You are on page 1of 79

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia melakukan berbagai aktivitas olahraga atau latihan fisik untuk

meningkatkan kesegaran jasmani dan ketahanan fisik yang optimal. Kesegaran

jasmani adalah kesanggupan tubuh melakukan penyesuaian terhadap beban fisik

yang diberikan kepadanya, berupa kerja yang dilakukan sehari-hari tanpa

menimbulkan kelelahan yang berlebihan.1

Kegiatan olahraga dalam perkembangannya dapat dilakukan sebagai

kegiatan yang menghibur, menyenangkan atau juga dilakukan dengan tujuan

untuk meningkatkan prestasi.2 Pada saat berolahraga terjadi koordinasi berbagai

otot tubuh yang ditandai dengan perubahan kekuatan otot, kelenturan otot,

kecepatan reaksi, ketangkasan, koordinasi gerakan dan daya tahan (endurance)

sistem kardiorespirasi.3

Sistem pernapasan adalah kumpulan beberapa organ pernapasan yang

terdiri dari organ pertukaran gas (paru-paru) dan sebuah pompa ventilasi paru.

Pompa ventilasi ini terdiri dari dinding dada, otot-otot pernapasan, dan medula

oblongata sebagai pusat pernapasan di otak yang mengendalikan pernapasan.4

Fungsi pernapasan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti fisik, usia, jenis

kelamin, tinggi dan berat badan, serta ras. Pengembangan paru-paru dan elastisitas

dada, pemeliharaan bernapas dengan bantuan kekuatan toraks dan abdominalis

memainkan peranan penting dalam sebagian besar fungsi pulmonal.5

1
2

Olahraga akan menyebabkan daya tahan dan kekuatan otot pernapasan

meningkat sehingga kemampuan mengembang paru-paru bertambah. Selain itu,

olahraga akan mengakibatkan peningkatan kemampuan sistem pernapasan untuk

mengatasi resistensi aliran udara pernapasan. Hal ini mengakibatkan peningkatan

volume udara.5

Dalam berolahraga seseorang atlet membutuhkan energi dalam proses

pelaksanaannya, daya tahan yang dimiliki seseorang atlet berpengaruh pada

proses berlangsungnya kegiatan olahraga yang dilakukan. Daya tahan tubuh

sangat bergantung sekali pada oksigen, karena otot yang digunakan saat

melakukan kegiatan olahraga membutuhkan asupan oksigen agar tidak cepat

mengalami kelelahan. Oksigen sangat vital perannya, bukan hanya untuk

bernapas, tetapi juga untuk menyuplai ke otot saat seorang atlet sedang melakukan

aktivitas olahraganya. Hal tersebut akan terjadi apabila seorang atlet memiliki

kapasitas vital paru yang baik. Jadi bagi seorang atlet, memiliki kapasitas vital

paru yang baik sangatlah penting, karena dengan itu mereka dapat memiliki daya

tahan yang stabil pada saat bertanding.6

Cabang olahraga tinju dan sepak takraw merupakan cabang olahraga yang

tidak terlalu populer di kalangan remaja maupun dewasa dibandingkan dengan

cabang olahraga seperti sepak bola, futsal, basket, dan lain sebagainya, akan tetapi

kedua cabang olahraga ini merupakan cabang olahraga yang termasuk ke dalam

cabang perlombaan tingkat nasional maupun internasional. Cabang olahraga tinju

merupakan salah satu wadah guna menyalurkan minat dan bakat, serta sifat-sifat
3

agresif pemuda dan pemudi. Selain untuk meningkatkan fisik dan mental,

olahraga tinju juga turut serta menanggulangi kenakalan remaja.7

Cabang olahraga sepak takraw merupakan salah satu cabang olahraga yang

menyumbangkan prestasi baik ditingkat lokal, nasional maupun tingkat

internasional. Perkembangan olahraga sepak takraw ini mengalami kemajuan

yang begitu pesat, perkembangan ini sangat tampak di Indonesia baik tingkat

Kecamatan, Kabupaten, Provinsi bahkan sampai Nasional khususnya di PPLP

(Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar) putra sepak takraw Jawa Tengah yang

selalu menyumbangkan medali emas setiap event Nasional atau antar PPLP sejak

tahun 2000 dan selalu menyumbangkan atlet untuk berlaga di kancah

internasional seperti; Asean School, Sea Games, Asian games, Asian Beach

Games.8

Perbedaan mendasar dari cabang olahraga tinju (individu) dan sepak

takraw (beregu) adalah bentuk dan metode permainan serta predominant energy

system yang digunakan. Istilah predominant energy system berhubungan dengan

pemakaian energi selama penampilan. Setiap jenis olahraga memiliki sistem

energi yang berbeda dan tergantung dari jenis latihannya. Sistem energi aerob

bertujuan meningkatkan ketahanan jantung, pembuluh darah dan paru, sedangkan

sistem energi anaerob bertujuan meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.9

Cabang olahraga beregu dominan dengan olahraga yang memiliki durasi

permainan yang panjang, seperti halnya sepak bola, voli, basket, dan juga sepak

takraw. Cabang olahraga yang memiliki durasi permainan yang panjang tentunya

harus memiliki ketahanan jantung paru yang kuat, dalam hal ini harus memiliki
4

predominan sistem energi aerob yang baik. Sementara sistem energi anaerob

merupakan sistem yang utama digunakan dalam gerakan daya ledak atau gerakan-

gerakan eksplosif.

Menurut penelitian sebelumnya mengenai nilai kapasitas vital paru pada

atlet individu dengan sampel atlet lari cepat dan renang didapatkan rata-rata nilai

kapasitas vital paru atlet renang 3,40 +/- 0,36 Liter, atlet lari cepat 2,62 +/- 0,70

Liter.10 Sementara dalam penelitian lain yang menguji nilai kapasitas vital atlet

beregu dengan sampel atlet futsal, didapatkan rata-rata nilai kapasitas vital 3,3

Liter.11 Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan nilai kapasitas vital paru

antara atlet beregu dan atlet individu. Akan tetapi mengapa atlet renang yang

merupakan atlet individu memiliki nilai kapasitas vital paru yang lebih besar

dibandingkan atlet futsal yang merupakan atlet beregu? Hal ini dikarenakan

olahraga renang akan melatih kerja paru dan meningkatkan kemampuan paru

untuk mengambil oksigen yang lebih banyak karena tahanan yang terdapat pada

air membuat perenang membutuhkan cadangan oksigen lebih banyak. Oleh karena

itu umumnya seseorang yang melakukan aktivitas renang secara rutin memiliki

nilai VC yang lebih besar.12,13 Data lain dalam penelitian sebelumnya yang

dilakukan di India dengan variabel VC (vital capacity), FVC (forced vital

capacity), dan MVV (maximum voluntary ventilation) menunjukkan bahwa atlet

beregu memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan atlet individu.14

Pada penelitian sebelumnya juga didapatkan hasil pengujian hubungan

nilai kapasitas vital paru, berat badan dan tinggi badan menunjukkan hubungan

yang bermakna dan cukup kuat.15 Individu dengan IMT berlebih akan memiliki
5

nilai kapasitas vital paru yang lebih kecil dibandingkan dengan yang memiliki

IMT normal.16 Peningkatan 1 IMT akan menyebabkan penurunan sebesar 0,5%

pada kapasitas vital, kapasitas total paru, dan volume residual.17

Pemeriksaan faal paru bertujuan untuk mengukur kemampuan paru dalam

tiga tahap respirasi meliputi pemeriksaan ventilasi, difusi, dan perfusi.

Pemeriksaan ventilasi adalah mengukur udara yang keluar masuk paru.18 Volume

yang bisa diukur dibagi menjadi dua, yaitu volume statis dan volume dinamis. VC

(Vital Capacity) merupakan volume statis, sedangkan FVC (Forced Vital

Capacity), FEV1 (Forced Expiratory Volume in one second) dan arus puncak

ekspirasi (PEF/ Peak Expiratory Flow) merupakan volume dinamis.19

Fungsi paru dapat diukur nilainya menggunakan alat spirometer. The

Buffalo Health Study menyimpulkan bahwa fungsi paru dapat digunakan untuk

menilai angka kelangsungan hidup dan status kesehatan seorang atlet.20 Beberapa

fungsi paru dapat digunakan untuk pemeriksaan secara klinis, antara lain: vital

capacity (VC), forced vital capacity (FVC) dan forced expiratory volume in one

second (FEV1).20,21 Sementara Nilai PEF didapatkan dengan pemeriksaan

spiromteri atau menggunakan alat yang lebih sederhana yaitu peak expiratory flow

meter.

Penelitian mengenai perbedaan fungsi paru, khususnya nilai VC, FVC dan

FEV1 antar cabang olahraga di Indonesia sejauh ini sudah ada yang melakukan.

Penelitian ini mencoba mengerucutkan permasalahan mengenai perbedaan nilai

kapasitas paru pada cabang olahraga individu dan beregu dengan menambahkan

variabel berupa nilai PEF. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka
6

permasalahan penelitiannya adalah apakah terdapat perbedaan nilai VC, FVC,

FEV1, dan PEF antara atlet putra cabang olahraga tinju dengan atlet putra cabang

olahraga sepak takraw di PPLP Jawa Tengah.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Apakah parameter fungsi paru atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw

lebih tinggi dibandingkan atlet Tinju di PPLP Jawa Tengah.

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1) Apakah nilai VC atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw lebih tinggi

dibandingkan atlet Tinju di PPLP Jawa Tengah.

2) Apakah nilai FVC atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw lebih tinggi

dibandingkan atlet Tinju di PPLP Jawa Tengah.

3) Apakah nilai FEV1 atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw lebih tinggi

dibandingkan atlet Tinju di PPLP Jawa Tengah.

4) Apakah nilai PEF atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw lebih tinggi

dibandingkan atlet Tinju di PPLP Jawa Tengah.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan

parameter fungsi paru atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw dengan Tinju di

PPLP Jawa Tengah.


7

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1) Mengetahui perbandingan nilai VC antara atlet putra cabang olahraga

Sepak Takraw dengan Tinju di PPLP Jawa Tengah.

2) Mengetahui perbandingan nilai FVC antara atlet putra cabang olahraga

Sepak Takraw dengan Tinju di PPLP Jawa Tengah.

3) Mengetahui perbandingan nilai FEV1 antara atlet putra cabang olahraga

Sepak Takraw dengan Tinju di PPLP Jawa Tengah.

4) Mengetahui perbandingan nilai PEF antara atlet putra cabang olahraga

Sepak Takraw dengan Tinju di PPLP Jawa Tengah.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bidang Keilmuan

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada atlet PPLP Jawa

Tengah mengenai perbedaan nilai volume paru (VC, FVC, FEV1, dan PEF) antara

atlet individu dan beregu khususnya pada cabang olahraga yang dijadikan subjek

penelitian yaitu tinju dan sepak takraw di PPLP Jawa Tengah.

1.4.2 Bidang Kemasyarakatan

Penelitian ini dapat memberikan informasi untuk masyarakat bahwa

dengan olahraga kapasitas volume paru akan meningkat yang akan memberikan

dampak positif bagi masyarakat.


8

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian ini berbeda dengan penelititan-penelitian sebelumnya karena

menggunakan variabel terikat berupa nilai VC, FVC, FEV1, dan PEF dengan

membandingkan nilai tersebut antara atlet putra cabang olahraga tinju dengan atlet

putra cabang olahraga sepak takraw di PPLP Jawa Tengah. Desain penelitian

adalah Cross Sectional.

