You are on page 1of 44

HUKUM PERDATA

Oleh:

ARIEF SURYONO

HUKUM PERDATA
Rangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum subyek hukum (orang dan badan hukum) yang satu dengan subyek hukum yang lain, yang menitik beratkan pada kepentingan pribadi dari subyek hukum tersebut yang pelaksanannya diserahkan kepada para pihak yang diatur dalam KUHPer dan KUHD. Luas Lapangan Hukum Perdata 1. Hukum Perdata Dalam Arti Luas KUHPer dan KUHD 2. Hukum Perdata Dalam Arti Sempit KUHPer saja

DASAR BERLAKUNYA KUHPer


1. Pasal I Aturan Peralihan UUD45 Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. 2. Azas Konkordansi/Keselarasan Adalah azas persamaan berlakunya hukum, yang dasar hukumnya diatur dalam Pasal 163 & 131 IS.

PASAL 163 & 131 IS


1. 2. 3. 1. 2. 3. Pasal 163 IS Pembagian golongan penduduk Hindia Belanda (Indonesia) menjadi: Golongan Eropa Golongan Bumi Putera Golongan Timur Asing Pasal 131 IS Golongan Eropa berlaku KUHPer Golongan Bumi Putera berlaku Hukum Adat Golongan Timur Asing berlaku Hukum Adat Apabila Pemerintah Hindia Belanda menganggap KUHPer lebih tinggi daripada Hukum Adat Bumi Putera dan Timur Asing, maka yang diperlakukan KUHPer.

1. Golongan Eropa - Semua orang Belanda - Semua orang yang bukan orang Belanda, tetapi berasal dari Eropa - Semua orang Jepang dan bangsa lain yang tidak masuk poin 1 dan 2 tetapi mempunyai hukum keluarga yang asas-asas dalam garis besarnya sama dengan asas hukum keluarga orang Belanda 2. Golongan Bumi Putera - Golongan Bumi Putera Indonesia - Mereka yang berasal dari golongan lain tetapi kemudian meleburkan diri ke dalam golongan Bumi Putera 3. Golongan Timur Asing Adalah mereka yang tidak termasuk gol Eropa dan Bumi Putera

PEMBAGIAN HUKUM PERDATA


KUHPer terdiri atas 4 buku : 1. Buku I yang berjudul Perihal Orang (Van Personen), yang memuat Hukum Perorangan dan Hukum Keluarga 2. Buku II yang berjudul Perihal Benda (Van Zaken), yang memuat Hukum Benda dan Hukum Waris 3. Buku III yang berjudul Perihal Perikatan (Van Verbintennissen), yang memuat Hukum Harta Kekayaan yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau fihakfihak tertentu. 4. Buku IV yang berjudul Perihal Pembuktian dan Kadaluarsa atau Lewat Waktu (Van Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubunganhubungan hukum.

1.

2.

Menurut Ilmu Pengetahuan Berupa Hukum Perdata Materiil adalah semua kaedah hukum yang menentukan dan mengatur hak dan kewajiban perdata. Hukum Perorangan ( Personenrecht) yang memuat antara lain : a. Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum; b. Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu Hukum Keluarga (Familierecht) yang memuat antara lain : a. Perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami/istri b. Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya (kekuasaan orang tua ouderlijke macht) c. Perwalian (voodgdij) d. Pengampuan (curatele)

3. Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht), yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilaikan dengan uang. Hukum harta kekayaan meliputi : a. Hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang b. Hak Perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja 4. Hukum Waris (Erfrecht), yang mengatur tentang benda atau kekayaan seorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang)

UNSUR-UNSUR HUKUM PERDATA


Adanya kaidah hukum (tertulis dan tidak tertulis); Mengatur hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain; Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata meliputi hukum orang, hukum keluarga, hukum benda, hukum waris, hukum perikatan, hukum pembuktian dan kedaluwarsa.

1. HUKUM PERORANGAN
Menurut hukum setiap manusia itu merupakan orang atau persoon yang berarti pembawa hak, yaitu segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban (pendukung hak dan kewajiban) dan disebut subyek hukum. Subyek Hukum terdiri : a. Manusia (naturlijke persoon) b. Badan Hukum (rechts persoon)

MANUSIA SEBAGAI SUBYEK HUKUM


Berlakunya manusia sebagai subyek hukum mulai saat dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Janin yang belum lahir (masih berada dalam kandungan) dianggap sebagai subyek hukum apabila kepentingan si anak menghendaki. Hal ini diatur dalam Pasal 2 (1) KUHPer yang berbunyi Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan apabila kepentingan si anak menghendaki. Apabila pada waktu lahir dia langsung meninggal dunia, maka si bayi dianggap tidak pernah ada. Hal ini diatur dalam Pasal 2 (2) KUHPer Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tak pernah telah ada.

