You are on page 1of 47

Presentasi Kasus

Demam Berdarah Dengue

Disusun oleh

Djunita Widjaya
(11.2016.107)

Pembimbing

dr. Indraka P,Sp.PD

Penguji

dr. Flora Eka S.,


Sp.P.

dr. Buyung A.H.,


Sp.PD.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 3 APRIL – 10 JUNI 2017

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR ESNAWAN ANTARIKSA


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT: RSAU dr. Esnawan Antariksa

Nama Mahasiswa: Djunita Widjaya


Nim : 11.2016.107 ....................

Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Flora Eka S., Sp.P. , dr. Buyung A.H., Sp.PD.

IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. H Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir :Jakarta/ 21-02-1999 Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : SMA
Alamat : Mess Denmatra 1 Paskhas Tanggal masuk RS : 8 Mei 2017
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 10 Mei 2017 Jam : 15.00 WIB
Keluhan utama :
Demam sejak 4 hari SMRS
Keluhan tambahan :
Batuk, mual, muntah, lemas, pusing, dan gatal
Riwayat Penyakit Sekarang

2
Empat hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan demam hari pertama muncul tiba-tiba di
siang hari . Pasien mengaku sudah mengukur suhu tubuh saat di rumah menggunakan termometer,
didapatkan suhu 40°c. Demam hilang timbul disertai dengan menggigil tetapi tidak keluar keringat.
Terdapat mual dan muntah setelah makan dan minum, muntah berisi ampas tidak terdapat darah, tidak
ada nyeri menelan, dan tidak ada rasa panas di dada. Pasien juga mengeluh lemas dan pusing. Pasien
mengaku tidak terjadi pendarahan seperti mimisan, BAB darah, dan bintik-bintik merah. Pasien tidak
sedang haid. Pasien belum BAB, tetapi BAK normal. Makan dan minum pasien terganggu karena mual
dan muntahnya. Tidak ada nyeri perut. Pasien sudah minum obat paracetamol 500 mg 3x1 tablet dan
panadol 1x1 tablet tetapi tidak ada perbaikan.

Dua hari sebelum masuk rumah sakit keluhan pasien tetap sama namun ditambah dengan gatal-gatal
terutama pada kedua tangan, kedua kaki, dan perut. Batuk berdahak putih kental dan terasa sesak ketika
batuk, tidak terus-menerus. Pasien tetap meminum obat yang sama yaitu paracetamol 500 mg 3x1tablet
dan panadol 1x1 tablet.

Satu hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan tetap tidak berkurang. Demam hari keempat hilang
timbul setiap harinya, menggigil tidak berkeringat. Lemas, pusing namun tidak berputar, mual dan
muntah 1-2x/ hari. Batuk berdahak putih kental, sesak masih dirasakan saat batuk, tidak terus menerus.
Hari ini keluhan gatal semakin terasa sehingga pasien datang ke klinik dan dilakukan pengecekan
laboratorium darah. Pasien mengaku bahwa trombositnya rendah tetapi pasien lupa berapa jumlahnya.
Pasien tidak mengaku keluarnya bintik-bintik merah, mimisan atau BAB darah terkecuali saat ini pasien
haid hari pertama dengan 5-6x ganti pembalut. Pasien berpikir gatalnya diakibatkan minum panadol
(alergi panadol). Dari klinik pasien di beri tambahan obat untuk gatalnya berupa cetirizine 10mg
1x1tablet.

Pada hari ini pasien datang ke IGD RSAU dr. Esnawan antariksa pada siang hari dengan keluhan demam
hari ke 5 hilang timbul, menggigil , tidak berkeringat. Batuk berdahak putih tidak disertai darah dan tidak
terus-menerus sepanjang hari. Sesak masih terasa ketika batuk. Pasien merasa mual dan muntah 1-2x
berisi ampas dan tidak ada darah. Tidak ada nyeri perut, tidak sakit kepala, ada pusing disertai lemas.
Pasien tidak BAB sudah hari kelima dan BAK normal. Makan dan minum cukup terganggu, pasien
mengaku makan dan minum hanya sedikit dikarenakan mual dan muntahnya. Gatal tetap terasa sedikit-
sedikit. Pasien tidak ada riwayat bepergian keluar kota atauphn luar pulau. Di keluarga dan
lingkungannya tidak ada yang sakit serupa. Di rumah pasien cukup banyak nyamuk dan belum dilakukan
fogging, pasien tidak memakai kelambu, lotion anti nyamuk, ataupun penyemprot anti nyamuk. Ibu
pasien mengaku tidak begitu menerapkan sikap 3M (menutup, mengubur, dan menguras). Pasien
memiliki riwayat asma ketika umur 5 tahun, operasi benjolan di payudara kiri, dan benjolan di bagian
rahang bawah.

Riwayat Penyakit Dahulu


(-) Cacar (-) Malaria (-) Batuginjal/Sal.kemih

3
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hemia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) PenyakitProstat
(-) BatukRejan (-) TifusAbdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(+) Influenza (-) Sifilis (+) Alergi dingin
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (-) Hipertensi (-) PenyakitPembuluh
(-) DemamRematikAkut (-) UlkusVentrikuli (-) PendarahanOtak
(-) Pneumonia (-) UlkusDuodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu
Lain-lain : (+) Operasi benjolan di payudara kiri
(+) Operasi benjolan di rahang bawah (-) Kecelakaan

Riwayat Keluarga

Os mengatakan diantara keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit yang serupa
dengan Os.

Riwayat Sosial

Os merupakan pelajar SMA yang sedang menunggu hasil ujian akhir negara. Di
lingkungan tempat tinggal Os tidak diketahui adanya yang menderita seperti Os.

Riwayat Pemakaian Obat

Os sudah meminum obat paracetamol 500mg tablet 3x1, panadol tablet 1x1 dan cetirizine
10mg tablet 1x1.

Adakah kerabat yang menderita:

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi √
Asma √
Tuberkulosis √
Artritis √

4
Rematisme √
Hipertensi √
Jantung √
Ginjal √
Lambung √ Ibu dan Ayah

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Malam (+) Lain-lain : Gatal
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
(-) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan Pendengaran
(-) Kehilangan Pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering
(-) Gangguan pengecapan (-) Gusi berdarah
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara

5
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru – paru )
(-) Nyeri dada (-) Sesak Napas
(-) Berdebar (-) Batuk Darah
(-) Ortopnoe (+) Batuk
Abdomen (Lambung/Usus)
(-) Rasa kembung (-) Wasir
(+) Mual (-) Mencret
(+) Muntah (-) Tinja darah
(-) Muntah darah (-) Tinja berwarna dempul
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna teh
(-) Nyeri perut (-) Benjolan
(-) Perut membesar (-) Kolik

Saluran kemih/Alatkelamin
(-) Disuria (-) Kencing nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retens iurin
(-) Kencing batu (-) Kencing menetes
(-) Ngompol (tidakdisadari) (-) Penyakit prostat
Katamenia
(-) Leukore (-) Perdarahan
(-) Lain-lain
Haid
Haid: Pasien sedang haid hari ke 4
Jumlah dan lamanya : 5-6x ganti pembalut / 7 hari (-) Menarche
Teratur / tidak : Teratur
(-) Nyeri (-) Gejala Klimakterium

6
(-) Gangguan haid (-) Pasca menopause
Saraf dan otot
(-) Anestesi (-) Sukar mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot lemah (-) Hipo/Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick’)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (Disartri)

Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis

BERAT BADAN
Tetap (+)
Turun (-)
Naik (-)

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (-) di rumah (+) Rumah Bersalin ( -) R.S Bersalin (-) Puskesmas
Ditolong oleh : (- ) Dokter (+) Bidan (- ) Dukun ( -) lain - lain

Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis (+) BCG (+) Campak (+) DPT (+) Polio (+) Tetanus

Riwayat Makanan

7
Frekuensi / Hari : 3 kali sehari
Jumlah / kali : 1 Piring nasi, porsi sedang
Variasi / hari : Cukup
Nafsu makan saat ini : terganggu

Pendidikan
(-) SD (-) SLTP (+) SLTA (-) Sekolah Kejuruan
(-) Akademi (-) Universitas (-) Kursus (-) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan : Tidak ada
Pekerjaan : Tidak ada
Keluarga : Tidak ada

B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan : 153 cm
Berat badan : 40 kg
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 105 / 70 mmHg
Nadi : 114 x/menit
Suhu : 36,0° C
Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 20 x/menit, torakoabdominal
Keadaan gizi : Kurang
IMT : 17,087kg/m2
Sianosis : Tidak ada
Edema umum : Tidak ada
Habitus : Athletikus
Cara berjalan : Normal
Mobilisasi (Aktif / Pasif) : Aktif

8
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai umur

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar

Kulit
Warna : Kuning langsat Effloresensi : Tidak ada
Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata Pembuluh darah :Tidak ada penebalan
Suhu raba : Hangat Lembab / kering :Lembab
Keringat :
Umum : (-) Turgor : Normal
Setempat : (-) Ikterus : Tidak ada
Lapisan lemak : Tebal, merata Edema : Tidak ada Lain-lain: (-)

Kelenjar getah bening


Submandibula : Tidak teraba membesar Leher : Tidak teraba membesar
Supraklavikula: Tidak teraba membesar Ketiak : Tidak teraba membesar
Lipat paha : Tidak teraba membesar

Kepala
Ekspresi wajah : Tenang Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam Pembuluh darah temporal :Teraba
pulsasi

Mata
Exophthalamus : Tidak ada Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Edema (-/-) Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis (-/-) Visus : OD 6/6&OS 6/6

9
Sklera : Ikterik (-/-) Gerakan mata : Aktif
Lapangan penglihatan: Normal Tekanan bola mata : Normal
Nistagmus : Tidak ada

Telinga
Tuli : Tidak tuli Selaput pendengaran :Utuh
Lubang : Lapang di kedua telinga Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada

Mulut
Bibir : Merah muda, kering
Tonsil : T1- T1 tenang
Langit-langit : Normal, tidak ada celah
Bau pernapasan : Normal, tidak tercium bau busuk
Gigi geligi : Normal, karies (-)
Trismus : Tidak ada
Faring : Normal
Selaput lendir : Normal
Lidah : Sedikit kotor

Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5-2 cmH2O
Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar limfe : Tidak teraba membesar

Dada
Bentuk : Simetris, sela iga tidak melebar atau menyempit
Pembuluh darah : Tidak ada spider nevi
Buah dada : Normal, tidak ada pembesaran, tidak ada massa/benjolan

10
Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi Kiri Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus normal nyeri tekan (-), fremitus normal
Kanan Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus normal nyeri tekan (-), fremitus normal
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Kiri Vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-) Vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-)

Kanan Vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-) Vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-)

Jantung
Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di midclavicular kiri, kuat angkat
Perkusi Redup
Batas atas: ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan: ICS V, linea parasternal dekstra
Batas kiri: ICS V 2 jari medial dari linea midclavicular sinistra
Auskultasi Normal, Murni, Reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Katup Aorta : BJ 2 > BJ 1
Katup Pulmonalis : BJ 2 > BJ 1
Katup Mitral : BJ 1 > BJ 2
Katup Trikuspid : BJ 1 > BJ 2

Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi
Arteri Karotis : Teraba pulsasi

11
Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi

Perut
Inspeksi : warna kulit kuning langsat, tidak ada lesi, datar, tidak ada dilatasi vena
Palpasi Dinding perut : Nyeri tekan (+) regio lumbal sinistra, inguinal sinistra, dan
hipogastrik
Hati : Tidak ada pembesaran
Limpa : Tidak ada pembesaran
Ginjal : Ballotemen (-/-), bimanual (-/-)
Lain-lain : Tidak ada
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeriketok CVA (-)
Auskultasi : Bising usus, 15x/menit
Refleks dinding perut : Normal

Alat Kelamin: tidak dilakukan pemeriksaan

Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Aktif, tidak ada tahanan Aktif, tidak ada tahanan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : +5 +5
Lain-lain : - -

12
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka : Tidak ada Tidak ada
Varises : Tidak ada Tidak ada
Otot : Normotonus, massa normal Normotonus, massa normal
Sendi : Aktif Aktif
Gerakkan : Aktif Aktif
Kekuatan : +5 +5
Edema : Tidak ada Tidak ada

Reflex
Refleks Tendon Kanan Kiri
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kulit + +
Refleks patologis _ _

Colok Dubur: Tidak dilakukan

C. LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA


Hasil Pemeriksaan laboratorium pada tanggal: 8 Mei 2017 Jam : 12:35
1. Hematologi
Darah rutin Hasil Satuan Nilai Normal
Hemogblobin 12,6 g/dL L 13,2-17,3, P 11,7-15,5
Hematokrit 38 % L 40-52, P 35-47
Trombosit 121.000 ribu/mm3 150.000 – 440.000
Leukosit 2.200 /mm3 L 3.800 - 10.600, P 3600 -
11.000

2. Imunoserologi

13
Widal Hasil Nilai Normal
Thypi O 1/320 Negatif
Para Thypi AO Negatif Negatif
Para Thypi BO Negatif Negatif
Thypi H Negatif Negatif
Para Thypi AH Negatif Negatif
Para Thypi BH Negatif Negatif

Hasil Pemeriksaan laboratorium pada tanggal: 9 Mei 2017 Jam : 09:55


1. Hematologi
Darah rutin Hasil Satuan Nilai Normal
Hemogblobin 11 g/dL L 13,2-17,3, P 11,7-15,5
Hematokrit 33 % L 40-52, P 35-47
Trombosit 56.000 ribu/mm3 150.000 – 440.000
Leukosit 1.800 /mm3 L 3.800 - 10.600, P 3.600 -
11.000

Hasil Pemeriksaan laboratorium pada tanggal: 10 Mei 2017 Jam : 09:16


1. Hematologi
Darah rutin Hasil Satuan Nilai Normal
Hemogblobin 11,5 g/dL L 13,2-17,3, P 11,7-15,5
Hematokrit 34 % L 40-52, P 35-47
Trombosit 54.000 ribu/mm3 150.000 – 440.000
Leukosit 1.800 /mm3 L 3.800 - 10.600, P 3600 -
11.000

Hasil Pemeriksaan laboratorium pada tanggal: 11 Mei 2017 Jam: 05:59


1. Hematologi

Darah rutin Hasil Satuan Nilai Normal

14
Hemogblobin 11,1 g/dL L 13,2-17,3, P 11,7-15,5
Hematokrit 34 % L 40-52, P 35-47
Trombosit 67.000 ribu/mm3 150.000 – 440.000
Leukosit 2.400 /mm3 L 3.800 - 10.600, P 3600 -
11.000

2. Imunoserologi
Widal Hasil Nilai Normal
Thypi O Negatif Negatif
Para Thypi AO Negatif Negatif
Para Thypi BO Negatif Negatif
Thypi H Negatif Negatif
Para Thypi AH Negatif Negatif
Para Thypi BH Negatif Negatif

Hasil Pemeriksaan laboratorium pada tanggal: 12 Mei 2017 Jam: 09:55


1. Hematologi

Darah rutin Hasil Satuan Nilai Normal


Hemogblobin 11,3 g/dL L 13,2-17,3, P 11,7-15,5
Hematokrit 34 % L 40-52, P 35-47
Trombosit 111.000 ribu/mm3 150.000 – 440.000
Leukosit 2400 /mm3 L 3.800 - 10.600, P 3600 -
11.000