Tabel 1. Keaslian Penelitian

No Orisinalitas Metode Hasil


1. Jimmy F Rumampuk, Metode penelitian group test, Terdapat perbedaan
Wenny Supit, Yusnia pre and post test design. Nilai FEV1 sebelum
Jayanti. 2013. Pengaruh Sampel adalah mahasiswi dan sesudah latihan
Latihan Zumba Terhadap Program Studi Ilmu zumba selama 2
Nilai FEV1 (Forced Keperawatan Universitas Sam minggu.
Expiratory Volume In Ratulangi angkatan 2013 yang
one second).15 memenuhi kriteria berjumlah
20 orang. Fungsi paru yang
dinilai adalah FEV1.
2. Situmorang B, Lintang F, Penelitian ini merupakan Terdapat perbedaan
Supit W. 2014. penelitian analitik. Desain yang sangat bermakna
Perbandingan Forced penelitian yaitu cross sectional, pada nilai FVC antara
Vital Capacity Paru dimana pengukuran hanya Atlet Renang dan
Pada Atlet Renang dilakukan satu kali pada satu bukan Atlet Renang.
Manado Dan Bukan Atlet saat pada suatu populasi di
Renang Di Sulawesi wilayah tersebut. Sampel
Utara.22 adalah Atlet renang di
Tomohon (15 orang) dan
bukan Atlet renang di Manado
(15 orang) yang berjumlah
total 30 responden. Fungsi paru
yang dinilai adalah FVC
3. Norma J, Khairun N. Metode analitik komparatif Atlet renang pria
2013. Perbandingan dengan pendekatan Cross persiapan pekan
Kapasitas Vital Paru Sectional, dimana data yang olahraga provinsi
Pada Atlet Pria Cabang menyangkut variabel bebas dan 2013 di Bandar
Olahraga Renang dan variabel terikat akan Lampung memiliki
Lari Cepat Persiapan dikumpulkan dalam waktu nilai rerata kapasitas
9

Pekan Olahraga Provinsi bersamaan. Sampel adalah 30 vital paru lebih besar
2013 di Bandar orang yang memenuhi dari atlet lari cepat
10
Lampung. persyaratan, yang terdiri dari pria.
15 atlet renang dan 15 atlet lari
cepat. Fungsi paru yang dinilai
adalah VC
4. Atan T, Akyol P, Cebi Desain penelitian cross FVC dan FEV1 pada
M.. 2012. Comparison of sectional. Variabel yang diteliti atlet lebih besar dari
respiratory functions of adalah nilai FVC, FEV1 dan pada bukan atlet. FVC
athletes engaged in MVV. Sampel adalah atlet dan dan FEV1 pada
different sports bukan atlet usia 15-16 tahun pemain Sepak Bola
23
branches. yang berpartisipasi dalam dan handball lebih
pertandingan sejumlah 250, 50 besar dibanding voli
atlet dari masing-masing dan basket.
cabang olahraga (Sepak Bola,
voli, baskel, handball) dan 50
bukan atlet.
5. Singh A. 2014. Metode penelitian cross Atlet olahraga tim
Comparison of selected sectional. Sampel masing- secara signifikan
respiratory function masing 30 untuk atlet olahraga memiliki nilai vital
variables of athlete tim dan perorangan yang capacity dan forced
engaged in individual berpartisipasi dalam kompetisi vital capacity lebih
14
sport and team sport. antar kampus, India. Fungsi baik dibanding atlet
paru yang dinilai adalah VC, olahraga perorangan.
FEV1 dan MVV
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Pernapasan

Fungsi utama respirasi (pernapasan) adalah memperoleh O2 untuk

digunakan oleh sel tubuh dan untuk mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh sel.

Respirasi melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan pergerakan pasif O2

dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pergerakan

pasif CO2 yang merupakan produk sisa metabolisme dari jaringan ke atmosfer.24

Sistem respirasi sangat berperan didalam mempertahankan kestabilan

tubuh ( homeostasis ). Dengan memperoleh O2 dari udara dan mengeluarkan CO2

ke lingkungan eksternal didalam tubuh. Sistem ini membantu mengatur pH

lingkungan internal dengan menyesuaikan tingkat pengeluaran CO2 pembentuk

asam. Selain itu sistem respirasi bermanfaat bagi kehidupan sel, karena sel

membutuhkan pasokan O2 yang terus-meneurs untuk menunjang berbagai reaksi

kimia penghasil energi, dan memproduksi CO2 yang harus dikeluarkan.24

Tujuan pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan

membuang karbondioksida. Untuk mencapai tujuan ini, maka mekanisme

pernapasan dibagi menjadi empat proses utama yaitu (1) ventilasi paru, yang

berarti keluar masuknya udara antara atmosfir dan alveoli paru; (2) difusi O2 dan

CO2 antara alveoli dan darah; (3) pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan

cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh; dan (4) pengaturan ventilasi.5,24

10
11

Paru-paru merupakan struktur elastik yang mengempis seperti balon yang

mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk

mempertahankan pengembangannya, tidak terdapat perlengketan antara paru-paru

dan dinding rongga dada. Paru-paru mengapung dalam rongga dada dan

dikelilingi lapisan tipis berisi cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan

paru-paru dalam rongga dada. Ketika melakukan pengembangan dan berkontraksi

maka paru-paru dapat bergeser secara bebas karena terlumasi dengan rata.25

Paru dapat dikembangkan melalui dua cara: 1) dengan gerakan naik

turunnya diafragma untuk memperbesar dan memperkecil rongga dada, dan 2)

dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil

diameter antero-posterior rongga dada.5 Sewaktu menarik napas (inspirasi)

dinding dada secara aktif tertarik keluar oleh pengerutan dinding dada, dan sekat

rongga dada (diafragma) tertarik ke bawah. Berkurangnya tekanan di dalam

menyebabkan udara mengalir ke paru-paru. Hembusan napas keluar (ekspirasi)

disebabkan mengkerutnya paru-paru dan dinding yang mengikuti pengembangan.

Tekanan udara yang meningkat di dalam dada memaksa gas-gas keluar dari paru-

paru. Hal tersebut terutama terjadi tanpa upaya otot tetapi dapat dibantu oleh

hembusan napas yang kuat.26


12

Gambar 1. Pergerakan Dinding Dada dan Diafragma pada Proses

Inspirasi dan Ekspirasi.5

Olahraga mempengaruhi fungsi paru-paru pada atlet yaitu mengakibatkan

peningkatan kapasitas vital paru dan mengembangkan daya tahan yang lebih besar

pada otot pernapasan. Dengan memiliki daya tahan kardiovaskular yang baik,

maka seorang atlet dapat bermain lebih lama sehingga tidak mudah mengalami

kelelahan.5 Hal tersebut berhubungan dengan pemakaian oksigen dan pengeluaran

karbondioksida yang sangat berperan penting dalam menjaga fungsi normal sel

dalam tubuh manusia sehingga manusia dapat menjalankan aktifitas dengan

baik.27 Oleh karena itu, latihan fisik atau olahraga sangatlah penting untuk

meningkatkan fungsi paru yang merupakan organ vital yang mengatur pemakaian

O2 dan pengeluaran CO2 harus memiliki kemampuan kapasitas yang baik dalam

menjaga ketahanan fisik dan kesegaran jasmani yang optimal.27,28


13

2.2 Vital Capacity (VC)

Definisi

Vital capacity adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan

paru setelah inspirasi maksimal kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya.

Nilai normal biasanya 80% dari jumlah total paru. Akibat dari elastisitas paru dan

keadaan toraks, jumlah udara yang kecil akan tersisa didalam paru selepas

ekspirasi maksimal. Volume ini disebut residual volume (RV).24

2.3 Forced Vital Capacity (FVC)

Definisi

Forced Vital Capacity atau kapasitas vital paru paksa adalah jumlah udara

maksimum yang dapat dikeluarkan paru dengan cepat, kuat dan dalam setelah

melakukan inspirasi maksimal. Pada orang normal, nilai FVC lebih kecil

dibandingkan nilai VC. Tes ini sangat berguna untuk menentukan penyakit paru

obstruktif atau restriktif.25,29

2.4 Forced Expiratory Volume in one second (FEV1)

Definisi

Forced Expiratory Volume in one second adalah volume udara yang dapat

dihembuskan keluar dari paru secara paksa dalam satuan waktu tertentu setelah

melakukan inspirasi maksimal.5,29 Nilai normal FEV1 adalah 80% nilai FVC.30
14

2.5 Peak Expiratory Flow (PEF)

Definisi

Peak ExpiratoryFflow (PEF) atau ada juga yang menyebut Peak

Expiratory Flow Rate (PEFR) adalah kecepatan ekspirasi maksimal yang bisa

dicapai oleh seseorang. Dinyatakan dalam liter per menit (L/menit) atau liter per

detik (L/detik). Nilai PEF didapatkan dengan pemeriksaan spirometri atau

menggunakan alat yang lebih sederhana yaitu Peak Expiratory Flow meter (PEF

meter). Pemeriksaan PEF bertujuan untuk mengukur secara obyektif arus udara

pada saluran napas besar.31 Nilai normal Peak expiratory flow (PEF) untuk laki-

laki adalah 500-700 L/menit, sedangkan untuk perempuan 380-500 L/menit.32

2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Parameter Fungsi Paru

1. Posisi Tubuh

Pada posisi berdiri, nilai VC akan lebih tinggi dibanding posisi duduk

atau berbaring. Hal ini dikarenakan aktivitas fisik lebih sering dilakukan

pada posisi tubuh berdiri. Pada posisi berdiri, keadaan diafragma turun

sehingga kapasitas rongga toraks meningkat, sedangkan pada posisi

berbaring, seluruh isi abdomen menekan diafragma yang mengakibatkan

kapasitas rongga dada menurun.

Pada posisi berbaring, oleh karena efek gravitasi, aliran darah paru

meningkat yang menyebabkan penurunan kapasitas vital, sedangkan pada

posisi berdiri, darah akan terkumpul pada daerah ektremitas bawah


15

sehingga aliran darah balik vena menurun, kemudian aliran udara paru

menurun yang menyebabkan nilai VC meningkat ketika posisi berdiri.33

2. Usia

Nilai VC paling rendah pada usia anak dan lansia, sementara paling

tinggi adalah pada usia remaja. Kemampuan dinding dada dan kemampuan

paru untuk mengembang yang menurun menyebabkan kapasitas vital paru

menurun.33,34

Perkembangan fungsi paru pada masa kanak-kanak atau tepatnya pada

10 tahun awal kehidupan meningkat 12 kali lebih cepat dan terus

berkembang sampai remaja. FVC pada masa kanak-kanak berkembang

lebih cepat dibanding FEV1, yang menyebabkan penurunan rasio

FEV1/FVC.35

Faal paru pada masa kanak-kanak bertambah volumenya dan

mencapai maksimal pada umur 19-21 tahun. Setelah itu nilai faal paru

terus menurun sesuai bertambahnya umur karena dengan meningkatnya

umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah,

khususnya gangguan saluran pernapasan pada tenaga kerja.19

3. Jenis Kelamin

Nilai parameter fungsi paru lebih besar pada jenis kelamin laki-laki

dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dikarenakan secara anatomis

ukuran dan kekuatan otot dada lebih besar pada laki-laki dibanding

perempuan.33
16

Jenis kelamin lelaki memiliki nilai FVC lebih besar dibanding dengan

perempuan, akan tetapi perempuan memiliki nilai rasio FEV1/FVC lebih

tinggi dibanding laki-laki.33

4. Antropometri dan Body Mass Index (BMI)

Orang dengan klasifikasi BMI underweight, overweight, dan obess,

didapatkan nilai parameter fungsi paru yang rendah. Kapasitas vital paru

dapat ditentukan berdasarkan ukuran antropometri tubuh, kekuatan otot

dada dan luas area tubuh.33,34 Tinggi badan berbanding lurus dengan PEF,

artinya dengan bertambah tinggi seseorang, maka PEF akan bertambah

besar.36

Individu dengan BMI normal memiliki nilai parameter fungsi paru

lebih tinggi dibanding individu overweight dan underweight. Sebuah

penelitian menunjukkkan bahwa terdapat hubungan yang kurang

signifikan antara nilai parameter fungsi paru dengan BMI pada individu

normal dan overweight akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan

antara nilai parameter funsgi paru dan BMI pada individu underweight.37,38

5. Riwayat Merokok dan Penyakit Paru

Orang yang merokok merupakan salah satu faktor resiko penyebab

penyakit saluran napas.39 Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur

jalan nafas berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Perubahan

struktur karena merokok biasanya dihubungkan dengan

perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan apabila

menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko


17

memperpendek usia harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang

perokok yang menghabiskan 20 batang rokok sehari.36

Pada jaringan paru seorang perokok terjadi peningkatan jumlah sel

radang dan kerusakan alveoli. Perubahan anatomi saluran napas akan

menyebabkan perubahan fungsi paru dan segala macam perubahan

klinisnya. Rokok juga memiliki banyak kandungan zat berbahaya antara

lain: nikotin, tar, resin dan karbonmonoksida. Tar dan resin dapat

mengiritasi sistem pernapasan, sehingga menjadi sulit bernapas. Keduanya

dapat menumpuk dan mengganggu kerja paru-paru.5

Beberapa penyakit yang dapat menurunkan fungsi paru antara lain

emfisema, pneumonia, atelektasis, asma dan tuberkulosis.10

Orang dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) memiliki nilai

parameter fungsi paru yang lebih rendah. Pada penderita asma akan terjadi

penurunan nilai FVC sebanyak 0,1 L baik laki-laki maupun perempuan.

