai 3 kali melakukan outdoor. Walaupun, konsentrasi
gampang hilang karena suara Pak Salam kurang keras dan tempat untuk duduk dan diskusi
kurang mendukung. ” (wawancara, tanggal 20 Mei 2015).
Dengan melihat data di atas, maka implementasi pendekatan saintifik pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMA Negeri 1 Arjasa, dalam langkah-langkah
proses belajar mengajar meliputi kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi,
mengasosiasi dan mengkomunikasi telah mencerminkan aturan dalam permendikbud No 65
tahun 2013 tentang standar proses. Walaupun perlu ada catatan, seperti pengelolaan kelas
yang meliputi pengaturan suara guru ketika proses belajar mengajar terjadi terutama setting
tempatnya berada di luar kelas formal dan proses menanya yang masih butuh stimulus dari
guru.
Kurikulum 2013 merupakan perubahan dari KTSP yang digulirkan pada tahun 2008. Hal ini
tentu saja menuai pro dan kontra dengan perubahan tersebut, baik dari standar isi, kelulusan,
proses pembelajaran maupun penilaian. Kami akan menguaraikan dalam dua kategori, yaitu
kelebihan dan kekurangan kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2006 atau KTSP. Seperti yang
disampaikan menteri pendidikan dan kebudayaan, “Berbagai kritik terhadap kurikulum 2006
atau KTSP mencoba disikapi dan diakomodir dengan lahirnya kurikulum 2013. Kritik-kritik
tersebut antara lain, mata pelajaran yang terlalu banayak, kurang relevan dengan kebutuhan
dan tuntutan zaman, terlalu menekankan aspek kognitif sementara aspek afektif dan
psikomotor penerapannya kurang diperhatikan. Kurikulum dalam penerapannya adanya
upaya penyederhanaan dan tematikintegratif. Adapun objek yang menjadi pembelajaran
dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 adalah menambahkan dan menekankan
pada fenomena alam, social dan budaya.
Ada perbedaan aspek pengembangan pendidikan pada KTSP yang disempurnakan dalam
kurikulum 2013, meliputi spiritual keagamaan, sikap personal-sosial, pengetahuan dan
ketrampilan. Selain itu, pada KTSP mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu,
yang disempurnakan dalam Kurikulum 2013 menjadi setiap mata pelajaran mendukung
semua kompetensi baik sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Penelitian yang dilakukan oleh
Hilda Karli, bahwa kegiatan pembelajaran KTSP dan Kurikulum 2013, diantaranya KTSP
lebih menekankan pada pembelajaran menekankan pada aspek kogntif, afeksi dan psikomotor
namun dalam pelaksanaannya masih pada kognitif saja termasuk penilaian masih berbentuk
tes tertulis saja. Sementara di dalam kurikulum 2013 pembelajaran menekankan aspek sikap,
pengetahuan, ketrampilan dan melakukan penilaian berbentuk tes dan non tes (Hilda Karli,
2013: 34).
Dari Permendikbud 65, guru diharapkan melakukan kegiatan pendahuluan yang terdiri dari
membuka pembelajaran, memimpin doa, melakukan presensi, mengatur tempat duduk, dan
menyampaikan tujuan pembelajaran. Urutan pelaksanaannya hendaknya dilakukan dengan
baik, biar kondisi siswa tertata.
Kegiatan Inti meliputi proses mengamati, menanya, asosiasi, komunikasi dan menyimpulkan
dilakukan secara runtut. Guru dituntut untuk lebih kreatif memanfaatkan lingkungan
sekitarnya dalam proses pembelajaran, seperti ruang kelas, masjid, lapangan atau berbagai
tempat yang memungkinkan. Guru pun bisa membuat posisi duduk siswa sesuai materi dan
metode yang digunakan. Model dan metode pembelajaran pun bisa dilakukan secara
beragam, sesuai dengan kondisi dan situasi. Hal ini, memacu keterlibatan siswa dibanding
model pembelajaran secara ceramah. Siswa memiliki pemikiran terbuka terhadap materi,
yang berasal dari berbagai sumber, bukan hanya dari guru sebagai satu-satunya sumber
pembelajaran.
