You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN STRUMA NODUSA NON TOKSIK (SNNT)

OLEH :

GEK FITRINA DWI SARIASIH

P07120015095

TINGKAT III.3 DIII KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN STRUMA NODUSA NON TOKSIK (SNNT)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet
iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran
kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang
dihasilkan.

2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering
terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung
iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol, lobak, dan
kacang kedelai).
2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide, sulfonylurea
dan litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada masa
pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi
dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid yang
dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut
(Brunicardi et al, 2010).

3. Klasifikasi
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non- toksik, struma
difusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa non-toksik. Dimana
istlah toksik dan nontoksik ini merujuk pada adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid (kelenjar tiroid aktif menghasilkan
hormone tiroid secara berlebihan) dan hipotiroid (produksi hormone tiroid
kurang dari kebutuhan tubuh). Sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih
berfokus kepada bentuk pembesaran kelenjar tiroid.
a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan diseluruh
kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma diffusa toksik
(disertai gejala hipertiroidisme) dan struma diffusa non toksik (tanpa tanda
dan gejala hipertiroidisme).
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar tiroid,
yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut ditandai dengan
benjolan di leher yang bergerak pada saat menelan. Nodul mungkin
tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak
berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma.
Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat
menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita
dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon tiroid
sehingga produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkan
hormon tiroid. sering tidak menampakkan gejala/keluhan karena pasien
tidak mengalami hipotiroidisme ataupun hipertiroidisme.

4. Manifestasi klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat beberapa
manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
c. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
d. Pasien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena pasien hiperaktif dengan meningkatnya
denyut nadi.
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan
5. Komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1) Perdarahan
2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan.
5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7) Trakeumalasia (melunaknya trakea).

6. Patofisiologi
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang disekresikan
oleh kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya, dipengaruhi oleh tirotropin
releasing hormone (TRH) dari hipothalamus. TSH menyebabkan pertumbuhan,
diferensiasi sel, dan produksi hormon tiroid serta sekresinya oleh kelenjar tiroid.
Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Hormon tiroid dalam
serum (levothyroxine dan triiodothyronine) menyebabkan feedback ke pituitari,
yang mengatur produksi TSH. Rangsangan pada reseptor TSH oleh TSH, TSH-
receptor antibodi, atau TSH receptor agonist, seperti chorionic gonadotropin,
bisa menyebabkan struma diffuse. Ketika sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel
peradangan, atau sel-sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk nodul
tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk menormalkan
kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa terbentuk struma.
Penyebab kekurangan hormon tiroid bisa karena gangguan pada sintesisnya,
kekurangan iodium, dan goitrogen.
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH receptor
merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari terhadap hormon tiroid,
adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang menghasilkan human
chorionic gonadotropin

7. Pathway

Defisiensi iodium Kelainan metabolic Hyperplasia dan


kongential involusi kelenjar tiroid
Sintesis hormone tiroid berkurang

Produksi TSH ↓

Peningkatan jumlah sel dan


hyperplasia dari kelenjar tiroid

Struma

Pre Operasi Post Operasi

Kurangnya Obstruksi Terputusnya Saraf Efek


informasi pada saluran kontinuitas laryngeal/ anastesi
mengenai pernafasan jaringan nervus
Sesak ↑asam Kekuatan
penyakitnya reccurent
nafas, Terdapat lambung otot
Khawatir Nyeri teramputasi
Gangguan menurun
terhadap frekuensi pada luka
neuromus- ↑produk-
kondisinya nafas ↑, luka
kular si saliva
bunyi operasi
nafas
tambahan
Gangguan
Terpapar kesimba-
Ansietas ngan
organisme Tidak bisa Rasa mual
Sulit tidur, Nyeri akut tubuh
pathogen berbicara
sering
lingkungan
Bersihan terjaga, Nausea
Risiko Gangguan
jalan nafas jumlah waktu
Infeksi komunika-
tidak efektif tidur kurang
si verbal Risiko
dari
8. Pemeriksaan Diagnostik
Gangguan Jatuh
kebutuhan
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pola Tiidur
1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar
normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat
membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara
1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk
mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L.
Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita
dengan penyakit tiroid autoimun :
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)

b. Sidik (scanning) tiroid


Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi
tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila
uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut cold
area (pada neoplasma).
c. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau padat.
Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid dan kistik. Bila hasil
USG memberikan gambaran solid (padat) maka selanjutnya dapat dilakukan
pemeriksaan scanning tiroid.
d. Radiologi
1) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion
(papiler), cloudy (folikuler).
2) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.

e. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat
ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan patologi
anatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid dan memiliki nilai akurasi
paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum Halus
atau Fine Needle Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh
operator yang sudah berpengalaman. Di tangan operator yang terampil, BAJAH
dapat menjadi metode yang efektif untuk membedakan jinak atau ganas pada
nodul soliter atau nodul dominan dalam struma multinodular. BAJAH
mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%. Bila BAJAH
dikerjakan dengan baik maka akan menghasilkan angka negatif palsu kurang
dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.
f. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH ialah
dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.

9. Penatalaksanaan
a. Konservatif/medikamentosa
Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat awal,
rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif, pada
kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2) Struma toksik :
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-tiroid,
dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir dari
tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4). Diberikan
dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila
menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari
selama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin
dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid.
Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak
digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam mengurangi
vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama
14 hari.
b. Radioterapi
Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien yang telah
diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi
radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko
tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi
merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya pembesaran
kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa gangguan menelan, suara
parau dan gangguan pernafasan, keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat satulobus kelenjar tiroid beserta isthmus
(struktur yang menghubungkan lobus kanan dan kiri dari kelenjar tiroid).
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal
sinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan limfoid
pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan nervus
naccessories, vena jugularis eksterna dan interna, musculus
sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus serta kelenjar ludah
submandibularis

10. Pencegahan
a. Pemberian edukasi
Pemberian edukasi ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, khususnya
mengenai pola makan dan memasyarakatkan penggunaan garam beriodium.
b. Pemberian kapsul minyak beriodium, terutama bagi penduduk yang berada
di wilayah endemic sedang dan berat.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah
endemic, diberikan endemic 40%tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang
dewasa dan anak diatas enam tahun 1 cc, sedangkan yang usianya sedang
atau kurang dari enam tahun hanya diberikan 0,2 – 0,8 cc.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SNNT


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan, pekerjaan, no rm,
diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nama penanggung jawab,
alama, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
b. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada pasien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher.
Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi keluhan yang dirasakan pada
umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
2) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena
penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit
gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.

4) Riwayat kesehatan keluarga


Adakah anggota keluarga yang menderita sama dengan pasien saat ini.

