You are on page 1of 6

Meluruskan Kisah Hari-hari Terakhir

Nabi Muhammad saw.


23-Mei-2016 Oleh Habib bin Hilal
Rate this item: Submit Rating
No votes yet.

Berikut ini adalah kisah hari-hari terakhir Nabi


Muhammad saw., menjelang kematian beliau yang didasari dengan rujukan
terpercaya.Tulisan ini sekaligus meluruskan kisah yang diduga fiktif mengenai
tangis terakhir Rasulullah saw.
Semoga bermanfaat.

Kisah Wafat Nabi Muhammad saw.


Sekitar tiga bulan sepulang menunaikan haji wada’, beliau shallallaahu ’alaihi
wasallam menderita sakit yang cukup serius.[1]

Beliau pertama kali mengeluhkan sakitnya di rumah Ummul-Mukminin


Maimunah radliyallaahu ’anhaa[2]. Beliau sakit selama 10 hari,[3] dan
akhirnya wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul-Awwal[4] pada usia 63
tahun.[5]
Dan telah shahih (satu riwayat yang menyatakan) bahwa sakit beliau tersebut
telah dirasakan semenjak tahun ketujuh pasca penaklukan Khaibar, yaitu setelah
beliau mencicipi sepotong daging panggang yang telah dibubuhi racun yang
disuguhkan oleh istri Sallaam bin Masykam Al-Yahudiyyah. Walaupun beliau
sudah memuntahkannya dan tidak sampai menelannya, namun pengaruh racun
tersebut masih tersisa.[6]

Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam meminta ijin kepada istri-istrinya agar


diperbolehkan untuk dirawat di rumah ’Aisyah Ummul-Mukminiin.[7] Ia
(’Aisyah) mengusap-usapkankan tangan beliau pada badan beliau sambil
membacakan surat Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas).[8].
Ketika beliau shallallaahu ’alaihi wasallam dalam keadaan kritis, beliau berkata
kepada para shahabat :

‫كتابَا لا تضلوا بعده‬


ً ‫هلموا أكتب لكم‬

”Kemarilah, aku ingin menulis untuk kalian yang dengan itu kalian tidak akan
tersesat setelahnya”.

Terjadi perselisihan di antara mereka. Sebagian berkeinginan memberikan alat-


alat tulis (sebagaimana permintaan beliau), sebagian yang lain tidak setuju karena
khawatir hal itu justru akan memberatkan beliau. Belakangan menjadi jelas bahwa
perintah untuk menghadirkan alat tulis itu bukan merupakan hal yang wajib,
namun merupakan sebuah pilihan.

Ketika mendengar ’Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu ’anhu mengatakan :


(‫” )حسبنا كتاب هللا‬Kami telah cukup dengan Kitabullah”; maka beliau tidak
mengulangi permintaannya tersebut. Seandainya hal itu merupakan satu
kewajiban, tentu beliau akan menyampaikannya dalam bentuk pesan.

Sebagaimana pada saat itu beliau berpesan secara langsung kepada mereka agar
mengeluarkan orang-orang musyrik dari Jazirah ’Arab dan agar memuliakan
rombongan delegasi yang datang ke Madinah.[9]

Pesan untuk Fatimah


Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam memanggil Fathimah radliyallaahu ’anhaa
yang kemudian membisikinya yang dengan itu kemudian Fathimah menangis.
Beliau memanggil kembali dan membisikinya yang dengan itu kemudian
Fathimah tersenyum.
Setelah wafat, Fathimah menjelaskan bahwa ia menangis karena dibisiki bahwa
beliau akan wafat, dan ia tersenyum karena dibisiki bahwa ia merupakan anggota
keluarganya yang pertama yang akan menyusul beliau.[10]

Dan salah satu tanda nubuwwah tersebut akhirnya terbukti.

Abu Bakar Menjadi Imam


Sakit yang beliau derita semakin bertambah berat sehingga beliau tidak sanggup
keluar untuk shalat bersama para shahabat. Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam
bersabda :

‫مروا أبا بكر فليصل بالناس‬

”Suruhlah Abu Bakr agar shalat mengimami manusia”.

