You are on page 1of 61

Mata kuliah DosenPembimbing

Manajemen Zakat Wakaf Jaidil Kamal,M.Sy

REGULASI HUKUM ZAKAT

OLEH:

ALKARIMAH DANI

MUHARNI

PINI NOVIA DEWI

SITI TAZKIAH

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2018
BAB II
PEMBAHASAN

A. Regulasi Tentang Zakat


Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk kata dasar (masdar) dari
zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Dari segi istilah fiqih, zakat berarti
sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan kepada orang-orang yang
berhak.1
Sedangkan zakat dalam fiqih sunnah adalah nama atau sebutan dari suatu hak
Allah SWT yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. 2
Adapun mengenai zakat ini tentulah diatur oleh beberapa regulasi diantaranya:

1. UU NO. 38 TAHUN 1999

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunuan zakat
2. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki
oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya;
3. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban
menunaikan zakat.
4. Mustahiq adalah orang atau badan yang, berhak menerima zakat.
5. Agama adalah Agama Islam.
6. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang agama.

1
Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada 2006),
Hlm 6
2
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 3, (Bandung: Al-Ma’rif, 1990), Hlm 5.

1
Pasal 2
Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh
orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.
Pasal 3
Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki,
mustahiq, dan amil zakat.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 4
Pengelolaan zakat berasaskan iman dan taqwa, keterbukaan, dan kepastian hukum sesuai dengan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Pasal 5
Pengelolaan zakat bertujuan :
1. meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan
tuntutan agama;
2. meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial;
3. meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.

BAB III
ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT
Pasal 6
(1) Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
(2) Pembentukan badan amil zakat :
a. nasional oleh Presiden atas usul Menteri;
b. daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama
propinsi;
c. daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul kepala kantor
departemen agama kabupaten atau kota;
d. kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan.

2
(3) Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif,
konsulatif, dan informatif.
(4) Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi
persyaratan tertentu.
(5) Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas, dan
pelaksana.
Pasal 7
1) Lembaga zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.
2) Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan
yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 8
Badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan lembaga amil zaka sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan, dan
mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zaka bertanggung jawab
zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatnya.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan ami zakat ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
BAB IV
PENGUMPULAN ZAKAT
Pasal 11
1) Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah
2) Harta yang dikenai zakat adalah :
a. emas, perak dan uang
b. perdagangan dan perusahaan
c. hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
d. hasil pertambangah
e. hasil peternakan;
f. hasil pendapatan dan jasa;

3
g. rikaz.
3) Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan berdasarkan
hukum agama.
Pasal 12
(1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau
mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki;
(2) Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta
muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.
Pasal 13
jawab kepada pemerintah sesuai dengan selain zakat, seperti infaq, shadaqah, hibah,
tingkatannya, wafat, waris, dan kafarat.
BAB IV
PENGUMPULAN ZAKAT
Pasal 14
(1) Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan
hukum agama.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau
badan amil zakat memberikan bantuan kepada muzakki untuk menghitungnya.
(3) Zakat yang telah dibayarkan kepqda badan amil zakat atau lembaga amil zakat
dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan
menteri.
BAB V
PENDAYAGUNAAN ZAKAT
Pasal 16
(1) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama.
(2) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.

4
(3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.
Pasal 17
Hasil penerimaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yan produktif.
BAB VI
PENGAWASAN
Pasal 18
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukabn oleh unsure
pengawas sebagaimana dimaksud dalam (3) Pasal 6 ayat (5)
(2) Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota.
(3) Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat.
(4) Dalam melakukan perneriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat
meminta bantuan akuntan publik.
Pasal 19
Badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepad Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan
tingkatannya.
Pasal 20
Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan Lembaga amil zakat.
BAB VII
SANKSI
Pasal 21
(1) Setiap pengelola zakat yang karena kelalainnya tidak mencatat atau mencatat dengan
tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 13 dalam undang-undang ini diancam
dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau denda sebanyak-
banyaknya Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan pelanggaran.

5
(3) Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak
pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. UU NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan


pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha
untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
3. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat
untuk kemaslahatan umum.
4. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan
usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
5. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan
zakat.
6. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.
7. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga
yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
8. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang
dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
9. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi
yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.
10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
11. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya
operasional dalam pengelolaan zakat sesuai syariat Islam.
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agama

6
Pasal 2

Pengelolaan zakat berasaskan:

a. syariat Islam;
b. amanah;
c. kemanfaatan;
d. keadilan;
e. kepastian hukum;
f. terintegrasi; dan
g. akuntabilitas

Pasal 3

Pengelolaan zakat bertujuan:

a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan


b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan
Pasal 4

1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.


2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. emas, perak, dan logam mulia lainnya;
b. uang dan surat berharga lainnya;
c. perniagaan;
d. pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
e. peternakan dan perikanan:
f. pertambangan;
g. perindustrian;
h. pendapatan dan jasa; dan
i. rikaz.
3) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang dimiliki oleh
muzaki perseorangan atau badan usaha.

7
4) dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat
Islam.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat
fitrah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB III
BADAN AMIL ZAKAT bagian KESATUAN UMUM
Pasal 5
1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS.
2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara.
3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Menteri.
Pasal 6

BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional.
Pasal 7
1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS
menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

(2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak
terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui
Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun.
Bagian Kedua Keanggotaan
Pasal 8

1) BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.

8
2) Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan)
orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah.
3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur ulama, tenaga
profesional, dan tokoh masyarakat Islam.
4) Unsur pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditunjuk dari kementerian/
instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.
Pasal 9

Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.

Pasal 10

1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri
setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
3) Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota.
Pasal 11

Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 paling sedikit harus:

a. warga negara Indonesia;


b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Allah SWT;
d. berakhlak mulia;
e. berusia minimal 40 (empat puluh) tahun;
f. fsehat jasmani dan rohani;
g. tidak menjadi anggota partai politik;
h. memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; dan
i. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

9
Pasal 12

Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:

a. meninggal dunia;
b. habis masa jabatan;
c. mengundurkan diri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus; atau
e. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.
Pasal 13

Ketentuan lebih lanjut mengenai, tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNAS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 14

1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat.


2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 15

1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota
dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat
pertimbangan BAZNAS.
3) BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul
bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS
provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat
membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota setelah mendapat
pertimbangan BAZNAS.
5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi
BAZNAS di provinsi atau kabupaten/kota masing-masing.

10
Pasal 16
1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama
lainnya, dan tempat lainnya.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan
BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Lembaga Amil Zakat
Pasal 17

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan


pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pasal 18

1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan
paling sedikit:
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang
pendidikan, dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan
kegiatannya;
f. bersifat nirlaba;
g. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
h. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Pasal 19

LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat


yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.

11
Pasal 20

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan


perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB III PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN


Bagian Kesatu Pengumpulan
Pasal 21

(1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban
zakatnya.

(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta
bantuan BAZNAS.
Pasal 22

Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan
kena pajak.
Pasal 23

(1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki.

(2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang
penghasilan kena pajak.
Pasal 24

Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Pendistribusian
Pasal 25

Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.


Pasal 26

Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala
prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
Bagian Ketiga Pendayagunaan

12
Pasal 27

(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan
peningkatan kualitas umat.

(2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat Pengelolaan Infak, Sedekah, dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya
Pasal 28

(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya.

(2) Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan
sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.

3. PP NO 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN ZAKAT


BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
2. pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
3. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang
melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
4. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk
masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
5. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi yang
dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.

13
6. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya
operasional dalam pengelolaan zakat sesuai dengan syariat Islam.
7. Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat.
8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI BAZNAS
Pasal 2
1. Pemerintah membentuk BAZNAS untuk melaksanakan pengelolaan zakat.
2. BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara.
3. BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Menteri.
Pasal 3
1. BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan lembaga yang berwenang
melakukan tugas Pengelolaan Zakat secara nasional.
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BAZNAS
menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan Pengelolaan Zakat.
Pasal 4
1. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BAZNAS menyusun
pedoman Pengelolaan Zakat.
2. Pedoman Pengelolaan Zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan
Pengelolaan Zakat untuk BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan
LAZ.
BAB III
KEANGGOTAAN BAZNAS
Bagian Kesatu Umum
Pasal 5
1. BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.

