You are on page 1of 29

1

Bagian Anestesi, Terapi Intensif & Management Nyeri Referat

Fakultas Kedokteran 22 Juni 2018

Universitas Nusa Cendana

TRANSFUSI DARAH

Disusun Oleh :

Putri Intan Atasoge (1408010027)

Pembimbing :

dr. Budi Yulianto Sarim, Sp.An (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN ANESTESI, TERAPI INTENSIF, DAN MANAGEMENT NYERI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF. Dr. W.Z. JOHANNES

KUPANG

2018
2

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan referat dengan judul Transfusi Darah oleh Putri Intan

Atasoge, S.Ked pada hari Jumat, 22 Juni 2108

Kupang, 22 Juni 2018

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Budi Yulianto Sarim, Sp.An (K)


3

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih
karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan referat dengan judul Transfusi
Darah di bagian Anestesi, Terapi Intensif, dan Management Nyeri di RSUD Prof. DR. W.Z.
Johannes. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang tulus kepada:
1. dr. Budi Yulianto Sp.An (K) selaku ketua SMF bagian Anestesi, Terapi Intensif, dan
Management Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang dan
pembimbing saya dalam penyusunan referat ini.
2. Segenap staf Instalasi Kedokteran Bagian Anestesi, Terapi Intensif, dan Management
Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
3. Seluruh pihak yang telah membantu terselesainya referat ini

Penulis menyadari bahwa referat ini tidak lepas dari kekurangan karena keterbatasan waktu,
tenaga, dan pengetahuan penulis sehingga diperlukan masukan dan saran yang membangun.
Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini membawa manfaat bagi kita semua.

Kupang, 22 Juni 2018

Penulis
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... 1


LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... 2
KATA PENGANTAR .................................................................................. 3
DAFTAR ISI................................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 5
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 6
2.1 Darah ....................................................................................................... 6
2.2 Fungsi Darah .......................................................................................... 7
2.3 Definisi Transfusi Darah ....................................................................... 7
2.4 Tujuan Transfusi Darah........................................................................ 9
2.5 Indikasi Transfusi Darah ...................................................................... 9
2.6 Persyaratan Pendonor Darah ............................................................. 10
2.7 Jenis transfusi Darah ........................................................................... 12
2.8 Komplikasi Tranfusi Darah ................................................................ 21
BAB III KESIMPULAN............................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 28
5

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tranfusi darah merupakan salah satu bagian penting dalam pelyanan kesehatan
modern. Bila digunakan degan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien dan
meningkatkan derajat kesehatan. Namun, seperti halnya intervensi terapeutik yang lain,
transfusi dapat mengakibatkan komplikasi berupa reaksi akut atau lambat dan membawa
berbagai risiko penularan infeksi, seperti HIV, virus hepatitis, dan sifilis.Transfusi darah
umumnya berhubungan dengan kehilangan darah dalam jumlah besar yang disebabkan oleh
trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.
Tranfusi darah adalah salah satu rangkaian proses pemindahan darah donor ke
dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. Tranfusi darah merupakan tindakan
pengobatan pada pasien (anak, bayi dan dewasa) yang diberikan atas indikasi. Kesesuaian
golongan darah antara resipien dan donor merupakan salah satu hal mutlak yang harus
diperhatikan.
Berdasarkan data dari WHO (2017), dari 112,5 juta sumbangan darah yang
dikumpulkan secara global, sekitar setengahnya diperoleh dari negara-negara maju. Di
negara-negara berpenghasilan rendah, hingga 65% transfusi darah diberikan kepada anak-
anak di bawah usia 5 tahun; sedangkan di negara-negara berpenghasilan tinggi, kelompok
pasien yang paling sering ditransfusi berusia di atas 65 tahun, terhitung hingga 76% dari
semua transfusi.
Tranfusi darah memang merupakan upaya untuk menyelamatkan kehidupan dalam
banyak hal, namun tranfusi bukanlah tanpa resiko, meskipun telah dilakukan berbagai upaya
untuk memperlancar tindakan tranfusi, namun efek samping reaksi tranfusi atau infeksi akibat
tranfusi tetap mungkin terjadi. Maka bila diingat dan dipahami mengenai keamanannya,
indikasinya perlu diperketat1,2. Banyak hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan
sehingga tranfusi dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu, salah satu tugas besar
dimasa yang akan datang adalah meningkatkan pemahaman akan penggunaan tranfusi darah
sehingga penatalaksanaannya sesuai dengan indikasi dan keamanannya dapat ditingkatkan.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Darah
Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah dimasukkan
sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam system kardiovaskular, tersusun dari
(1)komponen korpuskuler atau seluler, (2)komponen cairan. Komponen korpuskuler yaitu
materi biologis yang hidup dan bersifat multiantigenik, terdiri dari sel darah merah, sel darah
putih dan keping trombosit, yang kesemuanya dihasilkan dari sel induk yang senantiasa hidup
dalam sumsum tulang. Ketiga jenis sel darah ini memiliki masa hidup terbatas dan akan mati
jika masa hidupnya berakhir. Agar fungsi organ darah tidak ikut mati, maka secara berkala
pada waktu- waktu tertentu, ketiga butiran darah tersebut akan diganti, diperbaharui dengan
sel sejenis yang baru. Komponen cair yang juga disebut plasma, menempati lebih dari 50
volume % organ darah, dengan bagian terbesar dari plasma (90%) adalah air, bagian kecilnya
terdiri dari protein plasma dan elektrolit. Protein plasma yang penting diantaranya adalah
albumin, berbagai fraksi globulin serta protein untuk faktor pembekuan dan untuk
fibrinolisis.1,3
1. Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela. Eritrosit mengandung
hemoglobin dan mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam
penentuan golongan darah. Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah
dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Eritrosit berusia sekitar 120 hari.

2. Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%)


Trombosit bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah. Normal berkisar
antara 200.000-300.000 keping/mm³

3. Sel darah putih atau leukosit (0,2%)


Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal
virus atau bakteri. Fungsi utama dari leukosit tersebut adalah untuk Fagosit bibit
penyakit/ benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Peningkatan jumlah lekosit
merupakan petunjuk adanya infeksi. Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara
6000 – 9000 sel/cc darah.
7

Plasma darah adalah bagian yang tidak mengandung sel darah. Komposisi plasma darah :
1. Air
2. Protein
Protein plasma terdiri dari :
1. Albumin ( 57% )
2. Globulin ( 40% )
3. Fibrinogen ( 3% )

2.2 Fungsi darah


1. Sebagai organ transportasi, khususnya oksigen(O2), yang dibawa dari paru- paru dan
diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut sisa pembakaran (CO2) dari
jaringan untuk dibuang keluar melalui paru- paru. Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini
dilakukan oleh hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma
ikut berfungsi sebagai sarana transportasi dengan mengikat berbagai materi yang
bebas dalam plasma, untuk metabolisme organ- organ tubuh.1,3
2. Sebagai organ pertahanan tubuh(imunologik), khususnya dalam menahan invasi
berbagai jenis mikroba patogen dan antigen asing. Mekanisme pertahanan ini
dilakukan oleh leukosit (granulosit dan limfosit) serta protein plasma khusus
(immunoglobulin).1,3
3. Peranan darah dalam menghentikan perdarahan (mekanisme homeostasis) sebagai
upaya untuk mempertahankan volume darah apabila terjadi kerusakan pada pembuluh
darah. Fungsi ini dilakukan oleh mekanisme fibrinolisis, khususnya jika terjadi
aktifitas homeostasis yang berlebihan.1,3
Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari komponen darah
korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan bawaan ataupun karena penyakit yang
didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme homeostasis tubuh dalam waktu singkat
maka diperlukan penggantian dengan jalan transfusi darah, khususnya dari komponen yang
diperlukan.1,3
2.3 Definisi Tranfusi Darah
Tranfusi darah pada hakekatnya adalah pemberian darah atau komponen darah dari
satu individu (donor) ke individu lainnya (resipien) 4,5. Tranfusi darah hendaklah dilakukan
dengan indikasi yang jelas dan tepat sehingga diperoleh manfaat yang jauh lebih besar dari
pada risiko yang mungkin terjadi. Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam tubuh
8

seseorang adalah sel darah merah, trombosit, plasma, sel darah putih. Transfusi darah adalah
suatu pengobatan yang bertujuan menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang
atau terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi.
Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan utama berdasarkan
sumbernya,yaitu transfusi allogenic dan transfusi autologus1,6. Transfusi allogenic adalah
darah yang disimpan untuk transfusi berasal dari tubuh orang lain. Sedangkan transfusi
autologus adalah darah yang disimpan berasal dari tubuh donor sendiri yang diambil 3 unit
beberapa hari sebelumnya, dan setelah 3 hari ditransferkan kembali ke pasien.

Transfusi Darah Masif


Perdarahan massif adalah perdarahan lebih dari sepertiga volume darah dalam waktu <30
menit. Transfusi massif adalah transfusi sejumlah darah yang hilang,
dengan volume darah yang lebih besar daripada total volume darah resipien dalam waktu 24
jam (dewasa: 70 ml/kg, anak/bayi: 80-90 ml/kg). Definisi tentang transfusi darah massif
masih tidak jelas dan banyak versi misalnya :
1. Transufusi darah sebanyak lebih dari 1-2kali volume darah dalam waktu lebih
dari 24jam. Pada kebanyakan pasien dewasa, equivalent dengan 10-20 unit.
2. Transfusi darah lebih besar dari 50% volume darah dalam waktu singkat
(misalnya 5 unit dalam 1jam untuk berat 70kg)

Beberapa peneliti meninjau kemungkinan komplikasi dan manajemennya, terutama yang


berhubungan dengan transfusi masif pada pasien trauma.Terdapat banyak masalah terkait
dengan transfusi masif, termasuk infeksi, imunologi, dan komplikasi fisiologis yang
berhubungan dengan pengumpulan, pengujian, pemeliharaan, dan penyimpanan produk
darah. Dokter harus menyadari komplikasi ini dan strategi untuk mencegah dan
mengobatinya. Morbiditas dan mortalitas cenderung meningkat pada beberapa pasien, bukan
disebabkan oleh banyaknya volume darah yang ditransfusikan, tetapi karena trauma awal,
kerusakan jaringan dan organ akibat perdarahan dan hipovolemia. Seringkali penyebab dasar
dan risiko akibat perdarahan mayor yang menyebabkan komplikasi, dibandingkan dengan
transfusi itu sendiri. Namun, transfusi masif juga dapat meningkatkan risiko komplikasi.
Penyebab utama perdarahan setelah transfusi darah masif adalah dilutional
thrombocytopenia. Secara klinis dilusi dari faktor koagulasi tidak biasa terjadi pada pasien
normal. Koagulopati di definisikan sebagai nilai PT lebih besar dari 14,2 atau nilai APT
T lebih lama dari 38,4 detik.
9

2.4 Tujuan Transfusi Darah


Tujuan dari transfusi darah antara lain :
1. Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
2. Memperbaiki volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma).
3. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar
hemoglobin pada pasien anemia.
4. Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi (misalnya: faktor
pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemofilia).
5. Memperbaiki fungsi Hemostatis.

2.5 Indikasi Transfusi Darah


Secara garis besar indikasi transfusi darah adalah:

1. Untuk mengembalikan dan mempertahankan suatu volume peredaran darah yang


normal, misalnya pada anemia karena perdarahan, trauma bedah, atau luka bakar luas.

2. Untuk mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, misalnya pada
anemia, trombositopenia, hipoprotrombinemia, hipofibrinogenemia, dan lain-lain

Dalam pedoman WHO, disebutkan :


1.Transfusi tidak boleh diberikan tanpa indikasi kuat.
2.Transfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti yang hilang/kurang.

Berdasarkan pada tujuan di atas, maka saat ini transfusi darah cenderung memakai
komponen darah disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya kebutuhan akan sel darah merah,
granulosit, trombosit, dan plasma darah yang mengandung protein dan faktor-faktor
pembekuan.