’Aisyah berusaha agar beliau shallallaahu ’alaihi wasallam menunjuk orang lain
saja karena khawatir orang-orang akan berprasangka yang bukan-bukan kepada
ayahnya (Abu Bakr). ’Aisyah berkata :

‫إن أبا بكر رجل رقيق ضعيف الصوت كثير البكاء إذا قرأ القرآن‬

”Sesungguhnya Abu Bakr itu seorang laki-laki yang fisiknya lemah, suaranya
pelan, mudah menangis ketika membaca Al-Qur’an”.[11]

Namun beliau tetap bersikeras dengan perintahnya tersebut. Akhirnya Abu Bakr
maju menjadi imam shalat bagi para shahabat.[12] Pada satu hari, Nabi
shallallaahu ’alaihi wasallam keluar dengan dipapah oleh Ibnu ’Abbas dan ’Ali
radliyallaahu ’anhuma untuk shalat bersama para shahabat, dan kemudian beliau
berkhutbah. Beliau memuji-muji serta menjelaskan keutamaan Abu Bakr
radliyallaahu ’anhu dalam khutbahnya tersebut dimana ia (Abu Bakr) disuruh
memilih oleh Allah antara dunia dan kahirat, namun ia memilih akhirat.[13]

Khutbah terakhir yang beliau sampaikan tersebut adalah 5 hari sebelum wafat
beliau. Beliau berkata di dalamnya :
‫عبدا عرضت عليه الدنيا وزينتها فاختار الآخرة‬
ً ‫إن‬

”Sesungguhnya ada seorang hamba yang ditawari dunia dan perhiasannya,


namun justru ia memilih akhirat”.

Abu Bakr paham bahwa yang dimaksud adalah dirinya. Ia pun menangis. Melihat
hal tersebut, orang-orang merasa heran karena mereka tidak paham apa yang
dirasakan oleh Abu Bakr.[14]

Hari Wafatnya Rasulullah Muhammad


Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam membuka tabir kamar ’Aisyah pada waktu
shalat Shubuh, hari dimana beliau wafat, dan kemudian beliau memandang
kepada para shahabat yang sedang berada pada shaf-shaf shalat. Kemudian
beliau tersenyum dan tertawa kecil seakan-akan sedang berpamitan kepada
mereka.

Para shahabat merasa sangat gembira dengan keluar beliau tersebut. Abu Bakr
pun mundur karena mengira bahwa Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam ingin
shalat bersama mereka. Namun beliau memberikan isyarat kepada mereka
dengan tangannya agar menyelesaikan shalat mereka.

Beliau kemudian kembali masuk kamar sambil menutup tabir.


Fathimah masuk menemui beliau shallallaahu ’alaihi wasallam dan berkata :
”Alangkah berat penderitaan ayah”. Maka beliau menjawab :

‫ليس على أبيك كرب بعد اليوم‬

”Setelah hari ini, tidak akan ada lagi penderitaan”.[15]

Usamah bin Zaid masuk, dan beliau memanggilnya dengan isyarat. Beliau sudah
tidak sanggup lagi berbicara dikarenakan sakitnya yang semakin berat.[16]

Pada saat-saat menjelang ajal, beliau bersandar di dada ’Aisyah. ’Aisyah


mengambil siwak pemberian dari saudaranya yang bernama ’Abdurrahman. Ia
lalu menggigit siwak tersebut dengan giginya dan kemudian memberikannya
kepada beliau shallallaahu ’alaihi wasallam. Beliaupun lantas bersiwak
dengannya.[17]

Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam kemudian memasukkan tangannya ke


dalam bejana yang berisi air dan membasuh mukanya. Beliau pun bersabda :

‫لا إله إلا هللا إن للموت سكرات‬

”Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Sesungguhnya pada setiap
kematian itu ada saat-saat sekarat”.[18]

Dan ’Aisyah samar-samar masih sempat mendengar sabda beliau :

‫مع الذين أنعم هللا عليهم‬

”Bersama orang-orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah”.[19]

Lalu beliau pun berdoa :

‫اللهم في الرفيق الأعلى‬

”Ya Allah, pertemukan aku dengan Ar-Rafiiqul-A’laa (Allah)”.

’Aisyah mengetahui bahwasannya beliau pada saat itu disuruh memilih, dan
beliau pun memilih Ar-Rafiiqul-A’laa (Allah).[20]

Catatan kaki:

[1] [Al-Bidaayah wan-Nihaayah, 5/101].


[2] [Fathul-Baariy, 8/129].
[3] [Fathul-Baariy, 8/129].
[4] [Fathul-Baariy, 8/130].
[5] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/150).
[6] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/131).
[7] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/141)
[8] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/131).
[9] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/132).
[10] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 1/208).
[11] Siirah Ibni Hisyaam, 4/330 dengan sanad shahih
[12] Lihat Al-Bidaayah wan-Nihaayah oleh Ibnu Katsir, 5/232-233.
[13] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy 8/141).
[14] Musnad Ahmad (Fathur-Rabbaaniy, 21/222)
[15] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/149).
[16] Sirah Ibni Hisyaam, 4/329 dengan sanad shahih.
[17] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/139).
[18] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/144).
[19] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/136).
[20] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/136); dan Siirah Ibni Hisyaam, 4/329 dengan sanad shahih.
Sumber: Abul-Jauzaa.blogspot.com

You might also like