You are on page 1of 16

Feni Fitriani, Faisal Yunus, Wiwien Heru Wiyono dan

Budhi Antariksa
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi FKUI RS Persahabatan, Jakarta
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit
yang mempunyai karakteristik keterbatasan jalan
napas yang tidak sepenuhnya reversibel.
Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan
inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas
beracun yang terjadi dalam waktu lama dengan gejala
utama sesak napas, batuk dan produksi sputum.

Sejumlah penelitian menemukan bahwa proses inflamasi pada
PPOK tidak hanya berlangsung di paru tetapi juga secara sistemik,
yang ditandai dengan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP),
tumor necrosis factor- (TNF- ), interleukin 6 (IL-6) serta IL-8.
Respons sistemik ini menggambarkan progresiviti penyakit paru
dan selanjutnya berkembang menjadi penurunan massa otot
rangka (muscle wasting), penyakit jantung koroner dan
aterosklerosis
Penyakit Paru Obstruktif Kronik tidak hanya menyebabkan
respons inflamasi paru yang abnormal tapi juga menimbulkan
inflamasi sistemik termasuk stress oksidatif sistemik, aktivasi
sel-sel inflamasi di sirkulasi sistemik dan peningkatan sitokin
proinflamasi.
Nitric oxide (NO) merupakan radikal bebas yang
dibentuk dari asam amino L-arginin oleh Nitric Oxide
Synthase (NOS) dan ditemukan pada otot dalam 3
bentuk isoform NOS.
1. Endothelial constitutive NOS (eNOS)
2. Neuronal constitutive NOS (nNOS)
3. Inducible isoforms NOS (iNOS)


Penurunan massa sel tubuh merupakan manifestasi sistemik yang
penting pada PPOK dan terlihat berupa kehilangan lebih dari 40%
actively metabolizing tissue.
Perubahan massa sel tubuh diketahui melalui penurunan berat
badan dan penurunan massa lemak bebas
Massa lemak bebas dapat dibagi 2 yaitu kompartemen
intraseluler atau massa sel tubuh dan kompartemen ekstraseluler.
Pengurangan massa otot pada penderita PPOK terutama
terdapat pada ekstremiti bawah.
Sitokin inflamasi diduga berperan pada pengecilan otot.
Proses kematian sel yang terprogram atau apoptosis juga
berperan pada pengecilan otot.
Kadar laktat meningkat lebih cepat selama latihan pada
penderita PPOK, keadaan ini berhubungan dengan
berkurangnya enzim oksidasi pada otot tungkai bawah.
Kadar glutamat didapatkan rendah pada penderita PPOK.
Disfungsi otot rangka pada penderita PPOK meliputi
perubahan anatomi dan fungsi.
Perubahan anatomi terjadi pada komposisi serat otot dan
atropi sementara perubahan fungsi berupa perubahan
kekuatan, ketahanan dan aktiviti enzim..
Hipoksia jaringan dan inflamasi sistemik yang menetap
merupakan faktor penyebab disfungsi otot rangka
Penyakit pembuluh darah jantung sering ditemukan pada PPOK
karena keduanya mempunyai faktor risiko yang sama seperti
merokok, usia lanjut dan inaktiviti.
Respons inflamasi ini berupa respons fase akut dengan
peningkatan pembekuan darah, penglepasan mediator inflamasi
ke dalam sirkulasi selanjutnya mengaktifkan endotelin dan
merangsang sumsum tulang melepaskan leukosit dan trombosit.
Keadaan ini meningkatkan resiko penyakit vaskular,
menyebabkan ketidakstabilan plak aterosklerosis sehingga
menjadi ruptur dan menyebabkan trombosis
Perubahan metabolisme bioenergi penderita PPOK
diperlihatkan dengan nuclear magnetic resonance
spectroscopy, hal ini mungkin disebabkan oleh proses
adaptasi terhadap kondisi hipoksia kronik.
Perubahan sistem saraf otonom yang abnormal dilaporkan
terutama pada penderita dengan berat badan rendah dan
berhubungan dengan pengaturan irama sirkadian leptin
Prevalens osteoporosis meningkat pada penderita PPOK, hal
ini dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti malnutrisi
yang menetap, merokok, terapi steroid dan inflamasi
sistemik.
Keadaan emfisema dan osteoporosis ditandai dengan
hilangnya jaringan paru atau jaringan tulang.
Berhenti merokok
Bronkodilator paru : Tiopropium bromid
Antagonis mediator
Terapi anti inflamasi baru
Penghambat protease
Agen Remodeling
Hantaran Obat

You might also like