BADAN HUKUM SEBAGAI SUBYEK HUKUM


Badan-badan atau perkumpulan dinamakan Badan Hukum (rechtsperson), yang berarti orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Badan Hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak dalam lalu-lintas hukum, jadi dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia, misal dapat memiliki kekayaan sendiri, dapat melakukan jual beli, dapat digugat di muka hakum

KECAKAPAN BERTINDAK
Setiap orang tiada terkecuali sejak dilahirkan merupakan subyek hukum, kecuali orang tidak cakap. Orang yang digolongkan orang yang tidak cakap melakukan tindakan hukum (handelingsonbekwaam), seperti yang dicantumkan dalam Pasal 1330 KUHPer : 1. Orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dulu telah kawin (Pasal 330 ayat 1 KUHPer)

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan Adalah orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap, meskipun kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya atau pemboros (Pasal 433 KUHPer) 3. Orang-orang perempuan yang sudah berkeluarga. Bagi perempuan yang sudah kawin diwakili oleh suaminya. Berlakunya UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 menghapuskan ketentuan ini. Pasal 31 (2) UU No. 1/1974 menyatakan bahwa masing-masing pihak (suami istri) berhak melakukan perbuatan hukum.

PENDEWASAAN (HANDLICHTING)
Suatu upaya hukum yang dicapai untuk meniadakan keadaan belum dewasa (mindarjarige), baik untuk keseluruhan maupun dalam hal-hal tertentu. Pendewasaan dapat dibedakan dalam : 1. Handlichting untuk meniadakan minderjarige untuk keseluruhan, yang disebut dengan handlichting yang sempurna (Pasal 420 s/d 425 KUHPer) 2. Handlichting untuk hak-hak tertentu, yang disebut dengan handlichting yang terbatas (Pasal 426 s/d 431 KUHPer)

PENGAMPUAN (CURATELE)
Seorang yang sudah dewasa karena keadaan mental dan fisiknya dianggap tidak/kurang sempurna, dinyatakan harus disamakan dengan seorang yang belum dewasa dalam wewenang bertindak dalam hukum. Alasan seseorang ditempatkan di bawah pengampuan : 1. Imbisil (tolol, bodoh, dungu) 2. Lemah daya/lemah pikir 3. Sakit otak/sakit ingatan atau mata gelap, meskipun kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya 4. Pemborosan

DOMISILI (TEMPAT KEDIAMAN)


Tempat dimana seseorang dianggap senantiasa berada/selalu hadir untuk melaksanakan hak-haknya dan untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya. Pentingnya domisili ini ialah dalam hal : 1. Dimana seorang harus menikah 2. Dimana seorang harus dipanggil oleh Pengadilan 3. Pengadilan mana yang berwenang terhadap seseorang

2. HUKUM KELUARGA
Hukum Keluarga memuat rangkaian peraturan-peraturan hukum yang timbul dari pergaulan hidup kekeluargaan. Termasuk hukum kekeluargaan yaitu : 1. Kekuasaan Orang Tua (ouderlijke macht) Setiap anak wajib hormat dan patuh kepada orang tuanya, sebaliknya orang tua wajib memelihara dan memberi bimbingan anak-anaknya yang belum cukup umur sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Kepada orang tua dibebankan wajib nafkah (kewajiban alimentasi) yaitu kewajiban untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya yang belum cukup umur; demikian sebaliknya anak-anak yang telah dewasa wajib memelihara orang tuanya dan keluarganya menurut garis lurus ke atas yang dalam keadaan tidak mampu

Kekuasaan orang tua berhenti apabila : 1. Anak tersebut telah dewasa (sudah 21 tahun) 2. Perkawinan orang tua putus 3. Kekuasaan orang tua dipecat oleh Hakim 4. Pembebasan dari kekuasaan orang tua 2. Perwalian Anak yatim piatu atau anak yang belum cukup umur dan tidak dalam kekuasaan orang tua memerlukan pemeliharaan dan bimbingan. Karena itu harus ditunjuk wali yaitu orang atau perkumpulanperkumpulan yang akan menyelenggarakan keperluan hidup si anak tersebut. Perwalian ada 3 macam yaitu : a. Perwalian oleh orang tua yang hidup terlama b. Perwalian yang ditunjuk oleh ayah atau ibu dengan surat wasiat atau dengan akte autentik c. Perwalian yang diangkat oleh Hakim