14
2. Anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Menteri.
Bagian Kedua Tata Cara Pengangkatan
Pasal 6
1. Anggota BAZNAS yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) berasal
dari unsur masyarakat dan dari unsur Pemerintah.
2. Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri
setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
3. Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 7
Untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS paling sedikit harus
memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Allah SWT;
d. berahlak mulia;
e. berusia paling sedikit 40 (empat puluh) tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. tidak menjadi anggota partai politik;
h. memiliki kompetensi di bidang Pengelolaan Zakat; dan
i. tidak pernah di hukum karena melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Pasal 8
(1) Anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) terdiri atas 8 (delapan)
orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur Pemerintah.
(2) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas unsur ulama, tenaga
profesional, dan tokoh masyarakat Islam.
(3) Unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, kementerian yang

15
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri, dan kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 9
(1) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
dipilih oleh tim seleksi yang dibentuk oleh Menteri.
(2) Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipilih menjadi
calon anggota BAZNAS.
(3) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memilih calonanggota BAZNAS dari
unsur masyarakat sebanyak 2 (dua) kali jumlah yang dibutuhkan untuk disampaikan
kepada Menteri.
Pasal 10
(1) Calon anggota BAZNAS dari unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (3) berasal dari pejabat struktural eselon I yang berkaitan dengan Pengelolaan Zakat.
(2) Calon Anggota BAZNAS dari unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditunjuk oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang dalam negeri serta menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan.
(3) Calon anggota BAZNAS dari unsur Pemerintah yang ditunjuk oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada
ayat disampaikan kepada Menteri.
Pasal 11
(1) Menteri mengusulkan calon anggota BAZNAS dari unsur masyarakat dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3) dan calon anggota BAZNAS dari unsur Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) kepada Presiden.
a. Presiden memilih 8 (delapan) orang calon anggota BAZNAS dari unsure
masyarakat yang diusulkan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
b. untuk disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia guna
mendapat pertimbangan.
Pasal 12

16
Calon anggota BAZNAS dari unsur masyarakat yang telah mendapat pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan calon
anggota BAZNAS dari unsure Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
ditetapkan sebagai anggota BAZNAS dengan Keputusan Presiden.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan tim dan tata cara seleksi calon anggota BAZNAS
dari unsur masyarakat dan penunjukkan calon anggota BAZNAS dari unsur pemerintah diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BAZNAS
Pasal 14
(1) Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih dari dan oleh anggota untuk masa jabatan 5 (lima)
tahun.
(2) Pemilihan ketua dan wakil ketua BAZNAS dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari
terhitung sejak penetapan pengangkatan anggota BAZNAS oleh Presiden.
Pasal 15
(1) Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih melalui rapat anggota BAZNAS.
(2) Rapat anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sah apabila dihadiri oleh
paling sedikit 9 (sembilan) anggota BAZNAS.
Pasal 16
(1) Rapat anggota BAZNAS untuk memilih ketua dan wakil ketua BAZNAS dilakukan dengan
musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai,
pemilihan ketua dan wakil ketua BAZNAS dilakukan dengan pemungutan suara.
(3) Ketua dan wakil ketua BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sah apabila dipilih
oleh lebih dari setengah jumlah anggota yang hadir.
Pasal 17
(1) Hasil pemilihan ketua dan wakil ketua BAZNAS dituangkan dalam berita acara pemilihan
yang ditandatangani oleh seluruh anggota BAZNAS yang hadir.
(2) Hasil pemilihan ketua dan wakil ketua BAZNAS disampaikan kepada Menteri.
(3) Menteri dalam jangka waktu 3 (tiga) hari wajib menyampaikan hasil pemilihan ketua dan
wakil ketua BAZNAS kepada Presiden untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

17
Bagian Keempat Tata Cara Pemberhentian
Pasal 18
Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:
a. meninggal dunia;
b. habis masa jabatan;
c. mengundurkan diri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus; atau
e. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.
Pasal 19
Anggota BAZNAS yang meninggal dunia atau habis masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 huruf a atau huruf b, secara hukum berhenti sebagai anggota BAZNAS.
Pasal 20
(1) Anggota BAZNAS yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c
harus mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis kepada ketua BAZNAS disertai
dengan alasan.
(2) Permohonan pengunduran diri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas
dalam rapat pleno yang dipimpin oleh ketua BAZNAS untuk memperoleh klarifikasi.
(3) Dalam hal rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menerima alasan pengunduran
diri, ketua BAZNAS mengusulkan pemberhentian anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Menteri.
Pasal 21
(1) Dalam hal ketua atau wakil ketua BAZNAS mengundurkan diri sebagai anggota BAZNAS,
permohonan secara tertulis diajukan kepada Menteri dan memberitahukan kepada anggota
BAZNAS disertai dengan alasan.
(2) Terhadap permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
memanggil ketua atau wakil ketua yang mengajukan permohonan pengunduran diri untuk
memberikan klarifikasi.
(3) Dalam pemberian klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat
menghadirkan anggota BAZNAS yang lain.

18
(4) Dalam hal alasan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Menteri
mengusulkan pemberhentian ketua atau wakil ketua BAZNAS sebagai anggota BAZNAS kepada
Presiden.
Pasal 22
Anggota BAZNAS yang tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus
menerus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d dapat diberhentikan, apabila tidak
menjalankan tugas sebagai anggota BAZNAS selama 90 (sembilan puluh) hari secara terus
menerus tanpa alasan yang sah.
Pasal 23
(1) Pemberhentian anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan setelah
melalui proses pemberian peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali oleh ketua BAZNAS.
(2) Peringatan tertulis kesatu diberikan apabila anggota BAZNAS tidak menjalankan tugas
secara terus menerus tanpa alasan yang sah selama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Anggota BAZNAS yang telah mendapatkan peringatan tertulis kesatu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tetap tidak menjalankan tugas secara terus menerus tanpa alasan yang
sah selama 30 (tiga puluh) hari, diberikan peringatan tertulis kedua.
(4) Anggota BAZNAS yang telah mendapatkan peringatan tertulis kedua sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tetap tidak menjalankan tugas secara terus menerus tanpa alasan yang sah selama
15 (lima belas) hari, diberikan peringatan tertulis ketiga.
(5) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari sejak peringatan tertulis ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) anggota BAZNAS tetap tidak menjalankan tugas secara terus menerus
tanpa alasan yang sah, ketua BAZNAS mengusulkan pemberhentiannya kepada Menteri.
Pasal 24
Pemberhentian anggota BAZNAS yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e, dilakukan apabila:
a. menjadi warga negara asing;
b. berpindah agama;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. menderita sakit jasmani dan/atau rohani;
e. menjadi anggota partai politik; atau

19
f. dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun.
Pasal 25
(1) Anggota BAZNAS yang menjadi warga negara asing, pindah agama, atau menjadi anggota
partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, huruf b, atau huruf e harus
mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai anggota kepada ketua BAZNAS.
(2) Dalam hal anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengajukan
permohonan pengunduran diri, ketua BAZNAS mengadakan rapat pleno untuk meminta
klarifikasi.
(3) Dalam hal klarifikasi dalam rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membuktikan
anggota BAZNAS tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 huruf a, huruf b, atau huruf e, diusulkan pemberhentiannya sebagai anggota BAZNAS.
(4) Ketua BAZNAS mengusulkan pemberhentian anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (3) kepada Menteri dengan melampirkan dokumen terkait.
Pasal 26
(1) Anggota BAZNAS yang diduga melakukan perbuatan tercela sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 huruf c, dapat diberhentikan sebagai anggota BAZNAS setelah melalui proses
pemeriksaan oleh tim yang dibentuk oleh ketua BAZNAS.
(2) Anggota BAZNAS yang terbukti melakukan perbuatan tercela berdasarkan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan pemberhentiannya oleh ketua BAZNAS kepada
Menteri.
Pasal 27
(1) Anggota BAZNAS yang menderita sakit jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 huruf d, diberhentikan menjadi anggota BAZNAS apabila mengalami sakit
berkepanjangan selama 90 (sembilan puluh) hari secara terus menerus yang
mengakibatkan tidak dapat melaksanakan tugas sebagai anggota BAZNAS.
(2) Anggota BAZNAS yang sakit berkepanjangan selama 90 (Sembilan puluh) hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberhentikan apabila berdasarkan keterangan dokter menderita sakit
yang berakibat tidak dapat menjalankan tugas sebagai anggota BAZNAS.