Keadaan yang memerlukan Tranfusi darah :


a. Anemia karena perdarahan, biasanya digunakan batas Hb 7-8 g/dL. Bila telah turun
hingga 4,5 g/dL, maka penderita tersebut telah sampai kepada fase yang
membahayakan dan tranfusi harus dilakukan secara hati-hati.
b. Anemia haemolitik, biasanya kadar Hb dipertahankan hingga penderita dapat
mengatasinya sendiri. Umumnya digunakan patokan 5g/dL. Hal ini dipertimbangkan
untuk menghindari terlalu seringnya tranfusi darah dilakukan.
10

c. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.


d. Plasma loss atau hipoalbuminemia.
e. Kehilangan sampai 20% EBV umumnya dapat diatasi dengan cairan elektrolit saja.
Kehilangan lebih daripada itu, setelah diberi cairan elektrolit perlu dilanjutkan dengan
transfusi jika Hb<8 gr/dl.
Sedangkan indikasi transfusi darah lainnya adalah :
 Kehilangan darah >20% dengan volume darah lebih dari 1000 ml.
 Hemoglobin < 8 gr/dl.
 Hemoglobin <10 gr/dl dengan kelainan paru dan jantung.
 Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator.
 Pada bayi dan anak dengan kadar hemoglobin normal, kehilangan darah sebanyak 10-
15% volume darah, karena tidak memberatkan kompensasi tubuh maka cukup diberi
cairan koloid atau kristaloid, sedangkan diatas 15% perlu tranfusi darah karena
adanya gangguan pegangkutan oksigen.
 Sedangkan untuk orang dewasa dengan kadar Hb normal angka patokannya ialah
20%. Kehilangan darah sampai 20% dengan gangguan faktor pembekuan maka diberi
cairan kristaloid sebanyak 3 kali lipat jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid
diberikan dengan jumlah sama.

2.6 Persyaratan Pendonor Darah


Tujuan menggunakan pedoman seleksi pendonor darah adalah (1) untuk melindungi donor
dari potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat langsung dari proses donasi dan
(2)untuk melindungi penerima transfusi darah dari efek samping, seperti penularan penyakit
infeksi atau resiko medis lainnya7. Kriteria pendonor adalah sebagai berikut:
• Penampilan umum: calon pendonor tampak dalam kondisi fisik dan mental yang baik.
• Usia: donor harus berusia antara 18 dan 60 tahun.
• Hemoglobin: Hb harus tidak kurang dari 12,5 g / dL untuk laki-laki dan 11,5 g / dL untuk
perempuan.
• Berat: minimal 45 kg.
• Tekanan darah: tekanan sistolik dan diastolik harus normal (sistolik: 100-140 mm Hg dan
diastolik: 60-90 mm Hg dianjurkan), tanpa bantuan obat anti-hipertensi.
• Temperatur: suhu oral tidak melebihi 37,50C / 99,50F.
• Pulse: denyut nadi harus antara 60 dan 100 denyut per menit dan teratur.
• Interval donasi: interval antara donor darah harus 3 hingga 4 bulan.
11

Pengumpulan Darah7
Pendonor tidak boleh puasa sebelum memberikan darah. Jika makanan terakhir diambil lebih
dari empat jam sebelumnya, donor harus diberikan sesuatu untuk dimakan dan minum
sebelum diambil darahnyai. Darah mengalir ke dalam tas dicampur dengan antikoagulan
dalam rasio 1: 7 (antikoagulan: darah). Total volume darah yang dikumpulkan berkisar 405-
495 mL dan biasanya sebanyak 450 mL darah disumbangkan jumlah ini sekitar 12% dari
total volume darah atau 10,5 mL / kg berat badan.

Prosedur Pelaksanaan Tranfusi Darah


Untuk menghindari berbagai kesalahan, maka perlu diperhatikan :
a. Identitas pasien harus dicocokan secara lisan maupun tulisan
b. Identitas dan jumlah darah dalam kemasan dicocokkan dengan formulir permintaan
darah
c. Tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan suhu harus diperiksa sebelumnya, serta
diulang secra rutin.
d. Observasi ketat, terutama pada 15menit pertama setelah tranfusi darah dimulai.
Sebaiknya 1unit darah diberikan dalam waktu 1-2 jam tergantung status kardiovaskuler
dan dianjurkan tidak lebih dari 4 jam mengingat kemungkinan proliferasi bakteri pada
suhu kamar.
12

2.7 Jenis Darah yang Ditransfusikan


 Darah lengkap (Whole Blood)
-Deskripsi
Darah lengkap ini berisi sel darah merah, leukosit, trombosit, dan plasma. Satu unit
kantong darah lengkap berisi 450 mL darah dan 63 mL antikoagulan dengan kadar Hb sekitar
1.2 gr/dL dan hematokrit sebesar 35-45%8. Di Indonesia, satu kantong darah lengkap berisi
250 mL darah dengan 37 mL antikoagulan, ada juga yang satu kantong darah lengkap berisi
350 mL darah dengan 49 mL antikoagulan. Menurut masa simpan terdapat 3 macam darah
lengkap, yaitu darah segar, darah baru, dan darah simpan.
Darah Segar (Fresh Whole Blood): darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam
sesudah pengambilan. Keuntungan Pemakaian darah segar yaitu faktor pembekuannya
lengkap termasuk faktor labil (V, VIII) dan fungsi eritrosit relaitif masih baik. Indikasi
pemberian darah ini adalah misalnya pada pasien dengan Hb dan platelet rendah serta
trombositopenia. Kerugiannya sulit diperoleh dalam waktu tepat dan penularan penyakit
relatif banyak.
Darah Baru: darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari
donor. Faktor pembekuan disini sudah hampir habis dan juga dapat meningkat kadar kalium,
amonia, asam laktat.
Darah Simpan: darah yang disimpan lebih 6 hari. Keuntungan penggunaannya mudah
(setiap saat tersedia), bahaya penularan lues cytomegalovirus hilang, sedangkan kerugiannya
yaitu faktor pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah hampir habis.
-Penyimpanan8
Suhu simpan antara 2-6o Celcius dalam lemari pendingin. Transfusi harus dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 30 menit setelah darah dikeluarkan dari lemari pendingin.
Lama simpan dari darah lengkap ini tergantung dari antikoagulan yang dipakai pada kantong
darah, pada pemakaian sitrat fosfat dekstrose (CPD) lama simpan adalah 21 hari, sedangkan
dengan CPD adenine (CPDA) adalah 35 hari.
-Indikasi8
 Pasien dengan perdarahan masif dan telah Kehilangan darah lebih dari 25-30%
volume darah total.
 Anemia akut
 Transfusi tukar
13

-Kontraindikasi8
Sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan anemia kronik yang normovolemik atau yang
bertujuan meningkatkan sel darah merah dan pada pasien gagal jantung karena dapat
menimbulkan volume overload.
-Pemberian8
Dewasa : 1 unit darah lengkap akan meningkatkan Hb 1 gr/dl atau hematokrit 3-4%.
Anak : 8 mL/kg darah lengkap akan meningkatkan Hb sekitar 1 g/dl.
Unit kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml. Setiap unit darah
lengkap diberikan dalam 4 jam dengan tetesan sesuai keadaan klinis.