D. RINGKASAN (RESUME)
Pasien datang dengan demam timbul mendadak turun naik sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesudah demam pasien merasa menggigil. Keluhan disertai dengan mual dan
muntah 1-2x setelah makan dan minum. Pusing (+), lemas (+), dan batuk berdahak dengan warna
dahak putih susu dan kental. Pasien mengaku belum BAB sejak 4 hari sebelum masuk rumah

15
sakit. Pasien merasa gatal-gatal di bagian kedua kaki, kedua tangan dan perut. Makan dan minum
terganggu karena mual dan muntah. Pasien sedang haid hari pertama dengan 5-6x ganti pembalut
per hari. Ibu pasien mengaku dirumah cukup banyak nyamuk dan tidak pernah memakai
semprotan anti nyamuk atau lotion anti nyamuk dan tidak ada fogging. Pasien sudah minum obat
dari klinik yaitu paracetamol 500 mg 3x1 tablet dan cetirizine 10 mg 1x1 tablet tetapi hanya
sedikit perbaikan dari gatalnya, demamnya tetap ada.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, TD
105/70 mmHg, denyut nadi 114x/menit, laju pernapasan 20x/menit, dan suhu 36,00c. didapatkan
bibir kering dan lidah kotor. Ditambah dengan nyeri tekan (+) regio lumbal sinistra, inguinal sinistra,
dan hipogastrik.

Sedangkan dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 8 Mei didapatkan leukosit


2.200/mm3, trombosit 121.000/mm3, dan widal thypi O 1/320. Tanggal 9 Mei hemoglobin 11
g/dL, hematokrit 33%, trombosit 56.000/mm3, dan leukosit 1.800/mm3. Tanggal 10 Mei
hemoglobin 11,5 g/dL, hematokrit 34%, trombosit 54.000/mm 3, dan leukosit 1.800/mm3. Tanggal
11 Mei hemoglobin 11,1 g/dL, hematokrit 34%, trombosit 67.000/mm 3, leukosit 2.400/mm3, dan
widal negatif. Tanggal 12 Mei hemoglobin 11,3 g/dL, hematokrit 34%, trombosit 111.000/mm 3,
dan leukosit 2.400/mm3

E. DIAGNOSIS KERJA
Demam Berdarah Dengue

F. DIAGNOSIS BANDING
Demam Dengue
Thypus abdominalis

G. PENGKAJIAN DAN RENCANA TATALAKSANA


Rencana Pengelolaan:
 Infus RL 33 tetes
 Ceftriaxone 2x1gram IV
 Paracetamol 500 mg 3x1 tablet

16
 B complex 3x1 tablet
 Ondansentron 4 mg 3x1 tablet
 OBH 3x C I
 Diet bubur kasar

Rencana Evaluasi:
1. Monitor intake cairan, tanda-tanda vital, trombosit dan hematokrit. Untuk intake cairan dan
tanda-tanda vital setiap 4 jam. Pemantauan trombosit dan hematokrit setiap 12 jam.
2. Pemeriksaan widal ulangan 3 -5 hari berikutnya / typhidot.
3. Pemeriksaan IgM/IgG

Rencana Edukasi :
1. Perhatikan tanda-tanda dehidrasi seperti keluar urin yang sedikit, tidak ada air mata ketika
menangis, mulut lidah dan bibir yang kering, nadi > 100x/menit, jari tangan atau kaki yang
dingin, dan mata terlihat cekung. Apabila muncul tanda-tanda dehidrasi, maka harus diberi
cairan baik secara oral ataupun parenteral yang lebih adekuat.
2. Mencegah penyebaran infeksi dengue di rumah. Dengan cara, tempatkan pasien di atas
tempat tidur yang menggunakan kelambu, atau menggunakan lotion antinyamuk untuk
mencegah gigitan nyamuk yang dapat menginfeksi dalam waktu 2 minggu (tidak hanya
pasien, tetapi anggota keluarga juga sebaiknya menggunakan lotion antinyamuk atau
pakaian yang menutupi bagian tubuh ). Selain itu bisa dengan cara membunuh semua
nyamik dirumah menggunakan penyemprot pestisida (fogging). Melakukan sikap 3M
(menurup, menguras dan mengubur).
3. Perhatikan adanya tanda-tanda bahaya seperti : nyeri perut yang hebat atau muntah terus-
menerus, bercak merah pada kulit, perdarahan dari hidung atau gusi, muntah darah, feses
hitam, penurunan kesadaran, dan sulit bernapas. Apabila ada tanda-tanda demikian cepat
bawa pasien ke klinik terdekat atau ke ruang gawat darurat rumah sakit/klinik.

H. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam

17
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

I. KESIMPULAN
Kasus ini adalah Demam Berdarah Dengue dengan diagnosis banding thypus abdominalis
dan Demam Dengue yang ditentukan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Tujuan utama perawatan adalah untuk memulihkan kondisi pasien dengan memberikan
pengobatan agar mengurangi gejala klinis yang dirasakan oleh pasien. Dalam hal tersebut pasien
diharuskan untuk dirawat inap karena tatalaksana pada DBD dengan pemberian cairan intravena dan
harus dipantau setiap harinya dari keluhan yang timbul dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang
terutama memantau hematokrit dan trombosit pasien.

FOLLOW UP
Tanggal 9 Mei 2017 Jam 12.00
S : Demam (-), mual (-), muntah (-). Terkadang masih batuk berdahak putih. Sudah
bisa BAB tetapi mencret dan terasa perih. Lemas (-) dan pusing (-). Gatal masih
terasa oleh pasien. Makan dan minum hanya sedikit
O : Tampak sakit ringan, Compos mentis, TD 95/60 mmHg, T: 36,00C, N:
110x/menit, RR:20x/menit.
Kepala : Normocephali
Mata : Ca -/-, si -/-, dan pupil isokor
Telinga : Normal
Hidung : Napas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir merah kering dan lidah kotor
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Pulmo : Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, dan rhonki -/-
Cor : BJ I-II murni reguler, murmur (-), dan gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan regio lumbal sinistra, inguinal sinistra, dan hipogastrik
Ekstremitas : Normal, CRT<2 detik
A : Suspek DBD
P :

18
 Infus RL 20 tetes
 Ceftriaxone 2x1gram IV
 Paracetamol 500 mg 3x1 tablet
 B complex 3x1 tablet
 Ondansentron 4 mg 3x1 tablet
 OBH 3x C I
 Diet bubur kasar

Tanggal 10 Mei 2017 Jam 07.30


S : Batuk (+), gatal (+), makan dan minum masih sedikit.
O : Tampak sakit ringan, Compos mentis, TD 90/60 mmHg, T: 36,20C, N:
84x/menit, RR:19x/menit.
Kepala : Normocephali
Mata : Ca -/-, si -/-, dan pupil isokor
Telinga : Normal
Hidung : Napas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir merah kering dan lidah kotor
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Pulmo : Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, dan rhonki -/-
Cor : BJ I-II murni reguler, murmur (-), dan gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan regio lumbal sinistra, inguinal sinistra, dan hipogastrik.
ruam (+)
Ekstremitas : Normal, CRT<2 detik
A : DBD
P :
 Infus RL 20 tetes
 Ceftriaxone 2x1gram IV
 Paracetamol 500 mg 3x1 tablet
 B complex 3x1 tablet
 Ondansentron 4 mg 3x1 tablet

19
 OBH 3x C I
 Diet bubur kasar
 Cetirizine 10mg 2x1 tablet

Tanggal 11 Mei 2017 Jam 07.50


S : Batuk (+), gatal (+), makan dan minum sudah membaik.
O : Tampak sakit ringanedang, Compos mentis, TD 90/70 mmHg, T: 36,50C, N:
88x/menit, RR:18x/menit.
Kepala : Normocephali
Mata : Ca -/-, si -/-, dan pupil isokor
Telinga : Normal
Hidung : Napas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir merah kering dan lidah kotor
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Pulmo : Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, dan rhonki -/-
Cor : BJ I-II murni reguler, murmur (-), dan gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan regio lumbal sinistra, inguinal sinistra, dan hipogastrik.
ruam (+)
Ekstremitas : ruam (+/+), CRT<2 detik

20
A : DBD
P :
 Infus RL 20 tetes
 Ceftriaxone 2x1gram IV
 Paracetamol 500 mg 3x1 tablet
 B complex 3x1 tablet
 Ondansentron 4 mg 3x1 tablet
 OBH 3x C I
 Diet bubur kasar
 Cetirizine 10mg 2x1 tablet

Tanggal 12 Mei 2017


S : Gatal (-)
O : Tampak sakit ringan, Compos mentis, TD 90/60 mmHg, T: 36,00C, N:
74x/menit, RR:20x/menit.