20
(3) Dalam hal anggota BAZNAS menderita sakit berkepanjangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ketua BAZNAS mengusulkan pemberhentian sebagai anggota BAZNAS kepada
Menteri.
Pasal 28
(1) Anggota BAZNAS yang diduga telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf f dan telah ditetapkan sebagai terdakwa, diberhentikan sementara sebagai anggota
BAZNAS.
(2) Pemberhentian sementara anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Menteri atas usul ketua BAZNAS dengan menerbitkan Keputusan Menteri.
(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicabut apabila anggota BAZNAS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan.
(4) Dalam hal anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti melakukan tindak
pidana yang didakwakan dan telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap, ketua BAZNAS mengusulkan pemberhentiannya kepada Menteri.
.
BAB IV
ORGANISASI DAN TATA KERJA BAZNAS
Bagian Kesatu BAZNAS
Pasal 31
(1) Untuk melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS dapat dibentuk unit pelaksana.
(2) Unit pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan fungsi perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, pelaporan, dan pertanggungjawaban dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional.
(3) Pegawai unit pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan pegawai
negeri sipil.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai unit pelaksana sebagaimana pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
BAZNAS Provinsi

21
Pasal 32
BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan
BAZNAS.
Pasal 33
(1) BAZNAS provinsi bertanggung jawab kepada BAZNAS dan pemerintah daerah provinsi.
(2) BAZNAS provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas dan fungsi
BAZNAS pada tingkat provinsi sesuai dengan kebijakan BAZNAS.
Pasal 34
(1) BAZNAS provinsi terdiri atas unsur pimpinan dan pelaksana.
(2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas ketua dan paling banyak 4 (empat)
orang wakil ketua.
(3) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari unsure masyarakat yang meliputi
ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam.
(4) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan fungsi administrasi dan
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pelaporan serta pertanggungjawaban dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
(5) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari bukan pegawai negeri sipil.
(6) Dalam hal diperlukan pelaksana dapat berasal dari pegawai negeri sipil yang diperbantukan.
Pasal 35
Persyaratan untuk menjadi anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berlaku
sebagai persyaratan untuk pengangkatan pimpinan BAZNAS provinsi.
Pasal 36
(1) Pimpinan BAZNAS provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), diangkat dan
diberhentikan oleh gubernur setelah mendapat pertimbangan dari BAZNAS.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian pimpinan BAZNAS provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberitahukan kepada Menteri yang tembusannya disampaikan kepada kepala kantor
wilayah kementerian agama provinsi.
Pasal 37
Pelaksana BAZNAS provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5) diangkat dan
diberhentikan oleh ketua BAZNAS provinsi.
Pasal 38

22
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), BAZNAS
provinsi wajib:
a. melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian atas pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat di tingkat provinsi;
b. melakukan koordinasi dengan kantor wilayah kementerian agama dan instansi terkait di
tingkat provinsi dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
dan
c. melaporkan dan mempertanggunjawabkan Pengelolaan Zakat, infak dan sedekah, serta dana
sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan gubernur.
Bagian Ketiga BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 39
BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di
bidang zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama
atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
Pasal 40
(1) BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 bertanggung jawab kepada
BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2) BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas dan
fungsi BAZNAS pada tingkat kabupaten/kota sesuai dengan kebijakan BAZNAS.
Pasal 41
(1) BAZNAS kabupaten/kota terdiri atas unsur pimpinan dan pelaksana.
(2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas ketua dan paling banyak 4 (empat)
orang wakil ketua.
(3) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari unsure masyarakat yang meliputi
ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam.
(4) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan fungsi perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, serta pelaporan dan pertanggungjawaban dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
(5) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari bukan pegawai negeri sipil.
(6) Dalam hal diperlukan pelaksana dapat berasal dari pegawai negeri sipil yang diperbantukan.
Pasal 42

23
Persyaratan untuk menjadi anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berlaku
sebagai persyaratan untuk pengangkatan pimpinan BAZNAS kabupaten/kota.
Pasal 43
(1) Pimpinan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), diangkat
dan diberhentikan oleh bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan dari BAZNAS.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian pimpinan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada direktur jenderal yang mempunyai tugas dan
fungsi di bidang zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agama yang tembusannya disampaikan kepada kepala kantor wilayah kementerian agama
provinsi dan kepala kantor kementerian agama kabupaten/kota.
Pasal 44
Pelaksana BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) diangkat
dan diberhentikan oleh ketua BAZNAS kabupaten/kota.
Pasal 45
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2), BAZNAS
kabupaten/kota wajib:
a. melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian atas pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat di tingkat kabupaten/kota;
b. melakukan koordinasi dengan kantor kementerian agama kabupaten/kota dan instansi terkait
di tingkat kabupaten/kota dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat; dan
c. melaporkan dan mempertanggunjawabkan Pengelolaan Zakat, infak dan sedekah, serta dana
sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan bupati/walikota.
Bagian Keempat UPZ
Pasal 46
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota dapat membentuk UPZ.
(2) UPZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu pengumpulan zakat.
(3) Hasil pengumpulan zakat oleh UPZ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disetorkan ke
BAZNAS, BAZNAS provinsi, atau BAZNAS kabupaten/kota.

24
(4) Ketentuan mengenai pembentukan dan tata kerja UPZ diatur dengan Peraturan Ketua
BAZNAS.
BAB V
ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT BAZNAS
Pasal 47
(1) BAZNAS dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak membawahkan 4 (empat)
bagian dan/atau kelompok jabatan fungsional.
(3) Setiap bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling banyak membawahkan 3 (tiga) sub
bagian dan/atau kelompok jabatan fungsional.
Pasal 48
Sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 bertugas memberikan dukungan
teknis dan administratif bagi pelaksanaan tugas dan fungsi BAZNAS.
Pasal 49
(1) Sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipimpin oleh seorang
sekretaris.
(2) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada ketua BAZNAS dan secara administrative dibina oleh direktur jenderal yang mempunyai
tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agama.
Pasal 50
Sekretariat BAZNAS dalam menjalankan tugasnya melakukan:
a. koordinasi dan komunikasi dengan pimpinan BAZNAS dalam urusan administrasi terhadap
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat;
b. penyiapan dan penyelenggaraan rapat-rapat BAZNAS; dan
c. penyiapan pembuatan laporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas, fungsi, dan
wewenang BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat.

25
Pasal 51
Dalam melaksanakan tugasnya membantu BAZNAS, secara administrative sekretariat BAZNAS
dibina oleh dan bertanggungjawab kepada direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di
bidang zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
BAB VI
LINGKUP KEWENANGAN PENGUMPULAN ZAKAT
Pasal 53
(1) BAZNAS berwenang melakukan pengumpulan zakat melalui UPZ dan/atau secara langsung.
(2) Pengumpulan zakat melalui UPZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
membentuk UPZ pada:
a. lembaga negara;
b. kementerian/lembaga pemerintah non kementerian;
c. badan usaha milik negara;
d. perusahaan swasta nasional dan asing;
e. perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
f. kantor-kantor perwakilan negara asing/lembaga asing; dan
g. masjid negara.
(3) Pengumpulan zakat secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
sarana yang telah disediakan oleh BAZNAS.
Pasal 54
(1) BAZNAS provinsi berwenang melakukan pengumpulan zakat melalui UPZ dan/atau secara
langsung.
(2) Pengumpulan zakat melalui UPZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
membentuk UPZ pada:
a. kantor instansi vertikal;
b. kantor satuan kerja perangkat daerah/lembaga daerah provinsi;
c. badan usaha milik daerah provinsi;
d. perusahaan swasta skala provinsi;
e. perguruan tinggi; dan
f. masjid raya.

