You are on page 1of 19

REFERAT

SULFAS ATROPINE
Oleh :
Nadra Dwi Silvana, S.Ked
090610035
Pembimbing :
dr. Kurnian, Sp.An
dr. Fakhrurrazi, Sp.An, M.Kes

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum


tindakan induksi anesthesia, tindakan untuk
membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar
sehingga memungkinkan dimulainya anastesia dan
pembedahan.
Tujuannya adalah meredakan kecemasan dan
ketakutan, memperlancar induksi anesthesia,
mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus,
meminimalkan jumlah obat anestetik (obat anestetik
adalah obat yang berefek menghilangkan sensasi,
seperti rasa raba dan kesadaran), mengurangi mual
muntah pasca bedah, menciptakan amnesia,
mengurangi isi cairan lambung, mengurangi refleks
yang membahayakan.

Obat-obat yang sering digunakan dalam


premedikasi adalah obat antikolinergik, obat
sedatif (penenang) dan obat analgetik narkotik
(penghilang nyeri). Karena khasiat obat
premedikasi yang berlainan tersebut, dan
praktek sehari-hari dipakai kombinasi beberapa
obat untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Pemberian obat antikolinergik bertujuan untuk
mengurangi sekresi (pengeluaran) kelenjar
seperti saliva (air ludah), kelenjar saluran cerna,
kelenjar saluran napas, mencegah turunnya
nadi, mengurangi pergerakan usus, mencegah
spasme (kaku) pada laring dan bronkus. Obat
yang sering digunakan adalah sulfas atropine
yang bisa diberikan intramuscular maupun
intravena.

PENGERTIAN ATROPINE
Atropine adalah antagonis reseptor kolinergik.
Atropine merupakan agen preanestesi yang
digolongkan sebagai antikolinergik atau
parasimpatolitik.
Atropine menyekat reseptor muskarinik baik di
sentral maupun di saraf tepi. Kerja obat ini
secara umum berlangsung sekitar 4 jam kecuali
bila diteteskan ke dalam mata, maka kerjanya
bahkan sampai berhari-hari.

Kerja Atropine
Mata: Atropine menyekat semua aktifitas
kolinergik pada mata, sehingga menimbulkan
midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi tidak
bereaksi terhadap cahaya dan sikloplegia
(ketidakmampuan memfokus untuk penglihatan
dekat).
Gastrointestinal (GI): Atropine digunakan
sebagai obat anti spasmodic untuk mengurangi
aktivitas saluran cerna.
System kemih: Atropine digunakan pula untuk
mengurangi keadaan hipermotilitas kandung
kemih.

Kardiovaskular:

Atropine menimbulkan
efek divergen pada system kardiovaskular,
tergantung pada dosisnya. Pada dosis rendah,
efek yang menonjol adalah penurunan denyut
jantung (bradikardia).
Sekresi: Atropine menyekat kelenjar saliva
sehingga timbul efek pengeringan pada
lapisan mukosa mulut (serostomia).
Kelenjuar saliva sangat peka terhadap
atropine.

Penggunaan terapi
Oftalmik: Pada mata, salep mata atropine
menyebabkan efek midriatik dan sikloplegik dan
memungkinkan untuk pengukuran kelainan
refraksi tanpa gangguan oleh kapasitas
akomodatif mata.
Obat anti spasmodic: Atropine digunakan
sebagai obat antispasmodic untuk melemaskan
saluran cerna dan kandung kemih.

Antidotum untuk agonis kolinergik: Atropine


digunakan untuk mengobati kelebihan dosis
organofosfat (yang mengandung insektisida
tertentu) dan beberapa jenis keracunan jamur
(jamur tertentu yang mengandung substansi
kolinergik).
Obat antisekretori: Suatu obat kadang
diperlukan sebagai antisekretori guna
menghentikan sekresi pada saluran napas atas
dan bawah sebelum dilakukan suatu operasi.

Indikasi

Medikasi preanestetik, atropine berguna untuk


mengurangi sekresi lendir jalan napas pada
anestesi, terutama pada anestesi inhalasi
dengan gas-gas yang merangsang. Atropine
kadang-kadang berguna untuk menghambat
nervus vagus pada bradikardia atau sinkope
akibat refleks sinus karotis yang disertai dengan
hiperaktivitas vagus dapat diperbaiki dengan
atropine.

Kontra Indikasi

Glaucoma sudut tertutup, obstruksi atau


sumbatan saluran pencernaan dan saluran
kemih, atoni (tidak adanya ketegangan atau
kekuatan otot), saluran pencernaan, ileus
paralitikum, asma, miastenia gravis, colitis
ulserativa, hernia hiatal, penyakit hati dan ginjal
yang serius.