21
Kepala : Normocephali
Mata : Ca -/-, si -/-, dan pupil isokor
Telinga : Normal
Hidung : Napas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir merah kering dan lidah kotor
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Pulmo : Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, dan rhonki -/-
Cor : BJ I-II murni reguler, murmur (-), dan gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan regio lumbal sinistra, inguinal sinistra, dan hipogastrik.
ruam(+)
Ekstremitas : ruam (+/+), CRT<2 detik
A : DBD
P :
 Terapi lanjut
 Menunggu hasil lab
 Pasien sudah boleh pulang (rawat jalan)
 Ciprofloxacin 500 mg 2x1 tablet selama 3 hari
 Paracetamol 500 mg 2x1 tablet selama 3 hari
 B complex 2x1 tablet selama 3 hari

Pembahasan

Definisi

Demam Dengue merupakan penyakit demam akut disebabkan oleh virus Dengue. Virus
dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock
Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-
1, Den-2, Den-3, Den-4.DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi virus Dengue.1

Epidemiologi

22
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari
seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap
tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di
Asia Tenggara.

Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir.
Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang
endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada
tahun 2009. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58
kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.1

Etiologi

Agen

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang
termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus(Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus dan famili Flaviviridae. Dengan ukuran virus yang kecil yaitu 50nm mengandung
single stranded RNA. Terdapat empat macam virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Infeksi dengan salah satu jenis virus tersebut menimbulkan imunitas seumur hidup terhadap jenis
virusnya. Sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. 2 Manusia
dan nyamuk merupakan sumber penularan infeksi.3

Vektor
Virus Dengue ditularkan dengan cara gigitan dari nyamuk Aedes (Ae) betina. Ae. aegypti
merupakan vektor yang paling berpotensial tetapi spesies yang lain seperti Ae. albopictus, Ae.
polynesiensis dan Ae. niveus juga sebagai vektor sekunder. Nyamuk Ae. Betina menaruh telurnya
dipermukaan genagan air. Dalam kondisi yang optimal siklus hidup Ae. Aegypti di dalam air bisa
berjarak 7 hari (penaruhan telur - dewasa). Telur dapat bertahan hidup selama satu tahun tanpa
air. Dalam kondisi suhu rendah memerlukan waktu beberapa minggu. Selama musim hujan
ketika bertahan hidup lebih lama, risiko transmisi virus lebih tinggi. Nyamuk Ae dapat terbang
sejauh 400 meter.3

23
Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki,
dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atan sari bunga untuk
keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah.
Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk
betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00)
sampai petang hari (16.00-17.00) Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang
kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif
sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah , nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam
atau diluar runlah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan
biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan
telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat
perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi
jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan
akhirnya menjadi nyamuk dewasa.2

24
Gambar 1. Nyamuk Ae. Aegypti betina3
Sumber : Guidelines for clinical management of Dengue fever, Dengue haemorrhagic fever and
Dengue shock syndrome. Directorate General of National Vector Borne Disease Control
Programme: India, 2008.

Siklus Penularan
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini
mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit Demam Berdarah
Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam
darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah.
Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita
tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam
lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan

25
tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah
penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik).
Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk
Aedes aegyptiyang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang
hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap
darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak

membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.2

Gambar 2. Siklus penularan virus Dengue3


Sumber : Guidelines for clinical management of Dengue fever, Dengue haemorrhagic fever and
Dengue shock syndrome. Directorate General of National Vector Borne Disease Control
Programme: India, 2008.

Patofisiologi Demam Dengue

26
Perbedaan klinis antara Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh
mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan pada Demam Berdarah Dengue
disebabkan karena kebocoran plasma (plasma leakage) yang diduga karena proses imunologi.
Hal ini tidak didapati pada Demam Dengue. Virus Dengue yang masuk kedalam tubuh akan
beredar dalam sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh makrofag (Antigen Presenting Cell).
Viremia akan terjadi sejak 2 hari sebelum timbul gejala hingga setelah lima hari terjadinya
demam. Antigen yang menempel pada makrofag akan mengaktifasi sel T- Helper dan menarik
makrofag lainnya untuk menangkap lebih banyak virus. Sedangkan sel T-Helper akan
mengaktifasi sel T-Sitotoksik yang akan melisis makrofag. Telah dikenali tiga jenis antibodi yaitu
antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses ini akan diikuti
dengan dilepaskannya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti
demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan gejala lainnya. Juga bisa terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia ringan.4

Demam tinggi (hiperthermia) merupakan manifestasi klinik yang utama pada penderita
infeksi virus dengue sebagai respon fisiologis terhadap mediator yang muncul. Sel penjamu yang
muncul dan beredar dalam sirkulasi merangsang terjadinya panas. Faktor panas yang
dimunculkan adalah jenis-jenis sitokin yang memicu panas seperti TNF-α, IL-1, IL-6, dan
sebaliknya sitokon yang meredam panas adalah TGF-β, dan IL-10. Beredarnya virus di dalam
plasma bisa merupakan partikel virus yang bebas atau berada dalam sel platelet, limfosit,
monosit, tetapi tidak di dalam eritrosit. Banyaknya partikel virus yang merupakan kompleks
imun yang terkait dengan sel ini menyebabkan viremia pada infeksi virus Dengue sukar
dibersihkan. Antibodi yang dihasilkan pada infeksi virus dengue merupakan non netralisasi
antibodi yang dipelajari dari hasil studi menggunakan stok kulit virus C6/C36, viro sel nyamuk
dan preparat virus yang asli.4

Respon innate immune terhadap infeksi virus Dengue meliputi dua komponen yang
berperan penting di periode sebelum gejala infeksi yaitu antibodi IgM dan platelet. Antibodi
alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel, bersifat tidak spesifik dan memiliki struktur molekul
mutimerix. Molekul hexamer IgM berjumlah lebih sedikit dibandingkan molekul pentameric
IgM namun hexamer IgM lebih efisien dalam mengaktivasi komplemen.Antigen Dengue dapat

27
dideteksi di lebih dari 50% “Complex Circulating Imun”. Kompleks imun IgM tersebut selalu
ditemukan di dalam dinding darah dibawah kulit atau di bercak merah kulit penderita dengue.
Oleh karenanya dalam penentuan virus dengue level IgM merupakan hal yang spesifik.4