Perwalian dapat terjadi : 1. Perkawinan orang tua putus, baik karena meninggal atau karena perceraian 2. Kekuasaan orang tua dipecat atau dibebaskan. 3. Pengampuan Penetapan di bawah pengampuan dapat dimintakan oleh suami atau istri,keluarga sedarah, Kejaksaan dalam hal lemah daya hanya boleh atas permintaan yang berkepentingan saja. Biasanya suami menjadi pengampu atas istrinya atau sebaliknya. Akan tetapi mungkin juga Hakim mengangkat orang lain atau perkumpulanperkumpulan.

HUKUM PERKAWINAN INDONESIA


Hukum Perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Aturan Pelaksanaannya PP No. 9 Tahun 1975. Berlakunya UU Perkawinan maka semua peraturan hukum yang mengatur perkawinan sepanjang telah diatur dalam UU Perkawinan menjadi tidak berlaku lagi. Begitu juga Hukum Perkawinan yang diatur dalam Buku I KUHPer, tidak berlaku lagi sepanjang telah diatur dalam UU Perkawinan. Sebaliknya, masih berlaku sepanjang belum diatur dan memang ditunjuk masih berlaku oleh UU Perkawinan Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

ASAS-ASAS PERKAWINAN
1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. 2. Sahnya perkawinan apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku 3. Asas monogami 4. Calon suami-istri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat 5. Mempersukar terjadinya perceraian 6. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami-isteri

PUTUSNYA PERKAWINAN
1. Kematian 2. Perceraian Atas Putusan Pengadilan. Alasan-alasan Perceraian : 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri 6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

3. HUKUM BENDA
Buku II KUHPer mengatur tentang hukum benda yang berisi pasal-pasal/ketentuan-ketentuan yang mengatur benda bergerak maupun benda tidak bergerak (tanah). Berlakunya UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan UU No 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, memberikan pengaruh yang besar terhadap berlakunya Buku II KUHPer dan juga terhadap berlakunya Hukum Tanah di Indonesia.

Berlakunya UU Pokok Agraria maka dicabutlah berlakunya semua ketentuan-ketentuan mengenai hak-hak kebendaan sepanjang mengenai bumi,air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dari Buku ke II KUHPer kecuali mengenai hipotik. Berlakunya UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dalam buku ke II KUHPer yang oleh UUPA masih dinyatakan berlaku sepanjang mengenai tanah menjadi tidak berlaku lagi. Akan tetapi ketentuan hipotik tersebut masih berlaku sepanjang mengenai benda tidak bergerak selain tanah misalnya hipotik atas mesin-mesin pabrik.

Benda menurut pasal 499 KUHPer adalah segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik. Pengertian benda menurut ilmu pengetahuan hukum adl segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hukum Benda dapat dibedakan lagi menjadi benda berwujud (barang-barang) dan benda tak berwujud (bermacam-macam hak) Benda dapat juga dibedakan menjadi benda bergerak dan benda tidak bergerak. Pembedaan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak berkaitan dengan :

1. Bezit Bezitter (orang yang membezit) terhadap barang bergerak adl sebagai pemilik dari barang tersebut. Sedangkan bezitter terhadap benda tidak bergerak tidak demikian halnya 2. Levering (Penyerahan) Benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan nyata (feitelijk levering). Sedangkan benda tidak bergerak leveringnya harus dengan balik nama 3. Verjaring (Lewat Waktu atau Kadaluwarsa) Terhadap benda-benda bergerak tidak diperlukan verjaring artinya bezitter terhadap benda bergerak langsung menjadi pemilik benda sejak saat ia membezit benda bergerak tersebut. Sedangkan benda tidak bergerak mengenal adanya verjaring

