You are on page 1of 16

Sistem Mata Pencaharian Hidup

Urang Baduy

Helmy Faizi Bahrul Ulumi


Laboratorium Bantenologi
IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Urang Baduy tinggal di Desa Kanekes


terletak di Kecamatan Leuwidamar
Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Luas
desa: 5100,38 ha. Ketinggian 500 mdpl
Berdasarkan data Leuwidamar dalam
Angka tahun 2012, total jumlah
penduduknya adalah 11.269 jiwa terdiri
dari 2.879 keluarga, 5.627 laki2 & 5642
perempuan
Bahasa yang digunakan adalah Bahasa
Sunda Dialek Kanekes

4 Teori Asal-usul Urang Baduy


Pertama, bahwa Urang Kanekes adalah
pelarian para pembesar dan penduduk
Kerajaan Sunda Pajajaran yang berhasil
meloloskan diri dari kepungan pasukan
Banten. Mereka ini melarikan diri ke arah
selatan ke Pegunungan Kendeng dan
bersembunyi di sana. Kemudian, lama
kelamaan tempat persembunyian itu menjadi
hunian yang kini dikenal dengan Desa
Kanekes (Ekadjati, 1995: 61).

Kedua, pada mulanya, Urang Kanekes adalah


sekelompok masyarakat yang mengungsi karena
terdesak arus islamisasi Kesultanan Banten.
Kelompok pengungsi ini adalah penganut Hindu yang
menetap di sekitar Gunung Pulosari. Pada saat
ditaklukan oleh Sultan Banten, sebagian ada yang
menganut Islam dan sebagian lagi ada yang melarikan
diri ke selatan ke tempat yang sekarang menjadi Desa
Kanekes (Ekadjati, 1995: 61). Versi yang lain, menurut
laporan Controleur A.I. Spaan, orang Baduy berasal dari
pantai utara Banten yang terusir oleh orang Islam karena
tidak mau berpindah agama. Mereka berasal dari Banten
Girang (Wahanten Girang) dan kemudian mengungsi ke
Lebak (dikutip dari Garna, 1987: 40).

Ketiga, menurut Garna (1991: 22), Urang Kanekes bukanlah keturunan


(pelarian) Pajajaran, tetapi masyarakat asli yang sudah ada jauh
sebelum kerajaan Pajajaran berdiri. Orang-orang Hindu dari abad IXVI, menurut Garna sudah cukup puas dengan kekuasaan tertinggi yang
diperoleh di kerajaannya masing-masing. Dengan itu, mereka tidak
memaksakan agama Hindu kepada masyarakat asli, bahkan
membiarkan mereka tetap mempraktekkan kepercayaan asli mereka.
Mengenai pengetahuan Urang Kanekes tentang Pajajaran, Garna
berpendapat, pertama, bahwa Urang Kanekes memang mengetahui
tentang Kerajaan Pajajaran, yang tidak terlalu erat kaitan antara Kanekes
dengan pusat kerajaan karena rakyat umumnya masih melanjutkan
penghormatan kepada kabuyutan (tempat karuhun Kanekes ngahiyang).
Kedua, Urang Kanekes telah lama bermukim di wilayah Banten Selatan
jauh sebelum Pajajaran berkuasa. Ketiga, kemungkinan sebagian
bangsawan dan pengikut Pajajaran terdesak Sultan Banten, melarikan
diri ke pegunungan di bagian selatan, tetapi pikukuh Urang Kanekes
tidak bisa menerima kehadiran mereka di wilayahnya, karena itu tinggal
di pegunungan yang bukan di daerah Kanekes dan dianggap sebagai
pramunggu (mahluk halus) yang menempati gunung-gunung tertentu
(Garna, 1991: 23).