Patofisiologi Demam Berdarah Dengue dan Demam Syok Syndrome

Pada DBD dan DSS peningkatan akut permeabilitas vaskuler merupakan patofisiologi
primer.Hal ini akan mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga
menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Pada kasus-kasus berat volume
plasma menurun lebih dari 20% meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia.
Lesi destruktif vaskuler yang nyata tidak terjadi. Terdapat tiga faktor yang menyebabakan
perubahan hemostasis pada DBD dan DSS yaitu: perubahan vaskuler, trombositopenia dan
kelainan koagulasi. Hampir semua penderita dengue mengalami peningkatan fragilitas vaskuler
dan trombositopeni, serta koagulogram yang abnormal.4

Infeksi virus dengue mengakibatkan muncul respon imun humoral dan seluler, antara lain
anti netralisasi, anti hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah
IgG dan IgM, mulai muncul pada infeksi primer, dan pada infeksi sekunder kadarnya telah
meningkat. Pada hari kelima demam dapat ditemukan antibodi dalam darah, meningkat pada
minggu pertama hingga minggu ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari.pada infeksi primer
antibodi IgG meningkat pada hari ke-14 demam sedangkan pada infeksi sekunder kadar IgG
meningkat pada hari kedua. Karenanya diagnosis infeksi primer ditegakkan dengan mendeteksi
antibodi IgM setelah hari kelima sakit, sedangkan pada infeksi sekunder diagnosis dapat
ditegakkan lebih dini. Pada infeksi primer antibodi netralisasi mengenali protein E dan
monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus dengue sehingga terjadi aktifitas
netralisasi atau aktifasi komplemen sehingga sel yang terinfeksi virus menjadi lisis. Proses ini
melenyapkan banyak virus dan penderita sembuh dengan memiliki kekebalan terhadap serotipe
virus yang sama.4

Apabila penderita terinfeksi kedua kalinya dengan virus dengue serotipe yang berbeda,
maka virus dengue tersebut akan berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh makrofag
atau monosit. Makrofag ini akan menampilkan Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex

28
(MHC II). Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan T Cell Receptor (TCR) sebagai reaksi terhadap infeksi.Kemudian
limfosit TH-1 akan mengeluarkan substansi imunomodulator yaitu INFγ, IL-2, dan Colony
Stimulating Factor (CSF). IFNγ akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan
TNFα.Interleukin-1 (IL-1) memiliki efek pada sel endotel, membentuk prostaglandin, dan
merangsang ekspresi intercelluler adhasion molecule 1 (ICAM 1).4

Colony Stimulating Factor (CSF) akan merangsang neutrophil, oleh pengaruh ICAM 1
Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan beradhesi dengan sel endothel dan
mengeluarkan lisosim yang mambuat dinding endothel lisis dan endothel terbuka. Neutrophil
juga membawa superoksid yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus
GMPs, sehingga endothel menjadi nekrosis dan mengakibatkan terjadi gangguaan vaskuler.
Antigen yang bermuatan MHC I akan diekspresikan di permukaan virus sehingga dikenali oleh
limfosit T CD8+ yang bersifat sitolitik sehingga menhancurkan semua sel yang mengandung
virus dan akhirnya disekresikan IFNγ dan TNFα.4

Patogenesis

Virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes menyerang organ RES seperti sel
kupfer di sinusoid hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-
paru. Dalam peredaran darah virus akan difagosit oleh monosit. Setelah genom virus masuk ke
dalam sel maka dengan bantuan organel-organel sel genom virus akan memulai membentuk
komponen-komponen strukturalnya.setelah berkembang biak di dalam sitoplasma sel maka virus
akan dilepaskan dari sel.4

Diagnosis pasti dengan uji serologis pada infeksi virus dengue sulit dilakukan karena
semua flavivirus memiliki epitope pada selubung protein yang menghasilkan “cross reaction”
atau reaksi silang. Infeksi oleh satu serotipe virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap
serotipe tersebut, tetapi tidak ada “cross protektif” terhadap serotipe virus yang lain. Virion dari
virus DEN ekstraseluler terdiri dari protein C (capsid), M (membran) dan E (envelope). Virus
intraseluler terdiri dari protein pre-membran atau pre-M.Glikoprotein E merupakan epitope
penting karena: mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai
aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding),

29
mempunyai fungsi fisiologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion. Secara in vitro
antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi fisiologis: netralisasi virus, sitolisis
komplemen, Antibodi Dependent Cell-mediated Cytotoxicity (ADCC) dan Antibodi Dependent
Enhancement.4

Secara invivo antibodi terhadap virus DEN berperan dalam 2 hal yaitu:

a. Antbodi netralisasi memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi infeksi virus.

b. Antibodi non netralising memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan infeksi
yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Perubahan patofidiologis dalam DBD dan DSS dapat dijelaskan oleh 2 teori yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis antibody
dependent enhancement (ADE). Teori infeksi sekunder menjelaskan bahwa apabila seseorang
mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, maka akan terdapat kekebalan terhadap
infeksi virus jenis tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pada infeksi primer virus dengue
antibodi yang terbentuk dapat menetralisir virus yang sama (homologous). Namun jika orang
tersebut mendapat infeksi sekunder dengan jenis virus yang lain, maka virus tersebut tidak dapat
dinetralisasi dan terjadi infeksi berat. Hal ini disebabkan terbentuknya kompleks yang infeksius
antara antibodi heterologous yang telah dihasilkan dengan virus dengue yang berbeda.4

Selanjutnya ikatan antara kompleks virus-antibodi (IgG) dengan reseptor Fc gama pada
sel akan menimbulkan peningkatan infeksi virus DEN. Kompleks antibodi meliputi sel
makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi dan internalisasi sehingga
makrofag akan mudah terinfeksi sehingga akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF α dan juga
“Platelet Activating Factor”. Selanjutnya dengan peranan TNFα akan terjadi kebocoran dinding
pembuluh darah, merembesnya plasma ke jaringan tubuh karena endothel yang rusak, hal ini
dapat berakhir dengan syok. Proses ini juga menyertakan komplemen yang bersifat vasoaktif dan
prokoagulan sehingga menimbulkan kebosoranplasma dan perdarahan yang dapat
mengakibatkan syok hipovolemik. Pada bayi dan anak-anak berusia dibawah 2 tahun yang lahir
dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN, maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi “Non Neutralizing Antibodies” sehingga sudah terjadi proses “Enhancing” yang akan
memacu makrofag sehingga mengeluarkan IL-6 dan TNF α juga PAF. Bahan-bahan mediator

30
tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel pembuluh darah dan sistem hemostatik yang akan
mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.4

Pada teori kedua (ADE) , terdapat 3 hal yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan
DSS yaitu antibodies enhance infection, T-cells enhance infection, serta limfosit T dan monosit.
Teori ini menyatakan bahwa jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka
antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat
dalam tubuh tidak dapat menetralisir penyakit, maka justru dapat menimbulkan penyakit yang
berat. Disamping kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain yang berusaha menjelaskan
patofisiolog DBD, diantarnya adalah teori virus yang mendasarkan pada perbedaan keempat
serotipe virus Dengue yang ditemukan berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya.
Sedangkan teori antigen-antibodi mendasarkan pada kenyataan bahwa terjadi penurunan aktifitas
sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan C3, C4, dan C5. teori juga didukung dengan
adanya pengaruh kompleks imun pada penderita DBD terhadap aktifitas komponen sistem imun.4

Penelitian oleh Azaredo El dkk, 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBD/DSS


umumnya disebabkan oleh disregulasi respon imunologik. Monosit/makrofag yang terinfeksi
virus Dengue akan mensekresi monokin yang berperan dalam patogenesis dan gambaran klinis
DBD/DSS. Penelitian invitro oleh Ho LJ dkk 2001 menyebutkan bahwa Dendritic Cell yang
terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi antigen HLA B7-1, B7-2, HLA-DR, CD11b dan
CD83.Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue ini sanggup memproduksi TNF-α dan IFN-γ
namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-2. Oberholzer dkk, 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat
menekan proliferasi sel T.4