26
(3) Pengumpulan zakat secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
sarana yang telah disediakan oleh BAZNAS provinsi.
Pasal 55
(1) BAZNAS kabupaten/kota berwenang melakukan pengumpulan zakat melalui UPZ dan/atau
secara langsung.
(2) Pengumpulan zakat melalui UPZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara membentuk UPZ pada:
a. kantor satuan kerja pemerintah daerah/lembaga daerah kabupaten/kota;
b. kantor instansi vertikal tingkat kabupaten/kota;
c. badan usaha milik daerah kabupaten/kota;
d. perusahaan swasta skala kabupaten/kota;
e. masjid, mushalla, langgar, surau atau nama lainnya;
f. sekolah/madrasah dan lembaga pendidikan lain;
g. kecamatan atau nama lainnya; dan
h. desa/kelurahan atau nama lainnya.
(3) Pengumpulan zakat secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
sarana yang telah disediakan oleh BAZNAS kabupaten/kota.
BAB VII
PERSYARATAN ORGANISASI, MEKANISME PERIZINAN,
DAN PEMBENTUKAN PERWAKILAN LAZ
Bagian Kesatu Persyaratan Organisasi
Pasal 56
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pasal 57
Pembentukan LAZ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 wajib mendapat izin Menteri atau
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan:
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah,
dan sosial, atau lembaga berbadan hukum;
b. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
c. memiliki pengawas syariat;

27
d. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
e. bersifat nirlaba;
f. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
g. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Bagian Kedua Mekanisme Perizinan
Pasal 58
(1) Izin pembentukan LAZ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dilakukan dengan
mengajukan permohonan tertulis.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pimpinan organisasi
kemasyarakatan Islam dengan melampirkan:
a. anggaran dasar organisasi;
b. surat keterangan terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan dari kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri;
c. surat keputusan pengesahan sebagai badan hukum dari kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia;
d. surat rekomendasi dari BAZNAS;
e. susunan dan pernyataan kesediaan sebagai pengawas syariat;
f. surat pernyataan bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala; dan
g. program pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat.
Pasal 59
(1) Izin pembentukan LAZ yang diajukan oleh organisasi kemasyarakatan Islam berskala
nasional diberikan oleh Menteri.
(2) Izin pembentukan LAZ yang diajukan oleh organisasi kemasyarakatan Islam berskala
provinsi diberikan oleh direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
(3) Izin pembentukan LAZ yang diajukan oleh organisasi kemasyarakatan Islam berskala
kabupaten/kota diberikan oleh kepala kantor wilayah kementerian agama provinsi.
Pasal 60
(1) Menteri, direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, atau kepala kantor

28
wilayah kementerian agama provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 berwenang
mengabulkan atau menolak permohonan izin pembentukan LAZ.
(2) Dalam hal permohonan pembentukan LAZ memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57, Menteri, direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat
pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, atau kepala
kantor wilayah kementerian agama provinsi menerbitkan izin pembentukan LAZ.
(3) Dalam hal permohonan pembentukan LAZ tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57, Menteri, direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang
zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, atau
kepala kantor wilayah kementerian agama provinsi menolak permohonan izin pembentukan LAZ
disertai dengan alasan.
Pasal 61
Proses penyelesaian pemberian izin pembentukan LAZ dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan tertulis diterima.
Bagian Ketiga Pembentukan Perwakilan LAZ
Pasal 62
(1) LAZ berskala nasional dapat membuka perwakilan.
(2) Pembukaan pewakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di
setiap provinsi untuk 1 (satu) perwakilan.
(3) Pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mendapat izin dari
kepala kantor wilayah kementerian agama provinsi.
(4) Izin pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan
mengajukan permohonan tertulis.
(5) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan oleh pimpinan LAZ
kepada kepala kantor wilayah kementerian agama provinsi dengan melampirkan:
a. izin pembentukan LAZ dari Menteri;
b. rekomendasi dari BAZNAS provinsi;
c. data muzaki dan mustahik; dan
d. program pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat.
Pasal 63
(1) LAZ berskala provinsi hanya dapat membuka 1 (satu) perwakilan di

29
(2) Pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapat izin dari
kepala kantor kementerian agama kabupaten/kota.
(3) Izin pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
mengajukan permohonan tertulis.
(4) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan oleh pimpinan LAZ
kepada kepala kantor kementerian agama kabupaten/kota dengan melampirkan:
a. izin pembentukan LAZ dari direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang
zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama;
b. rekomendasi dari BAZNAS kabupaten/kota;
c. data muzaki dan mustahik; dan
d. program pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat.
Pasal 64
(1) Kepala kantor wilayah kementerian agama provinsi atau kepala kantor kementerian agama
kabupaten/kota mengabulkan permohonan pembukaan perwakilan LAZ yang telah memenuhi
persyaratan dengan menerbitkan izin pembukaan perwakilan LAZ.
(2) Dalam hal permohonan pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
dan Pasal 63 tidak memenuhi persyaratan, kepala kantor wilayah kementerian agama provinsi
atau kepala kantor kementerian agama kabupaten/kota menolak permohonan
pembukaan perwakilan LAZ disertai dengan alasan.
Pasal 65
Proses penyelesaian izin pembukaan perwakilan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan tertulis diterima.
Bagian Keempat Amil Zakat Perseorangan atau Perkumpulan Orang dalam Masyarakat
BAB VIII
PEMBIAYAAN BAZNAS DAN PENGGUNAAN HAK AMIL
Pasal 67
(1) Biaya operasional BAZNAS dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara dan
Hak Amil.
(2) Besaran Hak Amil yang dapat digunakan untuk biaya operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan syariat Islam dengan mempertimbangkan aspek
produktivitas, efektivitas, dan efisiensi dalam Pengelolaan Zakat.

30
(3) Penggunaan besaran Hak Amil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dalam
rencana kerja dan anggaran tahunan yang disusun oleh BAZNAS dan disahkan oleh Menteri.
Pasal 68
(1) Anggota BAZNAS, pimpinan BAZNAS provinsi, dan pimpinan BAZNAS kabupaten/kota
diberikan hak keuangan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(2) Anggota BAZNAS pimpinan BAZNAS provinsi, dan pimpinan BAZNAS kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan uang pensiun dan/atau pesangon setelah
berhenti atau berakhir masa jabatannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak keuangan anggota BAZNAS diatur dengan Peraturan
Presiden.
(4) Ketentuan mengenai hak keuangan pimpinan BAZNAS provinsi dan pimpinan BAZNAS
kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 69
(1) Biaya operasional BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja daerah dan Hak Amil.
(2) Biaya operasional BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota yang dibebankan pada
anggaran pendapatan belanja daerah meliputi:
a. hak keuangan pimpinan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota;
b. biaya administrasi umum;
c. biaya sosialisasi dan koordinasi BAZNAS provinsi dengan BAZNAS kabupaten/Kota, dan
LAZ provinsi; dan
d. biaya sosialisasi dan koordinasi BAZNAS kabupaten/kota dengan LAZ kabupaten/kota.
(3) Biaya operasional selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada Hak Amil.
(4) Besaran Hak Amil yang dapat digunakan untuk biaya operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan syariat Islam dengan mempertimbangkan aspek
produktivitas, efektivitas, dan efisiensi dalam Pengelolaan Zakat.
(5) Penggunaan besaran Hak Amil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicantumkan dalam
rencana kerja dan anggaran tahunan yang disusun oleh BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/kota dan disahkan oleh BAZNAS.

31
BAB IX
PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN BAZNAS DAN LAZ
Pasal 71
(1) BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Pengelolaan Zakat,
infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan
bupati/walikota setiap 6 (enam) bulan dan akhir tahun.
(2) BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan atas pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan gubernur setiap 6 (enam)
bulan dan akhir tahun.
Pasal 72
(1) BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Pengelolaan
Zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada
Menteri setiap 6 (enam) bulan dan akhir tahun.
(2) Selain laporan akhir tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BAZNAS juga wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri
dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali
dalam1 (satu) tahun.
Pasal 73
LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah setiap 6 (enam) bulan dan
akhir tahun.
Pasal 74
Perwakilan LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak, sedekah,
dan dana sosial keagamaan lainnya kepada LAZ dengan menyampaikan tembusan kepada
pemerintah daerah dan kepala kantor wilayah kementerian agama provinsi dan kepala kantor
kementerian agama kabupaten/kota.
BAB X
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 77
BAZNAS atau LAZ dikenakan sanksi administratif apabila:

32
a. tidak memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang;
b. melakukan pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya tidak sesuai dengan syariat Islam dan tidak dilakukan sesuai dengan peruntukan yang
diikrarkan olehpemberi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) Undang- Undang;
dan/atau
c. tidak melakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri terhadap pengelolaan infak, sedekah,
dan dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) Undang-
Undang.

3. UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2011


KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
3. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk
kemaslahatan umum.
4. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar
zakat untuk kemaslahatan umum.
5. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.
Pasal 2 Pengelolaan zakat berasaskan:
a. syariat Islam;
b. amanah;
c. kemanfaatan;
d. keadilan;
e. kepastian hukum;
f. terintegrasi; dan

33
g. akuntabilitas.
Pasal 3 Pengelolaan zakat bertujuan:
a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan.
Pasal 4
(1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha.
(4) Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan
syariat Islam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB II
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
Bagian Kesatu Umum
Pasal 5
(1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS.
(2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara.
(3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga
pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Menteri.
Pasal 6
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional.
Pasal 7
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS
menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan

34
d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak
terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis pada Presiden melalui
Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
Bagian Kedua Keanggotaan
Pasal 8
(1) BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.
(2) Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan) orang
dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur ulama, tenaga
profesional, dan tokoh masyarakat Islam.
(4) Unsur pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditunjuk dari kementerian/instansi
yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
(5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.
Pasal 9
Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.
Pasal 10
(1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
(2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah
mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(3) Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota.
Pasal 11
Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 paling sedikit harus:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Allah SWT;
d. berakhlak mulia;

35
e. berusia minimal 40 (empat puluh) tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. tidak menjadi anggota partai politik;
h. memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; dan
i. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Pasal 12 Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:
a. meninggal dunia;
b. habis masa jabatan;
c. mengundurkan diri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus; atau
e. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai, tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNAS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga BAZNAS Provinsi Dan BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 15
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota
dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
(2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan
BAZNAS.
(3) BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul
bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS
provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk
BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.

36
(5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS
di provinsi atau kabupaten/kota masingmasing.
Pasal 16
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota dapat membentuk UPZ padainstansi pemerintah, badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat
lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Lembaga Amil Zakat
Pasal 17
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pasal 18
(1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan
paling sedikit:
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah,
dan sosial
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
f. bersifat nirlaba;
g. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
h. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Pasal 19
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.

37
BAB III
PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN, PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu Pengumpulan
Pasal 21
(1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban
zakatnya.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta
bantuan BAZNAS.
Pasal 22
Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan
kena pajak.
Pasal 23
(1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki.
(2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Pasal 24
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Pendistribusian
Pasal 25
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.
Pasal 26
Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala
prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
Bagian Ketiga Pendayagunaan
Pasal 27
(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan
peningkatan kualitas umat.
(2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.

38
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat Pengelolaan Infak, Sedekah dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya Pasal 28
(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya.
(2) Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai
dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
(3) Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalam
pembukuan tersendiri.
Bagian Kelima Pelaporan
Pasal 29
(1) BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah
daerah secara berkala.
(2) BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara
berkala.
(3) LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.
(4) BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala.
(5) Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau media elektronik.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan BAZNAS kabupaten/ kota, BAZNAS provinsi,
LAZ, dan BAZNAS diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal 30
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Hak Amil.
Pasal 31

39
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan Hak Amil.
(2) Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 32
LAZ dapat menggunakan Hak Amil untuk membiayai kegiatan operasional.
Pasal 33
(1) Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Amil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30,
Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan pembiayaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
(1) Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi,
BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ.
(2) Gubernur dan bupati/walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS
provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi fasilitasi, sosialisasi,
dan edukasi.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 35
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS dan
LAZ.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
rangka:
a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat melalui BAZNAS dan LAZ;
dan
40
b. memberikan saran untuk peningkatan kinerja BAZNAS dan LAZ.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
a. akses terhadap informasi tentang pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ;
dan
b. penyampaian informasi apabila terjadi penyimpangan dalam pengelolaan zakat yang
dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 36
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23 ayat (1),
Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 37
Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual,
dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada
dalam pengelolaannya.
Pasal 38
Setiap orang3 dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan,
pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang. 3 Putusan MK
Nomor 86/PUU-X/2012 “mengecualikan perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam
(alim ulama), atau pengurus/takmir masjid/musholla di suatu komunitas dan wilayah yang
belum terjangkau oleh BAZ dan LAZ, dan telah memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat
dimaksud kepada pejabat yang berwenang”;

4. KMA NO 581 TAHUN 1999

41
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan :
1. Badan AMil Zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah
terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan,
mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
2. Lembaga amil zakat adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas
prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang da'wah, pendidikan,
sosial dan kemaslahatan umat Islam.
3. Unit pengumpulan zakat adalah satuan oraganisasi yang dibentuk oleh badan amil
zakat untuk melayani muzakki, yang berada pada desa/kelurahan, instansiinstansi
pemerintah dan swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri.

BAB II
SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
BADAN AMIL ZAKAT
Bagian Kesatu Susunan Organisasi
Pasal 2
1. Badan Amil Zakat meliputi Badan AMil Zakat Nasional, Badan Amil Zakat daerah
propinsi, Badan Amil Zakat daerah kabupaten/kota, dan Badan Ami Zakat kecamatan.
2. Badan Amil Zakat terdi dari unsur ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga
profesional dan wakil pemerintah
3. Badan Amil Zakat NAsional berkedudukan di Ibu Kota Negara. Badan Amil Zakat
daerah propinsi berkedudukan di ibu kota propinsi, Badan Amil Zakat kabupaten/kot
berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan Badan Amil Zakat kecamatan
berkedudukan di ibu kota kecamatan.
Paragraf 1 Badan Amil Zakat Nasional
Pasal 3
1. Badan Amil Zakat Nasional terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan
Badan Pelaksana

42
2. Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua umum,
beberapa orang ketua, seorang sekretaris umum, beberapa orangsekretaris, seorang
bendahara, divisi pengumpulan, divisi pendistribusian, divisipendayagunaan, dan divisi
pengembangan.
3. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorangketua,
seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dansebanyak-
banyaknya 10 (sepuluh) orang anggota 149
4. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorangketua,
seorang wakli ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dansebanyak-
banyaknya 10 (sepuluh) orang anggota 169
Paragraf 2 Badan Amil Zakat Daerah
Pasal 4
1. Badan Amil Zakat daerah propinsi terdiri atas dewan pertimbangan, komisi pengawas
dan badan pelaksana
2. Badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua,
beberapa orang wakil ketua, seorang sekretaris, beberapa orang wakil sekretaris, seorang
bendahara, bidang pengumpulan, bidang pendistribusian, bidangpendayagunaan, dan
bidang pengembangan
3. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorangketua,
seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-
banyaknya 7 (tujuh) orang anggota
4. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua,
seorang wakli ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-
banyaknya 7 (tujuh) orang anggota
Pasal 5
1. Badan Amil Zakat daerah kabupaten/kota terdiri atas dewan pertimbangan,komisi
pengawas dan badan pelaksana
2. Badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang
ketua,beberapa orang wakil ketua, seorang sekretaris, beberapa orang wakil
sekretaris,seorang bendahara, seksi pengumpulan, seksi pendistribusian, seksi
pendayagunaan, dan seksi pengembangan

43
3. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorangketua,
seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-
banyaknya 5 (lima) orang anggota
4. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorangketua,
seorang wakli ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dansebanyak-
banyaknya 5 (lima) orang anggota
Pasal 6
1. Badan Amil Zakat daerah kecamatan terdiri atas dewan pertimbangan,
komisipengawas dan badan pelaksana
2. Badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang
ketua,seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, seorangbendahara,
urusan pengumpulan, urusan pendistribusian, urusan pendayagunaan,dan urusan
penyuluhan
3. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorangketua,
seorang wakil ketua, seorang sekretaris,seorang wakil sekretaris, dansebanyak-banyaknya
5 (lima) orang anggota
4. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorangketua,
seorang wakli ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dasebanyak-banyaknya
5 (lima) orang anggota
Pasal 7
Pejabat Urusan Agama Islam Departemen Agama di semua tingkatan karena jabatannya,
adalah sekretaris badan amil zakat
Pasal 8
Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat badan amil zakat di semua tingkatan
membentuk unit pengumpul zakat.
Bagian Kedua
Tugas,Wewenang dan Tanggung Jawab
Pasal 9
1. Badan Pelaksana Amil Zakat Nasional bertugas:
a. Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistriibusian dan
pendayagunaan zakat