Keempat, pendapat yang diungkapkan oleh Saleh Danasasmita


dan Anis Djatisunda (1986: 3-4). Mereka berpendapat bahwa
Kanekes adalah sebuah mandala, sebuah kabuyutan;
tempat tanah suci yang secara turun temurun di pertahankan
dan tidak boleh diinjak oleh sembarang orang. Urang Kanekes
sendiri beranggapan bahwa apa yang dilakukannya adalah tapa
di mandala, sedangkan Orang Sunda pada umumnya adalah
tapa di nagara. Dari Prasasti Kebantenan (Bekasi) dan naskahnaskah kuno, Saleh Danasasmita dan Anis Djatisunda (1985)
berkesimpulan bahwa dalam masa kerajaan, di Jawa Barat
terdapat dua jenis kabuyutan, yaitu lemah dewasasana ( untuk
pemujaan dewa) dan lemah parahiyang atau kabuyutan jati
sunda (untuk pemujaan cara sunda). Di antara semuanya itu
hanya tinggal kabuyutan Kanekes yang masih ada dan tersisa
di tanah pasundan. Jika ditilik, idiom jati sunda itu satu arti
dengan Sunda Wiwitan; (wiwitan = asal, pokok, jati).

Keadatan Kanekes terbagi menjadi tiga wilayah


yang secara hierarkis bertingkat. Pertama,
wilayah tangtu, yakni wilayah taneuh larangan
yang tetap terdiri dari 3 kampung: Cikeusik,
Cikrtawana, dan Cibeo. Wilayah ini adalah
wilayah tersakral dan masih ketat memegang
adat. Kedua, wilayah panamping, yakni wilayah
di sekitar taneuh larangan tetapi masih berada
di dalam tanah adat. Jumlah kampungnya
berubah-ubah. Ketiga, wilayah dangka, yaitu
wilayah terluar dari keadatan Kanekes.
Kampung dangka ada yang terletak di luar tanah
adat dan adapula yang terletak di dalam.

Pakaian Urang Kanekes


Tangtu; untuk laki2: romal atau ikat kepala putih,
kutung berwarna putih, hitam atau hitam-putih, dan
aros pendek berwarna biru tua (dongker) bermotif
garis2 kecil vertikal berwarna putih. Untuk perempuan:
kemben (karembong), kutung putih, dan aros panjang
Panamping; untuk laki2: romal biru tua bermotif batik
hitam atau biru, jamang kampret hitam, dan celana
komprang atau sarung pendek di bawah lutut
berwarna hitam. Untuk perempuan: kampret awewe/
kebaya biru muda, dan kain batik biru tua atau
berwarna gelap
Dangka; untuk warga dangka cara berpakaiannya
dibebaskan, boleh mengikuti tradisi dan boleh juga
tidak.

Rumah

Struktur Adat

Jaro
Dangka/
Jaro Tujuh

Dasar Kehidupannya:
Agamanya adalah Sunda Wiwitan
Kanekes sebagai pancer bhumi (inti jagat) yang
disimbolkan dengan Sasaka Pusaka Buana, yaitu tempat di
mana alam semesta bermula, dan tempat di mana
manusia pertama di bumi diturunkan
Kanekes sebagai Kabuyutan atau mandala (tempat suci
para petapa)
Kepercayaan pada Nyi Pohaci Sanghyang Asri (Dewi
Padi)
Urang Baduy sebagai peladang huma
Urang Baduy sebagai masyarakat yang taat pada adat
karuhun (nenek moyang). Pepatah lojor teu beunang
dipotong, pondok teu beunang disambung, nu ulah kudu
diulahkeun, nu enya kudu dienyakeun.

Berdasarkan Data
Kecamatan Leuwidamar dalam
Angka tahun 2012
Profesi Urang Baduy: 2531 petani, 3214
buruh tani, 24 industri, 25 perdagangan,
dan 62 lainnya.

Perkebunan:
Produksi padi lahan kering, dari 235 luas
panen=528 ton padi; dari 3 ha ubi kayu=172
ton; dari 2 ha ubi jalaf 11,50 ton;kacang
tanah 0,80 ton dari 1 ha; 6 kw
duku/langsat;4650 kw durian; 5480 kw
pisang; 154 kw sirsak; 85 kw nangka; 47kg
kopi; 381kg kelapa; dan 28.500kg gula aren

Usaha Industri Kecil


Kerajinan kulit 22 unit; kerajinan
logam 8 unit; kerajinan anyaman 106
unit; kerajinan kain/tenun 38 unit; dan
kerajinan lainnya 28 unit.
Jumlah warung: 98 buah

Usaha Perdagangan lainnya


Kayu albasiah
Cengkeh
Jahe
Madu
Wisata budaya:
o Jasa pramuwisata
o Jasa porter
o Jasa homestay
o Jasa pertunjukan seni

You might also like