Rumus kebutuhan whole blood

6 x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

Ket :
-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal
-Hb pasien : Hb pasien saat ini

 Sel darah merah pekat (packed red blood cell)


-Deskripsi
Sel darah merah pekat terdiri eritrosit, trombosit, leukosit dan sedikit plasma. Sel
darah merah ini didapat dengan memisahkan sebagian besar plasma dari darah lengkap (WB),
sehingga diperoleh sel darah merah dengan nilai hematokrit 55-75% dan kadar Hb 20
gr/100mL.Volume nya diperkirakan 150-300 mL tergantung besarnya kantung darah yang
dipakai, dengan massa sel darah merah 150-200 mL8. Pemberian transfusi bertujuan untuk
memperbaiki oksigenasi jaringan dan organ tubuh. Biasanya tercapai bila kadar Hb sudah di
atas 8 g%. Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan
volume darah secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah
jenuh adalah:
1. Mengurangi kemungkinan penularan penyakit
2. Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis
3. Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload
berkurang
4. Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain.
14

Jenis-jenis PRC:
 Frozen Wash Concentrated Red Blood Cells (Sel Darah Merah Pekat Beku yang
Dicuci)
Sel darah merah beku ini dibuat dengan penambahan glisero pada darah yang usianya
kurang dari 6 hari. Karena pada proses penyimpaan beku, pencairan dan pencuciannya ada
sel darah merah yang hilang maka kandungan sel darah merah minimal 80% dari jumlah sel
darah merah pekat asal, dan hematokrit kurang lebih 70-80%. Proses pencucian dapat
menggunakan larutan glukosa dan salin. Suhu simpan 1-6oC dan tidak boleh digunakan lebih
dari 24 jam. Darah ini biasa diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel
darah merah yang menetap.8

 Washed red cell (sel darah merah pekat cuci)


Washed red cell diperoleh dengan mencuci packed red cell 2-3 kali dengan saline, dan
sisa plasma terbuang habis (untuk menghilangkan antibodi) dengan kandungan sel darah
merah 150-20 0mL dan hematokrit 70-80%8. Berguna untuk penderita yang tak bisa diberi
human plasma. Pencucian dengan salin membuang hampir seluruh plasma (98%),
menurunkan konsentrasi leukosit, dan trombosit serta debris. Kelemahan washed red cell
yaitu bahaya infeksi sekunder yang terjadi selama proses serta masa simpan yang pendek (4-6
jam). Pada suhu 40C, karena itu harus segera diberikan. Washed red cell dipakai dalam
pengobatan aquired hemolytic anemia dan exchange transfusion9. Untuk penderita yang
alergi terhadap protein plasma

 Darah merah pekat miskin leukosit (Leukocytes depleted-red cells)


Setiap unit sel darah merah pekat mengandung 1-3 x 109 leukosit. Sel darah merah pekat
disebut dengan sedikit leukosit jika kandungan leukosit kurang dari 5x106 leukosit/unit8. Sel
darah merah ini diperoleh dengan cara pemutaran, pencucian sel darah merah dengan garam
fisiologis. Suhu simpan darah ini 1°-6°C. Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit
berguna untuk meningkatkan jumlah eritrosit pada pasien yang sering memerlukan transfusi
atau sudah mendapat transfusi berulang. Manfaat komponen darah ini untuk mengurangi
reaksi panas dan alergi akibat kandungan leukosit6.

-Penyimpanan
Sel darah merah disimpan dalam suhu 1-6o Celcius. Bila menggunakan antikoagulan
CPDA maka masa simpanan dari sel darah merah ini 35 hari dengan nilai hematokrit 70-80
%, sedangkan bila menggunakan antikoagulan CPD masa simpan dari sel darah merah ini 21
15

hari. Komponen sel darah merah yang disimpan dalam larutan tambahan (buffer, dekstrosa,
adenine, manitol) memiliki nilai hematokrit 52-60% dan masa simpan 42 hari. Sediaan ini
bukan merupakan sumber trombosit dan granulosit, namun memiliki kemampuan oksigenasi
seperti darah lengkap8.

-Indikasi
Meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang menunjukkan gejala anemia,
Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb) <7 g/dl,
terutama pada anemia akut dan pada keadaan yang hanya memerlukan massa sel darah merah
pembawa oksigen (Hb) misalnya pada pasien dengan gagal ginjal atau anemia karena
keganasan10. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi
tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi
(contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat)10. Serta
dapat digunakan bersama cairan kristaloid ataupun koloid untuk menangani kehilangan darah
akut (pasien syok)

-Kontraindikasi
Dapat menyebabkan hipervolemi jika diberikan dalm jumlah banyak dalam waktu
singkat8.

-Dosis dan cara pemberian


Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan 4 ml/kgBB atau 1 unit dapat
menaikkan kadar hematokrit 3-5 %. Diberikan selama 2 sampai 4 jam dengan kecepatan 1-2
mL/menit, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui.
Kebutuhan darah (ml) :
3 x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB
Ket :
-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal
-Hb pasien : Hb pasien saat ini
16

 White Blood Cells (WBC atau leukosit)


Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti PRC, plasma dihilangkan 80
% , biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam pemberian perlu diketahui golongan
darah ABO dan sistem Rh.
Indikasi
Diberikan pada pasien dengan jumlah leukosit turun berat,Pasien sepsis yang tidak berespon
dengan antibiotik (khususnya untuk pasien dengan kultur darah positif, demam persisten
lebih dari 38,3° C dan granulositopenia).

 Platelet
Merupakan derivat dari whole blood dengan kandungan >55 x 109 platelet per
kantong, dan 50-60 mL plasma8. Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus
perdarahan yang disebabkan oleh kekurangan trombosit. Pemberian trombosit yang berulang-
ulang dapat menyebabkan pembentukan thrombocyte antibody pada penderita. (9) Transfusi
trombosit terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena trombositopenia. Komponen
trombosit mempunyai masa simpan sampai dengan 3 hari.(1)

Dosis: pada kasus trombositopenia cukup 1 kantong, atau sesuai target kadar platelet
biasanya 40.000-50.000/mm3. 1 kantong dapat meningkatkan platelet sekitar 50-
100.000/mm3.

Penggunaan dalam kasus kegagalan sumsum tulang8:


• Pengobatan perdarahan, pasien trombositopeni.
• Penggunaan profilaksis pada pasien trombositopeni.
- Pertahankan jumlah trombosit> 10 x 109 / L pada pasien yang tidak berdarah, tidak
terinfeksi.
- Menjaga jumlah trombosit> 20 x 109 / L pada pasien yang terinfeksi / pyrexial.