Nilai FVC akan menurun lebih banyak yaitu 0,3 L ketika orang terserang

asma. Sementara nilai FEV1 terjadi penurunan sebanyak 0,2 L pada laki-

laki dan 0,08 L pada perempuan. Penurunan juga akan terjadi ketika

seseorang terserang asma yaitu sebanyak 0,6 L pada laki-laki dan 0,5 L

pada perempuan.40

6. Penyakit Jantung

Hubungan antara peningkatan risiko kematian kardiovaskular dan

rendahnya fungsi paru telah lama diketahui dan dilaporkan pada berbagai
18

populasi. Penurunan nilai VC perlu menjadi perhatian sebagai

kemungkinan faktor risiko penyakit jantung koroner.41

Sebuah studi menunjukkan nilai FVC yang rendah pada beberapa

orang yang kemudian menderita miocardial infarction. Nilai FVC secara

signifikan lebih rendah pada orang yang menderita miocardial infarction

dibanding kontrol. Nilai FEV1 berhubungan dengan perkembangan

lanjutan dari miocardial infarction atau kematian. Selain itu, nilai FEV1

dapat memprediksi kematian dan waktu perawatan di rumah sakit pada

pasien penyakit jantung.41,42

7. Infeksi Saluran Napas

Riwayat infeksi saluran napas berat sewaktu anak-anak menyebabkan

penurunan faal paru dan keluhan respirasi sewaktu dewasa.43

8. Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin memengaruhi distribusi oksigen ke jaringan tubuh

yang berasal dari ventilasi paru. Perkembangan fungsi paru akan menurun

pada anak dengan Hemoglobin SS (sickle cell anemia) dibandingkan

dengan populasi normal.44

9. Latihan Fisik

Aktivitas fisik atau latihan fisik yang teratur dapat membantu

meningkatkan fungsi paru.30 Nilai VC lebih tinggi pada seseorang yang

melakukan aktifitas fisik secara teratur dibanding yang tidak.14,23 Atlet

pada cabang olahraga berkelompok memiliki nilai VC lebih besar

dibanding atlet olahraga perorangan.14


19

Sebuah studi menyatakan bahwa nilai FVC anak yang terlibat dalam

kegiatan olahraga adalah 3,13±0,68 L sedangkan pada anak yang tidak

terlibat dalam kegiatan olahraga yaitu 2,71±0,64 L. Jadi terdapat

perbedaan nilai FVC yang berarti antar kedua kelompok.45

Sementara untuk nilai FEV1 pada anak 11-13 tahun dan terlibat dalam

kegiatan olahraga adalah 2,78 ±0,6 L sedangkan nilai FEV1 pada anak

yang tidak terlibat kegiatan olahraga lebih rendah yaitu sebesar 2,57 ± 0,64

L yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antar kedua

kelompok.45 Sementara pada atlet dewasa berdasarkan penelitian terhadap

beberapa atlet cabang olahraga diketahui bahwa nilai kapasitas vital paru

orang yang terlatih adalah ± 4,2 liter.46

Orang yang terlatih dengan latihan fisik, jika melakukan kegiatan

mempunyai kemampuan untuk menghisap udara lebih banyak dan dalam

periode waktu yang lebih lama, juga mampu menghembuskan keluar sisa-

sisa pembakaran lebih banyak, sebab otot-otot di sekeliling paru-parunya

telah terlatih untuk melakukan kerja lebih banyak.47 Frekuensi latihan

berhubungan erat dengan intensitas latihan dan lama latihan. Dalam

melakukan latihan sebaiknya frekuensi latihan dilaksanakan paling sedikit

tiga kali seminggu, baik untuk olahraga kesehatan maupun untuk olahraga

prestasi.48

Peningkatan kondisi fisik atlet bertujuan agar kemampuan fisik

menjadi prima dan berguna untuk menunjang aktifitas olahraga dalam

rangka mencapai prestasi prima. Setiap aktifitas olahraga yang dilakukan


20

oleh manusia/atlet pada umumnya memiliki salah satu kondisi fisik yang

paling dominan. Untuk dapat mengangkat beban yang berat misalnya,

kondisi fisik kekuatan yang paling penting, Jika berlari secepat-cepatnya

atau memukul dengan cepat, maka kecepatan yang paling diutamakan, bila

melompat setinggi-tingginya, maka yang dominan adalah daya ledak.

Kadang-kadang dua atau tiga kondisi fisik dibutuhkan secara bersamaan

dalam suatu aktifitas.49

Seseorang yang melakukan latihan renang umumnya memiliki

ketahanan respirasi yang lebih baik dikarenakan tahanan yang terdapat

pada air membuat perenang membutuhkan cadangan oksigen lebih banyak

untuk mampu bertahan di dalam air. Olahraga renang akan melatih kerja

paru dan meningkatkan kemampuan paru untuk mengambil oksigen yang

banyak. Oleh karena itu umumnya seseorang yang melakukan aktivitas

renang secara rutin memiliki nilai VC yang lebih besar.12,13

10. Lingkungan

Pada daerah dataran tinggi, tekanan PO2 di udara relatif rendah jika

dibandingkan di daerah dataran rendah. Tekanan parsial oksigen yang

rendah menyebabkan kecepatan masuknya oksigen ke paru semakin kecil.

Kondisi ini memaksa orang-orang yang ada di dataran tinggi dengan PO2

rendah mengadakan adaptasi terhadap kondisi tersebut. Beberapa bentuk

adaptasi yang terjadi pada orang yang tinggal di dataran tinggi di

antaranya: peningkatan sel darah merah dan hemoglobin, peningkatan

kapasitas difusi, peningkatan kapilaritas, dan peningkatan jumlah


21

mitokondria. Oleh karena itu, nilai VC anak yang tinggal di dataran tinggi

didapatkan lebih besar daripada anak yang tinggal di dataran rendah.34

Polusi udara dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan

fungsi tubuh, termasuk gangguan faal paru.50

2.7 Spirometer

Spirometri merupakan metode untuk mengukur volume dan kapasitas paru.

Alat yang digunakan untuk tujuan ini adalah spirometer. Ada beberapa jenis

spirometer yang dapat digunakan untuk menilai fungsi paru.29 Salah satu

spirometer yang dapat terkoneksi dengan komputer adalah Spirometer Spirolab II.

Perangkat ini juga sudah dilengkapi dengan layar LCD untuk sehingga

mempermudah dalam mengoperasikannya.29,51

Spirometer Spirolab II adalah spirometer multifungsi dengan tampilan

grafis dan printer yang terpasang di dalamnya. Penggunaan alat ini bisa dengan

atau tanpa penggunaan software WinspiroPro. Alat ini memiliki kapasitas memori

lebih dari 1500 tes dan keyboard lengkap untuk memasukkan data pasien. Selain

itu, alat ini juga portable karena dengan berat hanya 4 kg dan memiliki baterai

tahan lama yang dapat diisi ulang. Penggunaan teknologi terbaru dan canggih

dalam perangkat ini dapat mengukur semua fungsi paru dan saturasi oksigen.

Pengukuran terbaik adalah untuk menilai FVC dan FEV1.51,52


22

Gambar 2. Spirometer Spirolab II.53

2.8 Sistem Energi, Cabang Olahraga, dan Metode Latihan

a. Sistem Energi

Sebelum melakukan sebuah pelatihan pada atlet suatu cabang

olahraga, seorang pelatih terlebih dahulu harus mengetahui sistem energi

cabang olahraga tersebut. Kemudian berdasarkan sistem energi disusun

bentuk latihan yang sesuai dan dibutuhkan oleh seorang atlet cabang

olahraga tersebut.54

Dalam melakukan aktivitas fisik, otot yang berkontraksi

membutuhkan energi. Energi yang diperoleh dari makanan tidak dapat

langsung digunakan tetapi energi tersebut dirubah menjadi energi kimia.

Energi kimia disimpan dalam molekul-molekul untuk menghasilkan kerja

sel. Molekul khusus dalam sel otot yang dapat langsung digunakan untuk

berkontraksi bersumber dari Adenosine Tri Phospate (ATP) dan termasuk

fosfat yang berenergi tinggi. Melalui proses pemecahan ATP menjadi

ADP dan Pi, maka sejumlah energi akan keluar dan energi ini merupakan

sumber energi yang dapat digunakan oleh otot untuk melakukan gerakan-

gerakan olahraga. Untuk dapat digunakan sebagai energi, ATP dapat


23

dibentuk dengan bantuan suatu protein khusus yang disebut dengan enzim,

yaitu ATP-ase.55

Ada 3 sistem energi dalam memproduksi ATP :

1. Sistem ATP-PC atau sistem phospagen

2. Sistem glikolisis anaerobic atau sistem laktat

3. Sistem oksigen atau sistem aerobic

Dari ketiga sistem tersebut, sistem ATP-PC dan sistem asam laktat atau

glikolisis anaerobic merupakan sistem yang utama digunakan dalam

gerakan daya ledak. Sistem ATP-PC termasuk dalam anaerobic karena

metabolismenya disebabkan oleh berbagai rangkaian kimia yang terjadi

dalam otot sebagai suatu proses resistensi ATP yang tidak membutuhkan

oksigen. Sistem ATP-AC sangat dominan dalam gerakan-gerakan yang

eksplosif karena :

1. Tidak tergantung pada rangkaian kimia yang panjang

2. Tidak membutuhkan oksigen

3. ATP-PC tertimbun dalam mekanisme kontraktil pada otot

Cadangan phospagen (ATP-PC) disimpan di dalam otot hanya dapat

menunjang aktivitas otot selama 3-8 detik, tetapi PC segera terpecah

membebaskan energi sehingga kembali terjadi pembentukan ATP.55

Disamping itu, terdapat juga pembagian sistem energi utama dalam

4 kategori yaitu :
24

1. Semua aktivitas yang membutuhkan waktu kerja kurang dari 30 detik

(sistem ATP-PC)

2. Semua aktivitas yang membutuhkan waktu kerja antara 30-90 detik

(Sistem ATP-PC dan asam laktat)

3. Semua aktivitas yang membutuhkan waktu kerja antara 1.5 menit-3

menit (Sistem asam laktat dan oksigen)

4. Semua aktivitas yang membutuhkan waktu kerja lebih dari 3 menit

(Sistem oksigen/aerobic) 56

b. Sepak Takraw

Sepak takraw adalah permainan sepak raga yang telah dimodifikasi

untuk dijadikan sebuah permainan yang kompetitif. Sepak raga sebagai

dasar permainan sepak takraw adalah olahraga permainan tradisional

Indonesia dimainkan oleh 6 – 7 orang secara melingkar. Pada tahun 1970

datang rombongan pemain sepak takraw dari Malaysia dan beberapa bulan

kemudian datang dari Singapura memperkenalkan sepak raga jaring.57

Sepak takraw adalah suatu permainan yang menggunakan bola (takraw)

yang terbuat dari rotan. Permainan ini dimainkan di atas lapangan dengan

ukuran 13,42 m x 6,1 m. Di tengah lapangan dibatasi jaring seperti halnya

pada permainan bola voli. Permainan ini terdiri dari 2 pihak yang

berhadapan dengan masing-masing terdiri dari 3 orang pemain. Dalam

permainan ini yang digunakan terutama kaki dan bola dimainkan dengan

cari dipantulkan melewati jaring pembatas. Tujuan setiap pihak adalah

mengembalikan bola sedemikian rupa sehingga dapat jatuh di area


25

lapangan lawan atau membuat lawan membuat pelanggaran atau bermain

salah.58

Dalam perkembangannya, mulai tahun 1965 sepak takraw

merupakan salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan pada pesta

olahraga South East Asia Peninsulars Games (SEAP Games) yang

diselenggarakan setiap 2 tahun sekali yang diikuti oleh Laos, Thailand,

Singapura, dan Malaysia. Pada tahun 1977 jumlah Negara yang mengikuti

SEAP Games diperluas dengan termasuk Indonesia ikut berpartisipasi di

dalamnya. Setelah itu nama SEAP Games diubah menjadi South East Asia

Games (SEA Games).58

Pada permainan sepak takraw, hal dasar yang paling utama yaitu

tendangan. Satu kenyataan yang praktis dalam sepak takraw membutuhkan

kemampuan daya tahan otot tungkai kaki ialah pada saat melakukan

tendangan. Oleh karena itu stamina dan daya tahan merupakan unsur

kemampuan daya tahan otot tungkai yang harus dimiliki oleh seorang

pemain. Setiap kegiatan dalam bidang olahraga seperti halnya dalam sepak

takraw, khususnya latihan kondisi daya tahan otot tungkai kaki

mempunyai manfaat yang berkelanjutan, artinya sasaran terakhir adalah

dapat melakukan tehnik maupun taktik lompatan tersebut dengan baik.57

Gerakan sepak takraw adalah gerakan yang membutuhkan tenaga

dengan gerakan reflek yang cepat, terutama pada waktu melakukan teknik

smash, teknik block, teknik service, yang jika diamati gerakan tersebut

tidak lebih dari 1-5 detik. Menurut pembagian kategori penggunaan sistem
26

energi, gerakan yang dilakukan kurang dari 30 detik sumber energinya

adalah ATP-PC.54,56

Dalam perkembangannya, perlombaan sepak takraw dibagi ke

dalam beberapa nomor antara lain :

1. Tim, yaitu nomor pertandingan sepak takraw dimana dalam

permainannya terdiri dari 3 regu denga 9 pemain dan 3

cadangan.