Artinya bezitter terhadap benda tidak bergerak dapat menjadi pemilik benda tidak bergerak apabila sudah melewati jangka waktu tertentu, yang dalam KUHPer jangka waktu tersebut lamanya ditentukan 20 tahun dalam hal ada alas hak (perjanjian) yang sah dan 30 tahun dalam hal tidak ada alas hak. 4. Bezwaring (pembebanan) Terhadap benda bergerak dilakukan dengan gadai, sedangkan bezwaring terhadap benda tidak bergerak harus dilakukan dengan hipotik (dalam hal benda tidak bergerak selain tanah) dan dengan hak tanggungan apabila pembebanan atas tanah

HAK KEBENDAAN (ZAKELIJK RECHT)


Yaitu hak mutlak atas sesuatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung (untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu) terhadap suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapun juga. Dengan mengingat berlakunya UUPA, maka hak kebendaan yang diatur dalam Buku II KUHPer dibedakan sebagai berikut : 1. Hak-hak kebendaan yang bersifat memberikan kenikmatan, artinya pemilik hak tersebut dapat menikmati, mengambil manfaatnya, menggunakan dan mengambil buahnya. 2. Hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan, dimana pemilik hak tersebut tidak mempunyai hak untuk menikmati, mengambil manfaat, menggunakan dan mengambil buah dari bendanya. Benda tersebut dijadikan jaminan suatu utang. Apabila debitur wanprestasi maka kreditur diberi hak ubtuk menjual benda tersebut untuk mengambil pelunasan piutangnya.

1. Hak Kebendaan Yang Bersifat Memberikan Kenikmatan


1. 2. 3. 4. Hak Milik Kedudukan Berkuasa (Bezit) Hak Memungut Hasil Hak Pakai dan Hak Mendiami

2. Hak Kebendaan Yang Bersifat Memberikan Jaminan 1. 2. 3. 4. Jaminan Gadai Jaminan Fiducia Jaminan Hipotik Hak Tanggungan

4. HUKUM WARIS
Diatur Dalam Pasal 830 1130 KUHPer. Hukum Waris adalah keseluruhan dari kaidahkaidah hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur mengenai pemindahan harta kekayaan pewaris kepada ahli warisnya, bagian yang diterima, serta hubungan antara ahli waris dengan pihak ketiga. Pasal 171 huruf a Inpres No. 1/1991 Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli aris dan berapa bagian masing-masing

UNSUR-UNSUR HUKUM WARIS


1. 2. 3. 4. 5. Kaidah hukum; Pemindahan harta kekayaan pewaris; Ahli waris; Bagian yang diterimanya; dan Hubungan antara ahli waris dengan pihak ketiga.

YANG BERHAK MENERIMA WARISAN


Berdasarkan Undang-Undang Wasiat

YANG TIDAK BERHAK MENERIMA WARISAN


1. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat ahli waris [Pasal 838 (1) KUHPer; Pasal 172 (1) Inpres No. 1/1991]; 2. Mereka dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena memfitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si yang meninggal ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara 5 (lima) tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat [Pasal 838 ayat (2) KUHPer; Pasal 172 ayat (2) Inpres No. 1/1991];

3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan tidak mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya [Pasal 838 (3) KUHPer]; 4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal [Pasal 838 (4) KUHPer]

PERIKATAN
Pasal 1233 KUHPer Perikatan lahir baik karena perjanjian, baik karena undang-undang Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak, dimana satu pihak ada hak dan dilain pihak ada kewajiban

PERJANJIAN
Menurut Pasal 1313 KUHPer. Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya (atau saling mengikatkan dirinya) terhadap satu orang lain atau lebih.

SYARAT-SYARAT SAHNYA PERJANJIAN


(Pasal 1320 KUHPer.)
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Suatu hal tertentu (Obyek) 4. Suatu sebab yang halal

AZAS-AZAS PERJANJIAN
1. 2. 3. 4. Konsensualisme Kebebasan Berkontrak Mengikatnya Perjanjian Good Faith

JENIS-JENIS PERJANJIAN
1. 2. 3. 4. Perjanjian Sepihak Perjanjian Dua Pihak (Timbal Balik) Perjanjian Bersyarat Perjanjian Untung-untungan

WANPRESTASI
1. Tidak melaksanakan isi perjanjian 2. Melaksanakan perjanjian tetapi terlambat 3. Melaksanakan perjanjian tetapi tidak sempurna 4. Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan

ASAS PREFERENSI HUKUM


Lex specialis derogat legi generali = Asas lex spesialis Lex posterior derogat legi priori = Asas lex posterior Lex superior derogat legi inferiori = Asas lex superior

You might also like