Penggunaan dalam kasus DIC8:


 Untuk DIC akut, di mana perdarahan dikaitkan dengan trombositopenia, pertahankan
jumlah trombosit di atas 20 x 109 / L bahkan tanpa adanya perdarahan terbuka.
 Gunakan dalam transfusi darah besar-besaran:
 Pertahankan jumlah trombosit> 50 x 109 / L pada pasien yang menerima transfusi
masif
17

Profilaksis untuk operasi8:


• Pastikan jumlah trombosit> 50 x 109 / L untuk prosedur seperti pungsi lumbal, epidural
anestesi, biopsi trans-bronkial, biopsi hati, biopsi ginjal dan laparotomi.
• Pertahankan jumlah trombosit> 100 x 109 / L untuk bedah neurologis dan mata.

-Penyimpanan8
Platelet dapat disimpan hingga 72 jam pada 20 ° C hingga 24 ° C. Penyimpanan yang lebih
lama meningkatkan risiko proliferasi bakteri dan septikemia pada resipien transfusi.

-Pemberian8
Tergantung pada kondisi penerima, 1 unit kantong platelet harus ddiberikan tidak lebih dari
30 menit.

Indikasi: untuk mengatasi perdarahan karena kurangnya jumlah platelet, Indikasi pemberian
komponen trombosit ialah :

1. Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah trombositnya kurang
dari 50.000/mm3 pada dewasa dan kurang dari 100.000/mm3 pada neonatus11.
Misalnya perdarahan pada trombocytopenic purpura, leukemia, anemia aplastik,
demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum tulang karena pemberian sitostatika
terhadap tumor ganas.
2. Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia maupun hipertensi portal juga
memerlukan pemberian suspensi trombosit prabedah.

Rumus Transfusi Trombosit


BB x 1/13 x 0.3

Kontraindikasi: autoimun trombositopenia, trombotik trombositopeniapurpura


Macam sediaan:

o Platelet Rich Plasma (Plasma Kaya Trombosit)


Platelet Rich Plasma dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar.
Penyimpanan dalam suhu 34°C sebaiknya 24 jam.
18

o Platelet Concentrate (Trombosit Pekat)


Kandungan utama yaitu trombosit, volume 50 ml dengan suhu simpan 20°±2°C. Berguna
untuk meningkatkan jumlah trombosit. Peningkatan post transfusi pada dewasa rata-rata
5.000-10.000/ul. Efek samping berupa urtikaria, menggigil, demam, alloimunisasi
Antigen trombosit donor.(9)
Dibuat dengan cara melakukan sentrifugasi pada Platelet Rich Plasma, sehingga
diperoleh endapan yang merupakan pletelet concentrate dan kemudian memisahkannya
dari plasma yang diatas yang berupa Platelet Poor Plasma. Masa simpan ± 48-72 jam.9

 Plasma
Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah
(hypovolemia, luka bakar), menggantikan protein yang terbuang seperti albumin pada
nephrotic syndrom dan cirrhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki jumlah faktor-
faktor tertentu dari plasma seperti globulin.9

Macam sediaan plasma adalah:

1. Plasma cair
Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada pembuatan packed red
cell.
2. Plasma kering (lyoplylized plasma)
Diperoleh dengan mengeringkan plasma beku dan lebih tahan lama (3 tahun).
3. Fresh Frozen Plasma
Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar dan langsung dibekukan pada
suhu -25°C atau kurang dari 8 jam sejak waktu pengambilan. Pemakaian yang paling
baik untuk menghentikan perdarahan (hemostasis)9. Kandungan utama berupa plasma
dan faktor pembekuan, albumin, imunoglobulin dan faktor VIII dengan volume 200-
300 ml. Suhu simpan -25°C dengan lama simpan 1 tahun. Berguna untuk meningkatkan
faktor pembekuan bila faktor pembekuan pekat/kriopresipitat tidak ada dan
meningkatkan volume plasma. Ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan.
Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua protein plasma (faktor pembekuan),
terutama faktor V dan VII11. FFP biasa diberikan setelah transfusi darah masif, setelah
terapi warfarin dan koagulopati pada penyakit hepar. Setiap unit FFP biasanya dapat
menaikan masing-masing kadar faktor pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa.
19

Sama dengan PRC, saat hendak diberikan pada pasien perlu dihangatkan terlebih
dahulu sesuai suhu tubuh.
Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar
diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat
kalsium. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system Rh.

Dosis: diberikan 10cc/kg satu jam pertama, dilanjutkan 1cc/kgBB perjam hingga PT dan
APTT mencapai nila ≥1,5 x nilai kontrol normal.8
Indikasi :
 Untuk mengganti beberapa defisiensi faktor koagulasi, seperti:
— Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila ada perdarahan yang
mengancam nyawa.
— Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah
transfusi massif
— Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan
 Koagulasi intravaskular diseminata (DIC)
 Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP)
 Perdarahan masif (mengganti volume plasma)

4. Cryopresipitate
Biasa disebut cryoprecipitated antihemophilic factor. Didapatkan dengan
mencairkan FFP pada suhu 1-60C dan disimpan pada -250C dan dapat bertahan selama
1 tahun. Mengandung 150-300 IU/pack fibrinogen, faktor VIII 80-100 IU/pack , faktor
pembekuan XIII, faktor Von Willbrand, fibronectin, dan 5-20 mL plasma.
Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena kurangnya faktor VIII di
dalam darah penderita hemofili A. Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan
intravena langsung, tidak melalui tetesan infus, pemberian segera setelah komponen
mencair, sebab komponen ini tidak tahan pada suhu kamar. 1 Suhu simpan -18°C atau
lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun, ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah
dicairkan. Efek samping berupa demam, alergi. Satu kantong (30 ml) mengadung 75-80
unit faktor VIII, 150-250 mg fibrinogen, faktor von wilebrand, faktor XIII
Indikasi11
-Hemophilia A (defisiensi faktor viii)
20

-Def. Faktor XIII


-Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi (DIC)
-Penyakit von wilebrand

Dosis: kebutuhan fibrinogen : 250 fibrinogen/kantong. Biasanya sekitar 1 kantong per


7-10 kgBB.