2. Regu, yaitu nomor pertandingan sepak takraw dimana dalam

permainannya terdiri dari 3 pemain dan 1 cadangan.

3. Double event, yaitu nomor pertandingan sepak takraw dimana

dalam permainannya terdiri dari 2 pemain dan 1 cadangan.

4. Hop takraw, yaitu nomor pertandingan sepak takraw dimana

dalam permainannya terdiri dari 5 pemain dan 1 cadangan.

Cara penilaian untuk nomor tim, regu, dan double event dengan

sistem rally point, dalam setiap game terdiri dari dua set dengan nilai 21,

bila terjadi angka 20 sama maka terjadi penambahan nilai (deuce) dengan

selisih 2 angka dengan maksimal nilai 25, bila terjadi nilai set satu sama

maka kemenangan ditentukan dengan tie break dengan nilai 15 apabila

terjadi nilai 14 sama maka terjadi penambahan nilai (duece) dengan selisih

2 angka dengan maksimal nilai 17.

Sedangkan untuk nomor hop takraw permainan dilakukan dengan

cara memasukkan bola ke dalam ring, dengan menggunakan: kepala, bahu,

paha, kaki bagian dalam (sepak sila), punggung kaki, tumit, sepak silang.
27

Masing-masing bola yang masuk ke dalam ring mendapatkan nilai 10,

dengan lama permainan 30 menit.59

c. Tinju

Kata Tinju adalah terjemahan dari kata Inggris "boxing" atau

"Pugilism". Kata Pugilism berasal dari kata latin, pugilatus. pinjaman dari

kata yunani Pugno, Pignis, Pugnare, yang menandakan segala sesuatu

yang berbentuk kotak atau "Box" dalam bahasa Inggrisnya. Tinju Manusia

yang mana apabila kalau terkepal akan berbentuk seperti kotak. Kata

Yunani pugno berarti tangan terkepal seperti tinju, siap untuk pugnos,

berkelahi, bertinju.60

Olahraga tinju telah lama ada hingga sekarang, bahkan olahraga

tinju dapat dikatakan telah ada semenjak manusia diciptakan Tuhan.

Olahraga tinju semakin lama semakin populer, kepopuleran olahraga tinju

dapat dilihat dari banyak penonton yang menyasikan olahraga tinju baik

secara langsung maupun tak langsung, bahkan atlet tinju seperti

Muhammad Ali dan Mike Tyson. Peraturan tinju amatir dan tinju

profesional secara garis besar keduanya sama, misalnya memukul dengan

kepalan tangan dan sasaran pukulannya juga sama. Yang membedakan

adalah tujuan dari pertandingan tersebut. Pada tinju profesional lebih

mementingkan unsur hiburan dan seorang petinju profesional mendapat

bayaran berupa uang atau bentuk lainnya disetiap pertandingan yang ia

ikuti, sedangkan pada tinju amatir lebih mementingkan unsur olahraga


28

sebagai kesegaran jasmani, tidak mendapat bayaran layaknya petinju

profesional dan organisasi yang menanganinya berbeda.61

Untuk tinju profesional komponen biomotorik sistem energi yang

diperlukan bila dilihat dari lamanya dan jumlah ronde yang

dipertandingkan adalah daya tahan, power dan daya tahan otot jangka

menengah dan panjang sedangkan sistem energinya adalah aerobik 70-

80% dan anaerobik 20 – 30%. Disini dapat dilihat bahwa daya tahan

merupakan komponen yang utama dari olahraga tinju profesional. Daya

tahan aerobik merupakan dasar dari semua cabang olahraga yang

mengutamakan komponen fisik dalam menentukan keberhasilan

penampilan. Petinju yang telah memiliki daya tahan aerobik yang baik

dapat dengan mudah meningkatkan komponen-komponen yang lainnya

baik itu komponen fisik maupun nonfisik.62

Peraturan tinju amatir dan tinju profesional secara garis besar

keduanya sama, yang membedakan adalah tujuan dari pertandingan

tersebut. Pada tinju profesional lebih mementingkan unsur hiburan dan

seorang petinju profesional mendapat bayaran berupa uang atau bentuk

lainnya disetiap pertandingan yang ia ikuti, sedangkan pada tinju amatir

lebih mementingkan unsur olahraga sebagai kesegaran jasmani, tidak

mendapat bayaran layaknya petinju profesional dan organisasi yang

menanganinya berbeda.62

Olahraga tinju amatir disetiap negara hanya memiliki satu badan

organisasi tinju amatir yang menanganinya dan organisasi tersebut


29

berafiliasi ke Badan Tinju Amatir Dunia (Association Internationale De

Boxe Amateur), sedangkan tinju profesional pada tiap-tiap negara yang ada

tinju profesionalnya memiliki banyak organisasi seperti di Indonesia ada

Komisi Tinju Indonesia (KTI), Assosiasi Tinju Indonesia (ATI) yang

masing-masing dari organisasi tersebut berafiliasi ke salah satu badan tinju

profesional dunia seperti IBF, WBA, WBC dan sebagainya.63

Tiap-tiap organisasi tinju profesional tersebut memiliki peraturan

yang berbeda-beda seperti peraturan mengenai berat badan petinju dalam

tiap kelasnya, peraturan jumlah ronde yang dipertandingkan, penentuan

peringkat dan juara dalam suatu kelas dan lain-lain, dalam tinju

profesional tiap rondenya berlangsung selama 3 menit dan jumlah

rondenya tergantung tingkatan dari petinju. Untuk petinju yang baru terjun

di arena tinju professional walaupun dia telah atau pernah ikut tinju amatir,

pertandingan untuk awal di tinju profesional berlangsung 4 sampai 6

ronde, dan apabila ia telah cukup lama bertanding dan dianggap memiliki

pengalaman maka jumlah ronde dinaikkan menjadi 8 sampai 10 ronde

untuk memperebutkan peringkat dan 12 ronde untuk memperebutkan

sabuk juara dari organisasi tinju yang menyelenggarakan.63


30

d. Metode Latihan

1. Sepak Takraw

Tabel 2. Metode Latihan Sepak Takraw

Fisik Teknik Persiapan Persiapan Persiapan

Fisik Teknik Taktik

Lari 15 menit Sila 3 menit Daya Tahan Penguasaan Bertahan Pola

bola Sejajar

Lari Sprint 30 Kura-kura 3 Kekuatan Service Menyerang Pola

meter menit 123, 113

Flexibility Memaha Kecepatan Smash

Vertical Jump Kepala Kelentukan Blok

Sit up Service

Shuttle Run Smash

2. Tinju

Tabel 3. Metode Latihan Tinju

Fisik Teknik Kecepatan dan Kekuatan

Lari 15-20 menit Shadow boxing 3 menit x 5 Pukul sansak 1 menit x 10

Latihan otot perut

dan leher Pancing path 15-20 menit Shadow kaki/body 10 menit

Latihan beban Drillinng/sparing


31

2.9 PPLP (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar)

PPLP atau Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar merupakan sekolah

pembibitan olahraga nasional yang digunakan untuk mencari dan membina bakat

olahraga pada usia sekolah yang mana tempat latihan dan tempat penginapannnya

terkonsentrasi pada satu tempat. Model pembinaan olahraga pelajar seperti ini

merupakan model yang paling efektif untuk melaksanakan pembinaan atlet

pelajar, karena di sisi lain atlet pelajar dapat latihan secara intensif dan sisi lainnya

masih dapat melaksakan tugasnya sebagai pelajar.64,65

Setiap tahunnya diadakan kejuaraan nasional antar PPLP. Kegiatan ini

adalah bagian dari sistem kompetisi olahraga pelajar secara nasional yang

berjenjang dan berkelanjutan. Tujuan dari kejuaraan nasional antar PPLP adalah

sebagai puncak pembinaan prestasi olahraga pelajar dan evaluasi terhadap

berbagai bentuk pembinaan PPLP.64

PPLP yang dikembangkan di 33 provinsi selama ini telah terbukti

memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan prestasi olahraga

daerah masing-masing pada ajang kejuaraan di tingkat nasional. Disamping itu,

banyak siswa PPLP yang kemudian terpilih menjadi olahragawan nasional dan

berhasil meraih prestasi di tingkat internasional.64

Dalam perkembangannya, menurut data dan informasi PPLP tahun 2012

Kemenpora, pada PPLP Provinsi Jawa Tengah tercatat cabang olahraga karate,

taekwondo, dan gulat berhasil memperoleh medali di tahun 2009 dan 2012, tetapi

tidak berhasil memperoleh medali pada Kejuaraan Daerah di tahun 2011 maupun

2012. Untuk Kejuaraan Nasional, atlet PPLP Jawa Tengah pada cabang olahraga
32

atletik, renang, panahan, pencak silat dan sepak takraw berhasil memperoleh

medali di tahun 2011 dan tahun 2012. Sedangkan dari jumlah atlet PPLP Jawa

Tengah, cabang olahraga pencak silat mengalami penambahan sedangkan cabang

olahraga panahan dan wushu mengalami penurunan.66


33

2.10 Kerangka Teori

LATIHAN/PEMBINAAN
ATLET

NILAI PARAMETER
FUNGSI PARU

Nilai VC Nilai FVC Nilai FEV1 Nilai PEF

Posisi Tubuh

Usia

Jenis
Kelamin
Antropometri Tubuh & BMI

Riwayat Merokok & Penyakit Paru

Penyakit Jantung

Infeksi Saluran Napas

Kadar Hemoglobin

Latihan Fisik

Lingkungan

Gambar 3. Kerangka Teori


34

2.11 Kerangka Konsep

Nilai VC

LATIHAN /
PEMBINAAN Nilai FVC
ATLET

Nilai FEV1

Nilai PEF
Gambar 4. Kerangka Konsep

2.12 Hipotesis

2.12.1 Hipotesis Major

Nilai parameter fungsi paru atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw

lebih tinggi dibandingkan atlet Tinju di PPLP Jawa Tengah.

2.12.2 Hipotesis Minor

a. Nilai VC atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw lebih tinggi dibandingkan

atlet Tinju di PPLP Jawa Tengah.

b. Nilai FVC atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw lebih tinggi

dibandingkan atlet Tinju di PPLP Jawa Tengah.

c. Nilai FEV1 atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw lebih tinggi

dibandingkan atlet Tinju di PPLP Jawa Tengah.


35

d. Nilai PEF atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw lebih tinggi

dibandingkan atlet Tinju di PPLP Jawa Tengah.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Faal, khususnya ilmu Kedokteran

Olahraga

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro mulai bulan Febuari 2016 sampai dengan jumlah subjek

penelitian terpenuhi.

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan

cross sectional.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah atlet putra cabang olahraga Tinju

dan Sepak Takraw.

3.4.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah atlet putra cabang olahraga

Tinju dan Sepak Takraw yang berlatih di PPLP Jawa Tengah.

36
37

3.4.3 Sampel

Subjek pada penelitian ini adalah atlet putra cabang olahraga Tinju dan

Sepak Takraw yang berlatih di PPLP Jawa Tengah pada periode penelitian yang

memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

1) Atlet putra usia 15-19 tahun sehat

2) Latihan lebih dari 2 tahun

3) Berat badan 45-72 kg

4) Tinggi badan 150-180 cm

b. Kriteria ekslusi

1) Pada saat penelitian diketahui menderita infeksi saluran nafas yaitu flu, batul,

asma dan sebagainya yang dapat mengganggu pemeriksaan fungsi paru

2) Ada riwayat penyakit paru dan jantung

3) Menolak untuk diikutsertakan dalam penelitian

3.4.4 Cara Sampling

Pemilihan subjek penelitian akan dilakukan random sederhana berdasarkan

data atlet Tinju dan Sepak Takraw yang ada di PPLP Jawa Tengah.

3.4.5 Besar Sampel

Besar sampel penelitian dihitung dengan rumus besar sampel untuk uji

hipotesis perbedaan rerata dua populasi. Apabila besarnya kesalahan tipe 1 = 5%

(𝒁𝜶 =1,96). Besarnya kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20% (𝒁𝜷 =0,842).

Simpangan baku gabungan berdasarkan penelitian sebelumnya ditetapkan 0,31.