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan populasi limfosit CD2+, CD4+, dan CD8+.
Demikian pula juga didapati penurunan respon prroliferatif dari sel-sel mononuklear. Di dalam
plasma pasien DBD/DSS terjadi peningkatan konsentrasi IFN-γ, TNF-α dan IL-10. peningkatan
TNF-α berhubungan dengan manifestasi perdarahan sedangkan IL-10 berhubungan dengan
penurunan trombosit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi penekanan jumlah dan fungsi
limfosit T, sedangkan sitokin proinflamasi TNF-α berperan penting dalam keparahan dan
patogenesis DBD/DSS, dan meningkatnya IL-10 akan menurunkan fungsi limfosit T dan
trombosit. Lei HY dkk, 2001 menyatakan bahwa infeksi virus dengue akan mempengaruhi
sistem imun tubuh berupa perubahan rasio CD4/CD8, overproduksi dari sitokin dan dapat

31
menginfeksi sel-sel endothel dan hepatosit yang akan menyebabkan terjadinya apoptosis dan
disfungsi dari sel-sel tersebut. Demikian pula sistem koagulasi dan fibrinolisis yang ikut
teraktivasi. Kerusakan trombosit akibat dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit, karena
overproduksi IL-6 yang berperan besar dalam terbentuknya antibodi anti-trombosit dan anti-sel
endotel, serta meningkatnya level dari tPA dan defisiensi koagulasi.4

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebocoran plasma pada DBD/DSS merupakan akibat
dari proses kompleks yang melibatkan aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel
apoptosis. Dugaan bahwa IL-8 berperan penting dalam kebocoran plasma dibuktikan secara
invitro oleh Bosch dkk (2002) melalui kultur primer monosit manusia yang diinfeksi oleh virus
DEN-2, diperkirakan hal ini disebabkan aktifasi dari NF-kappa 8. Penelitian dari Bethel dkk
(1998) terhadap anak di vietnam dengan DBD dan DSS menyebutkan terjadi penurunan level IL-
6 dan soluble intercelluler molecule-1 pada anak dengan DSS. Ini berarti ada kehilangan protein
dalam sirkulasi karena kebocoran plasma.4

Mekanisme Kebocoran Plasma

Kebocoran plasma disebabkan oleh injury pada endotel akibat dari peran sitokin,
kemokin komplemen, mediator inflamasi atapun karena infeksi virus dengue secara langsung.4

Peran Sitokin dan Komplemen

Sitokin adalah protein terlarut yang dihasilkan oleh sel-sel hematopoetik dan non
hematopoetik dalam keadaan inflamasi ataupun infeksi. Sitokin berfungsi dalam proses imun,
misalnya IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, TNFα dan IFNγ.IL-1, IL-6 dan TNFα adalah pirogen endogen
yang akan merangsang demam di hipotalamus dan juga berfungsi sebagai vasoaktif sitokin yang
meningkatkan permeabilitas endotel pembuluh darah. Endotel juga akan menekspresikan ICAM
1, VCAM 1 dan P-Selectin, molekul adhesive yang menyebabkan ekstravasasi sel inflamasi.
Pemaparan endotel dengan TNFα dapat menyebabkan apoptosis.4

TNFα dan IL-1 menstimulasi radang dengan mengaktivasi berbagai sel radang. TNFα,
IL-1 dan IL-6 dapat menstimulus hepatosit menghasilkan acute phase protein. IL-1
mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah kapiler dan menginduksi endothel untuk
memproduksi dan mensekresi IL-6 dan TNFα (King 2000). Ikatan virus dengue dengan antibodi

32
heterolog akan mengaktifasi komplemen jalur klasik yang berakhir dengan dilepaskannya faktor
C3a, C4a dan C5a yang disebut anafilatoksin. Anafilatoksin dan melepaskan histamin, serotonin
dan Platelet Activating Factor (PAF). Histmin, serotonin dan PAF merangsang peningkatan
permebilitas pembuluh darah, agregasi trombosit. Sel mast juga mensintesa asam arakidonat
menjadi prostaglandin, prostasiklin, leukotrien dan tromboksan yang berperan dalam patogenesis
DBD yang lebih parah.4

Pada infeksi virus dengue, endotel sebagai sel pelapis bagian dalam pembuluh darah
dapat langsung terinfeksi oleh virus dengue. Respon yang terjadi adalah dengan disekresikannya
sitokin antara lain IL-8 dan TNFά. Pemaparan endotel dengan TNFά dapat menyebabkan
apoptosis.Inflammatory cytokines, mediator inflamasi, anafilatoksin dan kemokin menyebabkan
endothel berkontraksi dan menyebabkan timbulnya celah pada pembuluh darah yang berakibat
plasma keluar dari pembuluh darah ke ruang interstitial. Dengan adanya apoptosis endotel dan
vasodilatasi maka plasma leakage semakin menghebat.Trombositopenia pada DD dan DBD
melibatkan dua mekanisme utama, yaitu penurunan produksi dan peningkatan destruksi perifer
atau peningkatan penggunaan. Penurunan produksi dikarenakan supresi sumsum tulang. Pada
DBD yang lebih penting adalah mekanisme yang menyebabkan peningkatan destruksi dan
peningkatan penggunaan.4

Supresi sumsum tulang pada DBD mungkin mengenai tiga faktor utama, yang pertama
cedera langsung pada sel progenitor hematopoetik. Kedua, infeksi sel stromal dan ketiga
perubahan regulator dalam sumsum tulang. Supresi yang lebih berat telah diamati pada DSS,
diikuti DBD dan DB. Nakoa dkk menunjukkan bahwa virus dengue tipe 4 dapat bereplikasi
dalam sel mononuklear sumsum tulang. Replikasi tersebut dapat menyebabkan inhibisi
proliferasi dari BFU-E (Burst-forming unit erythroid) dan CFU-GM (Colony forming unit
granulosit-makrofag). Murgur dkk 1997 menunjukkan secara invitro bahwa virus DEN-3 dapat
menginfeksi cord blood mononuclear cell dan hal ini dapat mensupresi pertumbuhan sel
progenitor pada kultur.4

Infeksi virus dengue juga bisa mengenai sel stromal sumsum tulang sehingga dapat
menghambat pertumbuhan sel progenitor homopoietik awal pada kultur. Selama infeksi
dilepaskan sitokin diantaranya macrophage inflammatory protein-1α (MIP-1a), IL6 dan IL-8.
Berbagai sitokin tersebut dapat menghambat pertumbuhan sel progenitor hemopotetik awal. Juga

33
terjadi penurunan Stem Cell Factor (SCF) yang menyebabkan penurunan sel progenitor
hemopoetik pada kultur.4

Infeksi virus dengue akan menginduksi MIP-1α dan MIP-1β. Proses ini terjadi pada
myelomono cell line, pada peripheral blood mononuclear cells dan supresi sumsum
tulang.Sitokin yang mensupresi haemopoesis dilepaskan ke dalam aliran darah pada fase awal
demam dengue, yaitu tumor necroting factor (TNF-α), interleukins (IL-2, IL-6, IL-8) dan
interferon (INF-α dan INF-γ). Parahnya kondisi klinis penderita infeksi virus dengue dan periode
terjadinya supresi sumsum tulang tergantung dari kadar sitokin tersebut.Penurunan produksi di
sumsum tulang atau perusakan di sistem monosit-makrofag yang berlebihan akan berakhir
dengan jumlah trombosit yang rendah. Konsekuansinya adalah terjadi pesmbesaran hati dan
limpa.4