Rumus Kebutuhan Cryopresipitate :


0.5x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

5. Albumin

Albumin merupakan protein plasma yang dapat diperoleh dengan cara fraksionisasi
Cohn. Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen dipisahkan dari
plasma. Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian diencerkan sampai menjadi cairan 5%
(mengandung 50 mg/ml albumin) . Larutan 5% albumin bersifat isoosmotik dengan plasma, dan
dapat segera meningkatkan volume darah. Komponen ini digunakan juga untuk
hipoproteinemia (terutama hipoalbuminemia), luka bakar hebat, pancreatitis, dan neonatus
dengan hiperbilirubinemia. Dosis disesuaikan dengan kebutuhan, misal pada neonatus
hiperbilirubinemia perlu 1-3g/kgBB dalam bentuk larutan albumin 5%.4,6

Rumus Kebutuhan Albumin

∆ albumin x BB x 0.8

 Konsentrat factor VIII (factor anti hemofilia A)

Komponen ini merupakan preparat kering yang mengandung konsentrat factor VIII, dan
diproduksi melalui teknologi rekombinan. Hasil dimurnikan dengan teknik monoclonal, dan
dilakukan penonaktifan virus melalui misalnya pemanasan (heattreated). Pengemasan dalam
botol berisi 250 dan 1.000 unit. Dosis pemberian sama dengan kriopresipitat. 12,13

 Kompleks factor IX

Komponen ini disebut juga kompleks protrombin, mengandung factor pembekuan yang
tergantung vitamin K, yang disintesis di hati, seperti factor VII, IX, X, serta protrombin.
21

Komponen ini biasanya digunakan untuk pengobatan hemofilia B. Kadang diberikan pada
hemofilia yang mengandung inhibitor factor VIII dan pada beberapa kasus defisiensi factor
VII dan X. Dosis yang dianjurkan adalah 80-100 unit/kgBB setiap 24 jam.1,9

 Imunoglobulin

Komponen ini merupakan konsentrat larutan materi zat anti dari plasma, dan yang baku
diperoleh dari kumpulan sejumlah besar plasma. Komponen yang hiperimun didapat dari
donor dengan titer tinggi terhadap penyakit seperti varisela, rubella, hepatitisB, atau rhesus.
Biasanya diberikan untuk mengatasi imunodefisiensi, pengobatan infeksi virus tertentu, atau
infeksi bakteri yang tidak dapat diatasi hanya dengan antibiotika dan lain-lain. Dosis yang
digunakan adalah 1-3 ml/kgBB.14,15

2.8 Komplikasi Tranfusi Darah


1. Reaksi Transfusi Darah Secara Umum
Tidak semua reaksi transfusi dapat dicegah. Ada langkah-langkah tertentu yang perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi transfusi, walaupun demikian tetap diperlukan
kewaspadaan dan kesiapan untuk mengatasi setiap reaksi transfusi yang mungkin terjadi. Ada
beberapa jenis reaksi transfusi dan gejalanya bermacam-macam serta dapat saling tumpang
tindih. Oleh karena itu, apabila terjadi reaksi transfusi, maka langkah umum yang pertama
kali dilakukan adalah menghentikan transfusi, tetap memasang infus untuk pemberian cairan
NaCl 0,9%.6,15

2. Reaksi Transfusi Hemolitik


Reaksi Hemolisis pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah merah yang
ditransfusikan oleh antibodi resipien. Reaksi Hemolisis biasanya digolongkan akut (
intravascular) atau delayed (extravascular).13
 Reaksi hemolisis akut
Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir selalu karena ketidakcocokan
golongan darah ABO (antibodi jenis IgM yang beredar) dan sekitar 90%-nya terjadi karena
kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien atau unit darah yang akan diberikan.2,3
Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHA adalah demam dengan atau tanpa
menggigil, kemerahan pada muka, bendungan vena leher, mual, muntah, nyeri dada, sesak
napas, takikardi, hemoglobinuria, oligouri, hipotensi, dan perdarahan yang tidak bisa
22

diterangkan asalnya. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi renjatan (shock), koagulasi
intravaskuler diseminata (KID), dan/atau gagal ginjal akut yang dapat berakibat kematian.1
Pada pasien yang sadar, gejala meliputi rasa dingin, demam, nausea, dan sakit dada. Pada
pasien yang dianestesi, manifestasi dari suatu reaksi hemolytic akut adalah suhu meningkat,
tachycardia tak dapat dijelaskan, hypotensi, hemoglobinuria, dan oozing yang difus dari
lapangan operasi. Gejala yang berat dapat terjadi setelah transfusi 10 – 15 ml darah yang
ABO inkompatibel.

Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:

(a) meningkatkan perfusi ginjal,


(b) mempertahankan volume intravaskuler,
(c) mencegah timbulnya DIC1.

Manajemen reaksi hemolisis dapat simpulkan sebagai berikut;


 Jika dicurigai suatu reaksi hemolisis, transfusi harus dihentikan dengan segera.
 Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas pasien.
 Kateter urin dipasang , dan urin harus dicek adanya hemoglobin.
 Osmotic diuresis harus diaktifkan dengan mannitol dan cairan kedalam pembuluh
darah.
 Jika ada perdarahan akut, indikasi pemberian platelets dan FFP

Terapi reaksi transfusi hemolitik : pemberian cairan intravena dan diuretika. Cairan
digunakan untuk mempertahankan jumlah urine yang keluar. Diuretika yang digunakan ialah:

a. Manitol 25 %, sebanyak 25 gr diberikan secara intravena kemudian diikuti


pemberian 40 mEq Natrium bikarbonat.
b. Furosemid

Bila terjadi hipotensi penderita dapat diberi larutan Ringer laktat, albumin dan darah
yang cocok. Bila volume darah sudah mencapai normal penderita dapat diberi vasopressor.
Selain itu penderita perlu diberi oksigen. Bila terjadi anuria yang menetap perlu tindakan
dialysis

 Reaksi Transfusi Hemolitik Lambat


23

Reaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya disebabkan oleh adanya antibodi
yang beredar yang tidak dapat dideteksi sebelum transfusi dilakukan karena titernya rendah.
Reaksi yang lambat menunjukkan adanya selang waktu untuk meningkatkan produksi
antibodi tersebut. Hemolisis yang terjadi biasanya ekstravaskuler.15
Reaksi hemolisis pada tipe lambat terjadi 2-21 hari setelah transfusi. Gejala dan tanda
yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat,malaise, ikterus, dan kadang-kadang
hemoglobinuria. Hematokrit pasien tidak meningkat setelah transfusi dan tidak adanya
perdarahan. Serum bilirubin unconjugated meningkat sebagai hasil pemecahan hemoglobin
Biasanya tidak terjadi hal yang perlu dikuatirkan karena hemolisis berjalan lambat dan
terjadi ekstravaskuler, tetapi dapat pula terjadi seperti pada RTHA. Penanganan reaksi
hemolisis lambat adalah suportif
Manajemen: perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, blood film, LDH, direct
antiglobulin test, renal profile, serum bilirubin, haptoglobin, dan urinalysis. Fungsi ginjal
harus dimonitoring ketat. Terapi spesisfik sangat jarang dibutuhkan, hanya saja pada transfusi
selanjutnya perlu berhati-hati dengan melakukan screening golongan darah dan antibodi16,
Bila terjadi hipotensi, renjatan, dan gagal ginjal, penatalaksanaannya sama seperti pada
RTHA.15