38

Selisih rerata yang dianggap bermakna ditentukan sebesar 0,37.67,68 Perhitungan

besar sampel adalah sebagai berikut:

𝟐
(𝒁𝜶 + 𝒁𝜷 ) 𝑺
𝒏𝟏 = 𝒏𝟐 = 𝟐 [ ]
𝒙𝟏 − 𝒙𝟐
𝟐
(𝟏, 𝟗𝟔 + 𝟎, 𝟖𝟒𝟐 ) 𝟎, 𝟑𝟏
𝒏𝟏 = 𝒏𝟐 = 𝟐 [ ]
𝟎, 𝟑𝟕
𝒏𝟏 = 𝒏𝟐 = 𝟏𝟎, 𝟗

Keterangan:

Zα = 1,96 (α = 0,05)

Zβ = 0,842 (β = 0,2)

S = 0,31

X1-X2 = 5,49-5,12 = 0,37

Berdasarkan perhitungan besar sampel, jumlah subjek yang dibutuhkan

dalam penelitian ini adalah 11 orang per kelompok. Besar sampel total adalah 22

orang yang terdiri atas 11 orang atlet putra Tinju dan 11 atlet putra Sepak Takraw.

3.5 Variable Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah olahraga tinju dan sepak takraw.

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah parameter fungsi paru

1) Nilai VC

2) Nilai FVC

3) Nilai FEV1
39

4) Nilai PEF

3.6 Definisi Operasional

Tabel 4. Definisi Operasional

No Variabel Unit Skala


.
1. Cabang olahraga - Nominal
Cabang olahraga yang akan digunakan sebagai subjek pada
penelitian adalah Tinju dan Sepak Takraw
2. Parameter fungsi paru pada alat spirometer
a. Nilai VC Liter Rasio
Nilai VC diukur menggunakan alat spirometer spirolab II
dengan melakukan manuver VC. Nilai VC diperoleh dari
hasil print-out
b. Nilai FVC Liter Rasio
Nilai FVC diukur menggunakan alat spirometer spirolab II
dengan melakukan manuver FVC. Nilai FVC diperoleh
dari hasil print-out
c. Nilai FEV1 Liter Rasio
Nilai FEV1 diukur menggunakan alat spirometer spirolab
II dengan melakukan manuver FEV1. Nilai FEV1 diperoleh
dari hasil print-out
d. Nilai PEF Liter/ menit Rasio
Nilai PEF diukur menggunakan alat spirometer spirolab II
dengan melakukan manuver PEF. Nilai PEF diperoleh dari
hasil print-out
3. Jenis kelamin - Nominal
Jenis kelamin dapat diketahui dari kartu identitas. Jenis
kelamin yang dijadikan subjek adalah laki-laki
40

4. Usia tahun Rasio


Usia diketahui dari data tanggal lahir yang tercantum pada
kartu identitas atau akte lahir.
5. Tinggi badan cm Rasio
Tinggi badan diukur menggunakan pengukur tinggi badan
SMIC ZT 120.
6. Lingkar dada cm Rasio
Lingkar dada diukur menggunakan alat pengukur metline.
Pengukuran dilakukan dalam keadaan statis ketika melakukan
inspirasi, melingkari dada melewati kedua areola mamae.

3.7 Cara Pengumpulan Data

3.7.1 Alat dan Bahan

1) Lembar informed consent

2) Kuesioner

3) Timbangan badan

4) Pengukur tinggi

5) Spirometer Spirolab II

6) Alat pengukur lingkar dada

3.7.2 Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer.

Data diperoleh langsung dari subjek penelitian. Data primer yang dikumpulkan

adalah data karakterisitik fisik, nilai VC, FVC, FEV1 dan PEF.
41

3.7.3 Cara Kerja

3.7.3.1 Persiapan Responden

1) Responden dalam keadaan sehat, tidak menunjukkan gejala penyakit yang

masih aktif, payah jantung dan kegagalan ginjal.

2) Responden tenang, dan minum 30 menit sebelum penelitian.

3) Responden tidak makan berat 2 jam sebelum penelitian.

4) Responden tidak memakai pakaian ketat.

5) Responden diminta mengikuti aba-aba pemeriksa pada waktu melakukan

pemeriksaan spirometri.

3.7.3.2 Pesiapan Alat

1) Alat sudah terkalibrasi.

2) Mouth piece spirometer dilalukan sterilisasi dengan alkohol setiap ganti

responden.

3) Pastikan mouth piece yang ada sudah tersambung dengan alat spirometer.

4) Siapkan penjepit cuping hidung / nose clips.

3.7.3.3 Persiapan Operator

1) Memperhatikan betul persiapan alat dan responden.

2) Sudah memberikan informasi jelas dan cukup kepada responden tentang cara

pemakaian spirometer.

3) Sudah mendemonstrasikan alat ke responden.

4) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan responden sebelum pemeriksaan.
42

3.7.3.4 Cara Pemakaian Alat

Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi ditetapkan sebagai

sampel setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian dan memberikan

persetujuan dalam bentuk informed consent tertulis. Pengukuran yang akan

dilakukan pada subjek penelitian adalah nilai FEV1, FVC, VC dan PEF dengan

cara kerja sebagai berikut:

1) Subjek penelitian yang akan diperiksan dalam posisi duduk.

2) Menekan tombol ON untuk menyalakan spirometer

3) Menekan tombol ID untuk memasukkan biodata sampel penelitian

4) Memasukkan mouth piece ke dalam mulut sampel penelitian dengan posisi

dijepit diantara gigi.

5) Untuk mengetahui nilai VC, menekan tombol VC, kemudian melakukan tes

dengan menarik nafas sedalam-dalamnya dengan lambat kemudian

menghembuskan nafas sebanyak mungkin dengan lambat (seperti bernafas

normal).

6) Untuk mengetahui nilai FVC dan FEV1, menekan tombol FVC, kemudian

melakukan test dengan menarik nafas sedalam-dalamnya kemudian

menghembuskan nafas dengan kuat dan cepat.

7) Menekan tombol ESC untuk mengakhiri tes.

8) Mencatat nilai pada masing-masing variabel.

9) Menekan tombol OFF untuk mematikan spirometer


43

3.8 Alur Penelitian

Atlet putra PPLP

Memenuhi kriteria inkluasi dan ekslusi

Subjek penelitian

Cabang olahraga

Atlet Tinju Atlet Sepak Takraw

Pengukuran fungsi paru

Nilai Nilai Nilai Nilai


VC FVC FEV1 PEF

Pengumpulan data

Analisis data dan Penyusunan laporan


KTI
Gambar 5. Alur Penelitian
44

3.9 Analisis data

Sebelum dilakukan analisis data telah dilakukan pemeriksaan kelengkapan

dan kebenaran data. Data selanjutnya diberi kode, ditabulasi, dan dimasukkan

kedalam computer. Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis.

Pada analisa deskriptif data yang berskala kontinu seperti umur , parameter fungsi

paru (FEV1, FVC, PEV dan VC) subjek penelitian dinyatakan sebagai rerata dan

simpang baku. Uji normalitas distribusi data parameter fungsi paru akan dilakukan

dengan uji saphiro-wilk. Uji ini dipilih karena besar sample <50 (sampel kecil).

Uji hipotesis perbedaan parameter fungsi paru antara atlet tinju dan sepak takraw

akan di analisis dengan uji t-tidak berpasangan apabila data berdistribusi normal.

Apabila data berdistribusi tidak normal maka uji hipotesis akan dilakukan dengan

uji Mann-Whiney. Perbedaan data bermakna apabila p<0.05. Analisis statistik

akan dilakukan dengan program komputer.

3.10 Etika penelitian

Sebelum penelitian dilakukan, akan dimintakan ethical clearance dari

Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro. Calon subjek penelitian yang telah memenuhi kriteria

diberi penjelasan singkat tentang tujuan dan manfaat penelitian, lalu diminta bukti

persetujuan keikutsertaan penelitian dalam bentuk informed consent tertulis.

Calon subjek penelitian berhak menolak untuk diikutsertakan dan boleh berhenti

sewaktu-waktu. Identitas calon subjek penelitian dirahasiakan dan tidak

dipublikasikan tanpa izin dari calon subjek penelitian. Seluruh biaya yang
45

berkaitan dengan penelitian ditanggung oleh peneliti sendiri, dan pada akhir

penelitian subjek menerima imbalan sesuai dengan kemampuan peneliti.

3.11 Jadwal penelitian

Tabel 5. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni


1 Studi
literature
2 Penyusunan
proposal
3 Seminar
proposal
4 Ethical
clearance
5 Perijinan
Penelitian
6 Pengambilan
Data
7 Analisis data
dan evaluasi
8 Penyusunan
laporan
9 Seminar
hasil
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Subjek Penelitian

4.1.1 Data Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada atlet putra cabang olahraga Tinju dan Sepak

Takraw di Pusat Pendidikan dan pelatihan Pelajar (PPLP) Jawa Tengah dengan

rentang usia 15-19 tahun dan berlangsung selama 3 minggu hari kerja. Teknik

sampling dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling.

Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sampel, diperoleh masing-masing 11 atlet

dari cabang olahraga Tinju dan Sepak Takraw sehingga jumlah keseluruhan

subjek adalah 22 atlet. Subjek sudah memenuhi kriteria penelitian dan telah

mengisi persetujuan tertulis berupa informed consent dan mengisi kuisioner

sebelum penelitian.

4.1.2 Karakteristik Subjek Penelitian

Jumlah subjek dari penelitian ini adalah 22 orang atlet dengan masing-

masing 11 atlet dari cabang olahraga Tinju dan Sepak Takraw. Semua subjek dari

penelitian ini berjenis kelamin laki-laki. Berikut merupakan karakteristik subjek

penelitian berdasarkan usia, berat badan, tinggi badan, dan lingkar dada yang akan

ditampilkan pada tabel 6.

46
47

Tabel 6. Karakteristik subjek penelitian

Cabang Median P
Karakteristik N Rerata ± SB
Olahraga (min-maks)

Tinju 11 17,18 ± 1,32 17 (15-19) 0,83


Usia
Sepak Takraw 11 17,09 ± 0,70 17 (16-18)

Tinju 11 60,27 ± 6,51 60 (51-69) 0,14


Berat Badan
Sepak Takraw 11 56,73 ± 4,12 57 (50-65)

Tinju 11 173,73 ± 2,83 175 (168-178) 0,02


Tinggi Badan
Sepak Takraw 11 168,55 ± 3,64 170 (159-172)

Tinju 11 85,18 ± 4,24 84 (79-92) 0,00


Lingkar Dada
Sepak Takraw 11 76,63 ± 2,38 76 (72,5-80)

Pada tabel 4 didapatkan hasil rerata usia 17,18 ± 1,32 tahun untuk atlet

cabang olahraga Tinju dengan usia termuda 15 tahun dan usia tertua 19 tahun.

Sementara atlet cabang olahraga Sepak Takraw didapatkan hasil rerata usia 17,09

± 0,70 tahun dengan usia termuda 16 tahun dan usia tertua 18 tahun. Distribusi

data usia atlet tidak normal sehingga dilakukan uji Mann-Whitney. Hasil uji

statistik pada tabel tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan rerata usia yang

bermakna (p=0,83).

Sementara karakteristik berat badan, didapatkan hasil rerata 60,27 ± 6,51

kg untuk atlet cabang olahraga Tinju dengan berat badan terendah 60 kg dan

tertinggi 69 kg. Sedangkan atlet cabang olahraga Sepak Takraw didapatkan hasil

rerata berat badan 56,73 ± 4,12 kg dengan berat badan terendah 50 kg dan
48

tertinggi 65 kg. Distribusi data berat badan atlet tidak normal sehingga dilakukan

uji Mann-Whitney. Hasil uji statistik pada tabel tersebut menunjukkan tidak ada

perbedaan rerata berat badan yang bermakna (p=0,14).

Hasil rerata tinggi badan atlet cabang olahraga Tinju 173,73 ± 2,83 cm

dengan tinggi terendah 168 cm dan tertinggi 178 cm. Sementara hasil rerata tinggi

badan atlet cabang olahraga Sepak Takraw 168,55 ± 3,64 cm dengan tinggi

terendah 159 cm dan tertinggi 172 cm. Distribusi data tinggi badan atlet normal,

selanjutnya dilakukan uji t-tidak berpasangan. Hasil uji statistik pada tabel

tersebut menunjukkan adanya perbedaan tinggi badan yang bermakna (p=0,02).

Sementara itu, didapatkan hasil rerata lingkar dada atlet cabang olahraga

Tinju 85,18 ± 4,24 cm dengan lingkar dada terkecil 79 cm dan terbesar 92 cm.

Sedangkan untuk cabang olahraga Sepak Takraw didapatkan hasil rerata lingkar

dada 76,63 ± 2,38 cm dengan lingkar dada terkecil 72,5 cm dan terbesar 80 cm.

Distribusi data lingkar dada atlet normal, selanjutnya dilakukan uji t-tidak

berpasangan. Hasil uji statistik pada tabel tersebut menunjukkan adanya

perbedaan lingkar dada yang bermakna (p=0,00).

