You are on page 1of 35

REFERAT

Alfania Novita Putri P Wanda Gusta Rai

2071210007 2071210008

Pembimbing : dr. Utchu Tedja Mulya Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK RSD MARDI WALUYO BLITAR FK UNISMA

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. Biasanya tidak disertai dengan penurunan kesadaran.

Brief History of Disease


5th century BC: Hippocrates first described the disease 1884: Carle and Rattone discovered the etiology (cause/origin of disease)
Produced tetanus by injecting pus from a fatal human case Nicolaier was able to do the same by injecting soil samples into animals

1889: Kitasato isolated the organism from human victim, showed that it could produce disease when injected into animals. Reported that toxin could be neutralized by specific antibodies. 1897: Nocard demonstrated the protective effect of passively transferred antitoxin used in WWI 1924: Descombey developed tetanus toxoid for active immunization used in WWII

Gram positif, batang, ramping, berukuran 2 5 X 0,4 0,5 millimikron, berspora, anaerob obligat Spora dewasa bulat di ujung (drum stick) Spora tahan terhadap sinar matahari, disinfektan, pendidihan 20 menit Spora dapat dieliminasi dengan autoclav P 1 atm, 120C selama 15 menit Kuman ini tersebar luas di dunia dalam tanah dan tinja

Clostridium tetani

Virulence & Pathogenicity


Not pathogenic to humans and animals by invasive infection but by the production of a potent protein toxin tetanus toxin or tetanospasmin The second exotoxin produced

Tetanus toxin
Produced when spores germinate and vegetative cells grow after gaining access to wounds. The organism multiplies locally and symptoms appear remote from the infection site.

One of the three most poisonous substances known on a weight basis, the other two being the toxins of botulism and diphtheria. Tetanus toxin is produced in vitro in amounts up to 5 to 10% of the bacterial weight. Estimated lethal human dose of Tetanospamin = 2.5 nanograms/kg body Because the toxin has a specific affinity for

Initially binds to peripheral nerve terminals Transported within the axon and across synaptic junctions until it reaches the central nervous system. Becomes rapidly fixed to gangliosides at the presynaptic inhibitory motor nerve endings, then taken up into the axon by endocytosis.

Blocks the release of inhibitory neurotransmitters (glycine and gamma-amino butyric acid) across the synaptic cleft, which is required to check the nervous impulse.

If nervous impulses cannot be checked by normal inhibitory mechanisms, it leads to unopposed muscular contraction and spasms that are characteristic of tetanus.

Methods of transmission
C. tetani can live for years as spores in animal feces and soil. As soon as it enters the human body through a major or minor wound and the conditions are anaerobic, the spores germinate and release the toxins. Tetanus may follow burns, deep puncture wounds, ear or dental infections, animal bites, abortion. Only the growing bacteria can produce the toxin.

1. Tetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu menimpa individu non imun, individu dengan imunitas penuh dan kemudian gagal mempertahankan imunitas secara adekuat dengan vaksinasi ulangan 2. CDC 1998-2000 melaporkan insidensi tetanus di Amerika 0,16 kasus/1000000 populasi, 43 kasus tiap tahun 15% kasus terjadi pada pengguna obat suntik. Angka kematian 18% 3. Nigeria melaporkan 14% gangguan neurologis disebabkan oleh tetanus 4. WHO 1992 memperkirakan 1000000 kematian terjadi akibat tetanus di seluruh dunia 580000 tetanus neonatorum, 210000 di Asia Tenggara, 152000 di Afrika 5. Di Jakarta, tahun 1998, dilaporkan kejadian tetanus pada anak-anak yang tidak divaksin

MANIFESTASI KLINIK
Inkubasi 3-21 hari tetapi bisa lebih pendek (rata-rata 8 hari), letak luka yang jauh dari CNS masa inkubasi lebih panjang. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya Setelah 2 minggu kejang mulai hilang. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Trismus (lockjaw) Opistotonus, nuchal rigidity

Trismus and Sardonic Smile

Opistotonus

KLASIFIKASI
Ada 4 bentuk tetanus yang dikenal secara klinis : Generalized tetanus (Tetanus umum) peningkatan tonus otot dan spasme menyeluruh. Peningkatan tonus otot masseter (trismus), disfagia (spasme otot faring), kekakuan/nyeri leher, bahu, otot punggung (opistotonus), reflek spasme, perut mengeras, kekakuan otot meluas dari dagu dan otot fasial (risus sardonicus) lengan kaku

Continue
Localited tetanus ( Tetanus Lokal ) jarang terjadi, restriksi otot atau kontraksi yang menetap di dekat luka , kontraksi biasa sembuh sendiri, prognosis baik Cephalic Tetanus Jarang terjadi, menyertai trauma atau luka kepala atau infeksi telinga, ditandai dengan trismus dan disfungsi saraf krainalis ( saraf VII) tetanus general Neonatal tetanus Tidak mampu menghisap pada 3-10 hari setelah lahir, iritabel, menangis keras, grimace, kekakuan, opistotonus. Biasa ibu tidak mendapat imunisasi yang adekuat