Proses mengamati memiliki manfaat untuk siswa diantaranya mengarahkan dan membimbing
siswa tidak secara langsung terhadap materi yang akan dibahas. Selanjutnya, siswa
diharapkan memiliki pemikiran yang kritis dan terbuka wawasannya terhadap pengamatan
yang sudah dilakukan dan berani mengungkap secara jelas dan lugas di forum. Ketrampilan
berbicara pun diasah untuk menyampaikan ide ketika proses asosiasi di dalam kelompok
kecilnya maupun dalam kelas. Penilaian yang digunakan pada KTSP menggunakan istilah
kognitif, afeksi, psikomotor, sementara untuk Kurikulum 2013 menggunanakan istilah
pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Namun pelaksanaan pada KTSP penekanan masih pada
kognitif (pengetahuan).
Yang membedakannya lagi, penilaian tiga ranah aspek ini tertera dalam format Laporan
Capaian Kompetensi pada kurikulum 2013 yang tidak dijumpai dalam KTSP. Penilaian
sikap, bisa diambil dari observasi guru mata pelajaran selama proses pembelajaran, observasi
sesama guru, dan guru BK.
Penilaian individu siswa dan antar siswa pun bisa digunakan untuk penilaian sikap ini.
Sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat karena diambilkan dari berbagai sisi. Tidak hanya
kepada peserta didik, kementerian juga mengambil kesimpulan, bahwa diterapkannya
kurikulum tersebut menuntut guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, kemampuan
untuk mengintegrasikan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah, dan membangun karakter
anak. Selain itu, memengaruhi guru untuk mengembangkan metode pembelajaran. Pada
dasarnya, poin-poin tersebut yang menjadi tujuan dari pengembangan kurikulum. Jika hal itu
benar benar terjadi, diharapkan bisa membangkitkan kembali gairah dan semangat
pendidikan di Indonesia yang sedang merosot.
Kurikulum 2013 membutuhkan persiapan yang matang dari berbagai pihak, namun, di tengah
perjalanannya, kami menemukan beberapa hambatan pelaksanaannya. Kesiapan guru menjadi
sorotan paling utama selain sarana prasarana yang dibutuhkan. Guru, yang seharusnya
menjadi pelaku utama kurikulum 2013, memiliki keterbatasan kemampuan dalam
mengimplementasikannya. Ketika kami konfirmasikan hal ini, Bu Fita, selaku guru Bahasa
Inggris menyampaikan:
“Ini kurikulum baru, yang sangat berbeda dengan KTSP, kami belum pernah ikut pelatihan
kurikulum 2013. Ketika, saya menanyakan kepada teman-teman yang sudah pernah
mengikuti, mereka memiliki jawaban yang beragam satu sama lain. Sehingga, saya
menjalankan sepahamnya saya saja.”(wawancara tanggal 21 Mei 2015).
Hal ini senada dengan pernyataan Bapak Fadli, selaku Waka Kurikulum SMA N 1 Arjasa:
“Pemerintah memang belum memberikan pelatihan kepada semua guru, kalau dihitung
prosentase, baru sekitar 10 % yang diikutkan pelatihan oleh dinas kabupaten. Pada bulan Juli
2014 kami pernah ikut pelatihan di Sumenep, dan diteruskan bulan Agustus 2014 di
Surabaya, itu pun kami menemui perbedaan materi yang disampaikan, terutama masalah
penilaian. Kami menilai, orang direktorat masih bingung juga menerapkan ini.”( Wawancara
tanggal 22 Mei 2015).
Kesiapan buku dari pemerintah untuk setiap mata pelajaran yang telah dijanjikan, sampai
akhir bulan Juni belum datang. Hal ini sangat menghambat proses pembelajaran, dimana
hampir keseluruhan materi pembelajaran dari setiap mata pelajaran mengalami perubahan.
Buku panduan guru dan siswa, telah dibuat oleh pemerintah, namun distribusi ke setiap
sekolah mengalami keterlambatan.
Sarana prasarana yang ada di sekolah merupakan hambatan selanjutnya, terutama perangkat
IT yang dibutuhkan. Sekolah yang belum memiliki sarana prasarana tersebut akan merasa
tertinggal dalam melakukan proses pembelajaran kurikulum 2013. Kebetulan SMA N 1
Arjasa memiliki sarana prasarana yang dibutuhkan, sehingga tidak ada masalah dalam
mengimplementasikannya.