Gambar 6. Perbandingan rerata karakteristik subjek penelitian

200
180
160
140
120
100 Tinju
80 Sepak Takraw
60
40
20
0
Usia Berat Badan Tinggi Badan Lingkar Dada
49

4.2 Hasil Pengukuran Parameter Fungsi Paru

4.2.1 Analisis Deskriptif

Hasil pengukuran parameter fungsi paru menggunakan alat Spirometer

Spirolab II di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar (PPLP) Jawa Tengah.

Berikut hasil pengukuran dan uji statistik parameter fungsi paru ditampilkan pada

tabel 7.

Tabel 7. Hasil pengukuran parameter fungsi paru

Parameter Cabang Median


N Mean ± SD Normalitas p
Fungsi Paru Olahraga (min-maks)

VC Tinju 11 3,79 ± 0,31 3,72 (3,32 – 4,33) 0,779


. 0,01
Sepak Takraw 11 3,18 ± 0,39 3,14 (2,33 – 3,88) 0,695

FVC Tinju 11 3,62 ± 0,33 3,51 (3,25 – 4,11) 0,051 0,03

Sepak Takraw 11 3,04 ± 0,44 3,22 (2,21 – 3,56) 0,183

FEV1 Tinju 11 3,37 ± 0,24 3,38 (3,11 – 3,88) 0,124 0,03

Sepak Takraw 11 3,01 ± 0,42 3,12 (2,21 – 3,56) 0,488

PEF Tinju 11 7,58 ± 1,39 7,50 (5,42 – 10,81) 0,31 0,16

Sepak Takraw 11 7,02 ± 1,27 6,79 (5,70 – 10,22) 0,029

Pada tabel 5 didapatkan jumlah atlet cabang olahraga Tinju yang

merupakan cabang olahraga individu dan atlet cabang olahraga Sepak Takraw

yang merupakan cabang olahraga beregu yang masing-masing berjumlah 11 orang

atlet. Hasil pengukuran nilia Vital Capacity (VC) pada atlet cabang olahraga tinju
50

didapatkan rerata 3,79 ± 0,31 L dengan nilai terendah 3,32 L dan tertinggi 4,33 L.

Sementara rerata hasil pengukuran nilai VC pada atlet cabang olahraga Sepak

Takraw 3,18 ± 0,39 L dengan nilai terendah 2,33 L dan tertinggi 3,88 L. Distribusi

data nilai VC normal, selanjutnya dilakukan uji t-tidak berpasangan. Hasil uji

statitstik pada tabel tersebut menunjukkan adanya perbedaan nilai VC yang

bermakna (p=0,01).

Sementara untuk hasil pengukuran nilai Forced Vital Capacity (FVC)

pada atlet cabang olahraga Tinju didapatkan rerata 3,62 ± 0,33 L dengan nilai

terendah 3,25 L dan tertinggi 4,11 L. Sedangkan untuk hasil pengukuran pada

atlet cabang olahraga Sepak Takraw didapatkan rerata 3,04 ± 0,44 L dengan nilai

terendah 2,21 L dan tertinggi 3,56 L. Distribusi data nilai FVC normal,

selanjutnya dilakukan uji t-tidak berpasangan. Hasil uji statitstik pada tabel

tersebut menunjukkan adanya perbedaan nilai FVC yang bermakna (p=0,03).

Hasil pengukuran nilai Forced Expiratory Volume in one second (FEV1)

pada atlet cabang olahraga Tinju didapatkan rerata 3,37 ± 0,24 L dengan nilai

terendah 3,11 L dan tertinggi 3,88 L. Sementara pada atlet cabang olahraga Sepak

Takraw didapatkan rerata 3,01 ± 0,42 L dengan nilai terendah 2,21 L dan tertinggi

3,56 L. Distribusi data nilai FEV1 normal, selanjutnya dilakukan uji t-tidak

berpasangan. Hasil uji statitstik pada tabel tersebut menunjukkan adanya

perbedaan nilai FEV1 yang bermakna (p=0,03).

Sementara itu, pada hasil pengukuran nilai Peak Expiratory Flow (PEF)

atlet cabang olahraga Tinju didapatkan rerata 7,58 ± 1,39 L dengan nilai terendah

5,42 L dan tertinggi 10,81 L. Sedangkan hasil pengukuran pada atlet cabang
51

olahraga Sepak Takraw didapatkan rerata 7,02 ± 1,27 L dengan nilai terendah

5,70 L dan tertinggi 10,22 L. Distribusi data nilai PEF tidak normal, selanjutnya

dilakukan uji Mann-Whitney. Hasil uji statitstik pada tabel tersebut menunjukkan

tidak adanya perbedaan nilai PEF yang bermakna (p=0,16).

Gambar 7. Perbandingan rerata nilai VC, FVC, FEV1, dan PEF

4 Tinju
Sepak Takraw
3

0
VC FVC FEV1 PEF

4.2.2 Analisis Analitik

Setelah dilakukan analisis deskriptif pada hasil pengukuran kedua cabang

olahraga, data yang berdistribusi normal akan dilakukan uji T tidak berpasangan

untuk mengetahui perbedaan bermakna antar cabang olahraga, yaitu Tinju dan

Sepak Takraw. Diperoleh 3 variabel parameter fungsi paru yang berdistribusi

normal, yaitu nilai VC, FVC, dan FEV1. Uji T tidak berpasangan menunjukkan

terdapat perbedaan bermakna pada nilai VC, FVC, dan FEV1 antar atlet putra

cabang olahraga Tinju dan Sepak Takraw. Gambar 7 menunjukkan bahwa rerata

nilai VC, FVC, dan FEV1 atlet putra cabang olahraga Tinju lebih besar daripada
52

atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw sehingga hipotesis penelitian yang

menyatakan bahwa Nilai VC, FVC, dan FEV1 pada atlet putra cabang olahraga

Sepak Takraw lebih besar dari Tinju di PPLP Jawa Tengah tidak dapat diterima,

dan secara statistik didapatkan perbedaan yang bermakna antara keduanya.

Sementara untuk data yang berdistribusi tidak normal akan dilakukan uji

Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan bermakna antar cabang olahraga

Tinju dan Sepak Takraw. Diperoleh 1 variabel parameter fungsi paru yang

berdistribusi tidak normal, yaitu nilai PEF. Uji Mann-Whitney menunjukkan tidak

terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai PEF antar atlet putra cabang

olahraga Tinju dan Sepak Takraw. Gambar 7 menunjukkan bahwa rerata nilai

PEF atlet putra cabang olahraga Tinju lebih besar daripada atlet putra cabang

olahraga Sepak Takraw sehingga hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa

Nilai PEF pada atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw lebih besar dari Tinju di

PPLP Jawa Tengah tidak dapat diterima.


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik subjek penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah atlet putra cabang olahraga Tinju dan

Sepak Takraw di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar (PPLP) Jawa Tengah

dengan rentang usia 15-19 tahun. Rerata usia, berat badan, tinggi badan dan

lingkar dada kelompok atlet putra cabang olahraga Tinju lebih besar daripada

Sepak Takraw. Namun secara statistik, terdapat beberapa karakteristik yang

memiliki perbedaan yang bermakna, yaitu karakteristik tinggi badan dan lingkar

dada. Sementara karakteristik usia dan berat badan tidak memiliki perbedaan yang

bermakna.

5.2 Perbandingan nilai parameter fungsi paru

Nilai VC (Vital capacity), FVC (forced vital capacity), FEV1 (forced

expiratory volume in one second), dan PEF (peak expiratory flow) merupakan

beberapa parameter fungsi paru yang dapat diketahui melalui metode pengkuruan

menggunakan alat spirometer. Parameter fungsi paru ini memiliki korelasi positif

dengan kemampuan fisik seorang atlet. Semakin besar nilai parameter fungsi paru

tersebut, semakin besar kemampuan sistem pernapasan dalam mensuplai oksigen

untuk melakukan aktivitas olahraga.34,69

53
54

Setiap cabang olahraga memiliki perbedaan dalam metode latihannya yang

berdampak pada perbedaan nilai parameter fungsi paru atlet antar cabang olahraga

tersebut.23 Model, intensitas dan frekuensi latihan menentukan nilai parameter

fungsi paru seorang atlet. Parameter fungsi pernapasan ini dipengaruhi oleh

banyak faktor, diantaranya adalah faktor usia, jenis kelamin, antropometri tubuh,

riwayat penyakit paru dan jantung, aktivitas/latihan fisik, dan lain-lain.5

Dari hasil pengukuran nilai VC, FVC, FEV1, dan PEF pada kedua cabang

olahraga yang dijadikan subjek penelitian, didapatkan bahwa atlet putra cabang

olahraga Tinju memiliki rerata nilai parameter fungsi paru yang lebih besar

dibandingkan rerata nilai pada atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw. Secara

uji statistik, didapatkan perbedaan yang bermakna antara rerata nilai VC, FVC,

dan FEV1 pada atlet putra cabang olahraga Tinju dan Sepak Takraw. Sementara

untuk rerata nilai PEF tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang mengatakan bahwa rerata nilai VC,

FVC, FEV1, dan PEF atlet putra cabang olahraga Sepak Takraw lebih besar

dibandingkan dengan rerata nilai pada atlet putra cabang olahraga Tinju tidak bisa

diterima.

Berdasarkan data karakteristik subjek penelitian antara kedua cabang

olahraga didapatkan perbedaan yang bermakna pada rerata nilai tinggi badan

(p=0,02) dan lingkar dada (0,00). Diperoleh hasil bahwa rerata nilai tinggi badan

dan lingkar dada atlet putra cabang olahraga Tinju lebih besar dibandingkan atlet

putra cabang olahraga Sepak Takraw. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Talakua, Billy Yacub Rafel (2007) mengenai pengaruh dan hubungan tinggi
55

badan terhadap kapasitas vital paru didapatkan hasil bahwa semakin tinggi nilai

tinggi badan, maka semakin besar pula kapasitas vital dan tinggi badan memiliki

hubungan linier dan berkorelasi positif kuat terhadap kapasitas vital.70 Sementara

itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Krisna, Daniel Mahendra (2011)

mengenai pengaruh dan hubungan lingkar dada terhadap kapasitas vital paru

didapatkan hasil bahwa adanya hubungan linier antara ukuran lingkar dada

dengan kapasitas vital paru dan memiliki korelasi positif.71 Semakin besar lingkar

dada, semakin besar juga volume paru. Sementara itu, berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Rozi Kodarusman Warganegara, didapatkan hasil bahwa atlet yang

menggunakan ekstremitas atas mempunyai kapasitas vital paru lebih besar dari

atlet yang menggunakan ekstremitas bawah.72

Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa karakteristik fisik

atlet, bentuk dan metode permainan dari suatu cabang olahraga juga dapat

mempengaruhi nilai parameter fungsi paru, dan hal tersebut sesuai dengan hasil

penelitian ini.

Berdasarkan data hasil penelitian ini, yang membandingkan nilai

parameter fungsi paru berupa nilai VC, FVC, FEV1, dan PEF antara atlet putra

cabang olahraga tinju dan sepak takraw diperoleh hasil bahwa cabang olahraga

tinju memiliki nilai parameter fungsi paru yang lebih baik. Hal ini menunjukkan

bahwa cabang olahraga yang memiliki predominan sistem energi aerob yang baik,

belum tentu memiliki nilai parameter fungsi paru yang baik pula. Hal tersebut

sesuai dengan hasil penelitian ini, bahwa karakteristik fisik atlet juga

mempengaruhi nilai parameter fungsi paru. Seperti yang sudah dijabarkan


56

sebelumnya bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada karakteristik fisik

tinggi badan dan lingkar dada. Atlet tinju memiliki tinggi badan dan lingkar dada

yang lebih besar dibandingkan dengan atlet sepak takraw, dan hal tersebut

dibuktikan dengan hasil pengukuran parameter fungsi paru.

5.3 Keterbatasan penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain :

1. Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan cross

sectional dimana data yang diambil hanya menggambarkan keadaan waktu

dilaksanakan penelitian.

2. Penelitian ini tidak memperhitungkan masalah kondisi fisik dan mental

pada waktu melaksanakan tes fungsi paru.

3. Hasil penelitian tergantung dari kesungguhan responden dalam melakukan

tes pengukuran fungsi paru.


BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Nilai VC pada atlet putra cabang olahraga Tinju lebih besar dari Sepak

Takraw di PPLP Jawa Tengah, dan secara statistik didapatkan perbedaan

yang bermakna.

2. Nilai FVC pada atlet putra cabang olahraga Tinju lebih besar dari Sepak

Takraw di PPLP Jawa Tengah, dan secara statistik didapatkan perbedaan

yang bermakna.

3. Nilai FEV1 pada atlet putra cabang olahraga Tinju lebih besar dari Sepak

Takraw di PPLP Jawa Tengah, dan secara statistik didapatkan perbedaan

yang bermakna.