Teori mutakhir tentang patogenesis DBD adalah teori Mimikri Molekuler yang
menunjukkan adanya peran auto-antibodi pada infeksi virus dengue. Wiwanitkit mengamati
bahwa nonstructural-1 protein (NS1) dari virus dengue yang merangsng antibodi memiliki epitop
yang sama dengan fibrinogen dan integrin/protein adhesin pada trombosit. Kedua jenis protein
tersebut memiliki hubungan filogenetik dengan NS-1.4

Reaksi silang yang terjadi antara antibodi dengan sel endotel akan menginduksi
kerusakan yang berat. Aktivasi sel endotel inflamasi terjadi melalui faktor transkripsi NF-Kb-
regulated pathway. Sitokin dan kemokin yang diproduksi yaitu IL-6, IL-8 dan MCP-1.Kemudian
terjadi peningkatan ekspresi ICAM-1 dan kemampuan PBMC menempel pada endotel. Dan
selanjutnya sel endotel akan mengalami apoptosis yang ditandai dengan terpaparnya
fosfatidylserine pada permukaan sel dan fragmentasi DNA. Hal ini diamati oleh Lin.dkk (2002).4

Pada kasus Dengue Shock Syndrome, ditengarai ada mediator inflamasi yang berperan
dalam kebocoran plasma. Inilah yang menjadi dasar teori Mediator dalam patogensis DBD.
Diketahui beberapa sitokin yang beredar pada aliran darah penderita DBD yaitu TNFα, IL-1, 1L-
6, IFN γ, IFNα, IL-2, IL-10, IL-12, IL-13, IL-18, dan beberapa mediator yang berfungsi sebagai
kemokin antara lain IL-8, MCP-1 (Monocyte Chemoattractant Proteins-1), MIP-1α (Macrophage
Inflammatory Protein-1α), MIP-1β, RANTES (Regulated Upon Activation Normal T cell
Express Sequence) dan PF-4 (Platelet Factor-4). Keberadaan IL-8 yang tinggi dalam darah tepi,

34
cairan ascites dan efusi pleura menjawab masalah kebocoran plasma dan perdarahan pada syok
karena DBD.4

Manifestasi Klinis

Menurut WHO, infeksi dengue dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue
simtomatik terbagi menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dan DD sebagai infeksi
dengue ringan; sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari DBD dan expanded dengue syndrome
atau isolated organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda
patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi yang tidak lazim
dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau isolated organopathy. Secara klinis,
DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak; sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak.

Gambar 3.

Manifestasi klinis infeksi virus dengue5

Sumber : World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control of
dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. India : WHO,
2011

Gambaran klinis

a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)

35
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan penyebab
virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul saat demam reda. Gejala
dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.6

b. Demam Dengue (DD)


Anamnesis

Demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot & sendi/tulang, nyeri retroorbital,
photophobia, nyeri pada punggung, wajah kemerahan, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri
perut, nyeri tenggorok, dan depresi umum.

Pemeriksaan fisik :

 Demam: 39-40°C, berakhir 5-7 hari


 Pada hari sakit ke 1-3 tampak kemerahan pada muka, leher, dan dada
 Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform
 Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal,
lengan atas, dan tangan
 Ruam konvalesen, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit yg
normal, dapat disertai rasa gatal
 Manifestasi perdarahan
o Uji bendung positif dan/atau petekie
o Epistaksis hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna
(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia).6

c. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi dengue,
yaitu:

1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi.


2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma dengan
derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites.
3. Fase penyembuhan: perembesan plasma mendadak berhenti disertai reabsorpsi cairan dan
ekstravasasi plasma.

36
Gambar 4. Tiga fase perjalanan infeksi dengue6

Sumber : Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. World Health
Organization, 2009

Fase demam

Anamnesis

Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang demam. Dijumpai wajah
kemerahan, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis,
nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut.

37
Pemeriksaan fisik

 Manifestasi perdarahan
o Uji bendung positif (≥10 petekie/inch 2) merupakan manifestasi perdarahan yang
paling banyak pada fase demam awal
o Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena
o Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak
o Epistaksis, perdarahan gusi
o Perdarahan saluran cerna
o Hematuria (jarang)
o Menorrhagia
 Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi hati
(transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal, perembesan plasma
(khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal), hipovolemia, dan syok, karena terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler. Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.6

Fase kritis

Terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi dari saat demam ke bebas
demam (disebut fase time of fever defervescence) ditandai dengan:

 Peningkatan hematokrit 10% - 20% di atas nilai dasar


 Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding kandung
empedu. Foto rontgen thorax (dengan posisi right lateral decubitus = RLD) dan
ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
 Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar.
 Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis, nafas
cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi ≤20 mmHg,
dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang (>3
detik). Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.
 Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit, kegagalan
multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak dapat segera diatasi.6
Fase penyembuhan

38
Ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali merupakan indikasi untuk
menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan
karakteristik confluent petechial rash seperti pada DD.6

d. Expanded Dengue Syndrome


Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal, otak, dan jantung.
Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi penyerta, komorbiditas, atau komplikasi dari
syok yang berkepanjangan.

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium.6

Kriteria klinis:

 Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
 Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan: uji bendung positif; petekie, ekimosis,
purpura; perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi; hematemesis dan atau melena
 Pembesaran hati
 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi (20 mmHg),
hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time
memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah
Laboratorium:
 Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)
 Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan manifestasi sebagai
berikut:
o Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
o Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan
o Efusi pleura, asites, hipoproteinemia.

Dua kriteria klinis ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup
untuk menegakkan diagnosis kerja DBD.6

Perhatian:

 Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas, mendukung
diagnosis DSS.
 Nilai LED rendah (< 10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.6

Tabel 1. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 20116

39
Sumber : World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control of
dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. India : WHO,
2011

Diagnosis

Langkah penegakkan diagnosis suatu penyakit seperti anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang berlaku juga untuk penderita infeksi dengue. Riwayat penyakit yang harus digali adalah saat
mulai demam, tipe demam, jumlah masukan per oral, diare, adanya tanda bahaya, kemungkinan
gangguan kesadaran, output urin, juga adanya orang lain di lingkungan kerja, rumag yang sakit serupa.

40
Pemeriksaan fisik selain tanda vital, juga pastikan kesadaran penderita, status hidrasi, status
hemodinamik sehingga tanda-tanda syok dapat dikenal lebih dini, adalah takipnea/pernapasan
kusmaul/efusi pleura,apakah ada hepatomegali/asites/kelainan abdomen lainnya, cari adanya ruam atau
ptekie atau tanda perdarahan lainnya, bila tanda perdarahab spontan tidak ditemykan maka lakukan uji
torniket. Sensitivitas uji torniket ini sebesar 30% sedangkan spesifitasnya mencapai 82%.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan hematokrit dan nilai hematokrit
yang tinggi (sekitar 50% atau lebih) menunjukkan adanya kebocoran plasma, selain itu hitung trombosit
cenderung memberikan hasil yang rendah.

Diagnosis konfirmatif diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium, yaitu isolasi virus, deteksi antibodi
dan deteksi antigen atau RNA virus. Imunoglobulin M (Ig M) biasanya dapat terdeteksi dalam darah
mulai hari ke 5 onset demam, meningkat sampai minggu ke-3 kemudian kadarnya menurun. Ig M masih
dapat terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari ke-90. Pada infeksi primer, kosentrasi Ig M lebih tinggi
dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada infeksi primer, Imunoglobulin G (Ig G) dapat terdeteksi pada
hari ke-14 dengan titer yang rendah (<1:640), sementara pada infeksi sekunder Ig G sudah dapat
terdeteksi pada hari ke-2 dengan titer yang tinggi (>1:2560) dan dapat bertahan hidup.