c. Pola Kebutuhan
1) Respirasi : biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek
dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
2) Aktivitas/ istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat,
atrofi otot dan terjadinya gangguan pola tidur
3) Integritas ego : pasien mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik,
emosi labil, depresi yang dapat disebabkan karena kurangnya informasi yang
dimilikinya mengenai penyakit yang dideritanya.
4) Makanan/cairan : kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan
meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah,
pembesaran tyroid.
5) Rasa nyaman : pada pasien post operasi akan mengalami nyeri pada luka bekas
operasi. Selain nyeri, juga gangguan pada pemenuhan kebutuhan rasa nyaman
berupa adanya rasa mual (nausea) akibat peningkatan asam lambung yang
menjadi efek samping dari anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang
sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
6) Rasa aman : pasien post operasi akan terjadi gangguan dalam pemenuhan rasa
aman karena pasien akan mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi
akibat dari efek dari pembedahan sehingga risiko jatuh pada pasien akan
meningkat.
7) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung
meningkat.
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Wajah dan Mata : wajah tampak pucat, kantung mata (+), lingkaran mata
(+), konjungtiva anemis
b) Mulut : Mukosa mulut kering
c) Leher : pada pasien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar
tiroid yang ditunjukkan dengan adanya benjolan pada leher. Sedangkan pada
pasien post operasi biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah
ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang
drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
d) Dada : adanya pergerakan otot bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan,
frekuensi nafas cenderung lebih cepat.
e) Ekstremitas: mengalami penurunan kekuatan otot yang menjadi efek dari
anastesi sehingga terjadi gangguan keseimbangan saat melakukan aktivitas.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit SNNT antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
nafas
b. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
h. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas1. Respiratory status : 1. Airway suction
Ventilation
tidak efektif a. Auskultasi suara nafas pasien
2. Respiratory status :
b. Monitor status oksigen pasien
berhubungan dengan
Airway patency c. Berikan oksigen apabila pasien
benda asing dalam jalan3. Aspiration Control
menunjukkan bradikardi,
nafas
peningkatan saturasi O2, dll.
Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan selama 2. Airway Management
3 x 24 jam diharapkan a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
bersihan jalan nafas tidak chin lift atau jaw thrust bila perlu
b. Auskultasi suara nafas, catat
efektif dapat berkurang
adanya suara tambahan
atau hilang, dengan kriteria
c. Monitor respirasi dan status O2
hasil : d. Posisikan pasien untuk
a. Menunjukkan jalan memaksimalkan ventilasi
e. Identifikasi pasien perlunya
nafas yang paten
pemasangan alat jalan nafas buatan
(pasien tidak merasa
f. Atur intake untuk cairan
tercekik, irama nafas,
mengoptimalkan keseimbangan.
frekuensi pernafasan
dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas
abnormal.
b. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas

2 Nausea berhubungan1. Nausea and vomiting 1. Nausea Management


a. Kaji rasa mual secara
dengan efek agen control
2. Nausea and vomiting komperehensif mulai dari
farmakologis
severity frekuensi, durasi, tingkat mual dan
Setelah dilakukan tindakan faktor yang menyebabkan pasien
asuhan keperawatan selama mual.
b. Evaluasi efek mual terhadap nafsu
3 x 24 jam diharapkan rasa
makan pasien, aktivitas sehari –
mual pasien hilang atau
hari dan pola tidur pasien
berkurang. Dengan kriteria
c. Berikan istirahat dan tidur yang
hasil :
adekuat
a. Pasien mengatakan d. Berikan KIE makan sedikit –
rasa mual berkurang sedikit tetapi sering dan dalam
atau tidak mual lagi keadaan hangat
e. Kolaborasi pemberian antiemetic
b. Pasien mengatakan
tidak muntah
c. Tidak ada peningkatan
kelenjar saliva

3 Ansietas berhubungan 1. Anxiety self control 1. Anxiety Reduction (Pengurangan


2. Anxiety level
dengan kurang terpapar kecemasan)
3. Coping
a. Gunakan pendekatan yang
informasi
menenangkan dan menyakinkan.
Setelah dilakukan tindakan
b. Dorong pasien mengungkapkan
asuhan keperawatan selama
kecemasan yang dialaminya.
3 x 24 jam diharapkan c. Dengarkan pasien dengan penuh
kecemasan pasien hilang perhatian.
d. Kaji tanda kecemasan yang
atau berkurang, dengan
diungkapkan secara verbal maupun
kriteria hasil :
nonverbal.
a. Mampu
e. Beri pujian atau kuatkan perilaku
mengindentifikasi dan
yang baik secara tepat.
mengungkapan (tanda f. Ajak melakukan teknik relaksasi
dan gejala) kecemasan. nafas dalam
b. Mengatakan 2. Peningkatan Koping
a. Berikan informasi mengenai
kecemasan sudah
penyakit, yang dideritanya
berkurang yang
b. Dukung keterlibatan keluarga untuk
dinyatakan verbal
mendampingi pasien
maupun nonverbal.
c. Pasien tampak tenang
dan adanya dukungan
keluarga
4 Nyeri akut1. Pain level 1. Pain management
2. Pain control 2. Analgesic administration
berhubungan denga
3. Comfort level a. Observasi TTV
agen pencedera fisik b. Kaji karakteristik nyeri secara
Setelah dilakukan tindakan
(prosedur operasi) komprehensif (penyebab, kualitas,
asuhan keperawatan selama
intensitas, skala nyeri) yang
3 x 24 jam diharapkan
diungkapkan secara verbal dan
nyeri berkurang pasien
nonverbal
hilang atau berkurang
c. Berikan posisi yang nyaman
dengan d. Ajarkan teknik relaksasi baik nafas
kriteria hasil : dalam ataupun distraksi
e. Kolaborasi pemberian obat
a. Pasien mengatakan
analgesik
nyeri berkurang yang
diekspresikan melalui
verbal dan non verbal
b. Mampu mengontrol
nyeri dengan
manajemen nyeri
5 Gangguan komunikasi1. Anxiety self control 1. Communication enhancement :
2. Coping
verbal berhubungan Speech deficit
3. Sensory fundion :
2. Anxiety reduction
dengan gangguan
hearing & vision a. Kaji kemampuan berbicara pasien
neuromuscular 4. Fear self control b. Kaji kemampuan lain yang dimiliki
pasien
c. Dengarkan dengan penuh perhatian
Setelah dilakukan tindakan
d. Berikan pujian atas kemampuan
asuhan keperawatan selama
yang dimiliku
3 x 24 jam diharapkan e. Berikan fasilitas yang dapat
gangguan komunikasi digunakan untuk berkomunikasi
verbal pasien berkurang. (buku, pulpen, pensil, dan perlatan
Dengan kriteria hasil : lainnya yang dapat digunakan
a. Mampu berkomunikasi komunikasi dua arah secara
dengan menunjukkan optimal)
f. Ajarkan menyampaikan informasi
ekspresi verbal dan
dengan bahasa isyarat
atau non verbal yang
g. Dorong partisipasi keluarga dalam
bermakna
proses penyembuhan
b. Mampu
h. Kolaborasi pemberian terapi wicara
mengkoordinasikan
gerakan dalam
menggunakan bahasa
isyarat
c. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
d. Mampu memanajemen
kemampuan fisik yang
dimiliki
e. Mampu menerima ,
memahami dan
menyampaikan pesan
6 Gangguan pola tidur1. Anxiety reduction 1. Sleep enhancement
2. Comfort level a. Kaji kebutuhan tidur pasien
berhubungan dengan
3. Pain level b. Kaji kualitas dan kuantitas tidur
adanya nyeri 4. Rest : Extent and
pasien
Pattern c. Identifikasi penyebab gangguan
5. Sleep : Extent and
pola tidur yang dialami pasien
Pattern d. Berikan lingkungan yang nyaman
Setelah dilakukan tindakan dan kurangi factor penyebabkan
asuhan keperawatan selama gangguan pola tidur
e. Beri KIE pentingnya pemenuhan
3 x 24 jam diharapkan
waktu tidur terhadap kesehatan
gangguan komunikasi
f. Ajarkan teknik relaksasi
verbal pasien berkurang. g. Dorong keluarga pasien untuk
Dengan kriteria hasil : membantu peningkatan kuantitas
a. Pasien dapat tidur dan kualitas tidur pasien
h. Kolaborasi pemberian obat untuk
dengan tenang
b. Jumlah tidur pasien mengurangi dampak dari factor
sesuai dengan penyebab yang menimbulkan
kebutuhan pasien (6-8 gangguan tidur
i. Kolaborasi pemberian makanan
jam/hari)
seperti susu

7 Risiko infeksi 1. Immune status 1. Infection control


2. Knowledge : Infection (Kontrol Infeksi )
berhubungan dengan
control
efek prosedur invasif a. Monitor keadaan luka
3. Risk control
b. Monitor tanda dan gejala infeksi
c. Monitor kadar WBC, granulosit
d. Berikan perawatan luka secara
Setelah dilakukan tindakan
berkala dengan teknik yang tepat
asuhan keperawatan selama
e. Berikan lingkungan yang bersih
3 x 24 jam diharapkan f. Berikan KIE pasien dan keluarga
risiko infeksi pasien hilang mengenai personal hygiene (seperti
atau berkurang, dengan cara mencuci tangan yang benar)
kriteria hasil : untuk menghindari adanya factor
a. Tidak tampak adanya pemicu infeksi
g. Kolaborasi pemberian antibiotic
tanda dan gejala infeksi
b. Jumlah leukosit dalam
batas normal
c. Menunjukkan perilaku
hidup sehat

8 Risiko jatuh 1. Trauma risk for 1. Fall prevention


a. Identifikasi defisit kognisi atau fisik
berhubungan dengan 2. Injury risk for
pasien
efek agen farmakologis
Setelah diberikan b. Identifikasi karakteristik lingkungan
asuhan keperawatan yang berpotensi menyebabkan
selama 3 x 24jam kejadian jatuh
c. Pasang belt pengaman pada tepi
diharapkan tidak ada
tempat tidur dan kunci roda tempat
kejadian jatuh dengan
tidur setelah melakukan mobilisasi
kriteria hasil : d. Bantu memenuhi ADLs pasien
e. Ajarkan pasien dan keluarga pasien
a. Mampu
menjaga lingkungan yang aman dan
mempertahakan
terhindar dari kejadian jatuh
keseimbangan tubuh
b. Tidak terjadi kejadian
jatuh
c. Mempunyai
pemahaman dan
perilaku pencegahan
kejadian jatuh
d. Lingkungan aman

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan
yang ditarik dari evaluasi menentukan menentukan apakah intervensi
keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah untuk memperbaiki
kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan (Kozier, 2010).
Adapun beberapa evaluasi keperawatan yang ingin dicapai sesuai dengan
masalah keperawatannya antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam
jalan nafas. Kriteria hasil yang ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Pasien menunjukkan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak
ada suara nafas abnormal
2) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas
b. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis. Kriteria hasil yang
ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Pasien mengatakan rasa mual berkurang atau tidak mual lagi
2) Pasien mengatakan tidak muntah
3) Tidak ada peningkatan kelenjar saliva
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi. Kriteria hasil yang
ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Mampu mengindentifikasi dan mengungkapan (tanda dan gejala)
kecemasan.
2) Mengatakan kecemasan sudah berkurang yang dinyatakan verbal
maupun nonverbal.
3) Pasien tampak tenang dan adanya dukungan keluarga
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi).
Kriteria hasil yang ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Pasien mengatakan nyeri berkurang yang diekspresikan melalui verbal
dan non verbal
2) Mampu mengontrol nyeri dengan manajemen nyeri
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
Kriteria hasil yang ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan:
1) Mampu berkomunikasi dengan menunjukkan ekspresi verbal dan atau
non verbal yang bermakna
2) Mampu mengkoordinasikan gerakan dalam menggunakan bahasa isyarat
3) Mampu mengontrol respon ketakutan dan kecemasan terhadap
ketidakmampuan berbicara
4) Mampu memanajemen kemampuan fisik yang dimiliki
5) Mampu menerima , memahami dan menyampaikan pesan
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri. Kriteria hasil yang
ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Pasien dapat tidur dengan tenang dan nyenyak
2) Jumlah tidur pasien sesuai dengan kebutuhan pasien (6-8 jam/hari)
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive. Kriteria hasil
yang ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Tidak tampak adanya tanda dan gejala infeksi
2) Jumlah leukosit dalam batas normal
3) Menunjukkan perilaku hidup sehat
h. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan. Kriteria hasil
yang ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Mampu mempertahakan keseimbangan tubuh
2) Tidak terjadi kejadian jatuh
3) Mempunyai pemahaman dan perilaku pencegahan kejadian jatuh
4) Lingkungan aman

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Syamat, dkk, 2006. Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam,EGC : Jakarta.
Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja.
Potter and Perry. 2006. Fundamental Keperawatan . Volume 2. Jakarta:EGC
Price, Sylvia A. 2009. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Reeves, J.C.2007. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intervensi
NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

You might also like