4. Nilai PEF pada atlet putra cabang olahraga Tinju lebih besar dari

Taekwondo di PPLP Jawa Tengah, tetapi secara statistik tidak didapatkan

perbedaan yang bermakna.

6.2 Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan parameter

fungsi paru atlet putra cabang olahraga individu dan beregu dengan jumlah

subjek yang lebih besar dan variasi cabang olahraga yang lebih banyak.

57
58

2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan parameter

fungsi paru atlet putra cabang olahraga individu dan beregu dengan

metode penelitian yang berbeda.

3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan dominansi

penggunaan kekuatan otot lengan dan kaki serta pengaruhnya terhadap

kapasitas vital paru seorang atlet.


59

DAFTAR PUSTAKA

1. Situmeang T. Olahraga Penting Bagi Penderita Sakit Paru. www.Cybermed


Health News.htm. Accessed January 8, 2016.
2. Ramadhani Y. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Olahraga
Dalam Perencanaan Sport Center di Semarang. 2008.
3. Russel R. Swimming for Life. Pelham; 1989.
4. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2010.
5. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC;
2006.
6. Syahda IA. Hubungan Kapasitas Vital Paru-Paru Dengan Daya Tahan
Cardiorespiratory Pada Cabang Olahraga Sepak Bola. 2014.
7. Edy D.P Duhe. Pengaruh Pelatihan Shadow Boxing Dengan Metode
Interval Terhadap Peningkatan Kapasitas Aerobik Maksimal. Available
from URL Hyperlink : http://kepelatihan-olahraga-fikk-
ung8.co.id/2012/07/artikel-penelitian.html. Published 2012. Accessed
January 8, 2016.
8. Aji T. Pola Pembinaan Prestasi Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (
PPLP ) Sepak Takraw Putra Jawa Tengah Tahun 2013. J Media Ilmu
Keolahragaan Indones. 2013;3.
9. Suharjana. Latihan Ketahanan. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta; 2013.
10. Julianti N, Nisa K. Perbandingan Kapasitas Vital Paru Pada Atlet Pria
Cabang Olahraga Renang dan Lari Cepat Persiapan Pekan Olahraga
Provinsi 2013 di Bandar Lampung. Med J Lampung Univ. 2013:113-118.
11. Ian Respati, Said Junaidi S. Profil Kapasitas Vital Paru Pada Pemain Klub
Futsal Putra Sebayu Tegal Tahun 2013. J Sport Sci Fit. 2012;1(1):56-61.
12. Cordain L, Tucker A, Moon D, Stager JM. Lung Volumes And Maximal
Respiratory Pressures In Collegiate Swimmers And Runners. Res Q Exerc
Sport. 1990;61(1):70-74. doi:10.1080/02701367.1990.10607479.
13. Tamyiz M. Olahraga Renang Sebagai Terapi Penyakit Dalam. Jakarta:
Intisari Olahraga; 2008.
14. Singh A. Comparison Of Selected Respiratory Function Variables Of
60

Athletes Engaged. 2014;3:1-4.


15. Rumampuk JF. Pengaruh Latihan Zumba Terhadap Nilai FEV1. 2013;i:2.
16. Purwanto. Dampak Senam Aerobic Terhadap Daya Tahan Tubuh dan
Penyakit. J Media Ilmu Keolahragaan Indones. 2011;1.
17. Ristianingrum I, Rahmawati I RL. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh
(IMT) dengan Tes Fungsi Paru. 2010;4:105.
18. Price, S.A. Wilson L. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Process. 6th ed. Elsevier Science; 2006.
19. Yunus F. Aplikasi Klinik Pada Volume Paru. In: PIPKRA (Pertemuan
Ilmiah Pulmonologi Dan Kedokteran Respirasi) Workshop Faal Paru.
Jakarta: PDPI; 2003:10-15.
20. Waschki B, Kirsten A, Holz O, Muller KC et al. Physical Activity Is the
Strongest Predictor of All-Cause Mortality in Patients With COPD.
2011:331-342. doi:10.1378/chest.10-2521.
21. Aresu M, Mindell J, Stocks J. Health Survei for England - 2010,
Respiratory Health: Chapter 5, Lung function in children. In: Vol 1.
England; 2010:1-19.
22. W, Situmorang B. A, Lintong F S w. Perbandingan Forced Vital Capacity
Paru Pada Atlet Renang Manado Dan Bukan Atlet Renang Di Sulawesi
Utara. J e-Biomedik. 2014;2:485-488.
23. Tülin Atan, Pelin Akyol MÇ. Comparison Of Respiratory Functions Of
Athletes Engaged In Different Individual Sports Branches. Turkish J Sport
Exerc. 2013;40(2):192-198. doi:10.5798/diclemedj.0921.2013.02.0253.
24. Sherwood L. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC;
2011.
25. Ganong W.F. Review of Medical Physiology. 22nd ed. USA: McGraw Hill
Companies; 2005.
26. Anonim. Menyelam. www.coremap.or.id/downloads/ menyelam_
1158562081.pdf. Accessed January 8, 2016.
27. Pardede Y. Penyakit Paru Pasien Rawat Inap di Bagian / SMF Ilmu
Penyakit Dalam FK UNSRAT/ BLU RSUP Dr. R. D. Kandou Manado.
2012.
28. Dewi CM. Hubungan Antara Peningkatan Kekuatan Otot Dada Dengan
Peningkatan Nilai Arus Puncak Ekspirasi. 2006.
29. Sambulingam K SP. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 5th ed. Jakarta:
61

Binarupa Aksara; 2013.


30. Fatima SS, Rehman R, Saifullah, Khan Y. Physical Activity And Its Effect
On Forced Expiratory Volume. J Pakist Med Assoc. 2013;63(3):310-312.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23914626.
31. Menaldi R et al. Prosedur Tindakan Bidang Paru Dan Pernapasan,
Diagnosa Dan Terapi. Jakarta: Bagian Pulmonologi FKUI; 2001.
32. Jain P. Utility of Peak Expiratory Flow Monitoring. In: Chest the
Cardiopulmonary and Critical Care Journal. Vol 114. ; 1998:862.
33. K. G PP. Textbook Of Practical Physiology. 2nd ed. india: Orient
Longmant Private Ltd; 2006.
34. Sudarmada IN. Perkembangan Kapasitas Vital Paru Anak Usia 6-12 Tahun.
J Media Ilmu Keolahragaan Indones. 2012;2:37-41.
35. Malina R, Bouchard C B-OO. Growth, Maturration and Physical Activity,
2nd Edition. Champaign: Human kinetics publisher, inc.; 2004.
36. H A. Nilai Normal Faal Paru Orang Indonesia Pada Usia Sekolah Dan
Pekerja Dewasa Berdasarkan Rekomendasi Thoracic Society (ATS) 1987.
Surabaya: Airlangga University Press; 2004.
37. Lad UP, Jaltade VG, Shisedo-Lad S, Satyanarayana P. Correlation Between
Body Maass Index (BMI), Body Fat Percentage and Pulmonary Functions
in Underweight, Overweight and Normal Weight Adolescents. J Clin
Diagnostic Res. 2012;6(3):350-353. doi:JCDR/2012/4062:2062.
38. Bottai M, Pistelli F, Di Pede F, et al. Longitudinal Changes Of Body Mass
Index, Spirometry And Diffusion In A General Population. Eur Respir J
Off J Eur Soc Clin Respir Physiol. 2002;20(3):665-673.
doi:10.1183/09031936.02.01282001.
39. Aditama T.Y. Tuberkulosis, Rokok, Dan Perempuan. Jakarta . 2006: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Pp: 26-40. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
40. Belousova EG, Michelle M, Peat JK. Factors That Affect Normal Lung
Function in White Australian Adults. Lung. 1997:1539-1546.
doi:10.1378/chest.112.6.1539.
41. Ostrowski S, Barud W. Factors Influencing Lung Function: Are The
Predicted Values For Spirometry Reliable Enough? J Physiol Pharmacol.
2006;57(SUPPL. 4):263-271.
42. Friedman GD, Klatsky AL SA. Lung Function And Risk Of Myocardial
Infarction And Sudden Cardiac Death. N Engl J Med. 1976;294:1071-1075.
62

43. Maranatha D. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Paru FK UNAIR Dr.Soetomo. Surabaya; 2004:28-29.
44. Field JF, DeBraun MR, Yan Y SR. Growth Of Lung Function In Children
With Sickle Cell Anemia. Pediatr Pulmonol. 2008;43:1061-1066.
45. Alpay B, Altug K HS. Evaluation Of Some Respiratory And
Cardiovaskular Parameters Of Sedentary Compared With Students
Attending Elementary School Teams In The 11-13 Age. 2008;8:22-29.
46. Yunus, F., Adriskanda, B., Setiawan B. Perbandingan Nilai Kapasitas
Difusi Paru antara Orang yang Terlatih dan Tidak Terlatih. J Respirologi
Indones. 2007;17(2):76-83.
47. Cooper Kenneth H. Aerobik. 5th ed. Jakarta: PT Gramedia
48. Djoko Pekik Irianto. Bugar Dan Sehat Dengan Olahraga. Yogyakarta: Andi
Offset; 2004.
49. Edy. D.P. Duhe. Perbedaan Pengaruh Latihan Beban Luar Dan Latihan
Beban Dalam Terhadap Kecepatan Pukulan Jab-Straight Pada Atlet Tinju
Sasana Pertisar Manado. 2012:2-3.
50. Yunus F. Dampak Debu Industri pada Paru dan Pengendaliannya. J Respir
Indones. 1999;17:4-7.
51. Spirometry [Internet]. Available from:
http://www.patient.co.uk/health/spirometry-leaflet. Published 2014.
Accessed January 21, 2016.
52. MIR Spirolab Spirometer [Internet]. Available from: https://www.a-
msystems.com/p-1132-mir-spirolab-iii-spirometer.aspx. Published 2014.
Accessed January 21, 2016.
53. Spirolab II [Internet]. sdi Diagnostics. Available from :
http://www.sdidiagnostics.com/spirometers/spirolab.php. Accessed January
21, 2016.
54. Iyakrus. Sistem Energi dan Serabut Otot Dominan pada Permainan
Sepaktakraw. Ilmu Olahraga dan Kesehat. 2011;1(2).
55. Fox. Physiological Basis Of Physical Education and Athletics. 4th ed.
Philadelphia: Saunders College Publishing; 1998.
56. Soekarman. Dasar-Dasar Olahraga Untuk Pembina, Pelatih, Dan Atlit.
Jakarta: Inti Indayu Press; 1992.
57. Yanaludin. Hubungan Kekuatan Otot Kaki Dengan Ketepatan Sepak Kuda
Permainan Sepak Takraw Pada Siswa Kelas V SD Negeri 44 Bengkulu
Selatan. 2014. doi:10.1007/s13398-014-0173-7.2.
63

58. Iyakrus. Permainan Sepak Takraw. 1st ed. Palembang: Unsri Press; 2012.
59. Pengertian Sepak Takraw dan Nomor yang Dipertandingkan. olahraga.
http://mari-berkawand.blogspot.co.id/2014/07/pengertian-sepaktakraw-dan-
nomer-yang.html. Published 2014.
60. Sejarah Tinju [Internet]. http://www.boxing-indonesia.com/2008/05/asal-
mula-istilah-ring.html. Accessed January 27, 2016.
61. Junaidi. Profil Kapasitas Aerobik Atlet Tinju Profesional. J Fisioter
Indonusa. 2007;7(2):101-106.
62. Abdul Rasyid. Buku Panduan Untuk Olahraga Tinju Dengan Metode
Ilmiah. Jakarta: PB Pertina; 2002.
63. AIBA. Articles of Association and Rule for International Competition and
Tournament. 2002.
64. Kemenpora. Data dan Informasi PPLP 2010. Kemenpora.go.id. 2010:iv.
65. Dispora Jatim. http://www.dispora.jatimprov.go.id. Published 2011.
Accessed January 17, 2016.
66. Kemenpora. Data dan Informasi PPLP 2012. 2012:33.
67. Mazic S, Lazovic B, Djelic M, Suzic-lazic J, Djordjevic-saranovic S.
Respiratory parameters in elite athletes - - does sport have an influence ?
Rev Port Pneumol. 2015;(xx). doi:10.1016/j.rppnen.2014.12.003.
68. Singh A. Comparison Of Respiratory Parameters Among Combat Game
Players. 2014;1(I):129-136.
69. Riggs S. More on Brain Oxygen and Lung Health: Vital Capacity. NACD.
2012;25.
70. Talakua BYR. Pengaruh dan Hubungan Tinggi Badan Terhadap Kapasitas
Vital Pada Pria Dewasa Normal. 2007.
71. Krisna DM. Pengaruh dan Hubungan Lingkar Dada Terhadap Kapasitas
Vital Paru Laki-Laki Dewasa. 2011.
72. Kodarusman R. The Comparation Of Lung Vital Capacity In Various Sport
Athlete. J Major. 2015;4.
LAMPIRAN

Lampiran 1 Ethical clearance

64
65

Lampiran 2 Informed consent

JUDUL PENELITIAN :

PERBANDINGAN PARAMETER FUNGSI PARU ATLET PUTRA CABANG


OLAHRAGA INDIVIDU DAN BEREGU DI PUSAT PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN PELAJAR JAWA TENGAH (Studi Pada Cabang Olahraga Tinju Dan
Sepak Takraw).