Namun, bagi sekolah yang belum memiliki sarana prasarana yang kurang memadai, akan
mempersulit implementasinya. Model penilaian yang sedemikian rumit, membutuhkan
perhatian guru yang lebih untuk memperoleh nilai yang otentik. Sehingga, bagi guru yang
sering kali meninggalkan proses pembelajaran di kelas, akan merasa kesulitan dalam
memberikan penilaian sikap. Hambatan lain, dalam proses penilaian yaitu dibutuhkannya
kertas dalam jumlah yang besar. Ketika penilaian sikap yang terdiri dari penilaian observasi,
individu maupun antar individu dilakukan secara keseluruhan, kertas yang dibutuhkan sangat
banyak. Minimal untuk satu kompetensi setiap penilaian sikap, membutuhkan 3 lembar
kertas. Setiap siswa dalam satu kompetensi, membutuhkan lebih dari 6 lembar untuk
penilaian pengetahuan dan ketrampilan. Apabila satu mata pelajaran terdiri dari 6 kompetensi
dalam satu semester, membutuhkan 36 lembar kertas. Kalau di kelas terdiri dari 30 siswa,
maka kertas yang dibutuhkan sebanyak 1.080 kertas untuk satu mata pelajaran. Apabila,
seluruh mata pelajaran yang diajarkan ada 14 macam, sehingga membutuhkan 15.120 lembar
kertas.
Merubah mind set guru dan siswa bukanlah hal yang mudah, terutama memindahkan pola
mengajar mereka yang sudah membudaya menggunakan metode ceramah berubah
menggunakan pendekatan ilmiah (scientific) dalam pendekatan pembelajarannya. Tidak
sedikit, guru yang masih terjebak dengan pola lama. Demikian juga dengan siswa, yang
terbiasa dengan pola mendengarkan dan menerima, sekarang berubah siswa yang harus
mencari dan berusaha sendiri memperoleh informasi.
1. Rekomendasi Model
Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, namum
proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu pembelajaran saintifik
menekankan pada keterampilan proses. Model pembelajaran berbasis peningkatan
keterampilan proses sains adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan
proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu.
Model ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan,
peserta didik dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam
proses pembelajaran, guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan
mengkoordinasikan kegiatan belajar. Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan
proses pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas
proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam melakukan
penyelidikan ilmiah, dengan demikian peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri
berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk
kehidupannya. Jadi, fokus proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan
siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta,
konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan.
Disinilah yang menjadi perdebatan, bila pendekatan saintifik diterapkan pada semua aspek
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam akan terlihat tidak kompatibel. Pasalnya, dalam
pendekatan saintifik harus dihindarkan cara berpikir ilmiah non ilmiah.
Salah satu diantara cara berpikir non ilmiah yang harus dihindarkan adalah intuisi. Dalam
perspektif pendekatan saintifik, metode berpikir intuisi bersifat irasional dan individual.
Intuisi juga sama sekali menafikan dimensi alur pikir yang sistemik dan sistematik. Padahal,
dalam aspek Aqidah Akhlak intuisi menjadi menjadi dorongan agar seseorang dapat
merasakan getaran hati Rabb-nya dan merupakan bagian terpenting dalam menerima
pengetahuan.
Hal lain dari pendekatan saintifik yang masih menjadi permasalahan untuk mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam adalah langkah mengamati. Dalam langkah mengamati, peserta
didik harus disuguhi materi pembelajaran yang berbasis pada fakta (bisa diindera secara
empiris) atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu. Bukan
hanya sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
Ini juga menjadi persolan karena pada aspek Aqidah yang didalamnya berisi muatan ke-
Tawhid-an sulit untuk bisa menyajikan fakta yang bisa dibuktikan secara empiris. Contoh
keyakinan adanya Malaikat Izrail. Bagaimana guru bisa memberikan fakta Malaikat Izrail
yang bisa diindera atau disajikan secara empiris. Bisa jadi bila aspek Aqidah bila terlalu
mendekati fakta yang empiris, supremasi terhadap akal akan lebih tinggi dari pada wahyu.
Namun dengan problematika tersebut, akankah pendekatan saintifik dinafikan begitu saja.
Oleh karena itu perlu adanya pembahasan dan analisis yang tajam untuk mengupas
problematika pendekatan dalam perspektif pendidikan Islam.
2. Tawaran Solusi
3. Intuisi sebegai Tawaran Konsep
Memang Bila menyandingkan antara pendekatan saintifik dengan pendidikan Islam tampak
ada pertentangan yang tajam. Pertentangan tersebut terletak pada metode berpikir.