3. Reaksi Transfusi Non-Hemolitik


a. Demam
Demam merupakn lebih dari 90% gejala reaksi transfusi. Sensitisasi leukosit atau platelet
secara khas manifestasinya adalah reaksi febris.Reaksi ini ditandai oleh suatu peningkatan
temperatur tanpa adanya hemolisis. Demam timbul akibat aktivasi komplemen dan lisisnya
sebagian sel dengan melepaskan pirogen endogen yang kemudian merangsang sintesis
prostaglandin dan pelepasan serotonin dalam hipotalamus. Dapat pula terjadi demam akibat
peranan sitokin (IL-1b dan IL-6). Umumnya reaksi demam tergolong ringan dan akan hilang
dengan sendirinya.
b. Reaksi alergi
Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering muncul, yang tidak
disertai gejala lainnya. Reaksi Urtikaria pada umumnya ditandai oleh eritema, gatal bintik
merah dan bengkak, dan menimbulkan rasa gatal tanpa demam Bila hal ini terjadi, tidak perlu
sampai harus menghentikan transfusi. Reaksi alergi ini diduga terjadi akibat adanya bahan
terlarut di dalam plasma donor yang bereaksi dengan antibodi IgE resipien di permukaan sel-
sel mast dan eosinofil, dan menyebabkan pelepasan histamin. Reaksi alergi ini tidak
24

berbahaya, tetapi mengakibatkan rasa tidak nyaman dan menimbulkan ketakutan pada pasien
sehingga dapat menunda transfusi. Pemberian antihistamin dan steroid dapat menghentikan
reaksi tersebut.
c. Reaksi anafilaktik
Reaksi Anafilaksis jarang terjadi (kurang lebih 1 dari 150,000 transfusi). Reaksi yang
berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila timbul pada pasien dengan defisiensi antibodi
IgA atau yang mempunyai IgG anti IgA dengan titer tinggi. Reaksinya terjadi dengan cepat,
hanya beberapa menit setelah transfusi dimulai. Aktivasi komplemen dan mediator kimia
lainnya meningkatkan permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos terutama pada saluran
napas yang dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik biasanya adalah
periorbital dan laryngeal edema, angioedema, muka merah (flushing), mual & muntah, nyeri
dada, nyeri absomen, eritema, urtikaria, bronkospasme, dispneau, hipotensi, dan renjatan.
Penatalaksanaannya adalah :
(1) menghentikan transfusi dengan segera,
(2) tetap infus dengan NaCl 0,9% atau kristaoid,
(3) berikan antihistamin dan epinefrin.
Pemberian adrenalin dan kortikosteroid perlu dipertimbangkan. Apabila terjadi
hipoksia, berikan oksigen dengan kateter hidung atau masker atau bila perlu
melalui intubasi.2,3

Pasien dengan defisiensi IgA perlu menerima Washed Packed Red Cells, deglycerolized
frozen red cells, atau IgA-Free blood Unit .16

d. Overload Cairan
Overload cairan terjadi bila transfusi dilakukan terlalu cepat. Gagal jantung ventrikel kiri
akut sering terjadi disertai dyspnoe, tachypnoea, batuk kering, peningkatan JVP, ronki basal
paru, hipertensi, dan takikardi.11

Manajemen: hentikan transfusi, dan berikan oksigen dan diuretik.


e. Iron Overload
Komplikasi ini sering terjadi pada resipien dengan kelainan yang hidupnya bergantung
pada transfusi darah seperti talasemia dan sickle cell. Komplikasi ini terjadi bila transfusi
sudah mencapai 10-50 kantong.11
25

Manajemen: dilakukan iron chelation therapy dengan desferoxamine 30-50 mg


subkutan atau infus lambat saat malam, minimal 5x/minggu.11

4. Efek samping lain dan resiko lain transfusi


a. Komplikasi dari transfusi massif
Transfusi massif adalah transfusi sejumlah darah yang telah disimpan, dengan volume
darah yanglebih besar daripada volume darah resipien dalam waktu 24 jam. Pada keadaan ini
dapat terjadi hipotermia bila darah yang digunakan tidak dihangatkan, hiperkalemia,
hipokalsemia dan kelainan koagulasi karena terjadi pengenceran dari trombosit dan factor-
factor pembekuan. Penggunaan darah simpan dalam waktu yang lama akan menyebabkan
terjadinya beberapa komplikasi diantaranya adalah kelainan jantung, asidosis, kegagalan
hemostatik, acute lung injury.17
b. Penularan penyakit Infeksi
1) Hepatitis virus
Penularan virus hepatitis merupakan salah satu bahaya/ resiko besar pada transfusi
darah. Diperkirakan 5-10 % resipien transfusi darah menunjukkan kenaikan kadar enzim
transaminase, yang merupakan bukti infeksi virus hepatitis. Sekitar 90% kejadian hepatitis
pasca transfusi disebabkan oleh virus hepatitis non A non B. Meski sekarang ini sebagian
besar hepatitis pasca transfusi ini dapat dicegah melalui seleksi donor yang baik dan ketat,
serta penapisan virus hepatitis B dan C, kasus tertular masih tetap terjadi. Perkiraan resiko
penularan hepatitis B sekitar 1 dari 200.000 dan hepatitis C lebih besar yaitu sekitar
1:10.000. 1
2) AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome)
Penularan retrovirus HIV telah diketahui dapat terjadi melalui transfusi darah, yaitu
dengan rasio 1:670.000, meski telah diupayakan penyaringan donor yang baik dan ketat.
Virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini, HIV-1. Semua darah dites untuk
mengetahui adanya anti-HIV-1 dan - 2 antibodi
3) Infeksi CMV
Cytomegalovirus (CMV) umumnya menyebabkan penyakit sistemik ringan atau
asimptomatik. Penularan CMV terutama berbahaya bagi neonatus yang lahir premature atau
pasien dengan imunodefisiensi. Pada beberapa individu yang menjadi pembawa infeksi
asimptomatik; lekosit dalam darah dari donor dapat menularkan virus Biasanya virus ini
menetap di leukosit donor, hingga penyingkiran leukosit merupakan cara efektif mencegah
26

atau mengurangi kemungkinan infeksi virus ini. Transfusi sel darah merah rendah leukosit
merupakan hal terbaik mencegah CMV ini.1