INSTANSI PELAKSANA : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro


PELAKSANA : Muhammad Syamil Imtiyazi

Persetujuan Setelah Penjelasan


(INFORMED CONSENT)

Yth………………………………….

Perkenalkan nama saya Muhammad Syamil Imtiyazi. Saya adalah

mahasiswa Program Studi Strata-1 Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro. Guna mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran maka salah

satu syarat yang ditetapkan kepada saya adalah menyusun sebuah karya tulis

ilmiah. Penelitian yang akan saya lakukan berjudul, “Perbandingan Parameter

Fungsi Paru Atlet Putra Cabang Olahraga Individu dan Beregu di Pusat

Pendidikan dan Pelatihan Pelajar Jawa Tengah (Studi pada Cabang Olahraga

Tinju dan Sepak Takraw)”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai perbandingan parameter fungsi

paru antara atlet putra Tinju dan atlet putra Sepak Takraw di PPLP Jawa Tengah.

Dalam penelitian ini subjek akan diminta untuk melakukan manuver VC (vital

capacity), yaitu dengan menarik nafas sedalam-dalamnya dengan lambat


66

kemudian menghembuskan nafas sebanyak mungkin dengan lambat (seperti

bernafas normal), dan manuver FVC (forced vital capacity), yaitu dengan menarik

nafas sedalam-dalamnya kemudian menghembuskan nafas dengan kuat dan cepat.

Kedua manuver tersebut akan dilakukan pada alat Spirometer Spirolab II dan hasil

akhir akan terekam dikomputer untuk selanjutnya dicetak.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dengan memberikan informasi

kepada masyarakat, memberi pengetahuan baru, dan menjadi acuan bagi

penelitian selanjutnya tentang perbandingan parameter fungsi paru pada atlet putra

cabang olahraga Tinju dan Sepak Takraw.

Penelitian yang saya lakukan ini bersifat sukarela dan tidak ada unsur

paksaan. Partisipasi Anda dalam penelitian ini juga tidak akan digunakan dalam

hal-hal yang merugikan Anda dalam bentuk apapun. Data yang didapatkan dari

penelitian ini akan dijamin kerahasiaannya, dan data tersebut hanya akan saya

gunakan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan ilmu pengetahuan.

Demikian penjelasan saya. Terima kasih atas kerjasama Anda dalam

penelitian ini.
67

Judul Penelitian:

PERBANDINGAN PARAMETER FUNGSI PARU ATLET PUTRA CABANG


OLAHRAGA INDIVIDU DAN BEREGU DI PUSAT PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN PELAJAR JAWA TENGAH (Studi Pada Cabang Olahraga Tinju Dan
Sepak Takraw).

Setelah mendengar dan memahami penjelasan tentang penelitian, dengan ini saya

menyatakan:

Nama :..………………………………………………

Tanggal Lahir :………………………………………………..

Usia :………………………………………………..

Pekerjaan :………………………………………………..

Alamat :………………………………………………..

Menyatakan : SETUJU / TIDAK SETUJU*

Semarang, ……………….2016

Peneliti, Saya yang membuat pernyataan,

( Muhammad Syamil Imtiyazi ) ( )

Contact Person: Muhammad Syamil Imtiyazi (081315594140)


*coret yang tidak perlu
68

Lampiran 3 Kuisioner penelitian

No.
Tanggal Pengisian
Cabang Olahraga
i. IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Usia :
Tanggal lahir :
Jenis kelamin :
No telepon :
Berat badan :
Tinggi badan :
Lingkar dada :
ii. Anamnesis
1. Apakah anak Bapak/Ibu memiliki riwayat penyakit pernapasan?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anak Bapak/Ibu memiliki riwayat penyakit jantung?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anak Bapak/Ibu sudah menekuni olahraganya lebih dari 2 tahun?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah anak Bapak/Ibu pernah merokok?
a. Ya
b. Tidak
5. Jika ya, apakah 2 jam terakhir merokok?
a. Ya
b. Tidak
69

Lampiran 4 Data hasil pemeriksaan fungsi paru

Kelompok Tinju

VC FVC FEV1 PEF


Nomor Umur LD BB TB
hasil hasil hasil Hasil
1 15 79,5 51 175 3,53 3,58 3,42 6,83
2 16 82,5 56 175 3,67 3,51 3,44 6,42
3 16 83 54 173 3,54 3,38 3,11 7,53
4 16 92 69 178 4,33 4,09 3,71 7,55
5 17 83 60 172 4,04 3,40 3,30 7,50
6 17 88 58 170 3,94 3,38 3,38 10,81
7 18 89 63 174 3,95 4,04 3,42 6,91
8 18 79 168 53 3,72 3,25 3,11 7,29
9 18 88 69 176 3,50 3,86 3,15 5,42
10 19 84 62 175 4,17 4,11 3,88 8,58
11 19 89 68 175 3,32 3,26 3,15 8,58
70

Kelompok Sepak Takraw

VC FVC FEV1 PEF


Nomor Umur LD BB TB
hasil hasil hasil Hasil
1 16 79 54 169 3,41 3,37 3,26 6,94
2 17 76 57 171 3,28 3,31 3,13 6,02
3 17 76 53 168 3,43 2,42 2,42 5,70
4 17 76 50 170 3,14 2,70 2,68 6,37
5 18 77,5 58 172 3,09 3,09 3,09 7,51
6 17 78 60 170 2,95 3,37 3,37 10,22
7 18 80 65 170 3,88 3,43 3,43 8,24
8 16 73 54 165 3,55 3,56 3,56 6,15
9 17 72,5 58 159 2,33 2,21 2,21 6,41
10 17 79 60 170 3,01 2,85 2,85 6,97
11 18 76 55 170 3,00 3,22 3,12 6,79
71

Lampiran 5 Hasil analisis statistik

Explore

Cabor

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
CABOR N Percent N Percent N Percent
Usia Tinju 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
Takraw 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
TB Tinju 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
Takraw 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
BB Tinju 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
Takraw 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
LD Tinju 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
Takraw 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%

Descriptives
CABOR Statistic Std. Error
Usia Tinju Mean 17.18 .400
Median 17.00
Std. Deviation 1.328
Minimum 15
Maximum 19
Takraw Mean 17.09 .211
Median 17.00
Std. Deviation .701
Minimum 16
Maximum 18
TB Tinju Mean 173.73 .854
Median 175.00
Std. Deviation 2.832
Minimum 168
Maximum 178
Takraw Mean 168.55 1.098
72

Median 170.00
Std. Deviation 3.643
Minimum 159
Maximum 172
BB Tinju Mean 60.27 1.964
Median 60.00
Std. Deviation 6.513
Minimum 51
Maximum 69
Takraw Mean 56.73 1.244
Median 57.00
Std. Deviation 4.125
Minimum 50
Maximum 65
LD Tinju Mean 85.182 1.2797
Median 84.000
Std. Deviation 4.2442
Minimum 79.0
Maximum 92.0
Takraw Mean 76.636 .7201
Median 76.000
Std. Deviation 2.3884
Minimum 72.5
Maximum 80.0

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
CABOR Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Usia Tinju .186 11 .200* .927 11 .379
Takraw .279 11 .017 .822 11 .018
TB Tinju .219 11 .147 .927 11 .386
Takraw .292 11 .010 .733 11 .001
BB Tinju .155 11 .200* .927 11 .382
Takraw .123 11 .200* .972 11 .903
LD Tinju .201 11 .200* .933 11 .442
Takraw .213 11 .174 .924 11 .349
73

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
cabor N Mean Rank Sum of Ranks
Usia Tinju 11 11.77 129.50
Takraw 11 11.23 123.50
Total 22
TB Tinju 11 15.77 173.50
Takraw 11 7.23 79.50
Total 22

Test Statisticsa
Usia TB
Mann-Whitney U 57.500 13.500
Wilcoxon W 123.500 79.500
Z -.205 -3.128
Asymp. Sig. (2-tailed) .837 .002
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .847b .001b
a. Grouping Variable: cabor
b. Not corrected for ties.

T-Test
Group Statistics
cabor N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
BB Tinju 11 60.27 6.513 1.964
Takraw 11 56.73 4.125 1.244
LD Tinju 11 85.182 4.2442 1.2797
Takraw 11 76.636 2.3884 .7201
74

Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Sig. (2- Mean Std. Error Difference
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
BB Equal variances
3.235 .087 1.525 20 .143 3.545 2.325 -1.303 8.394
assumed
Equal variances
1.525 16.912 .146 3.545 2.325 -1.361 8.452
not assumed
LD Equal variances
6.719 .017 5.820 20 .000 8.5455 1.4684 5.4824 11.6085
assumed
Equal variances
5.820 15.756 .000 8.5455 1.4684 5.4287 11.6622
not assumed

Explore

Cabor

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
CABOR
N Percent N Percent N Percent
VC Tinju 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
Takraw 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
FVC Tinju 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
Takraw 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
FEV1 Tinju 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
Takraw 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
PEF Tinju 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
Takraw 11 100.0% 0 0.0% 11 100.0%
75

Descriptives
CABOR Statistic Std. Error
VC Tinju Mean 3.7918 .09539
Median 3.7200
Std. Deviation .31638
Minimum 3.32
Maximum 4.33
Takraw Mean 3.1882 .12053
Median 3.1400
Std. Deviation .39975
Minimum 2.33
Maximum 3.88
FVC Tinju Mean 3.6236 .10174
Median 3.5100
Std. Deviation .33744
Minimum 3.25
Maximum 4.11
Takraw Mean 3.0482 .13391
Median 3.2200
Std. Deviation .44411
Minimum 2.21
Maximum 3.56
FEV1 Tinju Mean 3.3700 .07523
Median 3.3800
Std. Deviation .24952
Minimum 3.11
Maximum 3.88
Takraw Mean 3.0109 .12886
Median 3.1200
Std. Deviation .42737
Minimum 2.21
Maximum 3.56
PEF Tinju Mean 7.5836 .42157
Median 7.5000
Std. Deviation 1.39819
Minimum 5.42
Maximum 10.81
76

Takraw Mean 7.0291 .38522


Median 6.7900
Std. Deviation 1.27763
Minimum 5.70
Maximum 10.22

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
CABOR Statistic df Sig. Statistic df Sig.
VC Tinju .151 11 .200* .961 11 .779
Takraw .185 11 .200* .954 11 .695
FVC Tinju .201 11 .200* .856 11 .051
Takraw .196 11 .200* .900 11 .183
FEV1 Tinju .208 11 .200* .886 11 .124
Takraw .210 11 .191 .937 11 .488
PEF Tinju .237 11 .085 .919 11 .310
Takraw .246 11 .062 .838 11 .029
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

T-Test
Group Statistics
CABOR N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
VC Tinju 11 3.7918 .31638 .09539
Takraw 11 3.1882 .39975 .12053
FVC Tinju 11 3.6236 .33744 .10174
Takraw 11 3.0482 .44411 .13391
FEV1 Tinju 11 3.3700 .24952 .07523
Takraw 11 3.0109 .42737 .12886
77

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Sig. (2- Mean Std. Error Difference
F Sig. T df tailed) Difference Difference Lower Upper
VC Equal variances
.080 .781 3.927 20 .001 .60364 .15371 .28300 .92427
assumed
Equal variances
3.927 18.998 .001 .60364 .15371 .28192 .92536
not assumed
FVC Equal variances
.861 .365 3.422 20 .003 .57545 .16817 .22465 .92626
assumed
Equal variances
3.422 18.660 .003 .57545 .16817 .22303 .92788
not assumed
FEV1 Equal variances
3.428 .079 2.407 20 .026 .35909 .14921 .04784 .67034
assumed
Equal variances
2.407 16.108 .028 .35909 .14921 .04295 .67524
not assumed

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
CABOR N Mean Rank Sum of Ranks
PEF Tinju 11 13.45 148.00
Takraw 11 9.55 105.00
Total 22

Test Statisticsa
PEF
Mann-Whitney U 39.000
Wilcoxon W 105.000
Z -1.412
Asymp. Sig. (2-tailed) .158
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .171b
78

a. Grouping Variable: cabor


b. Not corrected for ties.
79

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

You might also like