Efek Samping

Berisiko menyebabkan panas tinggi, gunakan


dengan hati-hati pada pasien terutama anakanak. Saat temperature sekitarnya tinggi. Usia
lanjut dan pada kondisi pasien dengan penyakit
sumbatan paru kronis yang takikardia.
Peningkatan tekanan intraocular, sikloplegia
(kelumpuhan iris mata), midriasis, mulut kering,
pandangan kabur, kemerahan pada wajah dan
leher, retensi urin, takikardia, dada berdebar,
konstipasi atau sukar buang air besar,
peningkatan suhu tubuh, peningkatan rangsang
susunan SSP, ruam kulit, muntah, fotofobia
(kepekaan abnormal terhadap cahaya).

Interaksi Obat
Aktivitas antikolinergik bisa meningkat oleh
parasimpatolitikum lain.
Guanetidin, histamine, dan reserpin dapat
mengantagonis efek penghambatan
antikolinergik pada sekresi asam lambung.
Antasida bisa mengganggu penyerapan atropine

Farmokodinamik
Susunan saraf pusat: Atropine merangsang
medulla oblongata dan pusat lain di otak. Dalam
dosis 0,5 mg (untuk orang Indonesia mungkin
0,3 mg) atropine merangsang nervus vagus dan
frekuensi jantung berkurang.
Mata: Alkaloid belladonna menghambat
musculus constrictor pupilae dan musculus
ciliaris lensa mata, sehingga menyebabkan
midriasis dan sikloplegia (paralisis mekanisme
akomodasi).

Saluran napas: Alkaloid belladonna mengurangi


secret hidung, mulut, faring dan bronkus.
System kardiovaskular: Pengaruh atropine
terhadap jantung bersifat bifasik. Dengan dosis
0,25-0,5 mg yang biasa digunakan, frekuensi
jantung berkurang, mungkin disebabkan karena
perangsangan nucleus nervus vagus.
Saluran cerna: Karena bersifat menghambat
peristaltic lambung dan usus, atropine juga
disebut obat antispasmodic.

Otot polos lain: Saluran kemih dipengaruhi


oleh atropine dalam dosis agak besar (kira-kira 1
mg). pada piolegram akan terlihat dilatasi
kaliks, pelvis, ureter dan kandung kemih. Hal ini
dapat mengakibatkan retensi urin. Retensi urin
disebabkan relaksasi musculus destrusor
konstriksi sfingter uretra.
Kelenjar eksokrin:Kelenjar eksokrin yang
paling jelas dipengaruhi oleh atropine adalah
kelenjar liur dalam mulut serta bronkus.

Farmakokinetik

Alkaloid belladonna mudah diserap dari semua


tempat, kecuali kulit. Pemberian atropine sebagai
obat tetes mata, terutama pada anak dapat
menyebabkan absorbsi dalam jumlah yang cukup
besar lewat mukosa nasal, sehingga menimbulkan
efek sistemik dan bahkan keracunan. Untuk
mencegah hal ini perlu dilakukan penekanan kantus
internus mata setelah penetesan obat agar larutan
atropine tidak masuk ke rongga hidung, terserap dan
menyebabkan efek sistemik. Dari sirkulasi darah,
atropine cepat memasuki jaringan dan kebanyakan
mengalami hidrolisis enzimatik oleh hepar. Sebagian
diekskresikan melalui ginjal. Atropine mudah
diserap, sebagian dimetabolisme di dalam hepar dan
dibuang dari tubuh terutama melalui air seni. Masa
paruhnya sekitar 4 jam.

Dosis

Dosis atropine umumnya berkisar antara 1/4


sampai 1 mg. untuk keracunan antikolinesterase
digunakan dosis 2 mg/kali. Dosis untuk
mengatasi keracunan kolinergik pada anak
adalah 0,04 mg/kgBB per kali.

KESIMPULAN

Mekanisme kerja atropine memblok aksi


kolinomimetik pada reseptor muskarinik secara
reversible (tergantung jumlahnya) yaitu
hambatan oleh atropine dalam dosis kecil dapat
diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik
yang setara dalam dosis besar. Hal ini
menunjukkan adanya kompetisi untuk
memperebutkan tempat ikatan. Hasil ikatan
pada reseptor muskarinik adalah mencegah aksi
seperti hambatan adenili siklase yang
diakibatkan oleh asetilkolin atau antagonis
muskarinik lainnya.

TERIMA KASIH

You might also like