44
b. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana
pengelolaan zakat
c. Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan, pengumpulan, pendistribusian
dan pendayagunaan zakat
d. Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi, informasi, dan
edukasi pengelolaan zakat
2. Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Nasional bertugas memberikan pertimbangan
kepada Badan Pelaksana baik diminta maupun tidak dalampelaksanaan tugas organisasi
3. Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Nasional bertugas melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian,
pendayagunaan zakat, serta penelitian dan pengembangan pengelolaan zakat.
Pasal 10
1. Badan Pelaksana Amil Zakat daerah propinsi bertugas:
a. Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistriibusian dan
pendayagunaan zakat
b. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana
pengelolaan zakat
c. Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan, pengumpulan, pendistribusian
dan pendayagunaan zakat
d. Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi, informasi, dan
edukasi pengelolaan zakat
2. Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat daerah propinsi bertugas memberikan
pertimbangan kepada Badan Pelaksana baik diminta maupun tidak dalam
pelaksanaan tugas organisasi
3. Komisi Pengawas Badan Amil Zakat daerah propinsi bertugas melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan tugas administratif dan teknis pengumpulan,
pendistribusian, pendayagunaan zakat, serta penelitian dan pengembangan pengelolaan
zakat.
Pasal 11
1. Badan Pelaksana Amil Zakat daerah kabupaten/kota bertugas:

45
a. Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistriibusian dan
pendayagunaan zakat
b. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana
pengelolaan zakat
c. Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan, pengumpulan, pendistribusian
dan pendayagunaan zakat
d. Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi, informasi, dan
edukasi pengelolaan zakat
2. Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat daerah kabupaten/kota bertugas memberikan
pertimbangan kepada Badan Pelaksana baik diminta maupun tidak dalam pelaksanaan
tugas organisasi
3. Komisi Pengawas Badan Amil Zakat daerah kabupaten/kota bertugas melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan tugas administratif dan teknis pengumpulan,
pendistribusian, pendayagunaan zakat, serta penelitian dan pengembangan pengelolaan
zakat.
Pasal 12
1. Badan Pelaksana Amil Zakat kecamatan bertugas:
a. Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistriibusian dan
pendayagunaan zakat
b. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana
pengelolaan zakat
c. Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan, pengumpulan, pendistribusian
dan pendayagunaan zakat
d. Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi, informasi, dan
edukasi pengelolaan zakat
2. Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat kecamatan bertugas memberikan
pertimbangan kepada Badan Pelaksana baik diminta maupun tidak dalam pelaksanaan
tugas organisasi
3. Komisi Pengawas Badan Amil Zakat kecamatan bertugas melaksanakanpengawasan
terhadap pelaksanaan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian,
pendayagunaan zakat, serta penelitian dan pengembangan pengelolaan zakat.

46
Pasal 13
Masa tugas kepengurusan badan amil zakat adalah selama 3 (tiga) tahun
Pasal 14
Ketua badan pelaksana badan amil zakat di semua tingkatan bertindak dan bertanggung
jawab untuk dan atas nama badan amil zakat ke dalam maupun ke luar
Bagian Ketiga Tata Kerja
Pasal 15
Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing badan amil zakat di semua tingkatan
menerapkan prinsip kordinasi, integrasi, dan sinkronisasi di lingkungan masing-masing,
serta melakukan konsultasi dan memberikan informasi antar badan amil zakat di semua
tingkatan
Pasal 16
Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan badan amil zakat bertanggung jawab
memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya masing-masing dan memberikan
bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya.
Pasal 17
Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan badan amil zakat wajib mengikuti dan
mematuhi ketentuan serta bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dan
menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya
Pasal 18
Setiap kepala divisi/bidang/seksi/urusan badan amil zakat menyampaikan laporan kepada
ketua badan amil zakat melalui sekretaris, dan sekretaris menampung laporan-laporan
tersebut serta menyusun laporan berkala badan amil zakat.
BAB III
PENGUKUHAN LEMBAGA AMIL ZAKAT
Pasal 21
1. Pengukuhan Lembaga Amil Zakat dilakukan oleh pemerintah
2. Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Pusat oleh Menteri Agama
b. di daerah propinsi oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen
Agama Propinsi

47
c. di daerah kabupaten/kota oleh Bupati/Walikota atas usul Kepala Kantor Departemen
Agama Kabupaten/Kota d. di kecamatan oleh Camat atas usulKepala Kantor Urusan
Agama
Pasal 22
Pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan atas permohonan lembaga
amil zakat setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berbadan hukum;
b. memiliki data muzakki dan musthahiq;
c. memiliki program kerja;
d. memiliki pembukuan;
e. melampirkan surat persyaratan bersedia diaudit.
Pasal 23
Pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilaksanakan setelah terlebih dahulu
dilakukan penelitian persyaratan.
Pasal 24
Pengukuhan dapat dibatalkan apabila tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 22 dan Pasal 23
BAB IV
LINGKUP KEWENANGAN PENGUMPULAN ZAKAT
Pasal 26
Pembayaran zakat dapat dilakukan kepada unit pengumpul zakat pada Badan Amil Zakat
Nasional, propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan secara langsung atau melaluirekening
pada bank
Pasal 27
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 termasuk
harta selain zakat seperti: infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat.
BAB V
PERSYARATAN PROSEDURE PENDAYAGUNAAN
HASIL PENGUMPULAN ZAKAT
Pasal 28
1. Pendayagunaan hasilpengumpulan zakat untuk musthahiq dilakukan berdasarkan
sebagai berikut:
48
a. hasil pendataan dan penelitian kebenaran musthahiq delapan asnaf yaitu fakir,
miskin,amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil
b. mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuha dasar
secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan mendahulukan musthahiq dalam
wilayahnya masing-masing
2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan
berdasarkan persyaratan sebagai berikut:
a. apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terpenuhi dan
ternyata masih terdapat kelebihan terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang
menguntungkan
b. mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan

Pasal 29
Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif ditetapkan
sebagai berikut:
a. melakukan studi kelayakan;
b. menetapkan jenis usaha produktif;
c. melakukan bimbingan dan penyuluhan;
d. melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan;
e. mengadakan evaluasi; dan
f. membuat pelaporan
Pasal 30
Hasil penerimaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat didayagunakan
terutama untuk usaha produktif setelah memenuhi syarat sebagaimana tersebut dalam
5. KEPUTUSAN DIRJEN BINMAS NO 291 TAHUN 2000
BAB I
PEMBENTUKAN BADAN AMIL ZAKAT
Bagian Kesatu Badan Amil Zakat Nasional
Pasal 1

1) Badan Amil Zakat Nasional dibentuk Dengan keputusan Presiden Republik Indonesia yang
susunan kepengurusannya diusulkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia.
2) Susunan kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Dewan
Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana yang personalianya diusulkan kepada
Presiden setelah melalui tahapan tahapan sebagai berikut :

49
a. Membentuk tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, cendekia, tenaga profesional,
praktisi pengelola zakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terkait dan unsur
pemerintah.
b. Menyusun kreteria calon pengurus Badan Amil Zakat Nasional Mempublikasikan
rencana pembentukan Badan amil Zakat Nasional secara luas kepada masyarakat.
c. Melakukan penyeleksian terhadap calon pengurus Badan Amil Zakat Nasional sesuai
keahliannya.
d. Calon pengurus diusulkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia kepada Presiden
Republik Indonesia untuk ditetapkan menjadi pengurus Badan amil Zakat Nasional.
3) Calon pengurus Badan Amil Zakat Nasional tersebut harus memiliki sifat amanah,
mempunyai visi dan misi, berdedikasi, profesional dan integritas tinggi.
Bagian Kedua Badan Amil Zakat Daerah Propinsi

Pasal 2

1) Badan Amil Zakat daerah Propinsi dibentuk dengan Keputusan Gubernur yang susunan
kepengurusannya didusulkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi.
2) Susunan kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Dewan
Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana yang personalianya diusulkan kepada
Gubernur setelah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
a) Membuka tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, cendikia, tenaga profesional,
praktisi pengelola zakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terkait dan unsur
pemerintah.
b) Menyusun kriteria calon pengurus Badan Amil Zakat Daerah Propinsi.
c) Mempublikasi rencana pembentukan Badan Amil Zakat daerah Propinsi secara luas
kepada masyarakat.
d) Melakukan penyeleksian terthadap calon pengurus Badan Amil Zakat Daerah Propinsi
sesuai dengan keahliannya.
e) Calon pengurus diusulkan oleh kapala kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi
kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi pengurus Badan Amil zakat Daerah Propinsi.
3) Calon pengurus pengurus Badan Amil Zakat daerah Propinsi tersebut harus memiliki sifat
amanah, mempunyai visi dan misi, berdedikasi, profesional dan berintegrasi tinggi.