Akhir-akhir ini dikembangkan pemeriksaan. Antigen protein NS-1 Dengue (Ag NS-1) diharapkan
memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan pemeriksaan serologis lainnya karena antigen ini sudah
dapat terdeteksi dalam darah pada hari pertama onset demam. Selain itu pengerjaannya cukup mudah,
praktis dan tidak memerlukan waktu lama. Dengan adanya pemeriksaan Ag NS-1 yang spesifik terdapat
pada virus dengue ini diharapkan diagnosis infeksi dengue sudah dapat ditegakkan lebih dini.

Penelitian Dussart dkk (2002) pada sampel darah penderita infeksi dengue di Guyana menunjukkan Ag
NS-1 dapat terdeteksi mulai hari ke 0 (onset demam) hingga hari ke-9 dalam jumlah yang cukup tinggi.
Pada penelitian ini didapatkan sensitivitas deteksi Ag NS-1sebesar 88,7% dan 91% sedangkan spesifisitas
mencapai 100%, dibandingkan terhadap pemeriksaan isolasi virus dan RT-PCR dengan kontrol sampel
darah infeksi non-dengue. Penelitian lainnya di Singapura pemeriksaa. NS-1 antigen secara ELisa
memberikan sensitivitas sampai 93,3%. 1

Penatalaksanaan

41
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi suportif.
Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam penanganan kasus DBD. Asupan
cairan, terutama melalui oral, harus dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen
cairan melalui jalur intravena.5 Pada tahun 2009, WHO membagi pasien dalam tiga kategori
berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi lainnya: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan
penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi
atau urgensi (kelompok C).

Kelompok A

Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk minum
secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan tidak mempunyai
tanda bahaya, khususnya saat demam mereda. Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari
untuk mencegah progresi hingga melewati periode kritis. Pasien dengan hematokrit stabil dapat
dipulangkan setelah dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila
tanda bahaya muncul. Tanda bahaya adalah : nyeri perut, muntah berkepanjangan, terdapat
akumulasi cairan, perdarahan mukosa, letargi, lemah, pembesaran hati > 2 cm, kenaikan
hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat.

Apabila tanda bahaya muncul maka tindakan selanjutnya adalah:

 Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yang
mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam.
 Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval
pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.
 Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran cairan,
urin output (volume dan frekuensi), tanda bahaya, tanda perembesan plasma atau
perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok B).7
Kelompok B

Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria
rawat pasien DBD adalah:

1. Adanya tanda bahaya

42
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural,
berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak syok),
neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis)
5. Adanya peningkatan hematokrit, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik, overweight/
obese, bayi, dan usia tua
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transport memadai.7
Apabila pasien memiliki tanda bahaya maka hal yang harus dilakukan adalah:

 Periksa hematokrit sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti


normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5
ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai
respon klinis.
 Nilai kembali status klinis, ulangi hematokrit. Bila hematokrit sama atau meningkat
sedikit, lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital
memburuk dan hematokrit meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–10
ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang hematokrit, dan periksa
kecepatan cairan infus berkala.
 Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urine output 0,5
ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran plasma
berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui dari urine output dan/atau
asupan minum cukup dan hematokrit menurun.
 Pasien dengan tanda bahaya harus diobservasi hingga fase kritis lewat. Parameter yang
harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga lewat fase
kritis), urine output (tiap 4-6 jam), hematokrit (sebelum dan setelah pemberian cairan,
selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai indikasi.7

Pada pasien tanpa tanda bahaya, hal berikut harus dilakukan:

 Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL dengan
atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau overweight

43
digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk memelihara perfusi
dan urine output selama 24-48 jam.
 Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume dan
frekuensi), tanda bahaya, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan laboratorium
lain dapat dilakukan sesuai indikasi.5
Tabel 2. Kebutuhan cairan berdasarkan Holliday-Segar untuk memperkirakan kebutuhan cairan
pemeliharaan per jam.

Berat Badan (kg) Per Jam Per Hari

<10 kg 4ml/kg/jam 100ml/kg/hari

10-20 kg 40 ml + 2ml/kg untuk setiap 1000 ml+50 ml/kg/hari untuk


kg >10 setiap kg >10

>20 kg 60 ml + 1 ml/kg untuk 1500 ml + 20 ml/kg untuk setiap kg


setiap kg > 20 > 20

Sumber: Guidelines for clinical management of Dengue fever, Dengue haemorrhagic fever and
Dengue shock syndrome. Directorate General of National Vector Borne Disease Control
Programme: India, 2008.

Kelompok C

Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami DBD berat
untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan dengan kristaloid
isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran
plasma atau larutan koloid pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai hematokrit sebelum dan
sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan
perifer (takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat dan
hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran membaik, urine
output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).7

44
Gambar 5. Penatalaksanaan kelompok c7

Gambar 6. Algoritma tatalaksana syok7

Komplikasi

45
a. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan


dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya
ensefalopati. Melihat ensefalopatiDBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah –otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi
intravaskularyang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah-
otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.8

b. Kelainan ginjal

Gagal ginjal akutpada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang
tidakteratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupunjarang. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular,
penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi denganbaik. Diuresis

merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah
teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi
dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan
syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin.8

c. Udem paru

Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan
yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang
diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih
terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan
diberikan berlebih ( kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit
tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab
pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada.8

Prognosis

46
Penyakit demam berdarah mempunyai tingkat kematian kurang dari 1%. Pada demam dengue
yang sudah mendapatkan pengobatan, tingkat kematian berkisar antara 2-5%. Sedangkan pada yang
tidak mendapatkan pengobatan mempunyai tingkat kematian yang cukup tinggi hingga mencapai 50%.

Terdapat beberapa tanda yang dapat digunakan untuk memprediksi kematian pada pasien
demam berdarah yaitu presentasi atipikal, penyakit lainnya yang menyertai, hasil pemeriksaan
laboratorium yang abnormal khususnya albumin dan koagulasi lainnya, infeksi sekunder bakteri.

Dalam perjalanan penyakit demam berdarah terdapat faktor-faktor yang dapat memperburuk
perjalan penyakit tersebut yaitu usia pasien, kehamilan, status nutrisi, etnis, virus, infeksi berulang yang
disebabkan oleh serotipe demam berdarah lainnya, kualitas dari penyedia layanan kesehatan yang ada.
Pada 20-30% kasus demam berdarah, pasien mengalami syok yang biasa disebut dengue shock
syndrome.9

Daftar Pustaka

1. Achmadi UF, Sudjana P, Sukowati S, Wahyono TYM, Haryanto B, Mulyono S, et al. Buletin jendela
epidemiologi : Demam berdarah dengue. Jakarta : Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian
Kesehatan RI; 2010.h.1-23.
2. Hanim D, Puranto W, Sidik HP, Hapsari S. Program pengendalian penyakit menular : Demam berdarah
dengue. Surakarta : Fakultas Kedokteran UNS;2013.h.8-12.
3. Guidelines for clinical management of dengue fever, dengue haemorrhagic fever and dengue shock
syndrome. India : Directorate of National Vector Borne Disease Control Programme;2008.
4. Frans EH. Patogenesis infeksi virus dengue. Surabaya : Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma;2011.
5. World Health Organization. Dengue : guidelines for diagnosis, treatment, prevention and
control. France : WHO, 2009.p. 25-106.
6. World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue
and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. India : WHO, 2011.h. 17-56.
7. World Health Organization. Handbook for clinical management of dengue. Switzerland :WHO;2012.
8. Setiati R. Gambaran pengobatan pasien anak demam berdarah dengue di Rumah Sakit Dr. Oen Solo
Baru periode januari-juni 2002. Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta;2006.
9. Shepherd SM. Dengue. Updated : October 5th, 2015. Available at :
emedicine.medscape.com/article/215840-overview#a1.

47

You might also like