Pendekatan saintifik menghendaki pemikiran yang rasional, kritis dan empiris. Sedangkan
dalam pendidikan Islam sendiri ada aspek yang terkadang tidak bisa dirasionalkan, ada aspek
yang kurang baik bila terlalu kritis dan ada aspek yang terkadang tidak bisa diraba secara
empiris, aspek tersebut adalah Aqidah. Dalam pendekatan saintifik metode berpikir intuisi
digolongkan bukan merupakan metode berpikir ilmiah karenanya metode semacam itu
ditolak. Sedangkan dalam pendidikan Islam metode berpikir intuisi malah menjadi prisip
tersendiri untuk memperoleh pengetahuan, seperti apa yang dijelaskan oleh al-Syaibani.
Namun akan sangat berbahaya apabila pendekatan sains yang menggunakan metode berpikir
ilmiah berdiri dengan sendirinya tanpa ada kontrol batasan nilai-nilai arif yang terdapat dalam
agama (Islam). Hanya mengandalkan akal merupakan cerminan egoisme dan arogansi
mengesankan betapa sombongnya manusia yang diberikan anugerah otak. Padahal pada taraf-
taraf tertentu akal tidak akan bisa menembus persoalan yang bersifat transcendent. Pada
ranah inilah selain akal perlu intuisi untuk menerjemahkan persoalan-persoalan seperti
demikian.
Bahkan akan terlihat liar apabila metode berpikir ilmiah berjalan tanpa ada pengawasan nilai-
nilai arif yang ada dalam agama. Lagi pula bila menoleh kesejarah, sekitar abad ke-7 sampai
abad ke-15 M hampir sebagian besar disiplin ilmu pengetahuan, baik yang berbasis politik,
ekonomi, sosial, budaya, eksak dan agama itu sendiri adalah muncul dan dihasilkan oleh para
pemikir umat Islam. Mereka yang cukup dikenal di dunia Muslim bahkan di dunia barat
adalah al-Khawarizmi (Algorismus) dan Ibn al-Haytam (al-Hazen) dikenal sebagai ahli
matematika dan astronomi. Ibn Rushd (Averous) dan Ibn Sina (Avicena) sangat dikenal
sebagai ahli kedokteran. Begitu juga al-Khazini, al-Razi dan Ibn Sina adalah penyumbang
terbesar terhadap ilmu fisika dan teknologi.
Ilmu yang diberikan Allah untuk manusia melalui otaknya merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari nilai-nilai ketuhanan karena sumber ilmu yang hakiki, adalah dari Allah.
Terlepas dari paradigma yang mereduksi intuisi serta hal-hal yang metafisik, al-Qur’an seolah
tak henti-hentinya menyerukan manusia untuk terus mengkaji, meneliti, menelaah,
memikirkan serta menelaah segala fenomena yang ada, karena tidak ada sesuatupun di dunia
ini yang tercipta dengan sia-sia. Motivasi yang diberikan tersebut, tidak lain agar manusia
tahu dan sadar akan potensi akalnya agar menambah keimanan kepada Allah. Untungnya
model cara pikir seperti demikianlah yang menjadi karakteristik kurikulum 2013.
Teori pembelajaran sosial adalah perkembangan utama tradisi teori pembelajaran prilaku.
Teori ini banyak dikembangkan oleh Albert Bandura. Bandura mencatat bahwa penekanan
Skinner pada dampak konsekuensi prilaku sebagian besar mengabaikan fenomena
pembelajaran peniruan keberhasilan atau kegagalan orang lain.
Analisis bandura tentang pembelajaran pengamatan meliputi empat tahap, yaitu: tahap
perhatian, pengingatan, reproduksi dan motivasi.
Konsep penting lain dalam teori pembelajaran sosial adalah pengaturan diri (self-regulation).
Bandura menyodorkan hipotesis bahwa seseorang dapat mengamati perilakunya sendiri,
menilainya berdasarkan standar sendiri, dan memperkuat atau menghukum diri sendiri. Untuk
melakukan penilaian ini, kita harus mempunyai harapan akan kinerja kita sendiri. Seorang
siswa mungkin merasa senang memperoleh nilai 90 persen benar dalam ujian, sedangkan
yang lain mungkin benar-benar kecewa (Slavin, 2011: 205).
