You are on page 1of 2

5.

diagnosis multiaxial:

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III), gangguan afektif
bipolar episode kini manik dengan gejala psikotik diberikan kode F31.2. Untuk menegakkan diagnosis
pasti gangguan ini, terdapat beberapa syarat yang harus terpenuhi, yaitu:

a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala

psikotik (F30.2), yaitu:

 Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat daripada mania tanpa gejala psikotik
(F30.1), yaitu:
 Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai
mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
 Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas
yang berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-
ide perihal kebesaran/”grandiose ideas” dan terlalu optimistik.
 Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham
kebesaran (delusion of grandeur), iritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of
persecution). Waham dan halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek tersebut (mood-congruent).

b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lainnya (hipomanik, manik, depresif, atau
campuran) di masa lampau.

6. penatalaksanaan:

Penatalaksanaan gangguan afektif bipolar secara langsung berkaitan dengan fase episode yang sedang
dialami oleh pasien (depresi atau manik) dan keparahan episode tersebut. Untuk kasus akut pada
episode mania, haloperidol merupakan obat pilihan dan akan mengendalikan gangguan perilaku. Pada
kasus yang sangat berat, dapat diberikan haloperidol 5-10 mg intramuskular dan dapat

diulangi setiap 2-4 jam sampai dosis total mencapai 30 mg. Selanjutnya sama dengan kasus ringan, yaitu
diberikan haloperidol 5-10 mg per oral tiga kali sehari. Pada keadaan yang kurang akut dan untuk pasien
rawat jalan, haloperidol 3 mg tiga kali sehari merupakan dosis awal yang cocok. Klorpromazin dapat
digunakan sebagai pengganti, namun kurang memuaskan. Untuk kasus akut, dapat diberikan
klorpromazin 100 mg intramuskular, diulangi tiap 2-4 jam sampai dosis 160 mg. Sedangkan untuk kasus
yang kurang berat, dapat diberikan klorpromazin 100 mg per oral tiga atau empat kali sehari. Litium juga
efektif pada keadaan mania akut, tetapi hanya setelah diberikan terapi lainnya selama seminggu.
Kombinasi antara obat ini dengan haloperidol dosis tinggi agak berbahaya. Sebagai profilaksis mania
atau penyakit bipolar, dapat diberikan litium untuk semua kasus dengan beberapa serangan dalam
interval 2 tahun atau kurang. Jika terapi litium gagal setelah dicoba selama paling kurang setahun, maka
dapat diberikan sunuin depot flupentiksol dekanoat untuk profilaksis. Jika pasien tidak menampakkan
perkembangan yang signifikan dan cenderung tidak responsif terhadap pengobatan farmakologis, maka
pasien dapat dirujuk ke penyedia pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas electroconvulsive therapy
(ECT).

Gangguan bipolar harus diobati secara kontinu, tidak boleh putus. Bila putus, fase normal akan
memendek sehingga kekambuhan semakin sering. Adanya fase normal pada gangguan bipolar sering
mengakibatkan buruknya kepatuhan untuk berobat karena pasien mengira dirinya sudah sembuh. Oleh
karena itu, edukasi dan pemantauan pengobatan pasien sangat penting agar penderita dapat ditangani
lebih dini. Pemantauan pengobatan dapat dilakukan dengan cara pasien kontrol secara teratur ke
poliklinik. Hal ini tentu membutuhkan kerjasama dengan pihak keluarga, sehingga pihak keluarga
sepatutnya juga mendapatkan edukasi tentang penyakit pasien.

You might also like