4) Penyakit infeksi lain yang jarang


Beberapa penyakit walaupun jarang, dapat juga ditularkan melalui transfusi adalah
malaria, toxoplasmosis, HTLV-1, mononucleosis infeksiosa, penyakit chagas (disebabkan
oleh trypanosoma cruzi), dan penyakit CJD ( Creutzfeldt Jakob Disease).
Pencemaran oleh bakteri juga mungkin terjadi saat pengumpulan darah yang akan
ditransfusikan. Kontaminasi bakteri adalah penyebab kedua kematian melalui transfusi.
Untuk mencegah kemungkinan kontaminasi dari bakteri, darah harus berikan dalam waktu
kurang dari 4 jam. Penyakit bakteri yang ditularkan melalui transfusi darah dari donor
meliputi sifilis, brucellosis, salmonellosis, yersiniosis, dan berbagai macam rickettsia. Pasien
yang terinfeksi ini dapat mengalami reaksi transfusi akut, bahkan sampai mungkin renjatan.
Keadaan ini perlu ditangani seperti pada RTHA ditambah dengan pemberian antibiotic yang
adekuat.

Manajemen: penanganan kasus ini adalah dengan memberikan antibiotik sesuai bakteri
penginfeksi. Bila jenis bakterinya tidak diketahui, kombinasi berikut dapat dipertimbangkan:

- Bakteri gram negatif: piperacillin 4,5 g tds iv; atau ceftriaxone 1 g 1x/hari; atau
meropenem 1 g tds iv.
- Bakteri gram positif: teicoplain 400mg bd iv x2; atau vancomycin 1 g bd iv.11

5) GVHD(Graft versus Host disease)


GVHD merupakan reaksi/ efek samping lain yang mungkin terjadi pada pasien
dengan imunosupresif atau pada bayi premature. Hal ini terjadi oleh karena limfosit donor
dalam tubuh resipien mampu mengaktifkan respon imun. Iradiasi (1500-3000 cGy) sel darah
merah, granulocyte, dan transfusi platelet secara efektif menginaktifasi limfosit tanpa
mengubah efikasi dari transfusi.16
27

BAB III
KESIMPULAN

Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam
sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan, Transfusi darah memang merupakan
upaya untuk menyelamatkan kehidupan dalam banyak hal, dalam bidang anestesi misalnya
dalam proses pembedahan besar. Dalam pembedahan, pasien dapat mengalami perdarahan
dari yang paling ringan sampai perdarahan massif.
Penggantian darah dapat optimal apabila pemilihan jenis darah yang digantikan tepat
dan sesuai kondisi pasien pada saat itu, dengan mempertimbangkan komplikasi yang dapat
terjadi dalam reaksi transfusi darah penggantian darah ataupun komponen-komponen darah
merupakan suatu tindakan yang sangat berarti bagi pasien sesuai dengan tujuan utama
transfusi yaitu memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan
biologis darah atau komponen agar lebih bermanfaat, memelihara dan mempertahankan
volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah). mengganti
kekurangan komponen seluler atau kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan,
memperbaiki fungsi hemostatis.
28

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Cachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua, Jakarta
: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI : 2002

2. Gary, R Strange, William R, Steven L, 2002, Pediatric Emergency Medicine, 2nd edition.
Boston: Mc Graw Hill, halaman: 527-529

3. C Waitt, P Waitt, M Pirmohamed. Intravenous Therapy. Postgrad. Med. J. 2004; 80; 1-6.

4. Sudoyo W. A., Setiyohadi.B., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.5. Jilid 1.
Internal Publishing: Jakarta

5. Hanafie, Achsanuddin. 2009. Anemia dan Transfusi Sel Darah Merah pada Pasien Kritis.
Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 39, No. 3. SMF-Anestesi dan Reanimasi FK-
USU/RSUP Hají Adam Malik, Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan

6.Palang Merah Indonesia. Pelayanan Transfusi Darah, 2002.


http://www.palangmerah.org/pelayanan transfusi.asp.

7. World Health Organization. 2011. Clinical Transfusion Practice Guidelines For Medical
Interns. Bangladesh

8. World Health Organization. 2012. The Clinical use of blood: handbook. Geneva.

9. Ramelan S, Gatot D, Transfusi Darah Pada Bayi dan Anak dalam Pendidikan Kedokteran
berkelanjutan (Continuing Medical Education) Pediatrics Updates, 2005, Jakarta, IDAI
cabang Jakarta, halaman: 21-30

10. Aditya, LK. 2012. Referat Anasthesia Indikasi Transfusi Darah Perioperatif. Mataram.
11. McClelland, DBL. Handbook of transfusion medicine ed. 4. 2007. United kingdom
blood service.

12. Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak
(Nelson Textbook of Pediatrics), 1996, Jakarta, EGC, volume 2, Edisi 15, halaman: 1727-
1732 Education) Pediatrics Updates, 2005, Jakarta, IDAI cabang Jakarta, halaman: 21-30
29

13. Sudarmanto B, Mudrik T, AG Sumantri, Transfusi Darah dan Transplantasi dalam Buku
Ajar Hematologi- Onkologi Anak, 2005, Jakarta, Balai Penerbit IDAI, halaman: 217-225

14. Gary, R Strange, William R, Steven L, 2002, Pediatric Emergency Medicine, 2nd edition.
Boston: Mc Graw Hill, halaman: 527-529

15. Shannon cooper,1992, Clinic in Laboratory Medicine, Volume 12, Number 4,


Philadelphia: WB Saunders Company, halaman: 655-665
16. Banks JB, Meadows S. Intravenous Fluids for Children with Gastroenteritis. Clinical
Inquiries, American Family Physician, January 1 2005. American Academy of Family
Physicians.
17. Hoffbrand, A.V. Kapita selekta Hematologi; oleh A.V Hoffbrand dan J.E. Pettit; alih
bahasa, Iyan Darmawan. Ed.2.-Jakarta:EGC 1996.

You might also like