50
Bagian Ketiga Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 3

1) Badan Amil Zakat daerah Kabupaten/Kota dibentuk dengan Keputusan Bupati / Walikota
yang susunan kepengurusannya didusullkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota.
2) Susunan kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas dewan pertimbangan,
komisi Pengawas dan Badan Pelaksana yang personalianya diusulkan kepada
Bupati/Walikota setelah melalui tahapan-tahapan sebagaimana berikut
a. Membentuk tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, praktisi pengelola zakat, dan
lembaga swadaya masyrakat (LSM) yang terkait dan unsur pemerintah.
b. Menyusun kriteria calon pengurus Badan amil Zakat daerah Kabupaten/Kota.
c. Mempublikasikan rencana pengurus pembentukan Badan Amil zakat daerah Kabupaten
/Kota secara luas kepada masyarakat.
d. Melakukan penyeleksian terhadap calon pengurus Badan Amil zakat daerah Kabupaten/
Kota sesuai dengan keahliannya.
e. Calon pengurus diusulkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota
kepada Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi pengurus Badan amil zakat Daerah
Kabupaten/Kota.
3) Calon pengurus Badan amil zakat Darerah Kabupaten/Kota tersebut harus memiliki sifat
amanah, mempunyai visi dan misi, berdedikasi, profesional dan berintegritas tinggi.
Bagian Keempat Badan Amil Zakat Kecamatan

Pasal 4

1) Badan amil Zakat Kecamatan dibentuk dengan keputusan Camat yang susunan
kepengurusannya diusulkan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
2) Susunan kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas dewan pertimbangan,
komisi Pengawas dan Badan Pelaksana yang personalianya diusulkan kepada camat setelah
melalui tahapan-tahapan sebagaimana berikut :
a. Membentuk tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, praktisi pengelola zakat, dan
lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terkait dan unsur pemerintah.

51
b. Menyusun kriteria calon pengurus Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan.
c. Mempublikasikan rencana pengurus pembentukan Badan Amil zakat daerah kecamatan
secara luas kepada masyarakat.
d. Melakukan penyeleksian terhadap calon pengurus Badan Amil zakat daerah Kecamatan
sesuai dengan keahliannya.
e. Calon pengurus diusulkan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan untuk
ditetapkan menjadi pengurus Badan amil zakat Daerah Kabupaten/Kota.

3) Calon pengurus Badan amil zakat Daerah Kecamatan tersebut harus memiliki sifat amanah,
mempunyai visi dan misi, berdedikasi, profesional dan berintegritas tinggi dan mempunyai
program kerja.

BAB II

URAIAN TUGAS PENGURUS BADAN AMIL ZAKAT

Pasal 5

1) Dewan Pertimbangan memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan rekomendasi tentang


pengembangan hukum dan pemahaman mengenai pengelolaan zakat.
2) Dewan Pertimbangan mempunyai tugas :
a. Menetapkan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat bersama komisi Pengawas
dan Badan Pelaksana.
b. Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat
yang wajib diikuti oleh pengurus badan amil zakat.
c. Mempertimbangkan saran dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan Komisi
Pengawas.
d. Menampung, mengolah dan dan menyampaikan pendapat umat tentang pengelolaan zakat.
Pasal 6

1) Komisi Pengawas melaksanakan pengawasan internal atas operasional kegiatan yang


dilaksanakan Badan Pelaksana.
2) Komisi Pengawas mempunyai tugas :
a. Mengawasi pelaksaan rencana kerja yang telah disahkan.
b. Mengawasi pelaksanaan keijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.

52
c. Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup
pengumpulan pendistribusian dan pendayagunaan.
d. Melakukan pemeriksaan operasioanl dan pemeriksaan syari’ah dan peraturan perundang-
undangan.
e. Menunjuk akuntan publik.
Pasal 7

1) Badan Pelaksana melaksanakan kebijakan Badan Amil Zakat dalam pengumpulan,


penyaluran dan pendayagunaan zakat.
2) Badan Pelaksana mempunyai tugas :
a. Membuat perencana kerja yang meliputi rencana pengumpulan penyaluran dan
pendayagunaan zakat.
b. Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan
dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
c. Menyusun laporan tahunan.
d. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah dan Dewa Perwakilan
Rakyat sesuai tingkatan.
e. Bertindak dan bertangungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat baik ke dalam
maupun ke luar.
BAB III

KEWAJIBAN DAN PENINJAUAN ULANG TERHADAP


PEMBENTUKAN BADAN AMIL ZAKAT

Pasal 8

1) Badan Amil Zakat memiliki kewajiban sebagai berikut :


a. Segera melakukan kegiatan sesuai program kerja yang telah dibuat.
b. Menyusun laporan tahunan, yang didalamnya termasuk laporan keuangan.
c. Mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik atau
lembaga pengawas pemerintah yang berwenang melalui media massa sesuai tingkatannya
selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun buku berakhir.
d. Menyerahkan laporan tersebut kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai
dengan tingkatannnya.

53
e. Merencanakan kegiatan tahunan.
f. Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dari dana zakat yang diperoleh di
daerah masing-masing sesuai dengan zakat yang diperoleh di daerah masing-masing
sesuai dengan tingkatannya, kecuali Badan Amil Zakat Nasional dapat mendistribusikan
dan mendayagunakan dana zakat ke seluruh wilayah Indonesia.
2) Badan Amil Zakat dapat ditinjau ulang pembentukannya apabila tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3) Mekanisme peninjau ulang terhadap Badan Amil Zakat tersebut melalui tahapan sebagai
berikut :
a. Diberikan peringatan secara tertulis oleh Pemerintah sesuai tingkatannya yang telah
membentuk Badan Amil Zakat.
b. Bila peringatan telah dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan tidak ada Perintah dapat
membentuk kembali Badan Amil Zakat dengan susunan pengurus yang baru.

BAB IV

PEMBENTUKAN UNIT PENGUMPUL ZAKAT

Pasal 9

1) Unit Pengumpul Zakat adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Badan Amil Zakat di
semua tingkatan dengan tugas untuk melayani muzakki yang menyerahkan zakatnya.
2) Badan amil Zakat Nasional dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat pada instansi / lembaga
pemerintah pusat, BUMN dan perusahaan swasta yang berkedudukan di Ibukota Negara dan
pada kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
3) Badan Amil Zakat Daerah Propinsi dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat pada instansi/
lembaga pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan perusahaan swasta yang berkedudukan di
Ibu kota Propinsi.
4) Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/kota dapat membentuk Unit Pengumpul zakat pad
aInstansi/lembaga pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan perusahaan swasta yang
berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.
5) Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan dapat membentuk Unit Pengumpul zakat pada
Instansi/lembaga pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan perusahaan swasta yang

54
berkedudukan di wialayah Kecamatan dan juga membentuk Unit Pengumpul Zakat di tiap-
tiap desa/kelurahan.
6) Unit Pengumpul Zakat dibentuk dengan Keputusan Ketua Badan Pelaksana Badan Amil
Zakat sesuai dengan tingkatannya.
7) Prosedur pembentukan Unit Pengumpul Zakat dapat dilakukan melalui langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Badan Amil Zakat sesuai pada tingkatannya mengadakan pendataan di berbagai instansi
dan lembaga sebagaimana tersebut di atas.
b. Badan amil Zakat sesuai dengan tingkatannya mengadakan kesepakatan dengan pimpinan
instansi dan lembaga sebagaimana tersebut di atas, untuk membentuk Unit Pengumpul
Zakat.
c. Ketua Badan Amil Zakat sesuai dengan tingkatannya mengeluarkan surat keputusan
pembentukan Unit Pengumpul Zakat.
d. Unit Pengumpul Zakat melakukan pengumpulan dana zakat, infaq, shadaqoh, hibah,
wasiat, waris dan kafarat di unit masing-masing dengan menggunakan formulir yang
dibuat oleh Badan Amil Zakat dan hasilnya disetorkan kepada bagian pengumpulan
Badan Pelaksana Badan amil Zakat, karena Unit Pengumpul Zakat tidak bertugas
mendayagunakan.
BAB V
PENGUKUHAN LEMBAGA AMIL ZAKAT
Pasal 10
1) Lembaga Amil Zakat adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas
prakasa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang da’wah, pendidikan, sosial
dan kemaslahatan umat Islam.
2) Pengukuhan dan pembinaan Lembaga Amil Zakat dilakukan oleh Pemerintah.
3) Untuk mendapat pengukuhan, lembaga amil Zakat mengajukan permohonan kepada
Pemerintah sesuai dengan tingkatan ormas Islam yang memilikinya dengan melampirkan
syarat-syarat sebagai berikut :
a. Akte pendirian (berbadan hukum)
b. Data Muzakki dan Mustahik;
c. Daftar rencana pengurus;
d. Rencana program kerja jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang;