Cephalic Tetanus

Localized Tetanus

Generalized tetanus

Neonatal tetanus

Phillips Score

Tetanus ringan (angka < 9) Tetanus sedang (angka 9-16) Tetanus berat (angka > 16)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi: Anamnesis Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK), atau gangren gigi. Riwayat anak tidak diimunisasi/ tidak lengkap imunisasi tetanus/ BUMIL/ WUS. Pada tetanus neonatorum keluhan awal berupa tidak bisa menetek Pemeriksaan fisik Adanya kekakuan lokal atau trismus. Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan.

Temuan laboratorium(8): Lekositosis ringan Trombosit sedikit meningkat Glukosa dan kalsium darah normal Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat Enzim otot serum mungkin meningkat EKG dan EEG biasanya normal Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan. Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (>3U/ml) Tes spatula dengan oropharynx swab gag reflex

Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih Tetanus ringan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan tetanus sedang dapat sembuh dengan pengobatan baku sedangkan tetanus berat memerlukan

PENATALAKSANAAN UMUM
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: Membersihkan luka irigasi luka Debridement luka (eksisi jaringan nekrotik) membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202, dalam hal ini penatalaksanaan terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS. 2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral. 3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita 4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu. 5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

Netralisasi toksin yang bebas


Human TIG 3000-6000 unit Intramuscular Menurunkan mortalitas menetralkan toksin yang ada di sirkulasi dan toksin pada luka yang belum terikat Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berasal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah: 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 3045 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar

Menyingkirkan sumber infeksi


Debridemen luka dan pemberian antibiotik (mengeradikasi sel sel vegetatif sebagai sumber toksin) mencegah multiplikasi C.tetani . Penicillin G 10-12 juta Unit/hari dalam dosis terbagi selama 10-14 hari antagonis GABA dan berkaitan dg konvulsi Metronidazole 500mg tiap 6 jam atau 1 gr tiap 12 jam selama 7-10 hari aman Doksisiklin 100mg/12 jam Klindamisin 150-300mg/6jam intravena Eritromisin/tetrasiklin 1 gram/hari intravena

Pengendalian rigiditas dan spasme


- Diazepam dosis awal 10-30 mg intravena spasme ringan : 5-10 mg PO/4-6jam (prn) spasme sedang : 5-10 mg IV (prn) spasme berat : 50-10 mg dalam D5% (40mg/h) - Meprobamate 300-400mg/4 jam intramuscular - Klorpromasin 25-75 mg/4 jam - Fenobarbital 50-100mg/4 jam digunakan untuk terapi kejang otot pada tetanus, rasa nyeri, gangguan ventilasi karena spasme laring dan otot pernapasan

Penghambat neuromuskuler
bila pemberian sedative tidak adekuat - atracurium - pancuronium - vecuronium

Penatalaksanaan respirasi
Intubasi atau trakeostomi pada kasus hipoventilasi yang berkaitan dengan sedasi berlebihan/ laringospasme, atau menghindari aspirasi

Pengendalian disfungsi otonomik


- morfin sulfat 0,5 mg-1 mg/kgBB/jam infus kontinu sering digunakan untuk mengontrol disfungsi otonom - magnesium sulfat dapat mencegah hiperaktivitas saraf simpatik

Terapi tambahan
- fisioterapi cegah kontraktur - heparin/ antikoagulan cegah emboli paru

Vaksinasi
setelah sembuh dari tetanus dilakukan vaksin karena imunitas tidak diinduksi oleh toksin yang menyebabkan tetanus

PENCEGAHAN
Imunisasi aktif Program utama orang dewasa: 3 dosis Td ( tetanusdiphteria-toxoid adsorbed) dosis pertama dan kedua diberikan dalam 4-8 minggu, dosis ketiga diberikan 6-12 bulan setelah dosis kedua. Dosis booster diberikan setiap 10 tahun Perawatan luka Merawat luka secara adekuat, pemberian tetanus toxoid/ ATS dalam beberapa jam setelah luka. ATS 1500U intramuscular

Pemberian Toksoid dan TIG

* : Kecuali luka > 24 jam


** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun (8, 16) *** : Kecuali bila imunisasi terakhir >5 tahun (8,16)

1. laringospasm, 2. kekakuan otot-otot pernafasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase 3. kompressi fraktur vertebra 4. dan laserasi lidah akibat kejang

Faktor yang mempengaruhi mortalitas pasien tetanus adalah 1. masa inkubasi 2. periode awal pengobatan 3. Imunisasi 4. lokasi fokus infeksi 5. Penyakit lain yang menyertai, 6. Beratnya penyakit, dan penyulit yang timbul.

Thanks

You might also like