Siswa dapat diajari menggunakan strategi kemandirian dan mereka dapat diingatkan
melakukannya kedalam berbagai konteks, sehingga kemandirian menjadi kebiasaan.
Misalnya, siswa dapat diminta menetapkan tujuan untuk sejumlah waktu yang mereka anggap
perlu untuk belajar setiap malam mencatat apakah mereka mencapai tujuan mereka.
Strategi pengaturan diri ini telah dikembangkan oleh Meichenbaum yang mengatakan bahwa
siswa dapat diajari memantau dan mengatur perilakunya sendiri. Strategi ini dapat dilakukan
dengan melatih siswa untuk berkata pada diri sendiri, “Apa persoalan saya? Apa rencana
saya? Apakah saya sedang menggunakan rencana saya? Apakah saya berhasil?”
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam stategi yang dikemukakan oleh Meichenbaum
ini adalah sebagai berikut:
Model yang sudah dewasa melakukan tugas sambil berbicara pada diri sendiri dengan
lantang (peniruan kognisi)
Anak tersebut melakukan tugas yang sama berdasarkan pengarahan instruksi orang
teladan tersebut (panduan terbuka dan eksternal)
Anak tersebut melakukan tugas sambil mengajari diri sendiri dengan suara lantang
(panduan mandiri yang terbuka)
Anak tersebut membisikkan instruksi tadi kepada diri sendiri ketika dia
menyelesaikan tugas (panduan terbuka dan tidak terdengar kepada diri sendiri)
Anak tersebut melakukan tugas sambil memandu kinerjanya melalui percakapan
pribadi (instruksi tersembunyi kepada diri sendiri) (Slavin, 2011: 206)
Salah satu contoh cara membantu siswa terlibat dalam pembelajaran pengaturan diri adalah
memberikan formulir untuk memantau kemajuan diri, saat mereka diberi tugas yang panjang
dan rumit. Misalnya, guru dapat menugaskan siswa menulis laporan tentang kehidupan para
Sahabat. Siswa tersebut dapat diberi daftar periksa pemantauan diri sendiri berikut:
ü Ejaan
ü Tata Bahasa
ü Tanda Baca
Gagasan dibalik formulir ini ialah bahwa pemilahan tugas yang rumit menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil mendorong siswa merasakan bahwa mereka melakukan kemajuan ke arah
tujuan mereka yang lebih besar. Pemeriksaan masing-masing tahap memungkinkan mereka
memberikan kepada diri sendiri tepukan pada punggung yang secara mental dapat
menguatkan upaya mereka. Setelah melihat banyak daftar periksa sejenis ini, siswa dapat
diminta untuk menyusun daftar periksa mereka sendiri, untuk mempelajari cara memetakan
kemajuan mereka sendiri ke arah tujuan tertentu.
BAB V
SIMPULAN
1. Guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Negeri 1 Arjasa
telah memahami implementasi pendekatan ilmiah (scientific approach) pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di kurikulum 2013.
2. Guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Negeri 1 Arjasa
merespon positif terhadap implementasi kurikulum 2013 sekalipun masih terdapat
sebagian guru yang kesulitan dalam mengimplementasikan kurikulum 2013,
khususnya dalam penilaian.
3. Implementasi pendekatan ilmiah (scientific approach) dan pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMA Negeri 1 Arjasa telah memenuhi
standar proses yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 65 tahun 2013.
4. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendekatan ilmiah (scientific
approach) pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMA
Negeri 1 Arjasa adalah sebagai berikut:
5. Faktor Pendukung, diantaranya:
1. Faktor Penghambat
Kurikulum 2013 adalah kebijakan yang relatif baru yang membutuhkan penyesuaian.
Masih kurangnya fasilitas pendukung.
Tugas yang begitu banyak dalam program Kurikulum 2013, sehingga dibutuhkan
tenaga pengajar yang cukup memiliki waktu dan tenaga untuk melaksanakan program
ini.
DAFTAR RUJUKAN
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Karli, Hilda. 2014. Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum
2013 untuk Jenjang Sekolah Dasar, Jurnal Pendidikan Penabur-No.22/Tahun ke-13/Juni
2014.
Mulyasa, H.E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja
Rodakarya
Shihab, M. Quraish. 1998. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat. Bandung: Mizan
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher
Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktek (Terj. Educational
Psychology: Theory and Practice, 9th ed.). Jakarta: PT. Indeks
Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara