You are on page 1of 23

MANAJEMEN MODAL KERJA

7.1 Pendahuluan
Manajemen modal kerja berkaitan dengan investasi pada aktiva lancer dan hutang lancar,
terutama mengenai bagaimana menggunakan dan komposisi keduanya akan mempengaruhi
resiko. Manajemen modal kerja yang efektif sangat penting untuk pertumbuhan kelangsungan
perusahaan dalam jangka panjang.
Pada dasarnya modal kerja berbeda dengan aktiva tetap, khususnya dalam waktu
yang diperlukan untuk memperbaharui aktiva tersebut, atau dengan kata lain aktiva tetap
akan memerlukan waktu lebih dari satu periode atau satu tahun. Sedangkan investasi
modal kerja biasanya akan berputar kurang dari satu periode normal operasi perusahaan.

7.2 pengertian dan Klasifikasi Modal kerja


Modal kerja diperlukan perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan. Apabila
perusahaan kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan dan meningkatkan
produksinya, maka besar kemungkinan akan kehilangan pendapatan dan keuntungan .investasi
modal kerja merupakan proses terus menerus selama perusahaan beroperasi. Pada umumnya ada
dua pengertian modal kerja yaitu :
1. Gross Working Capital (Modal Kerja Bruto)
Modal kerja dalam pengertian ini mengacu pada konsep kuantitatif, yang mendasarkan
pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur- unsur aktiva lancar dan aktiva ini
adalah aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dengan dana
yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan
demikian modal kerja menurut pengertian ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva
lancar.
2. Net Working Capital ( Modal Kerja Neto )
Pengertian net working capital didasarkan atas konsep kualitatif, yaitu dikaitkan dengan
besarnya jumlah hutang lancar atau hutang yang segera harus dibayar.Dengan demikian
modal kerja menurut pengertian ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar- benar
dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya,
yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancarnya.
W.B. Taylor modal kerja mengklasifikasikan modal kerja menjadi dua yaitu:
a. Modal Kerja Permanen ( Permanent Working Capital)
Yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan
fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus menerus diperlakukan
untuk kelancaran usaha. Modal kerja ini dapat dibedakan menjadi :
1) Modal Kerja Primer ( Primery Working Capital )
yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk
menjamin kontinuitas usahanya.
2) Modal Kerja Normal ( Normal Working Capital )
yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi
yang normal. Pengertian “normal” di sini adalah dalam artian yang dinamis.
b. Modal Kerja Variabel ( Variabel Working Capital )
yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah- ubah sesuai dengan perubahan keadaan, dan
modal kerja ini dibedakan antara :
1) Modal Kerja Musiman ( Seasonal Working Capital )
yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah- ubah disebabkan karena fluktuasi
musiman.
2) Modal Kerja Siklis ( Cyclical Working Capital )
yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah- ubah disebabkan karena fluktuasi
konjungtur.
3) Modal Kerja Darurat ( Emergency Working Capital )
yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah- ubah disebabkan karena adanya keadaan
darurat yang tidak diketahui sebelumnya ( misalnya adanya pemogokan buruh,
banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak).

7.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Besarnya Modal Kerja


Pada dasarnya modal kerja berbeda dengan aktiva tetap, hanya pada waktu yang diperlukan
untuk memperbaharui aktiva tetap tersebut atau dengan kata lain, aktiva tetap akan memerlukan
waktu lebih dari satu periode atau satu tahun. Sedangkan investasi modal kerja akan berputar
kurang dari satu tahun periode normal operasi perusahaan. Besar kecilnya modal kerja
merupakan fungsi dari berbagai faktor seperti:
a. Jenis produk yang dibuat
b. Jangka waktu siklus operasi
c. Tingkat penjualan, semakin tinggi tingakt penjualan maka kebutuhan investasi pada
persediaan juga akan semakin tinggi.
d. Kebijakan persediaan
e. Kebijakan penjualan kredit
f. Efisiensi manajemen aktiva lancar

7.4 Bagaimana Modal Kerja Dipenuhi


Perusahaan tidak hanya berkepentingan mengenai tingkat aktiva lancar, tetapi juga
penentuan proporsi hutang jangkan pendek dan panjang yang dipergunakan.Keputusan ini
menyangkut trade off antara profitabilitas dan risiko.
Kebutuhan dana perusahaan meliputi investasi aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar
itu sendiri dapat dibagi menjadi dua kategori : (1) aktiva lancar permanen (2) aktiva lancar yang
berfluktuasi.bagi manajer keuangan sangat penting untuk menganalisis berapa besar kebutuhan
aktiva lancar yang sifatnya permanen dan yang berfluktuasi, untuk kemudia memilih sumber
dana untuk membiayai investasi itu baik aktiva lancar maupun aktiva tetap.terdapat tiga alternatif
pemenuhan kebutuhan dana dalam kaitan aktiva lancar :
1. Matching approach, akan membiayai investasi aktiva tetap dan aktiva lancar permanen
dengan sumber jangka panjang, baik itu hutang jangka panjang maupun modal sendiri.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari risiko perusahaan apabila sumber dana yang
digunakan adalah suber dana jangka pendek, maka pada saat jatuh tempo perusahaan
t
i
d
a
k

d
a
p
a
t

m
e
m
bayar kembali.

2. Conservatif approach, akan membiayai investasi aktiva tetap dan aktiva lancar permanen
serta sebagian aktiva lancar yang berfluktuasi dengan hutang jangka panjang atau modal
sendiri. Proporsi hutang jangka pendek akan lebih kecil dibandingkan dengan matching
approach. Keputusan ini dimaksudkan untuk lebih memperkecil resiko meskipun akan
memperkecil keuntungan yang diharapkan tersedia untuk pemegang saham karena biaya
hutang jangka panjang pada umumnya lebih besar dari pada biaya hutang jangka pendek.
3. Agresive approach, adalah pendekatan dalam pemenuhan kebutuhan dana dengan
menggunakan proporsi hutang jangka pendek yang lebih besar, jiak dibandingkan dengan
pendekatan lain. Perusahaan yang menggunakan pendekatan ini menanggung
pengembalian hutang jangka pendek yang lebih besar, risiko flutuasi bunga jangka
pendek juga semakin besar tetapi dengan harapan bahwa laba yang diperoleh juga akan
semakin besar dengan demikian akan memperkecil biaya hutang jangka pendek.
MANAJEMEN KAS

8.1 Pendahuluan
Kas merupakan elemen modal kerja yang memiliki tingkat likuiditas yang paling tinggi.
Kas merupakan seluruh uang tunai yang ada ditangan ( cash on hand) dan yang disimpan di bank
dalam berbagai bentuk seperti deposito dan rekening koran. Kas merupakan alat tukar yang
memungkinkan manajemen menjalankan berbagai kegiatan usahanya.Tujuan manajemen kas
adalah untuk meminimalkan jumlah kas yang seharusnya ditahan untuk aktivitas normal
perusahaan.
Keynes telah mengidentifikasikan tiga motif untuk mempertahankan kas baik uang tunai
maupun uang yang ada di bank:
1) Kebutuhan untuk transaksi karena aliran kas masuk tidak sama dengan aliran kas
keluar maka diperlukan kas untuk melakukan transaksi usaha, seperti untuk
membayar upah tenaga kerja, pajak, dividen, dan pengadaan persediaan.
2) Kebutuhan untuk berjaga- jaga. Karena adanya ketidak pastian aliran kas pada masa
yang akan dating dan kemampuan untuk meminjam dana untuk menambah dana
perusahaan. Bila perusahaan dapat dengan pasti mengetahui aliran kasnya maka
kebutuhan untuk berjaga- jaga menjadi kecil.
3) Kebutuhan untuk spekulasi. Kebutuhan kas untuk memperoleh keuntungan karena
perubahan karga surat berharga. Jika diperkirakan tingkat bunga akan naik dan surat
berharga akan turun disarankan untuk menahan kas atau dana yang disimpan di bank
sampai mencapai kenaikan yang tertinggi. Begitu suku bunga turun makan kasi
dibelikan surat berharga dan menjual kembali pada saat harga surat berharga naik.

8.2 Risiko dan Keuntungan Mempertahankan Kas


Mempertahankan jumlah kas yang besar bagi siatu perusahaan bisa mendatangkan
keuntungan, terutama pada tingkat likuiditas perusahaan. Pada sisi lain jumlah kas yang dimiliki
terlalu kecil akan mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan dalam kegiatan sehari – hari
seperti terganggunya pembayaran hutang jangka pendek, pembayaran gaji karyawan dan lain
sebagainya yang berhubungan dengan pembayaran jangka pendek. Oleh karena itu untuk
menjamin agar tidak mengalami kesulitan, maka diperlukan jumlah kas yang cukup, perusahaan
harus mempertahankan portofolio surat berharga untuk menajga likuiditas perusahaan.
Keuntungan yang diharapkan perusahaan memiliki jumlah kas yang cukup adalah:
1) Perusahaan dapat memperoleh potongan pembelian yang diberikan oleh supplier bahan
mentah sehingga menurunkan harga belinya.
2) Perusahaan sering kali memperoleh kesempatan pembelian lebih dengan memliki kas
yang cukup. Seperti dalam kaitannya dengan promosi dari supplier.
3) Perusahaan akan mendapat kepercayaan dari bank, atau pihak lain sebagai penyedia dana
karena dapat membayar kewajiban tepat pada waktunya.
4) Perusahaan akan memperoleh ranking yang lebih baik dengan memperthankan aktiva
lancar yang cukup.

8.3 Anggara Kas ( Budget Cash)


Salah satu agar perusahaan tidak kekurangan kas adalah dengan membuat perencanaan
tentang penerimaan dan pengeluaran kas. Pembuatan perencanaan akan kasi ini sering disebut
dengan anggaran kas. Anggaran kas adalah salah satu aspek penting bagi manajer keuangan
sebagai alat utama peramalan keuangan jangka pendek.Anggaran kas dapat disusun perbulan,
perminggu ataupun perhari.Pada umumnya anggaran kas disusun berdasarkan waktu per bulan,
baik untuk setiap 6 bulan ataupun 12 bulan.
Anggaran kas dapat menunjukkan kapan perusahaan menghadapi kekurangan arus kas
sehingga dapat diantisipasi sebelumnya dengan mencari pinjaman, dan sebaliknya kapan arus kas
cukup untuk melunasi hutang- hutang perusahaan. Dalam penyusunan arus kas ada tiga tahap
yaitu:
1) Penyusunan anggaran kas yang bersifat operasional. Dalam penyusunan anggaran kas ini
akan dibuat estimasi tentang penerimaan kas dan pengeluaran kas yang diakibatkan dari
operasi perusahaan.
2) Penyusunan anggaran finansiil yaitu anggaran kas untuk mengulangi keadaan deficit serta
pembayaran utang apabila terjadi surplus.
3) Penyusunan anggaran kas keseluruhan yaitu merupakan penggabungan antara anggaran
kas operasional dengan anggaran kas finansial.
Pada umumnya perusahaan menggunakan proyeksi anggaran kas bulanan untuk tahun yang
akan datang. Namun ada juga yang melengkapi dengan anggaran kas mingguan dan bahkan
harian untuk bulan yang akan datang.
MANAJEMEN PIUTANG DAGANG

Perusahaan melakukan penjualan secara kredit, dimaksudkan untuk meningkatkan


penjualannya atau untuk mencegah penurunan penjualannya. Dengan semakin meningkatnya
penjualan maka semakin besar harapan untuk memperoleh keuntungan .Namun demikian
memiliki piutang juga menimbulkan biaya bagi perusahaan.Penentuan kebijakan kredit yang
optimal memerlukan perhitungan yang cermat yang menyangkut tambahan biaya dan tambahan
keuntungan pada berbagai kebijakan kredit.Selain itu tujuan manajemen piutang juga harus
konsisten dengan tujuan manajemen keuangan pada umumnya yakni memaksimalisasi
kemakmuran pemegang saham.Perusahaan dapat meningkatkan investasi pada piutang sepanjang
tambahan keuntungan yang ditimbulkannya lebih besar dari pada tambahan biaya pada investasi
piutang tersebut.

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Investasi dalam Piutang Dagang


Volume Penjualan Kredit.Volume penjualan kredit semakin besar akan meningkatkan
jumlah investasi pada piutang, demikian sebaliknya semakin kecil volume penjualan kredit maka
jumlah investasi pada piutang semakin kecil.
Syarat Pembayaran Penjualan Kredit. Perusahaan dalam melakukan penjualan kredit
tentu akan menentukan syarat pembayaran, yang menyangkut jangka waktu pelunasan yang
harus dilakukan. Semakin lama jangka waktu perlunasan akan dapat meningkatkan jumlah
investasi pada piutang, demikian sebaliknya semakin pendek jangka waktu perlunasan yang
harus dilakukan maka jumlah investasi pada piutang semakin kecil.
Ketentuan tentang Pembatasan Kredit. Batas jumlah kredit yang diberikan kepada
pelanggan akan dapat mempengaruhi jumlah investasi pada piutang. Semakin besar batas jumlah
kredit yang diberikan kepada pelanggan, dapat meningkatkan jumlah investasi perusahaan pada
piutang, demikian sebaliknya, semakin kecil batas jumlah kredit yang diberikan kepada
pelanggan, dapat menurunkan jumlah investasi perusahaan pada piutang.
Kebijaksanaan dalam mengumpulkan piutang.Untuk memperkecil jumlah investasi
pada piutang, kadang-kadang perusahaan melakukan sistem pengumpulan piutang secara aktif
dengan mempekerjakan debt collector.Namun perlu diperhatikan seberapa besar manfaat yang
diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan sebagai akibat biaya yang muncul
dengan adanya debt collector tersebut.
Kebiasaan membayar dari para Langganan. Apabila kebiasaan para langganan
membayar mendahului atau tepat pada waktu jatuh tempo, maka jumlah investasi pada piutang
akan semakin kecil dibandingkan bila kebiasaan para langganan membayar melewati batas
waktu jatuh tempo.

2. Standar Kredit
Manajemen Kebijakan Piutang terdiri dari standar kredit dan prasyaratan kredit. Standar
kredit adalah suatu kriteria yang dipakai perusahaan untuk menyeleksi para langganan yang akan
diberikan kredit dan berapa jumlah yang harus diberikan. Hal ini menyangkut : kebiasaan para
langganan dalam membayar kembali; kemungkinan langganan tidak membayar kredit yang
diberikan dan rata-rata jangka waktu pembayaran para langganannya. Jangka waktu
pengumpulan piutang adalah jangka waktu dari saat terjadinya piutang sampai dengan
pembayaran kembali piutang tersebut.Semakin lama jangka waktu pengumpulan piutang
semakin besar investasi pada piutang dan biaya yang timbul juga semakin besar.Disamping itu
kenaikan investasi pada piutang juga menimbulkan piutang tidak tertagih atau bed-
debt.Perusahaan dapat memperkirakan bed-debt dengan memperhatikan kebiasaan pada masa
lampau.Dalam melakukan perubahan penjualan dari tunai menjadi kredit diharapkan dapat
meningkatkan penjualan. Hal ini dapat dilakukan dengan asumsi :
 Masih mempunyai kapasitas produksi yang cukup sehingga dapat memproduksi tambahan
output.
 Tidak ada perubahan dalam investasi persediaan sebagai akibat perubahan kebijakan kredit.
Gambaran tentang perubahan standar kredit pada suatu perusahaan, berikut diberikan
contoh aplikasinya.
Contoh 1
PT JAYA KERTI suatu perusahaan dagang selama ini menjual tunai dengan penjualan yang
dicapai Rp 400 juta.Untuk meningkatkan penjualan, perusahaan mempertimbangkan penjualan
kredit dengan syarat n/60.Penjualan diperkirakan mencapai Rp 525 juta.Profit margin yang
diperoleh 15%.Kemungkinan piutang tak tertagih 1%.Kalau biaya modal 16%, apakah
perusahaan perlu beralih ke penjualan kredit?
Jawab :
Tunai n/60
(juta rupiah) (juta rupiah)
Penjualan 400 525
Keuntungan 15% 60 78,75
Rata2 hari pengump. piutang 0 60 hari
Perputaran piutang 0 360 : 60 = 6x
Rata-rata piutang 0 525 : 6 =87,5
Investasi pada piutang 0 85% x 87,5 = 74,375
Biaya modal 16% 0 16% x 74,375 =11,9
Piutang tak tertagih 1% 0 1% x 525 =5,25

Manfaat :
Tambahan keuntungan
(Rp 78,75 juta – Rp 60 juta) Rp 18,75 juta
Pengorbanan
Biaya modal Rp 11,9 juta
Piutang tak tertagih Rp 5,25 juta
Jumlah Rp 17,15 juta
Manfaat bersih Rp 1,6 juta
Kesimpulan ?

3. Persyaratan Kredit
Persyaratan kredit atau credit term adalah merupakan kondisi yang disyaratkan untuk
pembayaran kembali piutang dari para langganan.Kondisi tersebut meliputi lamanya waktu
pemberian kredit dan potongan tunai atau cash discount serta persyaratan khusus lainnya seperti
seasonal dating.Contoh : persyaratan kredit net 30 berarti langganan mempunyai tenggang waktu
30 hari untuk membayar kembali utangnya kepada perusahaan tanpa discount. Contoh lainnya
misalkan persyaratan kredit 6/10 net 60 berarti langganan mempunyai tenggang waktu
pembayaran 60 hari kepada perusahaan dan apabila pembayarannya dilakukan dalam waktu 10
hari atau kurang akan mendapatkan potongan tunai enam persen. Besarnya potongan yang
diberikan akan dapat mempengaruhi langganan untuk membayar pada periode lamanya kredit
yang ditentukan. Kalau potongan yang diberikan menarik artinya apabila potongan yang
didapatkan lebih besar dari biaya opportunitycostnya maka potongan tersebut akan dimanfaatkan
oleh pelanggan.
Persyaratan kredit ini juga dapat mempengaruhi tingkat penjualan dengan demikian perlu
mempertimbangkan apakah sebaiknya memperpanjang periode pemberian kredit atau tidak atau
apakah perusahaan juga memberikan potongan hal ini akan tergantung dari pada keuntungan
yang akan didapatkannya apakah meningkat atau tidak.
Dalam menentukan besarnya investasi pada piutang perlu diketahui :
 Rata-rata pengumpulan piutang misalnya 60 hari hal ini sama dengan jangka waktu kredit.
 Tingkat perputaran piutang yaitu jumlah hari dalam satu tahun dibagi dengan jangka waktu
kredit.
 Jumlah investasi pada piutang yaitu penjualan kredit dibagi dengan tingkat perputaran
piutang.
Gambaran tentang perubahan persyaratan kredit pada suatu perusahaan berikut diberikan
contoh aplikasinya.
Contoh 2
Masih terkait dengan contoh 1, PT JAYA KERTI sekarang mempertimbangkan perubahan
kebijakan penjualan dari n/60 menjadi 2/30 n.60.Penjualan diperkirakan meningkat menjadi Rp
525 juta.50% pelanggan diperkirakan memanfaatkan diskon.Piutang tak tertagih tetap 0,5%.
Apakah perusahaan akan mengubah kebijakan kredit?
Jawab :
n/60 2/30 n.60
(juta rupiah) (juta rupiah)
Penjualan 525 525
Keuntungan 15% 78.75 86,25
Rata2 hari pengump. piutang 60 hari 50%(30) + 50%(60) = 45 hari
Perputaran piutang 360 : 60 = 6x 360 : 45 = 8x
Rata-rata piutang 525 : 6 = 87,5 575 : 8 = 71,875
Investasi pada piutang 85% x 87,5 = 74,375 85% x 71,875 = 61,095
Biaya modal 16% 16% x 74,375 = 11,9 16% x 61,095 = 9,775
Piutang tak tertagih 1% 1% x 525 = 5,25 1% x 575 = 5,75
Biaya diskon 0 50% x 2% x 575 = 5,75

Manfaat :
Tambahan keuntungan
( Rp 78,75 jt – Rp 86,25 jt ) Rp 7,5 juta
Penghematan biaya modal
Rp 11,9 jt – Rp 9,775 jt Rp 2,125 juta
Jumlah Rp 9,625 juta
Pengorbanan
Biaya discount Rp 5,75 juta
Tambahan kerugian Rp 0,5 juta
Jumlah Rp 6,25 juta
Manfaat bersih Rp 3,375 juta
Kesimpulan
Ternyata dengan perubahan persyaratan kredit tersebut perusahaan memperoleh tambahan
keuntungan yang lebih besar sehingga kebijakan kredit tersebut dapat dibenarkan.

4. Memperkecil Risiko Piutang


Kegagalan atau keberhasilan perusahaan tergantung pada permintaan atas
produknya.Makin tinggi penjualannya makin sehat perusahaan tersebut makin besar
kemungkinan perusahaan mendapatkan keuntungan. Disisi lain penjualan juga dipengaruhi oleh
faktor ekstern dan faktor intern. Biasanya faktor ekstern sangat sulit untuk dikendalikan. Untuk
memperkecil risiko piutang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a. Pelafon dari dapat kredit. Makin kecil perusahaan menyediakan dana untuk mendukung
kebijakan kredit maka akan makin kecil risiko yang akan dihadapi perusahaan untuk penjualan
kredit.
b. Periode kredit. Makin pendek jangka waktu kredit akan makin cepat dana yang tertanam pada
piutang menjadi kas. Sehingga makin kecil risiko yang dihadapi dalam piutang.
c. Pemberian diskon. Dengan adanya diskon yang diberikan oleh perusahaan akan mendorong
para pembeli untuk memanfaatkan diskon sehingga merangsang pembeli untuk melakukan
pembelian secara tunai sehingga makin kecil risiko piutang yang dihadapi perusahaan.
d. Kebijakan mengenai penagihan. Apabila perusahaan melakukan kebijakan pengumpulan piutang
secara intensip maka kemungkinan tidak terbayarnya piutang menjadi makin kecil sehingga
risiko piutang yang dihadapi perusahaan juga makin kecil.
e. Melakukan seleksi terhadap para langganan yang akan diberikan kredit. Penyeleksian para
langganan biasanya menggunakan 5 K yaitu :
1. Karakter, faktor ini sangat penting karena setiap transaksi kredit mengandung janji untuk
membayar. Para manajer perusahaan yang berpengalaman acapkali berpendirian bahwa
faktor moral merupakan hal terpenting dalam evaluasi kredit. Makin baik karakter pelanggan
makin kecil risiko tidak terbayarnya piutang.
2. Kapasitas kemampuan subyektif mengenai kemampuan pelanggan untuk membayar. Hal ini
tercermin pada laporan keuangan dimasa lalu dan metode ditempuhnya dalam menjalankan
usaha. Hal ini dipergunakan untuk menilai kapasitas kemampuan dari pada perusahaan untuk
membayar kreditnya. Makin tepat analisa yang dibuat makin kecil risiko tidak terbayarnya
piutang.
3. Kapital, atau sering juga disebut modal dalam hal ini penekanannya pada risiko – rasio utang
terhadap seluruh aktiva baik aktiva tetap maupun aktiva lancar dan rasio kemampuan untuk
membayar bunga.
4. Kolateral, berupa jaminan atau anggunan yang ditawarkan pelanggan sebagai jaminan agar
memperoleh kredit.
5. Keadaan, mengacu pada kecenderungan perekonomian pada umumnya serta perkembangan
yang terjadi pada daerah tertentu yang dapat mempengaruhi kemampuan pelanggan untuk
memenuhi kewajibannya.
MANAJEMEN PERSEDIAAN

Persediaan adalah merupakan elemen utama dari modal kerja, karena jumlahnya cukup besar
dalam suatu perusahaan. Jenis persediaan yang ada dalam perusahaan akan tergantung dari jenis
perusahaan. Sebagai contoh perusahaan jasa persediaan yang biasanya timbul seperti persediaan
bahan pembantu atau persediaan habis pakai, seperti kertas, karbon, stampel, tinta, buku kuitansi,
dan materai. Sedangkan untuk perusahaan manufaktur jenis persediaannya meliputi persediaan
bahan pembantu, persediaan barang jadi, persediaan barang dalam proses, dan persediaan bahan
baku. Dan untuk perusahaan dagang jenis persediannya mencakup persediaan barang dagangan,
dan persediaan bahan penolong.

1. Akuntansi Persediaan
Terdapat empat metode menentukan persediaan: identifikasi secara spesifik, first in first-
out, last in first-out, dan rata-rata tertimbang atau weighat average. Metode yang pertama dengan
caramengidentifikasi biaya-biaya yang secara fisik melekat pada persediaan.Ini hanya
dimungkinkan kalo jenis usahanya relative mudah diidentifikasi secara jelas.Seperti misalnya
agen penjualan mobil, alat-alat berat, real astate dan produk dengan nilai yang tinggi sementara
perputarannya rendah.Metode kedua first-in first-out mengasumsikan bahwa persediaan yang
pertama masuk diganti dengan persediaan yang baru.Dengan demikian harga pokok produksi
ditentukan oleh persediaan lama dan sebagian persediaan baru. Perlu diingat ini hanya dalam
proses akuntansinya saja, meskipun dalam kenyataanya persediaan yang dijual sama saja antara
persediaan yang masuk terakhir dan pertama. Last-in first-out merupakan kebalikan dari first-in
first-out, harga pokok produksi ditentukan oleh persediaan yang terakhir masuk, sementara
persediaan akhir terdiri dari persediaan yang masuk lebih awal. Metode terakhir adalah rata-rata
tertimbang, dimana metode ini dalam menentukan besarnya persediaan dengan cara mengalikan
rata-rata tertimbang dengan setiap jenis persediaan. Untuk memberikan ilustrasi penilaian
investasi antara keempat metode tersebut, bisa kita lihat contoh berikut:
Contoh:
Satu dealer mobil Toyota memiliki persediaan mobil Toyota yang dibuat pada tahun yang sama
hanya berbeda karoserinya. Harga beli masing-masing mobil dalam jutaan rupiah adalah:
A B C D E F
140 160 110 160 170 290

Misalkan dalam satu bulan dealer tersebut menjual mobil kijang karoseri B, D dan F. jika
perusahaan dalam menetukan persediaan menggunakan metode identifikasi spesifik, maka harga
pokok barang yang dijual adalah sebesar Rp 275.000.000,00 persediaan akhir adalah sebesar Rp
250.000.000,00. Sementara itu jika perusahaan menggunakan metode first-in first-out, maka
harga pokok barang yang dijual adalah sebesar Rp 235.000.000,00 dan persediaan akhir bernilai
Rp 290.000.000,00. Jika digunakan metode last-in first-out, maka harga pokok barang yang
dijual adalah Rp 290.000.000,00 dan persediaan akhir adalah Rp 235.000.000,00. Apabila
metode rata-rata tertimbang, maka harga pokok barang yang dijual adalah sebesar {3×(Rp
525.000,00 /6)} = Rp 262.500.000,00 dan persediaan akhir adalah sebesar Rp 262.500.000,00.

2. Economical Order Quantity (EOQ)


Apabila jumlah kebutuhan persediaan dalam satu periode dapat diketahui dengan pasti
maka Economical Order Quantity (EOQ) bisa diterapkan untuk menentukan jumlah pembelian
yang paling ekonomis.Secara lebih spesifik pengertian Economical Order Quantity (EOQ)
adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering
dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.Dalam menentukan besarnya jumlah
pembelian yang optimal kita hanya memperhatikan biaya variable dari penyediaan persediaan
tersebut, baik hanya variable yang perubahannya searah dengan perubahaan jumlah persediaan
yang dibeli/disimpan maupun biaya variable yang perubahannya berlawanan dengan perubahan
jumlah persediaan tersebut. Biaya variable persediaan pada prinsipnya dapat digolongkan dalam:
 Biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pesanan, yang sering dinamakan
procurement costs atau set-up costs.
 Biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya “average inventory yang sering disebut
“storage” atau “carrying cost”.
Procurement cost atau set-up costs adalah merupakan biaya yang berubah-ubah sesuai dengan
frekuensi pesanan, yang terdiri dari:
 Biaya selama proses perjalanan
1. Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk pesanan.
2. Penentuan besarnya kuantitas yang akan di pesan
 Biaya pengiriman pesanan
 Biaya penerimaan barang yang dipesan
1. Pembongkaran dan pemasukan ke gudang
2. Pemeriksaan material yang diterima
3. Mempersiapkan laporan penerimaan
4. Mencatat ke dalam material record cards
 Biaya-biaya processing pembayaran
1. Auditing dan perbandingan antara laporan penerimaan dengan pesanan yang asli
2. Persiapan pembuatan cek untuk pembayaran
3. Pengiriman cek dan kemudian auditingnya

Set-up costs akan semakin besar apabila Order Quantity semakin besar. Storage atau
carrying costs adalah biaya yang berubah-ubah dengan besarnya persediaan.Penentuan besarnya
biaya ini didasarkan atas rata-rata persediaan.Penentuan besarnya biaya ini didasarkan atas rata-
rata persediaan, dan biaya ini kadang-kadang dinyatakan dalam presentase dari nilai dalam
rupiah dari rata-rata persediaan atau dinyatakan dalam rupiah per unit.

Biaya-biaya yang termasuk dalam carrying cost adalah:


 Biaya penggunaan / sewa ruangan gudang
1. Biaya pemeliharaan material dan pembebanan untuk kemungkinan rusak
2. Biaya untuk menghitung / menimbang barang yang dibeli
3. Biaya asuransi
4. Biaya modal
5. Pajak dari persediaan yang ada di gudang

Carrying cost akan semakin kecil apabila jumlah material yang dipesan makin kecil.
Besarnya EOQ dapat ditentukan dengan dua formula:
a. Apabila carrying costs-nya dinyatakan dalam presentase dari persediaan rata-rata
2𝑅𝑆
EOQ = √ 𝑃𝐼

b. Apabila carrying costs-nya dinyatakan dalam rupiah per unit


2𝑅𝑆
EOQ = √ 𝑃𝐶

Dimana:
R = Kebutuhan bahan selama satu periode
S = Biaya pemesanan
C = Biaya simpan dalam Rp/unit
P = Harga persediaan perunit
I = Biaya simpan dalam presentase

Contoh 1:
Biaya penyimpanan dan pemliharaan di gudang adalah 20% dari nilai rata-rata persediaan.Biaya
Pemesanan adalah Rp 7.500 setiap kali pesan.Jumlah material yang dibutuhkan selama setahun
sebanyak 600 unit dengan harga Rp 5.00 per unitnya.
2𝑅𝑆
EOQ = √ 𝑃𝐼

2(600)(7.500)
EOQ = √ 0,20(5.00)

= 300 unit
Total biaya yang dikeluarkan adalah :
Biaya Pemesanan (S) (600/150 x Rp 7.500) = Rp 30.000
Biaya Simpan (C) (150/2 x Rp 500 x 0,20) = Rp 30.000
Total Biaya Rp 60.000
Contoh 2:
Kebutuhan bahan selama satu periode adalah 10.000 unit, biaya setiap kali pesan adalah Rp
5.000,- Biaya simpan per unit sebesar Rp 50. Harga perunit bahan Rp 500,-
2𝑅𝑆
EOQ = √ 𝐶
2(10.000)(500)
EOQ = √ 50

= 1.000 unit

Dengan Total Biaya yang dikeluarkan adalah :


Biaya Pemesanan (S) (10.000/1.000xRp 5.000) = Rp 50.000
Biaya Simpan (C) (1.000/2xRp50) = Rp 50.000
Total Biaya Rp 100.000
Hubungan antara biaya pesanan, biaya penyimpanan barang di gudang dan jumlah biaya selama
suatu periode dapat digambarkan sebagai berikutnya :

Berdasarkan Gambar 1.1 tampak bahwa biaya pesan akan semakin menurun apabila jumlah
pemesanan semakin besar untuk setiap kali pesan. Sebaliknya biaya pesan akn semakin besar
apabila jumlah pemesanan semakin besar setiap kali pesan. Dengan demikian total biaya
persediaan mula-mula akan menurun dengan semakin besarnya jumlah pemesanan, tetapi sampai
pada satu titik total biaya akan meningkat. Titik pada saat total biaya terendah menunjukkan
bersarnya jumlah persediaan yang optimal.

3. Reorder Point dan Safety Stock


Reorder point adalah saat atau titik di mana harus diadakan pesanan lagi sedemikian rupa
sehingga kedatangan atau penerimaan bahan baku yang dipesan itu adalah tepat waktu. Misalkan
dari contoh 2 kebutuhan akan bahan baku diketahui secara pasti, tetapi untuk melakukan pesanan
diperlukan waktu 8 hari. Dalam satu tahun perusahaan beroperasi selama 320 hari, maka berarti
selama setahun perusahaan harus melakukan pemesanan sebanyak 10 kali pesanan atau
perusahaan harus memesan setiap 32 hari. Itu berarti bahwa persediaan sebesar 2.000 unit akan
habis untuk diproses selama 32 hari.
Dengan demikian perusahaan harus melakukan pemesanan saat persediaan yang ada
hanya cukup untuk beroperasi selama waktu menunggu hingga pesanan yang baru tiba atau lead
time.
Reorder Point (ROP) =
Berarti pesanan harus dilakukan pada saat persediaan mencapai 500 unit.

Apabila pemakaian setiap periode tidak pasti maka perusahaan perlu mempertahankan safety
stock agar ketidakpastian atau keterlambatan datangnya pesanan yang baru dan pemakaian bahan
tidak menunggu operasi perusahaan. Andaikan perusahaan menetukan safety stock sebesar 200
unit, maka data yang sama reorder point harus dilakukan saat persediaan mencapai 700 unit, atau
sebesar pemakaian selama leadtime ditambah dengan safety stock. Untuk lebih jelasnya nampak
seperti Gambar 1.4 berikut ini.
Pada Gambar 1.4 nampak bahwa beberapa kemungkinan dalam pemakaian dan lead time
itu terjadi. Ada kemungkinan besarnya pemakaian setiap periode tidak pasti, atau kemungkinan
lain yakni lead time selama 8 hari tetap kenyataannya pesanan sudah tiba dalam waktu 7 hari
dengan demikian persediaan menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Keadaan lain misalnya
pemakaian yang lebih besar sehingga persediaan yang ada habis dalam waktu yang lebih cepat,
sementara pesanan yang baru belum tiba. Oleh karena itu tampak bahwa untuk menghindari
masalah ketidakpastian itu perusahaan perlu mempertahankan persediaan pengaman (safety
stock). Dan safety stock menjadi begitu penting untuk mempertahankan agar kontinuitas operasi
dapat terjamin.
Besarnya persediaan pengaman dipengaruhi oleh banyak factor.Pertama adalah perkiraan
penggunaan di masa yang akan dating. Apabila pemakaian bahan sagat berfluktuasi dan sulit
untuk diramalkan maka sebaiknya perusahaan mempertahankan persediaan dalam jumlah yang
cukup besar.Kedua adalahlead time , apabila sangat sulit untuk diketahui maka persediaan
pengaman juga sebaiknya dalam jumlah yang besar.

4. Potongan Harga
Perusahaan seringkali mendapat tawaran untuk mendapatkan potongan apabila melakukan
pembelian dalam jumlah besar atau yang sering disebut dengan quantity discount.Misalkan pada
contoh 2, perusahaan akan mendapatkan potongan sebesar 5% dari harga jual apabila perusahaan
membeli sebesar 4000 unit setiap kali pembelian. Untuk memutuskan apakah perusahaan
sebaiknya memanfaatkan potongan harga atau tidak maka perlu dihitung apakah besarnya
potongan tersebut masih lebih besar daripada biaya yang timbul sebagai akibat adanya potongan
ini. Perubahan biaya yang akan terjadi tentunya biaya simpan karena persediaan menjadi lebih
besar. Tetapi biaya yang lain yakni biaya simpan akan menjadi lebih kecil karena perusahaan
akan melakukan pemasaran sebanyak 5 kali saja. Dengan demikian apabila perusahaan akan
memanfaatkan tawaran potongan ini maka biaya yang harus ditanggung adalah :
A. Harga Bahan Baku
(20.000 x Rp 10.000 x 95%) Rp 19.000.000
B. Biaya pemesanan
(20.000/4000 x Rp 10.000) Rp 50.000
C. Biaya Simpan (4000/2 x Rp 1000) Rp 200.000
Total Biaya Rp 19.250.000
Tetapi apabila perusahaan tidak memanfaatkan potongan tersebut dan tetap melakukan
pembelian sebesar pembelian sebesar pembelian ekonomis 2.000 unit maka biaya yang timbul
adalah:
A. Harga bahan baku (20.000 x Rp 1.000) Rp 20.000.000
B. Biaya pemesanan (20.000/2.000 x Rp 10.000) Rp 100.000
C. Biaya Simpan (2.000/2 x Rp 1.000) Rp 100.000
Total Biaya Rp 20.200.000
Dengan demikian maka sebaiknya perusahaan memanfaatkan potongan tersebut karena
perusahaan akan mendapatkan penghematan sebesar Rp 20.200.000,00 – Rp 19.250.000,00.
Penghematan tersebut timbul karena potongan harga cukup tinggi sehigga dapat menutup
kenaikan biaya simpan.

5. Pengendalian Sistem Persediaan


Analisis Economical Order Quantity dan safety stock dapat dipergunaka untuk
menentukan tingkat persediaan sepanjang asumsi yang mendasari terpenuhi. Namun seandainya
asumsi yang mendasari tingkat terpenuhi, maka akan diperlukan adanya system pengendalian
persediaan yang lainnya. Dalam bagian ini akan dibahas system pengendalian yang lainnya.
Sistem Komputerisasi
Perkembangan teknologi computer akhir-akhir ini telah mengubah system pengendalian
persediaan.Banyak perusahaan – perusahaan besar memanfaatkan komputer dalam manajemen
persediaan.Dengan komputerisasi dimungkinkan pencatatan persediaan, pengurangan dan
pengolahan data persediaan dilakukan dengan sangat tepat.Selain itu computer menyediakan data
kapan harus dilakukan pesanan kembali.Di Indonesia pemanfaatan system computer didalam
pengendalian persediaan telah dimanfaatkan oleh super market di bagian kasir dan
gudang.Dengan system ini memungkinkan pencatatan transaksi dapat dilakukan dengan cepat.
Sistem Just-in Time
Sistem just-in time pertama kali dikembangkan di Jepang yang dipergunakan untuk
mensinkronkan kecepatan bagian produksi dengan bagian pengiriman bahan dari supplier.
Metode ini diterapkan pada perusahaan besar seperti perusahaan mobil Toyota, yang mencoba
menekan persediaan yang harus dipertahankan dengan cara menyesuaikan kecepatan proses
perakitan atau assembling dengan pengiriman bahan dari suppliernya. Spare part diterima hanya
beberapa jam atau bahkan beberapa menit sebelum spare part diperlukan. Just-in time tidak
hanya dapat diterapkan di perusahaan oleh perusahaan kecil, bahkan perusahaan kecil akan lebih
mudah menerapkannya karena relative lebih mudah dalam redefine job funcition dibandingkan
dengan perusahaan besar.
Sistem pengendalian ABC
Metode ABC pada prinsipnya memperhatikan factor harga atau nilai persediaan,
frekuensi pemakaian, risiko kehabisan persediaan, dan lead time. Barang-barang yang nilai,
frekuensi pemakaian dan risiko kehabisan tinggi dikelompokkan ke dalam kelompok A.
Kelompok ini berarti mencakup kelompok barang yang sangat penting untuk diawasi dengan
seksma. Kelompok B, mencakup barang-barang yang relatif kurang penting sedangkan di luar
kedua kelompok tersebut dikelompokkan ke dalam kelompok C. Kelompok C ini mungkin saja
secara kuantitas besar tetapi dari segi nilai relatif kecil dibandingkan dengan kelompok A.
Dengan metode ini manajemen menitikberatkan pada kelompok A yang bernilai strategis bagi
perusahaan. Karena ketidaktepatan dalam manajemen kelompok A akan berakibat sangat besar
bagi kelangsungan perusahaan.

You might also like