55
e. Neraca atau poisisi keuangan;
f. Surat pernyataan siap diaudit
Pasal 11

1) Lembaga amil Zakat yang telah dikukuhkan, memiliki kewajiban sebagai berikut ;
a. Segera melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah dibuat.
b. Menyusun laporan, termasuk laporan keuangan.
c. Mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit melalui media massa.
d. Menyerahkan laporan kepada Pemerintah.
2) Lembaga amil Zakat yang telah dikukuhkan dapat ditinjau kembali, apabila tidak lagi
memenuhi persyaratan dan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah
ditentukan.
3) Mekanisme peninjau ulang terhadap pengukuhan lembaga amil Zakat dilakukan melaui
tahapan pemberian peringatan secara tertulis sampai 3 (tiga) kali dan baru dilakukan
pencabutan pengukuhan.
4) Pencabutan pengukuhan Lembaga Amil Zakat dapat menghilangkan hak pembinaan,
perlindungan dan pelayanan dari pemerintah, tidak diakuinya bukti setoran zakat yang akan
dikeluarkan sebagai pengurang pendapatan kena pajak dan tidak dapat melakukan
pengumpulan zakat.

56
BAB VI
PENGUMPULAN DAN PENYALURAN ZAKAT
Pasal 12

1) Badan amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat mempunyai tugas pokok mengumpulkan dana
zakat dari muzakki baik perorangan maupun badan, yang dilakukan langsung oleh bagian
pengumpulan atau Unit Pengumpul Zakat.
2) Badan amil Zakat dan Lembaga amil Zakat wajib menerbitkan bukti setoran sebagai tanda
terima atas setiap zakat yang diterima.
3) Bukti setoran zakat yang sah tersebut harus mencatumkan hal-hal sebagai berikut :
a. Nama, alamat, dan nomor lengkap pengesahan Badan Amil Zakat atau nomor lengkap
pengukuhan Lembaga Amil Zakat ;
b. Nomor urut bukti setor ;
c. Nama, alamat muzakki dan nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) apabila zakat penghasilan
yang dibayarkan dikurangkan dari penghasilan kena pajak pajak penghasilan.
d. Jumlah zakat atas penghasilan yang disetor dalam angka dan huruf serta dicantum tahun
haul ;
e. Tanda tangan, nama, jabatan, petugas Badan amil Zakat, tanggal penerimaan dan stempel
Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.
4) Bukti setoran zakat yang sah tersebut dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan rincian sebagai
berikut :
Lembar 1 (asli), diberikan kepada Muzakki yang dapat digunakan sebagai bukti pengurangan
penghasilan kena pajak Penghasilan;

Lembar 2, diberikan kepada badan amil Zakat atau Lembaga amil Zakat sebagai arsip;
Lembar 3, digunakan sebagai arsip bank Penerima, apabila zakat disetor melalui Bank.

Pasal 13

1) Badan amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat dapat bekerja sama dengan bank di wilayahnya
masing-masing dalam mengumpulkan dana zakat dari harta muzakki yang disimpan di bank
atas persetujuan muzakki.
2) Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan semua bank, baik bank pemerintah maupun bank
swasta.

57
3) Untuk terlaksananya kerjasama tersebut perlu dilakukan kesepakatan bersama dan
disosialisasikan kepada masyarakat secara luas, melalui media cetak dan pembuatan leaflet
yang disebar kan melalui petugas bank.
4) Dalam rangka mengoptimalkan pengumpulan dana zakat, maka badan amil zakat dan
Lembaga Amil Zakat dapat menyebarkan programnya melalui iklan dengan mencantumkan
nomor rekening pembayaran dana zakat dan lain-lain.
5) Muzakki dapat membayar zakatnya melalui nomor rekening Badan amil Zakat dan Lembaga
amil Zakat.
BAB VII

MENGHITUNG ZAKAT DAN ZAKAT YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN


KENA PAJAK PAJAK PENGHASILAN

Pasal 15

1) Muzakki melakukan penghitungan sendiri atas harta dan kewajiban zakatnya berdasarkan
hukum agama dan peraturan perundang-undang yang berlaku.
2) Badan Amil Zakat dan lembaga amil Zakat dapat membantu muzakki menghitung zakat
hartanya.
3) Sebagai pedoman dalam penghitungan zakat sendiri dapat dipergunakan tabel zakat pada
lampiran keputusan ini.
Pasal 16

1) Zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk dan
dikukuhkan oleh pemerintah dan penerima zakat yang berhak tidak termasuk sebagai obyek
pajak Penghasilan.
2) Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak pribadi pemeluk
agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama
Islam kepada Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk dan disahkan oleh
Pemerintah boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak dari Pajak Pengahasilan wajib
Pajak yang bersangkutan dengan menggunakan bukti setoran yang sah sebgaimana dimaksud
dalam pasal 14 ayat (3) Undang-undang No. 38/1999, tentang Pengelola Zakat.
3) Semua bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang dimiliki oleh

58
pemeluk agama Islam dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak pada
akhir tahun melalui surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang
bersangkutan pada saat dibayarnya zakat tersebut.
4) Cara perhitungan pembayaran zakat atas penghasilan kena pajak dari Pajak Penghasilan
berpedoman pada contoh penghitungan sebagaimana terlampir dalam keputusan ini.
BAB VIII

PENGAWASAN DAN PELAPORAN

Pasal 17

1) Pengawasan terhadap kinerja Badan Amil Zakat dilakukan secara internal oleh komisi
Pengawas Badan amil; Zakat di semua tingkatan, dan secara ekternal oleh Pemerintah dan
masyarakat.
2) Ruang lingkup pengawasan meliputi pengawasan meliputi pengawasan terhadap keuangan,
kinerja Badan Amil Zakat dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan serta perinsip-
prinsip syariah.
3) Dalam hal komisi Pengawas melakukan pemeriksaan keuangan Badan Amil Zakat dapat
meminta bantuan akuntan publik.
4) Kegiatan pengawasan dilakukan terhadap rancangan program kerja, pelaksanaan program
kerja pada tahun berjalan dan setelah tahun buku berakhir.
5) Hasil pengawasan disampaikan kepada Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan untuk
dibahas tindak lanjutnya, sebagai bahan pertimbangan atau sebagai bahan penjatuhan sanksi
apabila terjadi pelanggaran.
6) Masyarakat baik secara pribadi maupun melalui institusi dapat berperan aktif dalam
melakukan pengawasan terhadap kinerja Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat.
7) Dalam hal ditemukan pelanggaran maka segera dilakukan tindakan sesuai dengan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
Pasal 18

1) Badan amil Zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Pemerintah
dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan tingkatannya.
2) Setiap Kepala Bidang, Seksi dan Urusan sesuai dengan tingkatannya menyampaikan laporan
kepada Ketua Badan Pelaksana Badan Amil Zakat melalui sekretaris menampung laporan

59
laporan tersebut sebagai bahan menyusun laporan tahunan Ketua Badan Pelaksana Badan
Amil Zakat.

3) Materi laporan meliputi semua kegiatan yang telah dilakuakan seperti berbagai
kebijaksanaan yang telah diputuskan dan dilaksanakan serta laporan tentang
pengumpulan dan pendayagunaan dana zakat.
BAB IX

ANGGARAN

Pasal 19

1) Anggaran kegiatan Badan amil Zakat bersumber dari dana APBN, APBD I, APBD II, dan
dana zakat bagian amil.
2) Penggunaan anggaran tersebut harus berpedoman kepada ketentuan dan peraturan yang
berlaku.

60

You might also like